Anda di halaman 1dari 10

THEORIES OF EMPLOYEE MOTIVATION

A. MOTIVATION
Motivasi adalah sesuatu yang melekat dalam diri yang mendorong seseorang
untuk terlibat dalam suatu tindakan tertentu. Motivasi dilakukan dengan
adanya tujuan, intensitas serta kegigihan seseorang dari waktu ke waktu.
Motivasi juga merupakan hasrat seseorang untuk mendapatkan, meraih, dan
mencapai impiannya. Motivasi berasal dari keinginan, kebutuhan, dan hasrat
seseorang.
Secara umum teori-teori motivasi dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu
Content theory dan Process theory. Content theories lebih menekankan pada
pertanyaan “apa” yang menyebabkan seseorang termotivasi. Sedangkan,
process theory lebih mencari jawaban atas pertanyaan “mengapa” seseorang
termotivasi.(Yuwono,dkk (2005))
B. WORK MOTIVATION THEORIES
Menurut Teori Kebutuhan (Need Theories), seseorang akan termotivasi untuk
memperoleh hal tertentu dari suatu kategori seperti makanan atau pengakuan.
Teori Hirarki (Need Hierarchy Theory) mengklasifikasikan semua kebutuhan
manusia menjadi sejumlah kategori kecil dan menganggap bahwa tindakan
orang-orang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Teori
Dua Faktor (Two-Factor Theory) mengatakan bahwa berbagai aspek dari
pekerjaan memiliki salah satu dari dua kategori yang dibutuhkan. Satu
kategori menyangkut sifat pekerjaan itu sendiri dan yang kedua menyangkut
imbalan seperti membayar kerja anda. Teori Penguatan (Reinforcement
Theory) melihat tindakan sebagai hasil dari imbalan atau penguatan. Motivasi
ini sebagai hasil dari pengaruh lingkungan bukan motif internal pada
umumnya. Teori Pengharapan (Expectancy Theory), menghubungkan
imbalan dari suatu situasi pada tindakan seseorang, namun ini bersangkutan
dengan proses kognitif manusia yang menjelaskan mengapa imbalan bisa
mengantar pada tindakan. Teori Kepercayaan Diri (Self-Efficacy Theory),
berkaitan dengan bagaimana orang-orang percaya dengan kemampuan
mereka sendiri untuk memberi dampak pada tindakan mereka. Teori Keadilan
(Justice Theories), menduga bahwa orang-orang secara umum menilai
kejujuran/keadilan dalam hubungan kerja mereka. Yang mana situasi
ketidakjujuran atau adanya ketidakadilan diduga untuk memotivasi karyawan
untuk memperbaiki ketidakadilan tersebut. Teori Mengatur-Impian (Goal-
Setting Theory) menjelaskan bagaimana impian dan tujuan seseorang hasilnya
dapat dilihat dari tindakan mereka. Teori Kontrol Kognitif (Cognitive Control
Theory) juga berkaitan dengan impian tetapi lebih fokus pada
balasan/imbalan terhadap pencapaian impian tersebut dan bagaimana
ketidakcocokan antara impian dan situasi saat ini memotivasi tindakan
mereka. Teori Aksi (Action Theory) adalah teori yang menjelaskan tindakan
keinginan sendiri dalam bekerja (termotivasi dan sukarela). Teori Motivasi
Distal (Distal Motivation Theories) berhubungan dengan proses yang jauh
dari perilaku. Teori Motivasi Proksimal (Prokximal Motivation Theories)
berhubungan dengan proses yang dekat dengan perilaku. Teori kebutuhan
distal terjadi karena mereka berurusan dengan kebutuhan umum yang dapat
diterjemahkan ke dalam perilaku dalam berbagai cara. Teori penetapan tujuan
lebih proksimal karena ini berkaitan dengan tujuan yang mengarah pada
perilaku tertentu, seperti harapan seorang sales untuk menjual sejumlah
produk.
C. NEED THEORIES
Teori Hirarki Kebutuhan
Teori hirarki kebutuhan menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan manusia
memiliki hirarki yang meliputi fisik, sosial, dan kebutuhan psikologis.
Tingkat terendah, kebutuhan fisiologis (fisik) ke tingkat tertinggi, psikologis
vival, seperti udara, makanan, dan air. Tingkat kedua terdiri dari kebutuhan
akan keamanan, hal-hal yang melindungi kita dari bahaya. Tingkat ini
mencakup kebutuhan untuk keamanan dan perlindungan. Tingkat ketiga
adalah cinta, seperti kebutuhan akan cinta, kasih sayang, dan afiliasi dengan
orang lain. Tingkat keempat adalah kebutuhan harga diri, yang melibatkan
diri dan rasa hormat dari orang lain. Terakhir, ada aktualisasi diri, yang
mengacu pada pemenuhan tujuan kehidupan dan mencapai potensi seseorang.
Herzberg (1968) teori dua faktor menyatakan bahwa motivasi menjadi sifat
pekerjaan itu sendiri, bukan imbalan eksternal atau kondisi kerja. Kebutuhan
manusia dalam pekerjaan dibagi menjadi dua, yang mana keduanya
merupakan sifat hewan dan manusia. Aspek pertama adalah pekerjaan yang
relevan dengan kebutuhan hewan disebut faktor hygiene. Faktor ini meliputi
pembayaran, pengawasan, rekan kerja, dan kebijakan organisasi. Aspek
kedua adalah pekerjaan yang relevan dengan kebutuhan pertumbuhan atau
biasa disebut faktor motivator. Faktor ini meliputi pencapaian, pengakuan,
dan tanggung jawab. Herzberg menyebutkan bahwa cara agar karyawan
mereka puas dengan pekerjaanya adalah memberikan motivasi yang tepat.
Banyak peniliti menganggap teori Herzberg tidak valid (Locke & Henne,
1986). Masalah utamanya adalah teori ini belum didukung oleh penelitian,
meski begitu Herzberg telah berpengaruh dunia pekerjaan khususnya
karyawan dengan meningkatkan pemahaman tentang peran motivasi dalam
organisasi kerja.
D. REINFORCEMENT THEORY
Teori ini bergerak pada bagaimana penghargaan atau penguatan dapat
mempengaruhi perilaku seseorang, ini sama sekali tidak ada kaitannya
dengan keadaan internal seperti motivasi, artinya teori ini adalah teori non
motivasi. Prinsip utama teori ini adalah hokum efek (thorndike, 1913). Ini
menyatakan bahwa perilaku seseorang akan meningkat jika diikuti oleh
imbalan. Sebaliknya, akan menurun apabila diikuti oleh hukuman. Penelitian
telah menunjukkan bahwa penghargaan efektif dalam meningkatkan kinerja
pekerjaan. Banyak organisasi yang menerapkan prinsip-prinsip seperti ini,
contoh organisasi yang memberi izin cuti sakit kepada para karyawan,
mereka yang tidak menggunakan cuti itu akan dibayar lebih dibanding
mereka yang menggunakannya. Meski berguna, teori ini tidak begitu disukai
oleh sebagian besar psikolog pada umumnya. Alasan utama adalah teori
penguatan memberikan sedikit wawasan ke dalam proses motivasi (Locke,
1980). Adapun alasan lain ialah karena orang hanya akan bekerja jika
dibarengi oleh hadiah tidak dengan kesukarelaan.
E. EXPECTANCY THEORY
Teori penghargaan atau biasa disebut teori ekspektasi, ide dasar dari teori ini
adalah seseorang akan termotivasi dalam perilaku ketika mereka bekerja
bahwa setelahnya aka nada imbalan atau feedback seperti yang mereka
inginkan. Jelas pada teori ada rasa kepercayaan yang timbul untuk memenuhi
dorongan melakukan pekerjaan. Seperti yang kita ketahui harapan adalah
probabilitas subjektif yang dimiliki seseorang tentang kemampuannya
melakukan suatu perilaku. Hal ini mirip dengan harga diri atau kepercayaan
diri. Probabilitas subjektif nol berarti orang itu yakin bahwa dia tidak mampu
melakukan suatu perilaku, sedangkan angka probabilitas 100 menunjukkan
bahwa dia benar-benar yakin tanpa adanya keraguan, dan terakhir angka 50
menyatakan bahwa ada peluang terhadap sesuatu yang aka dilakukan.
Valensi adalah nilai hasil atau imbalan bagi seseorang, uang adalah hadil
yang sering diperoleh. Untuk setiap hasil yang mungkin, valensi dan
instrumenitas dikalikan. Kemudian masing-masing produk valensi-
instrumenitas dijumlahkan menjadi total, dan total dikalikan dengan harapan
untuk menghasilkan skor kekuatan. Jika skor kekuatan tinggi, orang tersebut
akan termotivasi untuk mencapai hasil pekerjaannya. Jika skor kekuatannya
rendah, orang tersebut tidak akan termotivasi untuk mencapai hasil. Misalkan
Anda sedang bekerja pada hari Jumat sore dan bos Anda meminta seorang
sukarelawan untuk bekerja lembur dengan bonus pembayaran tambahan.
Anda merasa pekerjaan Anda agak membosankan dan melihat prospek jam
kerja tambahan sebagai musuh. Dalam hal ini, ada dua hasil — menerima
uang tambahan dan menanggung beberapa jam kebosanan. Jika Anda percaya
bahwa Anda mampu bekerja lembur, harapan Anda akan tinggi. Dengan
asumsi bahwa Anda percaya bahwa Anda akan mendapatkan upah lembur
dan bahwa Anda akan bosan, keduanya akan menjadi tinggi. Faktor terakhir
yang menentukan motivasi Anda untuk bekerja lembur akan menjadi valensi
relatif dari dua hasil. Jika valensi positif atau keinginan untuk uang lebih
besar dari valensi negatif atau keinginan untuk menghindari kebosanan, maka
Anda akan termotivasi untuk menjadi sukarelawan. Jika valensi positif untuk
uang kurang dari valensi negatif untuk kebosanan, maka Anda akan
termotivasi untuk menghindari sukarela.
F. SELF-EFFICACY THEORY
Menyatakan bahwa motivasi dan kinerja ditentukan oleh seberapa efektif
orang percaya bahwa mereka dapat menjadi dan percaya bahwa dirinya dapat
melakukan suatu hal (Bandura, 1982). Jadi orang dengan self tinggi dapat
lebih efektif melakukan tugas-tugas karena memiliki motivasi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan orang yang memiliki self rendah. Self efficacy
sangat mirip dengan teori harapan, perbedaan utama yaitu harapan
dikonsultasikan dengan aktivitas tertentu pada titik waktu tertentu sedangkan
self efficacy berkaitan dengan perasaan umum bahwa seseorang mampu atau
tidak mampu dalam beberapa hal.
Dalam studi Mclntire dan Levine (1991), kelas relat kelas efficacy diri diakhir
kelas tetapi tidak awal. Menunjukkan bahwa siswa dengan nilai yang lebih
baik meningkatkan self-efficacy mereka karl, O`Leary Kelly, dan mannochio
(1993)menemukan bahwa umpan balik positif pada tugas membaca cepat
meningkatkan efikasi diri orang-orang yang awalnya rendah dalam
kemakmuran diri, eden dan rekan-rekannya melakukan serangkaian penelitian
ditempat kerja dimana mereka memanipulasi self efficacy untuk melihat
pengaruhnya terhadap kinerja pekerjaan. Ini terutama dipengaruhi oleh
kemampuan dan motivasi awal dengan mengalihkan subjek secara acak ke
perimental penjualan mereka. Efikasi meningkat atau tidak dengan
memberikan informasi atau pelatihan.
Bandura membahas bagaimana self efficacy yang berguna dengan implikasi
berkembang melalui serangkaian tugas yang semakin sulit. Seorang dapat
menerapkan prinsip ini dengan menyusun penugasan karyawan sedemikian
rupa dengan pekerjaan baru. Penugasan yang relative sederhana dapat
diberikan dengan yang baru yang pada tugas yang semakin menantang
strategi strategi ini dapat menjadi sangat penting dengan lebih banyak orang
yang mungkin membutuhkan beberapa waktu untuk menjadi lebih mahir
dalam sebuah aspek tugas-tugas diperkenalkan perlahan-lahan untuk
memungkinkan orang untuk ekspenence beberapa jika ada kegagalan.
Sebagai orang yang mengalami sacces pada tugas yang lebih banyak dan
lebih sulit, peningkatan self efficacy nya menggunakan pendekatam ini dalam
program pelatihan morin dan latham (2001) menunjukkan bahwa pelatihan
dapat berhasil menigkatkan self efficacy.
G. JUSTICE THEORY
Teori keadilan berfokus pada norma atau aturan dan perlakuan yang adil
terhadap karyawan pada suatu organisasi. Asumsi yang mendasari teori
keadilan adalah bahwa orang menghargai keadilan dan termotivasi untuk
menjaga keadilan dalam hubungan antara mereka dan organisasi. Teori
kesetaraan (Equity theory) menyatakan bahwa seseorang akan termotivasi
untuk mencapai suatu kondisi keadilan atau kesetaraan dalam hubungan
mereka dengan orang lain dan dengan organisasi. Menurut Adams (1965),
karyawan yang ketika menemukan dirinya dalam situasi yang tidak adil akan
mengalami suatu ketidakpuasan dan ketegangan emosional yang akan
memotivasi karyawan untuk mengurangi hal tersebut. Ketidaksetaraan
merupakan keadaan psikologis yang timbul dari perbandingan diri karyawan
dengan orang lain seperti outcome dan inputs. Outcome (hasil) adalah
imbalan yang diperoleh karyawan seperti gaji, tunjangan, asurasnsi, dan
status. Inputs (Masukan) adalah kontribusi yang dilakukan oleh karyawan
untuk organisasi seperti bakat dan pengalaman.
Karyawan akan termotivasi untuk mengurangi ketidaksetaraan dalam
pembayaran melalui beberapa kemungkinan mekanisme yaitu mengubah
input seperti meningkatkan atau menurunkan produktivitas, mengubah output
seperti mencari imbalan tambahan dari pekerjaan, dan menarik diri dari
situasi secara sementara seperti melakukan keterlambatan atau
ketidakhadiran. Penelitian yang dilakukan oleh Greenberg (1990) dan Iverson
dan Roy (1994) menunjukkan bahwa karyawan yang mengalami
ketidaksetaraan dan pemotongan gaji akan meningkatkan pencurian, niat
untuk keluar dari pekerjaan, serta mencari pekerjaan lain.
Perbedaan equity theory dan fairness theory adalah equity theory berfokus
pada pembagian reward yang adil. Sedangkan fairness theory membedakan
antara distribusi reward dan prosedur pemberian reward.
H. GOAL-SETTING THEORY
Perilaku seseorang dimotivasi oleh faktor internal seperti tujuan (goals).
Tujuann (goals) cukup konstruk "proksimal", karena dapat dikaitkan dengan
perilaku tertentu. (goals) adalah apa yang ingin dicapai atau diinginkan
seseorang. Seseorang dapat bervariasi dalam orientasi tujuan (goal
orientation) mereka seperti memfokuskan pada pembelajaran (learning
orientation) dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan atau
pencapaian dan peningkatan kinerja pada tugas dan pekerjaan tertentu
(performance orientation). Menurut Locke dan Henne (1986) ada empat cara
tujuan memengaruhi perilaku. Pertama, melakukan perhatian langsung dan
tindakan terhadap perilaku yang diyakini akan membuat tujuan tercapai.
Kedua, menggerakkan orang tersebut untuk berusaha lebih keras. Ketiga,
meningkatkan ketekunan dengan menghabiskan waktu untuk pencapaian
tujuan. Terakhir, memoticasi untuk mencari cara efektif untuk mencapai
tujuan.
Goal-Setting theory (Teori penentuan tujuan) memprediksi bahwa orang akan
mengerahkan upaya untuk mencapai tujuan mereka dan bahwa kinerja
pekerjaan adalah fungsi dari tujuan yang ditetapkan. Menurut Locke (2000),
terdapat faktor-faktor diperlukan untuk penetapan tujuan agar efektif dalam
meningkatkan kinerja pekerjaan. Pertama, karyawan harus memiliki
komitmen tujuan, (goal commitment). Kedua, umpan balik sangat diperlukan
untuk mengetahui perilaku mereka bergerak menuju atau menjauh dari tujuan
mereka. Ketiga, semakin sulit tujuan yang ingin dicapai, kinerjanya
cenderung semkain baik. Keempat, tujuan yang sulit untuk dicapai lebih
efektif daripada tujuan untuk melakukan sesuai dengan kemampuan. Tujuan
samar bisa menjadi efektif, tetapi sasaran-sasaran spesifik yang
memungkinkan orang tersebut tahu kapan mereka terpenuhi adalah yang
terbaik. Akhirnya, tujuan yang ditetapkan sendiri biasanya lebih baik
daripada tujuan yang ditetapkan secara organisasi. karyawan terkadang
hanya fokus pada tujuan bahwa mereka dan mengabaikan aspek lain yang
sama pentingnya dari pekerjaan itu.
I. CONTROL THEORY
Teori kontrol (Klein, 1989) dibangun berdasarkan teori penetapan tujuan
dengan berfokus bagaimana tanggapan mempengaruhi motivasi untuk
mempertahankan upaya menuju tujuan. Orang yang ditugaskan oleh
pengawas atau dipilih oleh individu harus percaya bahwa tujuannya dapat
dicapai dan menerimanya. Seiring waktu, ketika orang tersebut bekerja
menuju tujuan, tanggapan akan diberikan tentang kinerjanya. Kemudian akan
mengevaluasi tanggapan tersebut dengan melihat tujuan yang diharapkan,
jika tidak terpenuhi maka akan menimbulkan motivasi untuk mengevaluasi
ulang tujuan dan modifikasi untuk meningkatkan kinerja.
Donovan dan Williams (2003) mendukung teori kontrol dengan mempelajari
tujuan dan kinerja atlet atletik selama 8 minggu musim. Para atlet cenderung
untuk merevisi tujuan masa depan mereka berdasarkan perbedaan antara
kinerja dan priorgoal mereka.Ini menunjukkan bahwa tanggapan memang
menghasilkan penyesuaian untuk tujuan daripada hanya meningkatkan upaya
untuk mencapai tujuan awalnya.
J. ACTION THEORY
Teori tindakan adalah teori perilaku Jerman yang komprehensif yang
menggambarkan proses yang menghubungkan tujuan dan niat dengan
perilaku (Frese & Zapf, 1994). Teori ini mengusulkan bahwa teori motivasi
kerja harus fokus terutama pada perilaku yang berorientasi pada tujuan atau
sukarela yang disebut tindakan. Teori tindakan menjelaskan proses tindakan
yang menghubungkan hierarki kognisi dengan tindakan dan tanggapan dari
lingkungan. Dimulai dengan keinginan awal untuk mencapai atau memiliki
sesuatu, dan keinginan itu mengarah pada tujuan spesifik. Tujuan-tujuan ini
di tempat kerja sering dikaitkan dengan tugas (mirip dengan tugas dalam
analisis jabatan) yang menentukan sifat dari apa yang seharusnya dilakukan
oleh karyawan individu di tempat kerja.Teori menunjukkan bahwa unsur
penting adalah proses pendefinisian ulang di mana karyawan menerjemahkan
tugas eksternal menjadi tugas internal. Dengan kata lain, karyawan mengubah
tugas yang diberikan sesuai dirinya sendiri.
Langkah berikutnya setelah sasaran menetapkan. Rencana adalah langkah-
langkah spefikasi tindakan dan urutan tindakan.Akhirnya orang tersebut
menerima tanggapan dari lingkungan itu sendiri atau dari orang lain
.Tanggapan positif dapat membantu mempertahankan tindakan yang
merupakan bagian dari rencana, dan tanggapan negatif dapat mengarah pada
modifikasi tujuan, rencana, atau tindakan.
Contoh prosesnya adalah menentukan IPK dari juruan yang akan diambil
apabila kita bisa mendapat IPK tinggi (tanggapan) di jurusan itu maka
peluang kerjanya besar dan gaji akan tinggi pula. Apabila kita tidak yakin
nilai (tanggapan) tidak cukup tinggi maka kita akan mengambil jurusan
dengan peluang kerja rendah dan gaji rendah pula.
Teori tindakan juga mengandung variabel kepribadian.Salah satu yang paling
penting adalah tindakan versus orientasi pendapat .Seseorang yang
berorientasi pada tindakan adalah orang yang cenderung mengikuti proses
tindakan.Dia menetapkan tujuan, merumuskan rencana, dan tetap bersama
mereka sampai tujuan tercapai.Orang-orang yang berorientasi pada pendapat
adalah mereka mengalami kesulitan melakukan tindakan, mudah terganggu,
dan menyerah ketika dihadapkan dengan kemunduran (Kuhl & Beckmann,
1994). Penelitian juga cenderung mendukung beberapa prediksi yang dibuat
dari teori tindakan.Misalnya, Sonnetag (1998) mempelajari proses kognitif
yang mendasari perilaku tugas programmer perangkat lunak komputer
berkinerja tinggi dan rata-rata, membuat beberapa prediksi berdasarkan teori
tindakan.Studi tentang individu berkinerja tinggi dalam kerangka teori aksi
dapat berpotensi berguna dalam menyarankan cara-cara untuk melatih
karyawan agar lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Munandar, A. S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit


Universitas Indonesia.
Spector, P. E. (2012). Industrial and Organizational Psychology. South Florida:
Wiley.

Yuwono, I., Suhariadi, F., Fajrianthi, Muhamad, B. S., & Septarini, B. G. (2005).
Psikologi Industri & Organisasi. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas
Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai