Anda di halaman 1dari 3

Menganalisis Film Freedom Writers Tentang Perbedaan

Individu Berdasarkan Budaya

Freedom writers adalah sebuah film yang berisi tentang perjuangan seorang guru yang
bernama Erin Gruwell dalam memperjuangkan siswa-siswinya di sebuah SMU di California
yang terpinggirkan karena adanya latar belakang mereka yang di pandang buruk bagi
beberapa pengajar disekolah mereka. Film ini dimulai dari kerusuhan Rodney King Riots
yang terjadi di Los Angels yang dalam sebulan bisa terjadi 120 pembunuhan di Long Beach.
Kekerasan itu adalah kekerasan antar geng dan konflik rasial. Akibat dari kerusuhan Rodney
King Riots makin memperburuk kondisi permusuhan antar geng, ras, dan kaum marginal di
Amerika. Masing-masing ras saling memperebutkan wilayah kekuasaan, menunjukkan
kekuatan, dan mengeluarkan rasa dendam dengan saling bunuh-membunuh dimanapun ia
berada, termasuk di lingkungan sekolah.

Film Freedom Writers merupakan film yang diangkat dari kisah nyata perjuangan seorang
guru di wilayah New Port Beach, Amerika Serikat dalam membangkitkan kembali semangat
anak-anak didiknya untuk belajar. Dikisahkan, Erin Gruwell, seorang wanita idealis
berpendidikan tinggi, datang ke Woodrow Wilson High School sebagai guru Bahasa Inggris
untuk kelas khusus anak-anak korban perkelahian antar geng rasial. Misi Erin sangat mulia,
ingin memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anak bermasalah yang bahkan guru yang
lebih berpengalaman pun enggan mengajar mereka.

Dengan penuh harapan, Erin mengajar bahasa inggris di kelas 203, dimana terdapat
beragam geng ras yang selalu mengelompok, seperti ras Kamboja, kulit hitam, Hispanic, dan
seorang kulit putih. Pada awal kedatangan Erin, para murid sama sekali tidak tertarik dengan
kehadirannya. Mereka sanagat sentimen terhadap orang berkulit putih. Mereka menganggap
bahwa Erin tidak mengerti apapun tentang kehidupan mereka yang keras, kehidupan yang
selalu berada dibawah bayang-bayang perang dan kekerasan. Bagi mereka, kehidupan adalah
bagaimana caranya mereka selamat dari kekerasan, hingga penembakan yang
mengatasnamakan ras. Banyak tantangan yang harus dihadapi oleh Erin, baik dari pihak
sekolah yang rasis, hingga pihak suami dan ayahnya. Diskriminasi yang dilakukan oleh pihak
sekolah, seperti pemisahan kelas, serta perbedaan fasilitas yang begitu terlihat antara ras kulit
putih dan ras diluar itu membuat Erin miris. Agar diterima oleh anak-anak didiknya, Erin
mencari cara untuk melakukan pendekatan dan metode pengajaran yang tepat. Namun, sejak
Erin disibukkan dengan pendekatan terhadap anak-anak didiknya dan bekerja paruh waktu,
timbul masalah baru, ia diceraikan oleh suaminya.

Hingga pada akhirnya, ayahnya yang semula tidak mendukung, berbalik mendukung
pekerjaan Erin. Erin paham dengan kondisi anak-anak didiknya yang selalu berkelompok
dengan ras mereka masing-masing. Akhirnya ia menemukan cara untuk menjangkau
kehidupan mereka dengan memberikan mereka buku, Erin memberikan buku baru tentang
kehidupan geng yang lekat dengan keseharian mereka. Buku-buku itu diantaranya The Diary
Of a Young Girl karangan Anne Frank. Zlata’s Diary: A Child’s Life In Sarajevo, yang isi
buku-buku tersebut cerita pengalaman orang-orang yang terlibat konflik anatar ras. Ia pun
membagikan buku jurnal harian ke semua murid-muridnya, setiap hari mereka harus
menuliskan kisah hidup mereka masing-masing dalam buku tersebut. Sejak membaca jurnal
harian yang bercerita tentang kehidupan mereka yang keras, Erin semakin bersemangat untuk
mengubah kehidupan anak-anak didiknya, serta menghapus batas tak terlihat yang secara
kultur memisahkan mereka dengan cara-cara yang mengagumkan. Dalam film ini juga kita
bisa melihat bagaimana usaha Erin mengajak anak-anak muridnya mengunjungi museum dan
mendatangi beberapa korban kekerasan Holocaust, pada akhirnya Erin dan anak didiknya
berinisiatif mengadakan semacam bazar untuk mengumpulkan uang guna mendatangkan
Miep Gies seorang wanita penolong Anne Frank, anak yahudi yang hidup pada zaman Hitler
dan Holocaustnya. Ia mendatangkan Miep Gies untuk berbag icerita kepada anak-anak
didiknya tentang sebuah bencana yang terjadi karena rasisme , mereka juga dikunjungi oleh
Zlata’s Filipovic, serta kegigihan Erin memperjuangkan keadilan disekolah yang mendapat
tantangan dari pihak-pihak sekolah. Akhirnya keteguhan Erin dalam mendidik mereka
berbuah hasil. Anak-anak tersebut, yang semula benci satu sama lain karena perbedaan ras,
akhirnya menjadi berteman dan mendobrak sekat-sekat ras diantara mereka. Bahkan, ketika
ada kaus penembakan yang menimpa seorang teman anak didiknya, yang mana salah seorang
muridnya sebagai saksi mata, disitu ia mengajarkam tentang arti kejujuran dan keberanian
mengungkap kebenaran.

Siswa-siswi ini mendapakan pengakuan yang luar biasa dari media dan pemerintah,
kisah mereka menarik perhatian dari banyak kalangan dan mereka pun mendapatkan
penghargaan dari New York, pada tahun 1999, mereka juga pergi ke Eropa mengunjungi
Anne Frank House dan berbagai kamp konsentrasi mungkin semacam Lembaga
Permasyarakatan (LP). Ini bukanlah situs mukjizat bahwa semua 150 dari The Freedom
Writers lulus dari SMA dan melanjutkan ke perguruan tinggi. Suatu hal yang tidak mungkin
akan menjadi mungkin, ini semua berkat ketekunan dan tekad Gruwell’s.

Permasalahan individu siswa sehingga muncul rasa empati, kepedulian serta


solidaritas diantara para siswa. Metode konseling dengan menggunakan diary ternyata
berhasil. Para siswa yang tadinya saling berkonflik dan sentimen antara satu ras dengan ras
yamg lainnya justru mampu bersatu, senasib dan seperjuangan. Saling memahami antar
individu kemudian membuat mereka merasa sulit untuk dipisahkan di akhir masa studinya
dan dinyatakan lulus untuk kemudian melanjutkan ke jenjang studi berikutnya. Ssebab teknik
atau metode konseling yang dipraktikkan Erin Gruwell dianggap berhasil memecahkan
konflik ras yang sebelumnya tumbuh subur di diri para siswa yang terdiri dari berbagai latar
belakang etnis yang berbeda. Kisah singkat di atas memberikan suatu gambaran mengenai
proses bimbingan dan konseling, atau bahkan terapi psikologis yang dilakukan Erin Gruwell
yang sebenarnya bukanlah sseorang konselor dengan mempraktikkan konseling kelompok
dalam menghadapi murid-murid yang mengalami konflik ras dikelasnya. Bimbingan dan
konseling yang dipraktikkan Erin Gruwell ternyata berhasil membuat para murid sadar bahwa
perang dan saling bermusuhan di tengah-tengah perbedaan bukanlah tujuan hidup, murid-
murid sadar bahwa mereka memiliki potensi yang besar untuk meengemmbangkan
potensinya secara positif, serta sadar bahwa pendidikan merupakan jalan untuk menuju
kehidupan yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai