Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KPENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN DI PMB TETY SEPTIANA, SST JL. R.A BASYID DESA
FAJAR BARU, KAB. LAMPUNG SELATAN

Disusun guna memenuhi persyaratan ketuntaasan praktik ketrampilan dasar (Pra Profesi)

Program Studi Profesi Bidan

Disusun Oleh:

Nama: Yuwika Cahya

NPM: 23390162

PROGRAM STUDI BIDAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MALAHAYATI

TAHUN 2024
HALAMAN PERSETUJUAN

LAPORAN PEDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN NIFAS DI PMB TETY SEPTIANA, SST JL. R.A BASYID
DESA FAJAR BARU, KAB. LAMPUNG SELATAN

Disusun Oleh:

Nama : Yuwika Cahya

NPM : 23390162

Tanggal Pemberian Asuhan Kebidanan Nifas: Maret 2024

Disetujui:

Pembimbing Lapangan
Tanggal : Maret 2024
Di : PMB Tety Septiana, S.ST (Tety Septiana, S.ST)
NIP. 198809052017042003

Pembimbing Institusi
Tanggal : Maret 2024
Di : Bandar Lampung (Vida Wirautami, SST, M.Kes)
NIDN.
A. Konsep Dasar Masa Nifas
1. Definisi Masa Nifas
Masa nifas dimulai setelah 2 jam postpartum dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, biasanya berlangsung selama 6
minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan baik secara fisiologis maupun
psikologis akan pulih dalam waktu 3 bulan. Jika secara fisiologis sudah terjadi
perubahan pada bentuk semula (sebelum hamil), tetapi secara psikologis masih
terganggu maka dikatakan masa nifas tersebut belum berjalan dengan normal atau
sempurna. Masa nifas (post partum/puerperium) berasal dari bahasa latin yaitu dari
kata "Puer" yang artinya bayi dan "Parous" yang berarti melahirkan (Nurjanah and
A. Maemunah, 2013).
Masa nifas merupakan periode yang akan dilalui oleh ibu setelah masa
persalanian, yang dimulai dari setelah kelahiran bayi dan plasenta, yakni setelah
berakhirnya kala IV dalam persalinan dan berakhir sampai dengan 6 minggu (42
hari) yang ditandai dengan berhentinya perdarahan. Masa nifas berasal dari bahasa
latin dari kata puer yang artinya bayi, dan paros artinya melahirkan yang berarti
masa pulihnya kembali, mulai dari persalinan sampai organ-organ reproduksi
kembali seperti sebelum kehamilan (Azizah and Rosyidah, 2019).

2. Tujuan Masa Nifas


Dalam memberikan asuhan tentu harus tahu apa tujuannya. Asuhan atau
pelayanan masa nifas memiliki tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan
bayi. Adapun tujuan umum dan khusus dari asuhan pada masa nifas menurut
(Saifuddin, A.Bari and DKK, 2007 adalah:
a. Membantu ibu dan pasangannya selama masa transisi awal mengasuh anak.
b. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis.
c. Mencegah dan mendeteksi dini komplikasi pada ibu nifas.
d. Merujuk ke tenaga ahli bila diperlukan.
e. Mendukung dan memperkuat keyakinan diri ibu dan memungkinkan
melaksanakan peran sebagai orang tua.
f. Memberikan pelayanan KB

3. Masa Nifas
Masa nifas dibagi dalam 3 tahap, yaitu puerperium dini (immediate puerperium),
puerperium intermedial (early puerperium), dan remote puerperium (later
puerperium). Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a. Puerperium dini (immediate puerperium) yaitu pemulihan di mana ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan (waktu 0-24 jam postpartum). Dalam
agama Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b. Puerperium intermedial (early puerperium) yaitu suatu masa di mana pemulihan
dari organ-organ reproduksi secara menyeluruh selama kurang lebih 6-8
minggu.
c. Remote puerperium (later puerperium) yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih
dan sehat kembali dalam keadaan yang sempurna secara bertahap terutama jika
selama masa kehamilan dan persalinan ibu mengalami komplikasi, waktu untuk
sehat bisa berminggu-minggu, bulan bahkan tahun(Nugroho, 2014).

4. Kebutuhan Dasar Ibu Nifas


Masa nifas merupakan salah satu fase dalam siklus reproduksi seorang wanita.
Ketika seorang wanita memasuki masa nifas, beberapa perubahan akan terjadi pada
dirinya. Masa nifas merupakan masa penyembuhan bagi organ tubuh dan organ
reproduksi seorang wanita untuk kembali seperti sebelum hamil. Dalam periode
penyembuhan dan perubahan tersebut, terdapat beberapa kebutuhan dasar yang
harus terpenuhi untuk membantu mempercepat proses pemulihan dengan
meminimalisir munculnya komplikasi selama masa nifas. Kebutuhan dasar yang
dibutuhkan tersebut antara lain:
a. Nutrisi dan cairan
Setelah melahirkan, ibu nifas membutuhkan asupan gizi yang lebih banyak
daripada saat hamil yang berguna untuk proses pemulihan masa nifas dan
pembentukan Air Susu Ibu (ASI). Pemenuhan gizi yang sesuai dengan
kebutuhan tersebut akan membantu mempercepat proses pemulihan kondisi ibu
(Adawiyah, 2016). Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama saat ibu menyusui
bayinya meningkat 3 (tiga) kali atau sebesar 25% dari kebutuhan nutrisi
sebelum masa nifas. Nutrisi tersebut berguna sebagai sumber pembangun,
pengatur tubuh, nutrisi bagi perkembangan bayi melalui produksi ASI serta
untuk menjaga kondisi kesehatan ibu secara umum. Hal utama yang perlu
diperhatikan oleh ibu dalam memenuhi kebutuhan nutrisinya adalah bukan pada
berapa banyak makanan yang dikonsumsi, namun lebih menekankan kepada
bagaimana kandungan zat gizi yang ada dalam makanan tersebut (Solehati,
2020).
b. Ambulasi
Ambulasi dini adalah kegiatan melakukan latihan aktivitas ringan pada ibu
untuk bisa segera pulih dari proses persalinan. Bimbingan untuk melakukan
ambulasi dini kepada ibu bisa dilakukan 2 jam setelah persalinan dengan
melalui beberapa tahapan
c. Eliminasi
Ibu nifas harus sudah bisa buang air kecil sendiri dalam 6 jam postpartum
untuk mengurangi risiko terjadi infeksi kandung kemih karena urine yang terlalu
lama tertahan dalam kandung kemih. Urine yang tertahan di kandung kemih
dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi masa nifas yaitu terhambatnya
proses involusi uterus.
d. Kebersihan diri
Kebersihan diri bagi seorang ibu nifas wajib dilakukan untuk menurunkan
risiko terjadinya infeksi akibat kurangnya kebersihan diri ibu nifas
e. Istirahat
Persalinan merupakan suatu proses yang panjang sehingga akan menguras
banyak tenaga ibu sehingga ibu akan merasa sangat lelah setelah melahirkan.
Kebutuhan istirahat ibu minimal 8 jam/hari (istirahat di siang hari 1-2 jam dan
malam hari 7-8 jam) (Fatmawati and Hidayah, 2019)
f. Seksual
Organ-organ reproduksi seorang wanita akan kembali seperti sebelum hamil
dalam waktu 6-8 minggu setelah persalinan. Waktu aman untuk memulai lagi
hubungan seksual adalah setelah pengeluaran darah lokia berhenti dengan cara
ibu mengecek menggunakan jari kelingking yang dimasukkan ke vagina. Ketika
darah sudah tidak lagi keluar, luka laserasi atau episiotomi sudah sembuh dan
secara psikologis ibu dan suami sudah siap, maka hubungan seksual bisa
dimulai kembali atau setidaknya ditunda sampai 40 hari setelah persalinan
(Azizah and Rosyidah, 2019).
g. Keluarga berencana
Setelah masa nifas berakhir, kesuburan ibu berangsurangsur akan kembali
seperti sebelum hamil. Hal ini memungkinkan ibu dapat kembali hamil jika
terjadi pembuahan kembali bahkan tanpa mengalami mesntruasi di antaranya
karena sulit untuk mengatahun dengan tepat kapan masa ovulasi datang
kembali. Anjuran untuk jarak kehamilan berikutnya setelah persalinan saat ini
adalah 2 tahun. Untuk mengatur jarak kehamilan tersebut, ibu dan suami dapat
memilih kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhan keluarga. Seorang wanita
dapat memulai menggunakan kontrasepsi segera setelah persalinan berakhir atau
sesuai dengan jenis alat/metode kontrasepsi yang dipilih ibu terlebih lagi ketika
ibu sedang menyusui (Azizah and Rosyidah, 2019; Weiss, 2021)
h. Latihan/senam nifas
Salah satu cara untuk mempercepat pemulihan otot-otot perut setelah
melahirkan adalah dengan rutin melakukan latihan senam nifas.

B. Adaptasi Masa Nifas


1. Fase Masa Nifas
Dalam menjalani adaptasi masa nifas, sebagian ibu dapat mengalami fase-fase
sebagai berikut:
a. Fase taking in Fase taking in yaitu periode ketergantungan berlangsung pada
hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Ibu baru umumnya pasif
dan tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya.
Pengalaman selama proses persalinan berulang kali diceritakannya. Hal ini
membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya. Kemampuan
mendengarkan (listening skills) dan menyediakan waktu yang cukup merupakan
dukungan yang tidak ternilai bagi ibu. Kehadiran suami dan keluarga sangat
diperlukan pada fase ini. Petugas kesehatan dapat menganjurkan kepada suami
dan keluarga untuk memberikan dukungan moril dan menyediakan waktu untuk
mendengarkan semua yang disampaikan oleh ibu agar dia dapat melewati fase
ini dengan baik.
b. Fase taking hold Fase taking hold adalah fase/periode yang berlangsung antara
3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu merasa khawatir akan
ketidakmampuannya dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu
memiliki perasaan yang sangat sensitif sehingga mudah tersinggung dan
gampang marah sehingga kita perlu berhati-hati dalam berkomunikasi dengan
ibu. Pada fase ini ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan
kesempatan yang baik untuk menerima berbagai masukan dalam merawat diri
dan bayinya sehingga timbul percaya diri. Tugas sebagai tenaga kesehatan yakni
mengajarkan cara merawat bayi, cara menyusui yang benar, cara merawat luka
jahitan, mengajarkan senam nifas, memberikan pendidikan kesehatan yang
diperlukan ibu seperti gizi, istirahat, kebersihan diri, dan lain-lain.
c. Fase letting go Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan
peran barunya yang berlangung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah
dapat menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya, serta kepercayaan dirinya
sudah meningkat. Pendidian kesehatan yang kita berikan pada fase sebelumnya
akan sangat berguna bagi ibu agar lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan
diri dan bayinya. Dukungan dari suami dan keluarga masih sangat diperlukan
ibu. Suami dan keluarga dapat membantu merawat bayi, mengerjakan urusan
rumah tangga sehingga ibu tidak terlalu lelah dan terbebani. Ibu memerlukan
istirahat yang cukup sehinga mendapatkan kondisi fisik yang bagus untuk dapat
merawat bayinya. Pada periode ini ibu mengambil tanggung jawab terhadap
perawatan bayi dan harus beradaptasi dengan segala kebutuhan bayi sangat
bergantung pada ibu, hal ini menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan
serta hubungan sosial. Jika hal ini tidak dapat dilalui dengan baik maka dapat
menyebabkan terjadinya post partum blues dan depresi post partum.

2. Faktor Yang Mempengaruhi Masa Nifas


a. Faktor Fisik
Beberapa faktor fisik yang mempengaruhi masa nifas ibu, antara lain sebagai
berikut : (Khasanah and Sulistyawati, 2017)
1) Uterus (rahim)
Setelah bersalin uterus akan berkontraksi (gerakan meremas) untuk
merapatkan dinding uterus sebagai pencegah terjadinya perdarahan, kontraksi
pada uterus ini menimbulkan rasa mulas pada perut ibu. Berangsur-angsur
uterus akan mengecil seperti sebelum hamil.
2) Jalan lahir (servik , vulva, vagina)
Jalan lahir mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama
proses persalinan, hal ini menyebabkan mengendurnya organ jalan lahir
bahkan robekan yang memerlukan penjahitan, namun jalan lahir akan pulih
setelah 23 minggu (tergantung elastis tidak atau seberapa sering
melahirkan). Untuk itu kebersihan daerah genitalia harus dilakukan untuk
mencegah terjadinya infeksi (tanda infeksi jalan lahir yaitu bau busuk, rasa
perih, panas, merah, dan terdapat nanah).
3) Darah
Darah nifas yang disebut lochea pada hari pertama hingga hari kedua terdiri
dari darah segar bercampur sisa ketuban (lochea rubra), berikutnya berupa
darah dan lender (lochea sanguinolenta, setelah satu pekan darah berangsur-
angsur berubah menjadi berwarna kuning kecokelatan (lochea serosa) lalu
lendir keruh sampai keluar cairan bening (lochea alba) di akhir masa nifas.
4) Payudara
Payudara menjadi besar, keras, dan areola menghitam, hal ini menandakan
dimulainya proses laktasi (menyusui). Segera menyusui bayi sesaat setelah
lahir (walaupun ASI belum keluar). Pada hari ke-2 hingga ke-3 akan
diproduksi kolostrum atau susu jolong yaitu ASI berwarna kuning keruh yang
kaya akan antibodi, dan protein.
5) Sistem perkemihan
Pada hari pertama setelah bersalin biasanya ibu mengalami kesulitan buang
air kecil (BAK) , hal ini terjadi karena selain khawatir nyeri jahitan juga
karena penyempitan saluran kencing akibat penekanan kepala bayi saat
proses persalinan. Namun usahakan tetap BAK secara teratur, buang rasa
takut dan khawatir, karena kandung kencing yang terlalu penuh dapat
menghambat kontraksi rahim yang berakibat terjadi perdarahan.
6) Sistem pencernaan
Adanya perubahan kadar hormon dan gerak tubuh yang kurang dapat
menyebabkan menurunnya fungsi usus, sehingga ibu tidak merasa ingin atau
sulit BAB (buang air besar). Terkadang muncul wasir atau ambeien pada ibu
setelah bersalin, ini kemungkinan karena kesalahan cara mengejan saat
bersalin juga karena sembelit berkepanjangan sebelum dan setelah
persalinan.
7) Peredaran darah
Setelah bersalinan, sel darah putih akan meningkat dan sel darah merah serta,
hemoglobin (keping darah) akan berkurang, tetapi hal ini akan normal
kembali setelah 1 minggu. Tekanan dan jumlah darah ke jantung akan lebih
tinggi dan kembali normal hingga 2 minggu.
8) Penurunan berat badan
Setelah melahirkan ibu akan kehilangan 56 kg berat badannya yang berasal
dari bayi, ari-ari, air ketuban, dan perdarahan persalinan, 2 3 kg lagi melalui
air kencing sebagai usaha tubuh untuk mengeluarkan retensi cairan saat
hamil.
9) Suhu badan
Umumnya suhu badan setelah bersalin agak meningkat dan setelah 12 jam
akan kembali normal. Harus diwaspadai jika sampai terjadi peningkatan suhu
tubuh yang tinggi karena merupakan salah satu tanda terjadinya infeksi atau
tanda bahaya lain.
b. Faktor Psikologi
1) Wanita pada masa nifas akan mengalami perubahan psikologis yang nyata
sehingga memerlukan adaptasi psikologis, hal ini terjadi karena seorang
wanita sebelumnya menjalani fase sebagai anak kemudian berubah menjadi
istri dan harus bersiap menjadi ibu. Proses ini memerlukan waktu untuk bisa
menguasai perasaan dan pikirannya, dimana perasaan tanggung jawab ini
dengan hadirnya bayi yang baru lahir. Adanya dorongan dan perhatian dari
suami dan keluarga lainnya merupakan dukungan positif untuk ibu. Beberapa
faktor yang berperan dalam adaptasi psikologis ibu nifas antara lain:
(Khasanah and Sulistyawati, 2017).
2) Lingkungan Faktor Lingkungan merupakan hal yang paling berpengaruh
terhadap status kesehatan masyarakat terutama ibu hamil, bersalin dan nifas.
Faktor lingkungan ini yaitu pendidikan di samping faktor-faktor lainnya, jika
masyarakat mengetahui dan memahami hal-hal yang mempengaruhi status
kesehatan tersebut maka masyarakat tidak akan melakukan kebiasaan/adat-
istiadat yang merugikan kesehatan khususnya bagi ibu hamil, bersalin, dan
nifas.
3) Sosial Secara sosial terjadi perubahan-perubahan pada wanita setelah bersalin
seperti perlunya menyesuaikan diri terhadap peran sebagai ibu atau
penambahan anak. Terdapat konflik naluri sebagai wanita dan naluri sebagai
ibu pada masa nifas. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan
baik pada masa nifas, tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan
diri dengan keadaan sosialnya sehingga mengalami gangguan-gangguan
psikologis dengan berbagai gejala atau sindroma pada masa nifas
(postpartum blues). Berarti secara langsung bahwa perubahan sosial
menentukan psikologis ibu nifas.
4) Budaya Budaya atau kebiasaan merupakan salah satu hal yang memengaruhi
status kesehatan. Kebdayaan maupun adatistiadat yang berlaku dalam
masyarakat ada yang menguntungkan dan ada pula yang merugikan. Banyak
sekali pengaruh budaya terhadap berbagai aspek kesehatan di negara kita,
bukan hanya karena pelayanan medik yang tidak memadai atau kurangnya
perhatian dari instansi kesehatan, tetapi karena masih adanya pengaruh sosial
budaya yang turun temurun masih dianut sampai saat ini. Selain itu
ditemukan pula sejumlah pengetahuan dan perilaku budaya yang tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip kesehatan.
5) Faktor Ekonomi Status ekonomi merupakan simbol status sosial di
masyarakat. Pendapatan yang tinggi menunjukan kemampuan masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan nutrisi yang memenuhi zat gizi untuk ibu hamil.
Sedangkan kondisi ekonomi keluarga yang rendah mendorong ibu nifas
untuk melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan Kesehatan.

3. Tanda Bahaya Masa Nifas


a. Perdarahan yang berlebihan
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500- 600 ml (1 pembalut
dalam 1 jam, keluar bekuan darah sebesar telur atau lebih besar) dalam masa 24
jam setelah anak lahir. Perdarahan Postpartum Primer (early postpartum
hemorrhage) mencakup semua perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah anak
lahir. Perdarahan postpartum ini masih menjadi penyebab utama kematian ibu
(Carrillo et al., 2023). Penanganan perdarahan yang berlebih adalah dengan
pemberian obat uterotonika. Jika tidak tertangani yaitu dengan massase uterus,
jika tetap lembek, dapat dilanjutkan dengan kompresi bimanual. Secara
bersamaan, oxytocics serta methergine dan prostaglandin F2𝛼 harus diberikan
(Buke et al., 2017).
b. Demam > 38⁰C
Demam ringan mungkin selama 24 jam pertama pascapersalinan. Namun jika
suhu tubuh ibu mencapai lebih dari 38:C itu merupakan salah satu tanda bahaya.
Perlu diwaspadai jika demam disertai gejala lain, seperti sakit perut atau
punggung yang parah, diare, mual atau muntah, kesulitan buang air kecil atau
perubahan buang air kecil, jantung berdebar kencang atau napas cepat, atau
keputihan yang berbau tidak sedap (Miles, 2022). Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian antibiotik dan anagesik. Penderita mastitis, aman untuk terus
menyusui. Menyusui sangat membantu membersihkan infeksi. Tindakan
menyapih bayi saat payudara meradang, dapat memperburuk tanda dan gejala
mastitis (Iftikhar, 2021).
c. Sakit kepala hebat
Sakit ini tidak kunjung sembuh, walau sudah minum obat, bahkan sampai
mengganggu penglihatan. Penyebab sakit kepala yang mengancam jiwa pada
periode postpartum seperti tekanan intrakranial, preeklamsia, meningitis, stroke,
trombosis vena sinus (SVT), dan angiopati serebral pascapartum.
Penatalaksanaan sakit kepala bervariasi, disesuaikan penyebabnya. Penanganan
sakit kepala yang disebabkan oleh preeklampsia, dengan pengobatan sesuai
kondisi, termasuk pemberian magnesium dan obat antihipertensi. Kolaborasi
denagn ahli saraf diperlukan untuk penanganan Stroke iskemik. Pengobatan
trombosis vena sinus adalah dengan antikoagulan sistemik (Miles, 2022; Boushra
and Rathbun, 2023).
d. Bengkak atau Nyeri hebat pada bagian betis (Tromboplebitis)
Merupakan peradangan akibat sumbatan dari gumpalan darah, biasanya
terjadi di kaki. Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan
keras. Lebih sering dimulai pada jari-jari kaki dan pergelangan kaki, kemudian
meluas dari bawah ke atas pada paha bagian atas. Hal tersebut disebabkan kadar
protein dalam darah, fungsi pompa jantung menurun, sumbatan pembuluh darah
atau pembuluh limfe, penyakit liver dan ginjal kronis, posisi tungkai terlalu lama
tergantung. Biasa terjadi pada vena di permukaan kulit (tromboflebitis
superfisial). Sementara Trombosis vena dalam (DVT) adalah bekuan darah yang
terbentuk di vena dalam (otot), biasanya di kaki bagian bawah (walaupun bisa
terjadi di tempat lain). Risiko DVT paling tinggi pada minggu pertama setelah
melahirkan. Jika bekuan bergerak ke arteri paru-paru, hal itu dapat menyebabkan
emboli paru (PE), yang bisa berakibat fatal. Jika menghentikan aliran darah dan
oksigen ke otak, dapat menyebabkan stroke(Streiff et al., 2016; Pruthi, 2021).
e. Gangguan eliminasi setelah melahirkan
Dalam beberapa hari dikarenakan gangguan pada otot panggul. Retensi urin
postpartum adalah ketidakmampuan untuk berkemih secara spontan dalam waktu
6 jam setelah persalinan pervaginam. Penyebab paling umum dari retensi urin
postpartum adalah kegagalan untuk mengendurkan otot dasar panggul (relaksasi)
setelah persalinan pervaginam. Ini dapat diperburuk oleh episiotomi yang sangat
menyakitkan atau persalinan pervaginam dengan menggunakan alat (episiotomi/
vacum/ forcep) (Tunn et al., 2019).
f. Masalah kesehatan mental
Selama kehamilan, persalinan, dan masa nifas, dapat terjadi peristiwa yang
mempengaruhi kesehatan wanita secara fisik, psikologis, dan sosial. Kelahiran
bayi dapat memicu berbagai ekspresi emosi, mulai dari kegembiraan hingga
kecemasan dan ketakutan. Jika kecemasan dan ketakutan yang berlebihan dapat
mengarah ke depresi. Kebanyakan ibu baru mengalami "baby blues" setelah
melahirkan, yang biasanya meliputi perubahan suasana hati, tangisan, kecemasan,
dan kesulitan tidur. Baby blues biasanya dimulai dalam dua hingga tiga hari
pertama setelah kelahiran dan dapat bertahan hingga dua minggu (Pérez and
Brahm, 2017; Miles, 2022).

C. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas


Terdapat beberapa hal yang harus dilakukan seorang bidan dalam memberikan
asuhan kepada ibu dalam masa nifas, akan tetapi pemberian asuhan kebidanan pada ibu
masa nifas tergantung dari kondisi ibu dan sesuai dengan tahapan perkembangannya.
Saifuddin, A, Bari (2007) menyatakan bahwa minimal 4 kali bidan harus melakukan
kunjungan selama ibu berada pada masa nifas, , kunjungan ini dilakukan untuk menilai
keadaan ibu dan bayi baru lahir dan untuk mencegah, mendeteksi serta menangani
masalah-masalah yang terjadi pada masa nifas (Sulfianti et al., 2021).
Kebijakan mengenai pelayanan nifas (puerperium) bertujuan untuk : (Sulfianti et al.,
2021)
1. Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi.
2. Melakukan pencegahan terhadap kemungkinankemungkinan adanya gangguan
kesehatan ibu nifas dan bayinya.
3. Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas
4. Menangani komplikasi atau masalah yang dapat mengganggu kesehatan ibu nifas
ataupun bayinya.
DAFTAR PUSTAKA

Elyasari, Iis.A., Lisda.W.L., Luluk.F.M., Endah.K.W., Anggraini.D.S.,


Nuraisyah.B., Kandace.S., Desy.P., Musliha.M. (2023). Masa Nifas Dalam Berbagai
Perspektif. Penerbit : Get Press Indonesia.
Nurul.A., Rafhani. (2019). Buku Ajar Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Nifas dan
Menyusui. Penerbit: Umsida Press.
Sulfianti., Evita.a.n., Julietta.H.E.D.A., Yanik.M., Diki.R.Y.W.H., Ninik.A.C.S.H.,
Niken.AB. (2021). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Penerbit: Yayasan Kita Menulis.
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN NIFAS TERHADAP NY. S USIA 23 TH P1A0 DENGAN


BENDUNGAN ASI DI PMB TETY SEPTIANA, SST JL. R.A BASYID DESA
FAJAR BARU, KAB. LAMPUNG SELATAN

Disusun guna memenuhi persyaratan ketuntaasan praktik ketrampilan dasar (Pra Profesi)

Program Studi Profesi Bidan

Disusun Oleh:

Nama: Yuwika Cahya

NPM: 23390162
PROGRAM STUDI BIDAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MALAHAYATI

TAHUN 2024

HALAMAN PERSETUJUAN

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN NIFAS TERHADAP NY. S USIA 23 TH P1A0 DENGAN


BENDUNGAN ASI DI PMB TETY SEPTIANA, SST JL. R.A BASYID DESA
FAJAR BARU, KAB. LAMPUNG SELATAN

Disusun Oleh:

Nama : Yuwika Cahya

NPM : 23390162

Tanggal Pemberian Asuhan Kebidanan Nifas: Maret 2024

Disetujui:

Pembimbing Lapangan
Tanggal : Maret 2024
Di : PMB Tety Septiana, S.ST (Tety Septiana, S.ST)
NIP. 198809052017042003

Pembimbing Institusi
Tanggal : Maret 2024
Di : Bandar Lampung (Vida Wira Utami, SST, M.Kes)
NIDN.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia, izin dan
kesempatan yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Asuhan
Kebidanan Pranikah dan Prakonsepsi dengan judul “Asuhan Kebidanan Nifas
Terhadap Ny. S Usia 23 Tahun Dengan Bendungan ASI Di PMB Tety Septiana,
Sst Jl. R.A Basyid Desa Fajar Baru, Kab. Lampung Selatan”. Asuhan kebidanan
ini dapat terselesaikan berikut bantuan dari berbagai pihak, maka dengan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr.Achmad Farich,dr.,MM, selaku Rektor Universitas Malahayati.


2. Dr. Lolita Sari, SKM., M. Kes, Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Malahayati.
3. Vida Wira Utami, SST,Bdn., M.Kes, selaku Ketua Program Studi Profesi
Bidan dan selaku pembimbing akademik yang telah meluangkan waktunya
untuk membimbing dalam penyusunan asuhan kebidanan ini.
4. Tety Septiana, S.ST, selaku Selaku pembimbing lahan yang yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing dalam penyusunan asuhan
kebidanan ini

Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
saran dan kritik sangat diharapkan.

Bandar Lampung, Januari 2024

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa nifas merupakan masa atau keadaan dimana selama enam minggu atau 42
hari. Pada masa nifas banyak kejadian-kejadian yang dapat dialami oleh ibu maupun
bayi, salah satunya yaitu bendungan ASI (Air Susu Ibu), yang mengakibatkan ibu
tidak memberikan ASI kepada bayinya. Terdapat beberapa hal yang dapat mengkibatkan
bendungan asi seperti, tidak melakukan perawatan payudara, tidak menyusui dengan
benar, dan tidak mengosongkan payudara (ASI) secara keseluruhan dan bayi tidak
mau menyusui.
Menurut WHO (World Health Organization) kurang lebih 40% wanita Amerika saat
ini memilih untuk tidak menyusui, dan banyak diantaranya mengalami nyeri dan
pembengkakan payudara yang cukup nyata. Menurut data Association of Southeast Asian
Nations (ASEAN) pada tahun 2014 disimpulkan bahwa presentase cakupan kasus
bendungan ASI pada ibu nifas di 10 negara tercatat 107.654 ibu nifas, pada tahun
2015 terdapat ibu nifas yang mengalami bendungan ASI sebanyak 95.698 (66,87%)
ibu nifas, serta pada tahun 2016 ibu yang mengalami bendungan ASI sebanyak
76.543 (71,10%) dengan angka tertinggi terjadi di Indonesia (37,12 %) (Depkes RI,
2017). Ibu nifas yang mengalami Bendungan ASI sebanyak 35.985 atau (15,60 %) Serta
pada tahun 2015 ibu nifas yang mengalami bendungan ASI sebanyak 77.231 atau
(37,12%) (SDKI 2015).
Penyebab bendungan ASI diantaranya adalah peningkatan produksi ASI,
pelekatan yang kurang baik, keterlambatan menyusui dini, pengeluaran ASI yang
jarang, adanya pembatasan waktu menyusui (Wambach, 2014). Bendungan ASI pada
ibu nifas juga disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor usia menunjukkan bahwa
27.7%. Tingkat pendidikan yang berpengaruh juga terhadap pemahaman mengenai
bendungan payudara sebanyak 27.7%. Faktor dari ibu yang bekerja atau lebih memilih
menggunakan sufor sebesar 44.6%.
Faktor paritas dan juga pengalaman dalam menyusui sebelumnya (Deswani, 2014).
Faktor lainnya yakni ibu memilih untuk tidak menyusui bayinya atau keguguran, bayi
lahir mati, ibu dengan virus HIV, HBsAG, TBC, Kangker, ibu yang sedang menjalani
pengobatan, ibu dengan pembedahan payudara dan ibu dengan cedera payudara
(Cuningham, 2013).
Gejala yang akan timbul pada saat terjadi bendungan ASI antara lain payudara
bengkak, payudara terasa panas dan keras dan suhu tubuh ibu sampai 38,0 ⁰ C Menurut
Wulandari dan Handayani (2011), Selain itu payudara akan terlihat mengkilat dan edema
di daerah eritema difus, Puting susu teregang menjadi rata, dan ASI tidak mengalir
dengan mudah (Handayani, 2007). Selain berdampak pada ibu, bendungan ASI juga
berdampak pada bayi dimana kebutuhan nutrisi bayi akan kurang terpenuhi karena
kurangnya asupan nutrisi yang didapatkan oleh bayi. Dampak yang akan ditimbulkan jika
bendungan ASI tidak teratasi yaitu akan terjadi mastitis dan abses payudara. Mastitis
merupakan inflamasi atau infeksi payudara dimana gejalanya yaitu payudara keras,
memerah, dan nyeri, dapat disertai demam >38,0 C (Kemenkes RI, 2013) sedangkan
abses payudara merupakan komplikasi lanjutan setelah terjadinya mastitis dimana terjadi
penimbunan nanah didalam payudara (Rukiyah, 2012).
Bendungan ASI dapat ditangani dengan terapi farmokologis dan non farmakologis.
Penggunaan terapi non farmakologis untuk mengurangi rasa sakit dari pembengkakan
payudara adalah kompres dingin daun kubis. Kompres dingin daun kubis dapat
meredakan nyeri karena dingin dapat mengurangi prostaglandin yang memperkuat
reseptor nyeri, menghambat proses inflamasi, merangsang pelepasan endorphin
sehingga menurunkan transmisi nyeri selain itu daun kubis sangat efektif dan murah dan
dapat di jangkau oleh seluruh kalangan ibu-ibu yang mengalami bendungan ASI. Kubis
(Brassica Oleracea Var. Capitata) diketahui mengandung asam amino metionin yang
berfungsi sebagai antibiotic dan kandungan lain seperti sinigrin (Allylisothiocyanate),
minyak mustard, magnesium, Oxylate heterosides belerang, hal ini dapat membantu
memperlebar pembuluh darah kapiler yang dapat meningkatkan aliran darah untuk keluar
masuk dari daerah tersebut. (Patty, 2012).

B. Tujuan
Tujuan penyusunan laporan pendahuluan ini adalah sebagai media pendokumentasian
sarana untuk merefleksikan kasus yang ditemui dilahan praktik dengan teori-teori yang
sudah ada dan didukung oleh jurnal yang berkaitan dengan kasus yang dianalisis.

C. Manfaat
Manfaat dari penyusunan laporan kasus ini adalah untuk menambah wawasan tentang
pemeberian Asuhan Kebidanan Nifas dengan Bendungan ASI menggunakan Daun Kubis.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Kasus
1. Proses Laktasi dan Menyusui
a. Anatomi Payudara

Gambar 1: Anatomi Payudara

Payudara tersusun dari jaringan lemak yang mengandung kelenjar-kelenjar


yang bertanggung jawab terhadap produksi susu pada saat hamil dan setelah
bersalin. Setiap payudara terdiri dari sekitar 15-25 lobus berkelompok yang
disebut lobulus, kelenjar susu, dan sebuah bentukan seperti kantung-kantung yang
menampung air susu (alveoli). Saluran untuk mengalirkan air susu ke puting susu
disebut duktus. Sekitar 15-20 saluran akan menuju bagian gelap yang melingkar di
sekitar puting susu (areola) membentuk bagian yang menyimpan air susu
(ampullae) sebelum keluar ke permukaan.
Kedua payudara tidak selalu mempunyai ukuran dan bentuk yang sama.
Bentuk payudara mulai terbentuk lengkap satu atau dua tahun setelah menstruasi
pertamakali. Hamil dan menyusui akan menyebabkan payudara bertambah besar
dan akan mengalami pengecilan (atrofi) setelah menopause. Payudara akan
menutupi sebagian besar dinding dada. Payudara dibatasi oleh tulang selangka
(klavikula) dan tulang dada (sternum). Jaringan payudara bisa mencapai ke daerah
ketiak dan otot yang berada pada punggung bawah sampai lengan atas (latissimus
dorsi). Kelenjar getah bening terdiri dari sel darah putih yang berguna untuk
melawan penyakit. Kelenjar getah bening didrainase oleh jaringan payudara
melalui saluran limfe dan menuju nodul-nodul kelenjar di sekitar payudara sampai
ke ketiak dan tulang selangka. Nodul limfe berperan penting pada penyebaran
kanker payudara terutama nodul kelenjar di daerah ketiak (Mustika, Nurjanah.
Ulvie, 2018: 9-10) (Dian, Siti, Yuliana, 2018:6-7).

b. Fisiologi Payudara
Payudara mengalami tiga perubahan yang dipengaruhi hormone. Perubahan
pertama peratama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, masa
fertilasi, sampai ke klimakterium dan menopause. Sejak pubertas pengaruh
estrogen dan progesterone yang diproduksi ovarium dan juga hormone hipofise,
telah menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus.
Perubahan kedua adalah perubahan sesuai dengan daur menstruasi. Sekitar
hari kedelapan menstruasi payudara menjadi lebih besar dan pada beberapa hari
sebelum menstruasi berikutnya terjadi pembesaran maksimal. Terkadang timbul
benjolan yang nyeri dan tidak terasa.
Perubahan ketiga terjadi pada waktu hamil dan menyusui. Pada kehamilan
payudara menjadi besar karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus
berpoliferasi, dan tumbuh duktus baru. Sekresi hormone prolaktin dan hipofisis
anterior memicu lakatasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi
asinus, kemudian dikeluarkan melalui duktus ke putting susu (Yusari dan Risneni,
2016: 17-18).

2. Laktasi dan Menyusui


a. Pengertian Laktasi dan Menyusui
Laktasi adalah suatu seni yang harus dipelajari dalam pemberian ASI, untuk
keberhasilan laktasi tidak diperlukan alat-alat yang khusus dan biaya yang mahal
karena yang diperlukan hanyalah kesabaran, waktu pengetahuan tentang menyusui
dan dukungan dari lingkungan terutama suami (Sujiayanti, 2010).
Menyusui adalah suatu jenis seni yang harus dipelajari dalam pemberian ASI,
untuk keberhasilan laktasi tidak diperlukan alat-alat yang khusus dan biaya yang
mahal karena yang diperlukan hanyalah kesababaran, waktu, pengetahuan tentang
menyusui dan dukungan dari linfkungan terutama suami (Erniyati, 2020:1).
Menyusui adalah cara alami untuk memberikan asupan gizi, imunitas dan
memelihara emosional secara optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Tidak ada susu formula yang dapat menyamai ASI bail dalam hal kandungan
nutrisi, factor pertumbuhan, hormone dan terutama imunitas. Karena imunitas
bayi hanya bisa didapatkan dari ASI (Erniyati, 2020:1).

b. Pengaruh Hormonal
Mulai dari bulan ketiga kehamilan, tubuh wanita memproduksi hormone yang
menstimulasi munculnya ASI dalam payudara. Proses bekerjanya hormone dalam
menghasilkan ASI adalah sebagai berikut :
1) Saat bayi menghisap, sejumlah sel saraf di payudara ibu mengirimkan pesan
ke hipotalamus.
2) Ketika menerima pesan itu, hipotatalamus melepas “rem” penahan prolaktin.
3) Untuk mulai menghasilkan ASI, prolaktin yang dihasilkan kelenjar pituitary
merangsang kelenjar-kelenjar susu di payudara ibu.

Hormon-hormon yang terlibat dalam proses pembentukan ASI adalah sebagai


berikut:

1) Progesterone
Mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli. Kadar progesterone dan
estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal ini menstimulasi produksi
ASI.
2) Estrogen
Menstimulasi system saluran ASI untuk membesar.
3) Prolaktin
Berperan dalam membesarnya alveoli pada masa kehamilan. Hormon ini
memiliki peranan penting untuk memproduksi ASI.
4) Oksitosin
Mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan setelahnya,
seperti hal nya juga dalam orgasme. Selain itu, pasca melahirkan, oksitosin
juga mengencangkan otot halus di sekitar alveoli untuk memeras ASI menuju
saluran susu. Oksitosin berperan dalam proses turunya susu letdown/milk
ejection reflex.
5) Human Placental Lactogen (HPL)
Sejak bulan kedua kahamilan, plasenta mengeluarkan banyak HPL yang
berperan dalam pertumbuhan payudara, putting dan aerola sebelum
melahirkan (Yusari dan Risneni, 2016:16-19).
c. Proses Produksi Air susu
Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI
Biasanya belum keluar karea masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi.
Pada hari kedua atau ketiga pasca persalinan, kadar estrogen dan progesteron
menurun drastis, sehingga prolaktin lebih dominan dan pada saat inilah mulai
terjadi sekresi ASI. Dengan menyusukan lebih dini terjadi perangsangan putting
susu, terbentuklah prolaktin oleh hipofisis, sehingga sekresi ASI lebih lancar. Dua
reflek pada ibu yang sangat penting dalam proses laktasi yaitu prolaktin dan reflek
aliran timbul karena akibat perangsangan putting susu karena hisapan oleh bayi.
1) Reflek Prolaktin
Pada akhir kehamilan hormon prolaktin memegang peranan untuk membuat
kolostrum, terbatas dikarenakan aktivitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan
progesteron yang masih tinggi. Pasca persalinan, yaitu lepasnya plasenta dan
berkurangnya fungsi korpus luteum maka estrogen dan progesteron juga
berkurang. Hisapan bayi akan merangsang puting susu dan kalang payudara
karena ujung-ujung syaraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik.
Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medulla spinalis
hipotalamus dan akan menekan pengeluaran faktor penghambat sekresi
prolaktin dan sebaliknya merangsang pengeluaran faktor pemacu sekresi
prolaktin. Faktor pemacu sekresi prolaktin akan merangsang hipofise anterior
sehingga keluar prolaktin. Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang
berfungsi untuk membuat air susu
Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi normal 3 bulan
setelah melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan
ada peningkatan prolaktin walau ada isapan bayi, namun pengeluaran air susu
tetap berlangsung. Pada ibu nifas yang tidak menyusui, kadar prolaktin akan
menjadi normal pada minggu ke 2-3. Sedangkan pada ibu menyusui prolaktin
akan meningkat dalam keadaan seperti : stress atau pengaruh psikis, anestesi,
operasi dan rangsangan puting susu.
2) Reflek let down
Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh hipofise anterior, rangsangan
yang berasal dari isapan bayi dilanjutkan ke hipofise posterior (neurohipofise)
yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah hormon ini menuju
uterus sehingga menimbulkan kontraksi. Kontraksi dari sel akan memeras air
susu yang telah terbuat keluar dari alveoli dan masuk melalui duktus lactiferus
masuk ke mulut bayi.
Faktor-faktor yang menghambat reflek let down adalah stress, seperti:
keadaan bingung/ pikiran kacau, takut dan cemas. Refleks yang penting dalam
mekanisme hisapan bayi:
a) Refleks menangkap (rooting refleks) Timbul saat bayi baru lahir tersentuh
pipinya, dan bayi akan menoleh ke arah sentuhan. Bibir bayi dirangsang
dengan papilla mamae, maka bayi akan membuka mulut dan berusaha
menangkap puting susu.
b) Refleks Menghisap (Sucking Refleks) Refleks ini timbul apabila langit-
langit mulut bayi tersentuh oleh puting. Agar puting mencapai palatum,
maka sebagian besar areola masuk ke dalam mulut bayi. Dengan demikian
sinus laktiferus yang berada di bawah areola, tertekan antara gusi, lidah
dan palatum sehingga ASI keluar.
c) Refleks Menelan (Swallowing Refleks) Refleks ini timbul apabila mulut
bayi terisi oleh ASI, maka ia akan menelannya.
3) Pengeluaran ASI (Oksitosin)
Apabila bayi disusui, maka gerakan menghisap yang berirama akan
menghasilkan rangsangan saraf yang terdapat pada glandula pituitaria
posterior, sehingga keluar hormon oksitosin. Hal ini menyebabkan sel-sel
miopitel di sekitar alveoli akan berkontraksi dan mendorong ASI masuk dalam
pembuluh ampula. Pengeluaran oksitosin selain dipengaruhi oleh isapan bayi,
juga oleh reseptor yang terletak pada duktus. Bila duktus melebar, maka secara
reflektoris oksitosin dikeluarkan oleh hipofisis (Mustika, Nurjanah. Ulvie
2018: 9-10) (Dian, Siti, Yuliana 2018:9-10).

d. Prinsip Pemberian ASI


1) Susui bayi segera dalam 30 – 60 menit setelah lahir.
2) Semakin sering menyusui semakin banyak ASI keluar, Produksi ASI Demand
on Supplai.
3) Pemberian makanan dan minuman lain akan mengurangi jumlah ASI.
4) Ibu dapat menyusui dan mempunyai cukup ASI untuk bayinya. Oleh karena itu
perlu mengetahui “ cara menyusui “ yang benar.

e. Posisi dalam Menyusui


Posisi dalam menyusui Para ibu harus mengerti perlunya posisi yang nyaman
dan mempertahankannya ketika menyusui untuk menghindari perlekatan pada
payudara yang tidak baik yang akan berakibat pada pengeluaran ASI yang tidak
efektif dan menimbulkan trauma. Beberapa hal yang perlu diajarkan pada ibu
untuk membantu mereka dalam mencapai posisi yang baik agar dicapai perlekatan
pada payudara dan mempertahankannya secara efektif (UNICEF, 2008) adalah
sebagai berikut.
1) Ibu harus mengambil posisi yang dapat dipertahankannya. Bila ibu tidak
nyaman, penyusuan akan berlangsung singkat dan bayi tidak akan mendapat
manfaat susu yang kaya lemak di akhir penyusuan. Posisi yang tidak nyaman
ini juga akan mendorong terbentuknya fil dan sebagai akibatnya akan
mengurangi suplai susu.
2) Kepala dan leher harus berada pada satu garis lurus. Posisi ini memungkinkan
bayi untuk membuka mulutnya dengan lebar, dengan lidah pada dasar mulut
untuk menyauk/mengangkat payudara ke atas. Usahakan agar kepala dan leher
jangan terpilin karena hal ini juga akan melindungi jalan napas dan akan
membantu refleks mengisap-menelan-bernapas.
3) Biarkan bayi menggerakkan kepalanya secara bebas Menghindari memegang
bagian belakang kepala bayi sangat penting agar penyusuan dapat berlangsung
dengan sukses, sebaliknya leher dan bahu bayi harus disokong agar bayi dapat
menggerakkan kepalanya dengan bebas untuk mencari posisi yang tepat
dengan dipandu oleh dagunya, membiarkan hidungnya bebas, dan mulut
menganga lebar. Posisi demikian juga memungkinkan bayi untuk menjulurkan
kepala dan lehernya serta menstabilkan jalan udara selama terjadinya refleks
mengisap-menelanbernapas. Sebaliknya dengan memegang kepala bayi, maka
hidung, bibir atas dan mulut akan terdorong ke arah payudara, dan
memfleksikan leher. Ini akan menghambat jalan udara dan akan menekan
hidung bayi pada payudara. Juga, ibu akan cenderung menekan payudara
dengan jari-jarinya untuk membuat suatu ruangan agar bayinya dapat bernapas
dan dengan melakukan tindakan demikian justru akan mengurangi aliran susu
dan mengganggu perlekatan. (Pollard, 2015).
4) Dekatkan bayi Bawalah bayi ke arah payudara dan bukan sebaliknya karena
dapat merusak bentuk payudara.
5) Hidung harus menghadap ke arah puting Hal demikian akan mendorong bayi
untuk mengangkat kepalanya ke arah belakang dan akan memandu pencarian
payudara dengan dagunya. Dengan posisi demikian, lidah juga akan tetap
berada di dasar mulut sehingga puting susu berada pada pertemuan antara
langit-langit keras dan lunak.
6) Dekati bayi ke payudara dengan dagu terlebih dahulu Dagu akan melekukkan
payudara ke dalam dan bayi akan menyauk payudara masuk ke dalam
mulutnya, untuk perlekatan yang benar seperti tampak pada.

3. Bendungan ASI
a. Pengertian Bendungan ASI
Masalah menyusui yang dapat timbul pada masa pasca persalinan dini (masa
postpartum/nifas atau laktasi) adalah pembengkakan payudara (breat
engorgement) atau disebut juga bendungan ASI. Bendunngan ASI adalah
pembendungan air susu karena penyempitan duktus laktiferus atau kelenjar-
kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada
putting susu (Cunningham,2013).
Bendungan ASI adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara dalam
rangka mempersiapkan diri untuk laktasi. Hal ini bukan disebabkan overdistensi
dari saluran system laktasi. Bendungan terjadi akibat bendungan berlebihan pada
limfatik dan vena sebelum laktasi. Payudara bengkak disebabkan karena menyusui
tidak kontinu, sehingga sisa ASI terkumpul pada daerah duktus. (Walyani dan
Purwoastuti, 2017: 156).
Pembengkakan payudara merupakan kondisi fisiologis yang tidak
menyenangkan ditandai dengan bengkak dan nyeri pada payudara yang terjadi
karena peningkatan volume ASI, dan kongesti limfatik serta vaskular (Chhugani
dan Thokchom, 2017)
Bendungan ASI umumnya terjadi pada hari kedua sampai hari kesepuluh
postpartum terjadi (Sarwono, 2005).

b. Penyebab Bendungan ASI


1) Faktor ibu, antara lain:
a) Posisi dan perlekatan ketika menyusui bayi yang tidak baik
b) Memberikan bayinya suplementasi PASI dan empeng/dot
c) Membatasi penyusuan dan jarang menyusui bayi
d) Terpisah dari bayi dan tidak mengosongkan payudara dengan efektif
e) Mendadak menyapih bayi
f) Payudara tidak normal, misalnya terdapat saluran ASI yng tersembat
g) Ibu stress
h) Ibu kelelahan
2) Faktor bayi antara lain:
a) Bayi menyusu tidak efektif
b) Bayi sakit, misalnya jaundice/bayi kuning
c) Menggunakan pacifier (dot/empeng)
(Yusari dan Risneni, 2016: 52)
Salah satu hal yang dapat menyebabkan hambatan dalam pemberian ASI
eksklusif adalah adanya permasalahan pada payudara. Salah satu permasalahan
pada payudara yang sering terjadi adalah bendungan ASI atau pembengkakan
payudara. Bendungan ASI merupakan pembendungan air susu karena
penyempitan duktus laktiferus atau kelenjar-kelenjar yang tidak dikosongka
dengan sempurna. Pembengkakan payudara disebabkan karena keterlambatan
dalam menyusui dini, yang kurang sering dikeluarkan serta adanya batasan waktu
saat menyusui (Sarwono, 2010). Beberapa faktor yang dapat menyebabkan
bendungan ASI, yaitu:
1) Pengosongan mamae yang tidak sempurna
Dalam masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI pada Ibu yang
produksiASI-nya berlebihan.apabila bayi sudah kenyang dan selesai
menyusu, & payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI di
dalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan
bendungan ASI).
2) Faktor hisapan bayi yang tidak aktif
Pada masa laktasi, bila Ibu tidak menyusukan bayinya sesering mungkinatau
jika bayi tidak aktif mengisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI).
3) Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar
Teknik yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi
lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu. Akibatnya Ibu
tidak mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI).
4) Puting susu terbenam
Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu. Karena
bayi tidak dapat menghisap puting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan
akibatnya terjadi bendungan ASI) (Manuaba: 317).

c. Patofisiologi
Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kader estrogen dan progesterone turun
dalam 2-3 hari.Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi prolaktin
waktu hami, dan sangat dipengaruhi oleh estrogen tidak dikeluarkan lagi, dan
terjadi sekresi prolaktin oleh hipofisis. Hormon ini menyebabkan alveoulus-
alveolus kelenjar mammae terisi dengan air susu, tetapi untuk mengeluarkan
dibutuhkan refleks yang menyebabkan 10 kontraksi sel-sel mioepitel yang
mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut. Refleks ini
timbul bila bayi menyusui.
Secara patofisiologi sejak hari ketiga sampai hari keenam pasca persalinan
ketika ASI secara normal dihasilkan, payudara menjadi sangat penuh, hal ini
bersifat fisiologis dengan pengihisapan yang efektif dan pengeluaran ASI oleh
bayi. Namun keadaan ini bisa terjadi bendungan karena payudara akan terisi
sangat penuh dengan ASI dan cairan jaringan. Aliran limfotik akan tersumbat,
aliran susu menjadi terhambat dan saluran ASI dan alveoli akan meningkat.
Payudara akan terbendung, membesar, membengkak, dan sangat nyeri. Payudara
dapat terlihat mengkilat dan edema di daerah eritema difus, putting susu akan
teregang menjadi rata, ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi akan sulit
mengenyut untuk menghisap ASI (Amelia, 2010).

d. Tanda Gejala
Gejala yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara lain payudara penuh
terasa panas,berat dan keras, terlihat mengkilat meski tidak ada kemerahan. ASI
biasanya mengalir tidak lancar, namun ada pula payudara yang terbendung
membesar, membengkak dan sangat nyeri, putting susu teregang menjadi rata. ASI
tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit mengeyut untuk menghisap ASI. Ibu
kadang kadang menjadi demam,tapi biasanya akan hilang 24 jam (Wiknjosastro,
2010 : 480-481)
Bendungan ASI umumnya terjadi pada hari kedua sampai hari keempat
postpartum terjadi perubahan jenis air susu dari kolostrum menjadi mature
milk. Terjadinya pembengkakan payudara dan secara palpasi teraba keras,
kadang terasa nyeri, namun tanpa disertai tanda-tanda kemerahan ataupun
demam (Mangesi, ). Hal ini apabila dibiarkan dapat menghambat pemberian
ASI eksklusif pada bayi (Sarwono, 2010) (Lidyaningsih, 2018).
Umumnya satu atau lebih bagian yang berdekatan meradang (sebagai akibat
dipaksanya ASI masuk ke dalam jaringan ikat payudara) dan tampak sebagai
daerah yang memisahkan antara sisi yang memerah dan sisi yang membengkak.
Jika ASI juga dipaksa masuk aliran darah, nadi, dan suhu wanita tersebut dapat
naik dan pada beberapa kasus gejala mirrip flu, yang sebagian mencakup
menggigil atau kaku. Ada atau tidaknya gejala sistematis tidak membantu
membedakan antara mastitis akibat infeksi atau non infeksi (Fraser, 2009 : 743) .

e. Dampak Bendungan ASI


Bendungan ASI pada payudara ibu terjadi demam, nyeri, dan peradangan
apabila tidak ditangani segera mungkin akan terjadi mastitis atau abses
payudara. Mastitis pada payudara ibu terhadap bayi tidak dapat asupan gizi
dengan baik (Sarwono 2011). sedangkan abses payudara merupakan komplikasi
lanjutan setelah terjadinya mastitis dimana terjadi penimbunan nanah didalam
payudara (Rukiyah, 2012).
Pembengkakan payudara juga menyebabkan ibu menghentikan proses
menyusui karena payudara terasa sakit, tidak nyaman saat menyusui, dan
mengganggap jika payudara bermasalah maka proses menyusui dihentikan
agar tidak menularkan penyakit kepada anaknya (Apriani, Wijayanti,
Widyastutik, 2018). Hal ini dapat memberikan dampak terhadap pemberian
ASI eksklusif pada bayi, jika bayi tidak mendapatkan ASI maka
kebutuhan gizi bayitidak terpenuhi secara baik dan bayi akan mudah
terkena penyakit (Alhadar dan Umaternate, 2017).
f. Penanganan Bendungan ASI
Terapi farmakologis yang digunakan adalah obat anti inflamasi serrapeptase
(danzen) yang merupakan agen enzim anti inflamasi 10 mg tiga kali sehari atau
Bromelain 2500 unit dan tablet yang mengandum enzim protease 20.000
unitSedangkan menurut Amru terapi pembengkakan payudara diberikan secara
simtomatis yaitu mengurangi rasa sakitnya (analgetik) seperti paracetamol atau
ibuprofen (Ratih, 2019).
Penggunaan terapi non farmakologis untuk mengurangi rasa sakit
daripembengkakan payudara adalah sebagai berikut akupuntur, (perawatan
payudara tradisional) yaitu kompres panas dikombinasikan dengan pijatan,
kompres panas dan dingin secara bergantian, kompres dingin, daun kubis. (Ratih,
2019).
1) Kompres Dingin Daun Kubis

Gambar 2 Daun Kubis


a) Pengertian Daun kubis
Tanaman kubis (Brassica oleraceae Var Capitata L.) merupakan
sayuran yang banyk dibudidayakan di dataran tinggi. Tanaman ini
termasuk salah satu jenis sayur-sayuran daerah subtropics yang
mempunyai arti ekonomi penting karena komoditi ini menghasilkan
sayuran daun, kuncup, bunga, batang dan minyak ari bijinya. Tanaman
kubis telah lama dibudidayakan sebagi tanaman sayuran dan sunmber
vitamin (Sulastri, 2010). Kubis adalah sayuran yang dimanfaatkan daunya
dan bernilai gizi tinggi. Kubis di masyarakat lebih dikenal dengan sebutan
kol.

b) Manfaat Daun kubis


Daun kubis dingin sangat efisien untuk memberi pengaruh dalam
penurunan intensitas nyeri dan pembengkakan pada payudara (Green,
2015), selain itu daun kubis sangat efektif dan murah dan dapat di jangkau
oleh seluruh kalangan ibu-ibu yang mengalami bendungan ASI.

c) Kandungan Daun Kubis


Kubis yang segar mengandung air, protein, lemak, karbohidrat, serat,
glukonisolte, mineral (kalium, kalsium, magnesium, mangan, fosfor, besi,
natrium), vitamin (C, A, B6, biotin, E, tiatimin, riboflamin, nicotinamide,
folat) dan beta karoten Kamdungan lain mengandung asam amino,
metioninlain sinigrin (Allylisothiocyanate), minyak mustard, magnesium,
Oxylate heterosides belerang. (Patty, 2012).

d) Mekanisme daun Kubis.


Kubis mengandung sumber yang baik dari asam amino glutamine dan
diyakini untuk mengobati semua jenis peradangan salah satunya radang
payudara. Selain itu mengandung sinigrin, asam metionin
(allylisothiocyanate) magnesium, oxylate, sulfur sebagai antibiotik dan
anti-iritasi yang dapat membantu meningkatkan aliran darah ke daerah
pembengkakan, dan memperluas jaringan-jaringan kapiler yang bertindak
sebagsi iritan couter sehingga memiliki khasiat yang bisa digunakan
untuk meminimalisir bengkak dan radang pada payudara sehingga
mempengaruhi kelancaran air susu (Astutik, 2016) . Cara perawatan ini
merupakan suatu penanganan yang menggunakan respon alami sehingga
tubuh mendapat rileksasi dari zat-zat yang terkandung dalam daun kubis
yang kemudian diserap oleh kulit dan efek dingin dari daun kubis bisa
mengurangi rasa sakit sehingga dapat melancarkan ASI (Green, 2015)

e) Kontraindikasi
Kubis juga tidak disarankan untuk individu yang alergi terhadap sulfa
atau kubis. Kubis mengandung senyawa sulfur, tetapi ini tidak sama
dengan sulfa. Jika ibu alergi terhadap sulfa, sebaiknya disarankan sebelum
dikompres dengan daun kubis pada payudaranya dilakukan tes alergi
terlebih dahulu. Cara melakukan tes alergi terhadap daun kubis yaitu
mengambil sedikit kubis segar dilumatkan meletakkannya di kulit halus
lengan bawah, dan membungkus sesuatu di sekitarnya untuk tetap di
menempel pada kulit. (Jika tidak ada reaksi dalam 1 sampai 2 jam) maka
dapat diasumsikan bahwa ibu tidak ada reaksi alergi terhadap kubis.

BAB IV
HASIL TINJAUAN KASUS

3 HARI POST PARTUM


Anamnesa oleh : Yuwika Cahya
Hari/Tanggal : 22 Maret 2024
Waktu : 11.00 WIB

Subjektif (S)
A. Identitas
Istri Suami
Nama : Ny. S : Tn. K
Umur : 23 Th : 26 Th
Agama : Islam : Islam
Suku : Lampung : Lampung
Pendidikan : SMP : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga : Petani
Alamat : JL. R.A. Basyid, Desa Fajar Baru, Lampung Selatan
No HP : 08126922xxxx

B. Anamnesa
1. Keluhan utama :
Ny. S mengatakan terasa nyeri dan bengkak pada payudara, ASI tidak lancar, payudara
terasa panas, berat dan keras. Ibu merasa cemas akan keadaanya.
2. Riwayat keluhan :
Ibu mengatakan sejak tanggal 21 Maret 2024 payudaranya terasa nyeri, panas, berat,
bengkak, jika diraba payudara terasa keras sehingga ibu kurang nyaman saat menyusui.

3. Riwayat Kehamilan ini


HPHT : 12-06- 2023
HPL : 19-03-2024
Umur Kehamilan : 39 minggu 2 hari
Tanda Hamil : Mual
PP Test : (+)
Kehamilan Ke : 1 (Satu)
Mulai merasakan Gerakan janin : Usia 16 minggu
ANC
Tempat : Bidan Tety Septiana, S.ST
Banyaknya : 8 kali
Status Imunisasi : TT 2

3. Riwayat Persalinan ini


Tempat melahirkan : PMB Tety Septiana, S.ST
Penolong : Bidan
Jenis persalinan : Normal
Komplikasi : Tidak ada

4. Lama Persalinan
Kala I :4 Jam 0 Menit
Kala II :0 Jam 30 Menit
Kala III :0 Jam 5 Menit
Kala IV :2 Jam 0 Menit
Jumlah :6 Jam 30 Menit

5. Bayi
Jenis kelamin : Perempuan
Berat badan : 3000 gr
Panjang badan : 49 cm
Tali pusat
Panjang : 50 cm
Insersi : Sentralis
Perineum : Terdapat Laserasi derajat 2

6. Riwayat Kesehatan Ibu dan Keluarga


a. Penyakit yang pernah atau sedang diderita
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular ataupun menahun
b. Penyakit yang pernah diderita yang pernah atau sedang diderita
Ibu mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang memiliki penyakut tertentu
c. Riwayat Kesehatan sekarang
Ibu mengatakan tidak sedang menderita penyait tertentu

Objektif (O)
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Keadaan emosional : Stabil
TTV : TD : 110/80 mmhg P : 21x/menit
:N : 82x/menit S : 36.60C
2. Pemeriksaan Fisik
Wajah : Tidak oedema dan tidak pucat
Konjungtiva : Merah muda
Payudara
Bentuk : Tidak simetris karena terjadi
pembengkakan
Pembesaran : Ya, pembengkakan kanan dan kiri
Puting susu : Menonjol
Benjolan : Tidak ada
Pengeluaran : Kolostrum
Nyeri tekan : Ya, ada kanan dan kiri
Abdomen : Kontraksi baik, TFU 3 jari bawah pusat
Kandung kemih : Kosong
Anogenital
Vulva dan vagina : Tidak ada tanda-tanda infeksi
Pengeluaran pervaginam : Lochea Rubra
Ekstremitas : Tidak ada oedema

Analisa Data (A)


Diagnosa : Ny. S (23Th) P1A0 postpartum hari ke-3 dengan Bendungan ASI
Dasar Diagnosa :
- Ibu mengatakan bahwa payudaranya terasa nyeri dan bengkak, ASI tidak lancar,
payudara terasa panas, berat dan keras.
- Kesadaran : Composmentis
- Payudara : Terdapat pembesaran kanan dan kiri, tidak simestris dikarenakan
payudara terjadi pembengkakan
- Pengeluaran : Colostrum
- Nyeri tekan : Ya, Kanan dan kiri
Masalah : Bendungan ASI
Kebutuhan : Kompres dingin daun kubis

Penatalaksanaan (P)
1. Memberikan memotivasi ibu untuk tetap memberika ASI kepada bayinya.
2. Memberitahu ibu tentang bendungan ASI karena terjadi peningkatan aliran limfe dan
vena pada payudara dalam rangka mempersiapkan untuk menyusui sehingga payudara
menjadi bengkak dan menyebabkan rasa nyeri serta ASI keluar dengan tidak lancar.
3. Menjelaskan pada ibu jika bendungan ASI tidak segera di atasi dapat menyebabkan
masitis dan abses payudara. Mastitis yaitu inflamasi atau infeksi payudara dimana
gejalanya yaitu payudara keras, memerah, dan nyeri, dapat disertai demam >38,0 C
sedangkan abses payudara merupakan komplikasi lanjutan setelah terjadinya mastitis
dimana terjadi penimbunan nanah didalam payudara.
4. Melakukan pengompresan daun kubis dingin pada payudara ibu untuk memberi pengaruh
dalam penurunan intensitas nyeri dan pembengkakan pada payudara sehingga dapat
menyusui dengan lancar.
5. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin atau dengan on demand
sesuai dengan keinginan bayi.
6. Mengajarkan ibu cara menjaga kehangatan bayinya dengan cara, jangan membiarkan bayi
bersentuhan langsung dengan benda dingin misalnya, lantai atau tangan yang dingin.
Jangan meletakkan bayi didekat jendela atau kipas angin. Segera keringkan bayi setelah
mandi atau saat bayi basah, atau mengurangi penguapan dan menjaga lingkungan sekitar
bayi agar tetap hangat
7. Menganjurkan kepada ibu untuk selalu menjaga kebersihan bayinya yaitu selalu
mengeringkan alat genetalia sehabis BAB dan BAK dan menggantikan pakaiannya jika
basah karena keringat atau karena BAK dan ibu bersedia menjaga kebersihan bayi nya.
8. Menganjurkan ibu untuk menjemur bayi di pagi hari mulai sinar matahari muncul agar
bayi tidak kuning serta anjurkan ibu untuk menutup mata bayi
9. Menganjurkan ibu untuk mengonsmsi sayuran hijau dan makanan yang bergizi.
10. Menjelaskan kepada suami bahwa dukungan social memberi pengaruh dalam mengurangi
depresi yang dihadapi ibu pada masa postpartum. Semakin tinggi tingkat dukungan sosial,
maka semakin rendah kecenderungan depresi postpartum pada ibu. Oleh karena itu,
suami harus selalu memperhatikan, menghargai, menyayangi dan mencintai istrinya agar
istrinya tidak merasakan dirinya kurang berharga, sehingga salah faktor predisposisi yang
menyebabkan ibu menderita depresi dapat dicegah
11. Memberikan penjelasan kepada ibu tentang tanda- tanda bahaya pada bayi baru lahir
seperti : bayi bernapas megap-megap, tonus otot lemah, warna kulit kebiruan, tidak mau
menyui dan ibu mengerti mengenai penjelasan yang disampaikan
12. Menjelaskan tanda- tanda bahaya pada ibu nifas seperti: Perdarahan postpartum, lochea
berbau busuk, nyeri pada perut, pusingdan lemas berlebihan, suhu tubuh >38C,
sakit kepala hebat, pembengkakan wajah, tangan dan kaki, payudarah merah, panas
terasasakit,nyeri berkemih,dan kehilangan nafsu makan dalam waktu lama
13. Meminta ibu untuk segera mendatangi tenaga Kesehatan terdekat bila terjadi tanda- tanda
bahaya pada bayi baru lahir dan tanda-tanda masa nifas
CATATAN PERKEMBANGAN I

Hari/Tanggal : 23 Maret 2024


Waktu : 11.00 WIB
Tempat : Rumah Pasien

Subjektif (S)
Ibu mengatakan payudaranya yang terasa nyeri dan panas sudah sedikit berkurang namun
payudara nya juga masi terasa berat. Ibu sudah menyusui bayinya sesering mungkin atau
dengan on demand sesuai keinginan bayi.

Objektif (O)
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Keadaan emosional : Stabil
TTV : TD : 110/70 mmhg P : 22x/menit
:N : 82x/menit S : 36.60C
2. Pemeriksaan Fisik
Wajah : Tidak oedema dan tidak pucat
Konjungtiva : Merah muda
Payudara
Bentuk : Tidak simetris karena terjadi
pembengkakan
Pembesaran : Ya, pembengkakan kanan dan kiri
Puting susu : Menonjol
Benjolan : Tidak ada
Pengeluaran : Kolostrum
Nyeri tekan : Ya, ada kanan dan kiri
Abdomen : Kontraksi baik, TFU 3 jari bawah pusat
Kandung kemih : Kosong
Anogenital
Vulva dan vagina : Tidak ada tanda-tanda infeksi
Pengeluaran pervaginam : Lochea Sanguilenta
Ekstremitas : Tidak ada oedema

Analisa Data (A)


Diagnosa : Ny. S (23Th) P₁A0 postpartum hari ke 4 dengan Bendungan ASI
Dasar Diagnosa :
- Ibu mengatakan payudaranya yang terasa nyeri dan panas sudah sedikit berkurang
namun payudara nya juga masi terasa berat.
- Kesadaran : Composmentis
- Payudara : Terdapat pembesaran kanan dan kiri, tidak simestris dikarenakan
payudara terjadi pembengkakan
- Pengeluaran : Colostrum
- Nyeri tekan : Ya, Kanan dan kiri
Masalah : Bendungan ASI
Kebutuhan : Kompres dingin daun kubis

Penatalaksanaan (P)
1. Memberikan penjelasan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan,TTV yaitu TD 110/70
mmhg,P : 22 x/m, N : 82 x/m dan S : 36.6 0C. Kemudian pengeluaran pervaginam lochea
sanguilenta.
2. Memberitahu ibu bahwa kondisi payudara ibu yang mengalami bendungan ASI sudah
sedikit membaik dibandingkan kunjungan pertama.
3. Memastikan involusi uterus berjalan normal
4. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin atau dengan on demand
sesuai dengan keinginan bayi.
5. Melakukan pengompresan daun kubis dingin pada payudara ibu untuk mengatasi
bendungan ASI yang terjadi dan dapat menyusui dengan lancar.
6. Melakukan dan mengajrkan ibu cara memerah ASI jika bayi malas menyusu yaitu dengan
meletakan ibu jari di atas aerola dan jari telunjuk serta jari tengahdibawah aerola sekitar
2,5 cm di belakang putting susu membentuk huruf C. posisikan ibu pada jam 12 dan dua
jari lain berada di posisi jam 6. Tekan lembut kearah dada, kemudian buat Gerakan
menggulung untuk memerah ASI keluar. Lakukan pada kedua payudara secara
bergantian. ASI sudah diperah dapat diberikan pada bayi dengan menggunakan sendok.
7. Menganjurkan ibu untuk tetap mengonsumsi makanan yang bergizi tinggi, tinggi kalori,
tinggi protein, dan banyak mengandung cairan karena kalori bagus untuk proses
metabolisme tubuh , kerja organ tubuh, proses pembentukan ASI seperti sayur-sayuran
hijau, buah-buahan dan ikan segar.
8. Menjelaskan kepada ibu bahwa ibu nifas tidak mempunyai pantangan apapun namun
untuk makanan dan minuman pada ibu disarankan untuk mngehindarai jamu-jamuan
karena dapat menghambat proses involusi uterus dan produksi ASI.
9. Menganjurkan kepada ibu untuk menjaga pola istirahat dengan minimal tidar 8 jam per
hari.
10. Memberikan apresiasi kepada ibu karena ibu telah melakukan asuhan yang diberikan
11. Ibu sudah mengerti tentang tanda-tanda bahaya masa nifas yaitu oedema pada muka kaki
dan tangan, depresi, sakit kepala berat, pandangan kabur dan lain-lain.
12. Meminta ibu untuk segera mendatangi tenaga Kesehatan terdekat bila terjadi tanda
bahaya masa nifas.
CATATAN PERKEMBANGAN II

Hari/Tanggal : 24 Maret 2024


Waktu : 11.30 WIB
Tempat : Rumah Pasien

Subjektif (S)
Ibu mengatakan bengkak dan nyeri payudaranya sudah berkurang, payudarnya sudah tidak
teraba panas dan berat. Ibu mengatakan ASI nya sudah mulai lancar. Ibu mengatakan sudah
melakukan teknik memerah ASI yang diajarkan ketika payudara terasa sangat penuh atau
pengosongan belum sempurna sedangkan bayi sudah cukup menyusu.
Objektif (O)
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Keadaan emosional : Stabil
TTV : TD : 110/80 mmhg P : 22x/menit
:N : 80x/menit S : 36.60C
2. Pemeriksaan Fisik
Wajah : Tidak oedema dan tidak pucat
Konjungtiva : Merah muda
Payudara
Pembesaran : Ya, simetris kanan dan kiri
Puting susu : Menonjol
Benjolan : Tidak ada
Pengeluaran : ASI
Nyeri tekan : Ya, ada kanan dan kiri
Abdomen : Kontraksi baik, TFU 3 jari bawah pusat
Kandung kemih : Kosong
Anogenital
Vulva dan vagina : Tidak ada tanda-tanda infeksi
Pengeluaran pervaginam : Lochea sanguilenta
Ekstremitas : Tidak ada oedema
Analisa Data (A)
Diagnosa : Ny. S (23Th) P1A0 postpartum hari ke 5 dengan Bendungan ASI
Dasar Diagnosa :
- Ibu mengatakan bengkak dan nyeri payudaranya sudah berkurang, payudarnya sudah
tidak teraba panas dan berat. Ibu mengatakan ASI nya sudah mulai lancar.
- Kesadaran : Composmentis
- Payudara : Simetris, pembesaran kanan dan kiri
- Pengeluaran : ASI
- Nyeri tekan : Ya, ada kanan dan kiri
Masalah : Bendungan ASI
Kebutuhan : Kompres dingin daun kubis

Penatalaksanaan (P)
1. Memberikan penjelasan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan,TTV yaitu TD 110/80
mmhg,P : 22 x/m, N : 80 x/m dan S : 36.60C. Kemudian pengeluaran pervaginam lochea
sanguilenta.
2. Memberitahu ibu bahwa kondisi payudara ibu sudah mulai membaik dibandingan dengan
hari sebelumnya.
3. Melakukan pengompresan daun kubis dingin pada payudara ibu untuk mengatasi
bendungan ASI yang terjadi dan dapat menyusui dengan lancar.
4. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin atau dengan on demand
sesuai dengan keinginan bayi dan dapat memerah ASI nya Ketika payudara terasa sangat
penuh dan bayi sudah cukup menyusu atau ketika bayi berhenti menyusu saat payudara
belum dikosongkan secara sempurna.
5. Menganjurkan ibu untuk tetap mengonsumsi makanan yang bergizi tinggi, tinggi kalori,
tinggi protein, dan banyak mengandung cairan karena kalori bagus untuk proses
metabolisme tubuh , kerja organ tubuh, proses pembentukan ASI seperti sayur-sayuran
hijau, buah-buahan dan ikan segar.
6. Menganjurkan kepada ibu untuk menjaga pola istirahat dengan minimal tidar 8 jam per
hari.
7. Memberikan apresiasi kepada ibu karena ibu telah melakukan asuhan yang diberikan
8. Meminta ibu untuk segera mendatangi tenaga kesehatan terdekat bila ibu dan bayi
memiliki keluhan
CATATAN PERKEMBANGAN III

Hari/Tanggal : 25 Maret 2024


Waktu : 11.00 WIB
Tempat : Rumah Pasien

Subjektif (S)
Ibu mengatakan payudaranya sudah tidak bengkak, tidak teraba berat dan panas saat
dilakukan palpasi nyeri tekan pun tidak ada. Ibu mengatakan bayinya sangat aktif untuk
menyusu jika bayi sudah cukup ASI ibu juga mengosongkan payudaranya dengan cara di
perah seperti yang sudah diajarkan, ibu juga mengatakan ASI sudah lancar dan menyusui
bayinya sesering mungkin atau on demand sesuai keinginan bayi.
Obejktif (O)
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Keadaan emosional : Stabil
TTV : TD : 110/80 mmhg P : 21x/menit
N : 82x/menit S : 36.60C
2. Pemeriksaan Fisik
Wajah : Tidak oedema dan tidak pucat
Konjungtiva : Merah muda
Payudara
Pembesaran : Ya, simetris kanan dan kiri
Puting susu : Menonjol
Benjolan : Tidak ada
Pengeluaran : ASI
Nyeri tekan : Tidak ada
Abdomen : Kontraksi baik, TFU 3 jari bawah pusat
Kandung kemih : Kosong
Anogenital
Vulva dan vagina : Tidak ada tanda-tanda infeksi
Pengeluaran pervaginam : Lochea sanguilenta
Ekstremitas : Tidak ada oedema
Analisa Data (A)
Diagnosa : Ny. S (23Th) P1A0 postpartum hari ke 6 Normal
Dasar Diagnosa :
- Ibu mengatakan payudaranya sudah tidak bengkak, tidak teraba berat dan panas saat
dilakukan palpasi nyeri tekan pun tidak ada. Ibu mengatakan bayinya sangat aktif
untuk menyusu
- Kesadaran : Composmentis
- Payudara : Simetris, pembesaran kanan dan kiri
- Pengeluaran : ASI
- Nyeri tekan : Tidak ada
Masalah : Tidak ada
Kebutuhan : Pemenuhan nutrisi dengan memakanan makanan yang bergizi dan
vitamin yang tinggi agar ASI nya lancar.

Penatalaksanaan (P)
1. Memberikan penjelasan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan, TTV yaitu TD 110/80
mmhg,P : 22 x/m, N : 80 x/m dan S : 36.60C. Kemudian pengeluaran pervaginam lochea
sanguilenta.
2. Memberitahu ibu bahwa kondisinya sudah membaik dan keadaan payudaranya sudah
sembuh.
3. Menganjurkan ibu untuk tetap memerah ASI, jika bayi sudah kenyang dan payudara
belum dikosongkan secara sempurna.
4. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin atau dengan on demand
sesuai dengan keinginan bayi
5. Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI ekslusif kepada bayinya selama 6 bulan.
6. Menganjurkan ibu untuk tetap mengonsumsi makanan yang bergizi dan vitamin yang
tinggi agar ASI nya lancar.
7. Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga personal hygine dirinya dan bayinya.
8. Menganjurkan pada ibu untuk membawa bayinya ke posyandu atau puskesmas setiap
bulan untuk mendapatkan imunisasi dasar dan pemantauan berat badan bayi.
9. Menganjurkan ibu untuk mendatangi faselitas tenaga kesehatan terdekat bila ibu dan
bayinya memiliki keluhan.
BAB IV

PEMBAHASAN

Asuhan kebidanan nifas terhadap Ny. S P1A0 usia 23 tahun postpartum hari ke-3
yang dilakukan pada tanggal 22 Maret sampai tanggal 25 Maret 2024 dengan masalah
bendungan ASI di PMB Tety Septiana, S.ST. Diperoleh hasil data subjektif yaitu ibu
mengeluh kedua payudaranya terasa berat, panas, nyeri, bengkak, dan ibu kurang nyaman
saat menyusui selain itu ibu juga merasa cemas karena ASI nya tidak lancar. Sedangkan data
objektif dilakukan pemeriksaan secara umum seperti, keadaan umum ibu baik, kesadaran
composmentis, tekanan darah 110/80 mmhg, nadi 82 x/menit, pernapasan 21x/menit, suhu
36,7℃. Kemudian pemeriksaan fisik ibu seperti keadaan wajah ibu tidak ada oedema dan
pucat, pada payudara ibu terdapat pembesasaran, putting susu menonjol, tidak terdapat
benjolan, pengeluaran ASI, saat di palpasi terdapat nyeri tekan pada payudara, pada abdomen
ibu kontraksi baik, TFU 3 jari dibawah pusat, kandung kemih kosong, pada anogenital vulva
dan vagina ibu tidak terdapat tanda-tanda infeksi, pengeluran pervaginam lochea sanguilenta.
Pemeriksaan selanjutnya pada ektremitas ibu yitu tidak terdapat oedema dan kuku jari tidak
pucat.
Berdasarkan pengkajian data, sehingga diagnose yang didapatkan yaitu Ny. S P1A0
usia 23 tahun postpartum hari ke-4 normal. Masalah yang terdapat pada Ny. S adalah
Bendungan ASI. Bendunngan ASI adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara
dalam rangka ,e,persiapkan diri untuk laktasi (Walyani dan Purwoatutik,2017). Penyebab
bendungann ASI yang terjadi pada Ny. S diantaranya adalah karena tidak mengosongkan
payudara dengan sempurna dan posisi menyusui yang tidak benar hal ini sesuai dengan teori
yang di ungkapkan oleh (Wahyuni, 2018) yaitu terdapat beberapa faktor yang dapat
menyebabkan bendungan ASI antara lain, pengosongan payudara yang tidak sempurna,
faktor hisapan bayi yang tidak aktif, faktor posisi menyusui yang tidak benar dan putting susu
terbenam.
Dampak bendungan ASI Ny. S jika tidak ditangani sesegera mungkin dikhawatirkan
akan mengarah ke bendungan ASI yang patologis atau masalah yang lebih serius disebut
dengan abses payudara atau mastitis. Menurut (Kemenkes RI, 2013) Mastitis merupakan
inflamasi atau infeksi payudara dimana gejalanya yaitu payudara keras, memerah, dan
nyeri, dapat disertai demam >38,0 C. Begitu juga dengan abses payudara merupakan
komplikasi lanjutan setelah terjadinya mastitis dimana terjadi penimbunan nanah didalam
payudara (Rukiyah, 2012). Selain berdampak pada ibu bendungan ASI juga berdampak
pada bayi menurut (Alhadar dan Umaternate, 2017 ) jika bayi tidak mendapatkan ASI makan
kebutuhan gizi bayi tidak terpenuhi secara baik dan bayi akan mudah terkena penyakit.
Untuk mengatasi bendungan ASI terhadap Ny. S dapat menggunakan kompres daun
kubis. Pengompresan daun kubis dapat dilakukan dengan cara cuci bersih daun kubis
menggunakan air yang mengalir setelah bersih lalu letakan daun kubis pada bagian payudara
Ny. S yang mengalami bendungan ASI sebanyak 1 atau 2 kali sehari hingga pembengkakan
mereda (Rohmawati, 2016), daun kubis menjadi layu/matang setelah 30 menit penempelan
(Green, 2015).
Kompres dingin daun kubis dapat meredakan nyeri karena memberi pengaruh dalam
penurunan intensitas nyeri dan pembengkakan pada payudara selain itu daun kubis sangat
efektif dan murah dan dapat di jangkau oleh seluruh kalangan ibu-ibu yang mengalami
bendungan ASI. Kubis mengandung sumber yang baik dari asam amino glutamine dan
diyakini untuk mengobati semua jenis peradangan salah satunya radang payudara. Selain itu
mengandung sinigrin, asam metionin (allylisothiocyanate) magnesium, oxylate, sulfur
sebagai antibiotik dan anti-iritasi yang dapat membantu meningkatkan aliran darah ke daerah
pembengkakan, dan memperluas jaringan-jaringan kapiler sehingga memiliki khasiat yang
bisa digunakan untuk meminimalisir bengkak dan radang pada payudara sehingga
mempengaruhi kelancaran air susu (Astutik, 2016) .
Setelah dilakukan kunjungan ke-1 sampai ke-4, didapatkan hasil perubahan pada hari
ke-3 kunjungan yaitu tanggal 24 maret 2024 pukul 11.00 WIB dengan hasil payudara Ny. S
tidak terasa nyeri lagi, begitu juga dengan rasa panas dan bengkak sudah sangat berkurang.
Ibu mengatakan ASI nya sudah mulai lancar dan melakukan teknik memerah ASI ketika
payudara terasa penuh atau pengosongan belum sempurna saat bayi sudah cukup menyusu.
Kemudian pada kunjungan hari ke-4 pada tanggal 25 maret 2022, ibu sudah tidak mengalami
bendungan ASI. Ibu mengatakan setelah dilakukan kompres dingin daun kubis payudara ibu
sudah tidak terasa berat dan nyeri lagi, ASI nya juga sudah lancar dan bayi sangat aktif dalam
menyusu.
Daun Kubis dapat mengatasi bendungan ASI karena di dalam daun kubis
mengandung sumber yang baik seperti asam amino glutamine yang diyakini untuk mengobati
semua jenis peradangan salah satunya radang payudara. Selain itu mengandung sinigrin,
asam metionin (allylisothiocyanate) magnesium, oxylate, sulfur sebagai antibiotik dan anti-
iritasi yang dapat membantu meningkatkan aliran darah ke daerah pembengkakan, dan
memperluas jaringan-jaringan kapiler sehingga memiliki khasiat yang bisa digunakan untuk
meminimalisir bengkak dan radang pada payudara sehingga mempengaruhi kelancaran air
susu (Astutik, 2016).

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kompres daun kol lebih efektif dalam mengurangi tingkat nyeri pada ibu dengan
pembengkakan payudara karena daun kol memiliki kandungan asam amino juga
berkhasiat menurunkan kadar kolesterol yang tinggi, penenang saraf, dan mengurangi
rasa nyeri. Kubis juga kaya akan kandungan sulfur yang diyakini dapat mengurangi
pembengkakan dan peradangan payudara selain itu kubis sangat ekonomis, alami dan
dapat ditemukan didaerah manapun cara penggunaan kubis ini sangat praktis dan tidak
mengganggu kenyamanan ibu seperti pengurutan.

B. Saran
Keberhasilan menyusui ibu nifas dengan masalah bendungan Asi mungkin
disebabkan oleh beberapa efek menguntungkan dari pemberian daun kubis, atau
mungkin karena rasa tenang dan peningkatan kepercayaan diri pada para ibu. (Rajni
Sharma, 2018) Bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa pengobatan daun kubis
membantu mengurangi rasa sakit pada pembengkakan payudara dan memperpanjang
durasi menyusui. Oleh karena itu intervensi ini harus dipromosikan dan
direkomendasikan sebagai kebijakan institusional dan diterapkan sebagai perawatan
rutin bagi semua ibu pasca melahirkan yang mengalami pembengkakan payudara
untuk mengurangi rasa sakit dan keparahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Clara Ega Ayu Rutiani, Lisna Anisa Fitriana Jurnal Pendidikan Keperawatan
Indonesia. 2016;2(2):146–155. “Gambaran Bendungan Asi Pada Ibu Nifas Dengan Seksio
Sesarea Berdasarkan Karakteristik Di Rumah Sakit Sariningsih Bandung”
Ervi Damayanti, Dewi Ariani , Danik Agustin Journal Of Issues In Midwifery, Vol.
4 No. 2 Bulan Agustus – November 2020, Halaman 54 – 66. “Pengaruh Pemberian
Kompres Daun Kubis Dingin Sebagai Terapi Pendamping Bendungan Asi Terhadap Skala
Pembengkakan Dan Intensitas Nyeri Payudara Serta Jumlah Asi Pada Ibu Postpartum Di
Rsud Bangil”
Faidatun Munawaroh, Herniyatun, KusumLAastut. Gambaran Kejadian Bendungan
Asi Pada Ibu Nifas Di Rs Pku Muhammadiyah Gombong Siti
Fatma Jama, Suhermi.S Efektifitas Pijat Oketani Terhadap Bendungan Asi Pada Ibu
Postpartum Di Rsb.Masyita Makassar
Heni Suraida Rahayu, Eka Tri Wulandari 2020 P-Issn : 2721-1770 Volume 1 Issue 3
“Perbandingan Efektivitas Kompres Air Hangat Dan Kompres Daun Kol Untuk
Mengurangi Nyeri Pada Ibu Dengan Pembengkakan Payudara Di Wilayah Kerja Puskesmas
Wana Kabupaten Lampung Timur Tahun”
Herdini Widyaning Pertiwi, Hana Rosiana Ulfah. Jurnal Kebidanan, Vol. X, No. 01,
Juni 2018 “Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Payudara Dengan
Kejadian Bendungan Asi Pada Ibu Nifas”
Krisma , Evi Istiqamah, Siti Hardiyanti Hamang , Suchi Avnalurini Sharif , Micha
Erawati Window Of Midwifery Journal Vol. 01 No. 02 (Desember, 2020) : 56-65.
”Manajemen Asuhan Kebidanan Post Natal Care Hari Ketiga Pada Ny. N Dengan
Bendungan Asi”
Nelfi Sarlis E-Issn - 2477-6521 Vol 5(1) Februari 2020 (21-28) “Faktor Penyebab
Terjadinya Bendungan Asi Pada Ibu Postpartum”
Nova Rati Lova1 , Della Siti Nurfalah Jurnal Ilmiah Kesehatan “Gambaran
Karakteristik Ibu Postpartum Dengan Bendungan Asi Di Pmb Bd. I Citeureup Neglasari
Bandung”
Pemberian Kompres Daun Kubis Dingin Sebagai Terapi Pendamping Bendungan
Asi Terhadap Skala Pembengkakan Dan Intensitas Nyeri Payudara Serta Jumlah Asi Pada
Ibu Postpartum Di Rsud Bangil”
Penatalaksanaan Bendungan Asi Pada Ibu Menyusui Dengan Menggunakan
Kompres Daun Kubis Di Bpm Ernita Pekanbaru Tahun 2020 Rika Andriyani, Aulia Aska
Pengaruh Masase Payudara Terhadap Bendungan Asi Pada Ibu Post Partum Di Rsia
Khadijah Makassar Yusrah Taqiyah1 , Sunarti2 , Nur Fadilah Rais1,2,3 Program Studi
Ilmu Keperawatan, Universitas Muslim Indonesia E-Mail : 2019
Perbedaan Efektifitas Daun Kubis Dingin (Brassica Oleracea Var. Capitata) Dengan
Perawatan Payudara Dalam Mengurangi Pembengkakan Payudara (Breast Engorgement) Di
Kabupaten Pekalongan Nina Zuhana Prodi Diii Kebidanan Stikes Muhammadiyah
Pekajangan Pekalongan Jurnal Ilmiah Bidan, 2017
Sosialisasi Kompres Dingin Daun Kubis Dalam Menurunkan Intensitas Nyeri
Payudara 2021 Ika Nur Saputri , Raini Panjaitan , Novita Br Ginting Munthe , Basyariah
Lubis , Irma Nurianti, Yuni Adelia, Sri Melda Br Bangun.
Sri Juliani1, Nurrahmaton Vol. Iii No. 1 Hal. 16-29 I E-Issn 2614-7874 “Faktor
Yang Memengaruhi Bendungan Asi Pada Ibu Nifas Di Wilayah Kerja Puskesmas Rambung
Merah Kabupaten Simalungun”
Siti Nur Aidah Dan Tim Penerbit Kbm Indonesia 2020 “ Ensiklopedi Kubis”
Tuti Meihartati Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan, Vol. 13, No. 1, Juni 2017: 19-
24 “Hubungan Antara Perawatan Payudara Dengan Kejadian Bendungan Asi
(Engorgement) Pada Ibu Nifas”
Verawaty Fitrinelda Silaban, Merlin Carmila, Otilia Telaumbanua, Puspita Yuli Y.”
Efektivitas Kompres Lidah Buaya terhadap Nyeri Pembengkakan Payudara pada Ibu Post
Partum di Klinik Theresia”
Yuli Andari, Dewi Yuliasari, Striana, Ledy Octaviani Iqmymj (Midwifery Journal),
Vol 1, No.4. Desember2021,Issn (Cetak) 2775-393 Xissn (Online) 2746-7953, Hal 253-
26025 “Pemberian Kompres Daun Kubis Dingin Mengurangipembengkakan Payudaraibu
Post Partum”
Yusrah Taqiyah, Sunarti , Nur Fadilah Rai “Pengaruh Masase Payudara Terhadap
Bendungan Asi Pada Ibu Post Partum Di Rsia Khadijah I Makassar”
JURNAL REFLEKSI

Asuhan Kebidanan Persalinan Terhadap Ny. S Usia 23 Tahun P1A0 Dengan Bendungan ASI
Di PMB Tety Septiana, S.ST JL. R.A. Basyid Desa Fajar Baru, Kab. Lampung Selatan

Nama Mahasiswa : Yuwika Cahya


Tempat Praktik : PMB Tety Septiana,S.ST
Periode : 18 Maret - 30 Maret 2024
Pembimbing Lahan : Tety Septiana, S.ST
Pembimbing Akademik : Vida Wira Utami, S.SiT, M.Kes

1. Deskripsi pengalaman (description the experience)

Setiap nifas hari ke-3 PMB Tety Septiana S,ST melakukan kunjungan nifas. Pada
tanggal 22 maret 2024 pukul 11.00 WIB melakukan kunjungan nifas terhadap Ny. S.
Ny. S mengatakan payudara terasa nyeri dan bengkak, ASI tidak lancer, payudara terasa
panas, berat dan keras. Ibu merasa cemas akan keadaanya.
Memberitahu Ny. S tentang apa yang dirasakan saat ini yaitu bendungan ASI karena
terjadi peningkatan aliran limfe dan vena pada payudara dalam rangka mempersiapkan
untuk menyusui sehingga payudara menjadi bengkak dan menyebabkan rasa nyeri serta
ASI keluar dengan tidak lancar.Tindakan yang diberikan adalah melakukan
pengompresan daun kubis dingin pada payudara ibu untuk memberi pengaruh dalam
penurunan intensitas nyeri dan pembengkakan pada payudara sehingga dapat menyusui
dengan lancar.

2. Perasaan terhadap pengalaman (feeling the experience)

Menurut saya sangat penting dengan adanya penanganan bendungan ASI dengan
komplementer menggunakan kompres dingin daun kubis selain harganya terjangkau daun
kubis juga mudah didapat selain itu daun kubis juga dapat membantu menurunkan
intensitas nyeri dan pembengkakan pada bendungan ASI sehingga Ny. S dapat menyusui
dengan lancar.

3. Evaluasi (evaluating the eksperience)

Sebelum dilakukannya kompres dingin daun kubis Ny S merasakan payudaranya


terasanyeri, bengkak dan ASI tidak lancar, Ny. S juga kurang memahami tentang cara
mengatasibendungan ASI. Setelah dilakukan massage punggung, Ny. S tersebut
menunjukkan respon yang baik, dan bersedia untuk megikuti semua anjuran yang telah
diberikan untuk melakukan kompres dingn daun kubis dengan cara tutupi semua area
payudara yang bengkak dan kulit yang sehat lalu kompres payudara berlangsung selama
20-30 menit atau sampai daun kol tersebut layu. (Dapat dilakukan di dalam bra) dan
lakukan 1-2 kali sehari sampai rasa nyeri dan pembengkakan payudara mereda.
4. Analisi (analysis the experience)

Sampai saat ini kesadaran masyarakat belum memandang penanganan bendungan


ASI itu sangatlah penting karena jika tidak ditangani bendungan ASI dapat menyebabkan
masitis atau abses payudara sehingga membuat Asi menjadi tidak lancar juga
menghambat nutrisi pada bayi.
Hal ini Sejalan dengan penelitian (Rahayu dan Wulandari, 2020) pembengkakan
payudara dapat mengarah ke mastitis dengan keluarnya abses atau radang pada jaringan
payudara, timbulnya rongga tempat nanah berkumpul.

5. Kesimpulan (conclusion about esperience)

Setelah melakukan kompres dingin daun kubis Ny. S merasakan rasa nyeri dan
pembengkakan payudara setelah dilakukan kompres dingin dau kubis selama 4 hari
berkurang bahkan tidak nyeri lagi ASInya pun menjadi lancar. Ny. S merasa senang
bayinya sangat aktif dalam menyusu dan merasa dirinya mendapatkan ilmu baru dan
bersedia untuk lebih memperhatikan lagi tentang kesehatannya.

6. Rencana tindak lanjut (action plan)

Mengingatkan Ny. S untuk tetap melakukan kompres dingin daun kubis sampai
rasa nyeri dan bengkak payudara mereda juga menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya
sesering mungkin atau dengan on demand sesuai dengan keinginan bayi. Menjelaskan
pada suami untuk selalu memeberikan dukungan social karena memberi pengaruh dalam
mengurangi rasa cemas yang dihadapi Ny. S pada masa postpartum. Semakin tinggi
tingkat dukungan sosial, maka semakin rendah kecenderungan depresi postpartum pada
Ny. S. Oleh karena itu, suami harus selalu memperhatikan, menghargai, menyayangi dan
mencintai istrinya agar istrinya tidak merasakan dirinya kurang berharga, sehingga salah
faktor predisposisi yang menyebabkan ibu menderita depresi dapat dicegah

Anda mungkin juga menyukai