Laporan Kpendahuluan
Laporan Kpendahuluan
ASUHAN KEBIDANAN DI PMB TETY SEPTIANA, SST JL. R.A BASYID DESA
FAJAR BARU, KAB. LAMPUNG SELATAN
Disusun guna memenuhi persyaratan ketuntaasan praktik ketrampilan dasar (Pra Profesi)
Disusun Oleh:
NPM: 23390162
UNIVERSITAS MALAHAYATI
TAHUN 2024
HALAMAN PERSETUJUAN
LAPORAN PEDAHULUAN
ASUHAN KEBIDANAN NIFAS DI PMB TETY SEPTIANA, SST JL. R.A BASYID
DESA FAJAR BARU, KAB. LAMPUNG SELATAN
Disusun Oleh:
NPM : 23390162
Disetujui:
Pembimbing Lapangan
Tanggal : Maret 2024
Di : PMB Tety Septiana, S.ST (Tety Septiana, S.ST)
NIP. 198809052017042003
Pembimbing Institusi
Tanggal : Maret 2024
Di : Bandar Lampung (Vida Wirautami, SST, M.Kes)
NIDN.
A. Konsep Dasar Masa Nifas
1. Definisi Masa Nifas
Masa nifas dimulai setelah 2 jam postpartum dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, biasanya berlangsung selama 6
minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan baik secara fisiologis maupun
psikologis akan pulih dalam waktu 3 bulan. Jika secara fisiologis sudah terjadi
perubahan pada bentuk semula (sebelum hamil), tetapi secara psikologis masih
terganggu maka dikatakan masa nifas tersebut belum berjalan dengan normal atau
sempurna. Masa nifas (post partum/puerperium) berasal dari bahasa latin yaitu dari
kata "Puer" yang artinya bayi dan "Parous" yang berarti melahirkan (Nurjanah and
A. Maemunah, 2013).
Masa nifas merupakan periode yang akan dilalui oleh ibu setelah masa
persalanian, yang dimulai dari setelah kelahiran bayi dan plasenta, yakni setelah
berakhirnya kala IV dalam persalinan dan berakhir sampai dengan 6 minggu (42
hari) yang ditandai dengan berhentinya perdarahan. Masa nifas berasal dari bahasa
latin dari kata puer yang artinya bayi, dan paros artinya melahirkan yang berarti
masa pulihnya kembali, mulai dari persalinan sampai organ-organ reproduksi
kembali seperti sebelum kehamilan (Azizah and Rosyidah, 2019).
3. Masa Nifas
Masa nifas dibagi dalam 3 tahap, yaitu puerperium dini (immediate puerperium),
puerperium intermedial (early puerperium), dan remote puerperium (later
puerperium). Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a. Puerperium dini (immediate puerperium) yaitu pemulihan di mana ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan (waktu 0-24 jam postpartum). Dalam
agama Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b. Puerperium intermedial (early puerperium) yaitu suatu masa di mana pemulihan
dari organ-organ reproduksi secara menyeluruh selama kurang lebih 6-8
minggu.
c. Remote puerperium (later puerperium) yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih
dan sehat kembali dalam keadaan yang sempurna secara bertahap terutama jika
selama masa kehamilan dan persalinan ibu mengalami komplikasi, waktu untuk
sehat bisa berminggu-minggu, bulan bahkan tahun(Nugroho, 2014).
Disusun guna memenuhi persyaratan ketuntaasan praktik ketrampilan dasar (Pra Profesi)
Disusun Oleh:
NPM: 23390162
PROGRAM STUDI BIDAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
TAHUN 2024
HALAMAN PERSETUJUAN
LAPORAN KASUS
Disusun Oleh:
NPM : 23390162
Disetujui:
Pembimbing Lapangan
Tanggal : Maret 2024
Di : PMB Tety Septiana, S.ST (Tety Septiana, S.ST)
NIP. 198809052017042003
Pembimbing Institusi
Tanggal : Maret 2024
Di : Bandar Lampung (Vida Wira Utami, SST, M.Kes)
NIDN.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia, izin dan
kesempatan yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Asuhan
Kebidanan Pranikah dan Prakonsepsi dengan judul “Asuhan Kebidanan Nifas
Terhadap Ny. S Usia 23 Tahun Dengan Bendungan ASI Di PMB Tety Septiana,
Sst Jl. R.A Basyid Desa Fajar Baru, Kab. Lampung Selatan”. Asuhan kebidanan
ini dapat terselesaikan berikut bantuan dari berbagai pihak, maka dengan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
saran dan kritik sangat diharapkan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa nifas merupakan masa atau keadaan dimana selama enam minggu atau 42
hari. Pada masa nifas banyak kejadian-kejadian yang dapat dialami oleh ibu maupun
bayi, salah satunya yaitu bendungan ASI (Air Susu Ibu), yang mengakibatkan ibu
tidak memberikan ASI kepada bayinya. Terdapat beberapa hal yang dapat mengkibatkan
bendungan asi seperti, tidak melakukan perawatan payudara, tidak menyusui dengan
benar, dan tidak mengosongkan payudara (ASI) secara keseluruhan dan bayi tidak
mau menyusui.
Menurut WHO (World Health Organization) kurang lebih 40% wanita Amerika saat
ini memilih untuk tidak menyusui, dan banyak diantaranya mengalami nyeri dan
pembengkakan payudara yang cukup nyata. Menurut data Association of Southeast Asian
Nations (ASEAN) pada tahun 2014 disimpulkan bahwa presentase cakupan kasus
bendungan ASI pada ibu nifas di 10 negara tercatat 107.654 ibu nifas, pada tahun
2015 terdapat ibu nifas yang mengalami bendungan ASI sebanyak 95.698 (66,87%)
ibu nifas, serta pada tahun 2016 ibu yang mengalami bendungan ASI sebanyak
76.543 (71,10%) dengan angka tertinggi terjadi di Indonesia (37,12 %) (Depkes RI,
2017). Ibu nifas yang mengalami Bendungan ASI sebanyak 35.985 atau (15,60 %) Serta
pada tahun 2015 ibu nifas yang mengalami bendungan ASI sebanyak 77.231 atau
(37,12%) (SDKI 2015).
Penyebab bendungan ASI diantaranya adalah peningkatan produksi ASI,
pelekatan yang kurang baik, keterlambatan menyusui dini, pengeluaran ASI yang
jarang, adanya pembatasan waktu menyusui (Wambach, 2014). Bendungan ASI pada
ibu nifas juga disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor usia menunjukkan bahwa
27.7%. Tingkat pendidikan yang berpengaruh juga terhadap pemahaman mengenai
bendungan payudara sebanyak 27.7%. Faktor dari ibu yang bekerja atau lebih memilih
menggunakan sufor sebesar 44.6%.
Faktor paritas dan juga pengalaman dalam menyusui sebelumnya (Deswani, 2014).
Faktor lainnya yakni ibu memilih untuk tidak menyusui bayinya atau keguguran, bayi
lahir mati, ibu dengan virus HIV, HBsAG, TBC, Kangker, ibu yang sedang menjalani
pengobatan, ibu dengan pembedahan payudara dan ibu dengan cedera payudara
(Cuningham, 2013).
Gejala yang akan timbul pada saat terjadi bendungan ASI antara lain payudara
bengkak, payudara terasa panas dan keras dan suhu tubuh ibu sampai 38,0 ⁰ C Menurut
Wulandari dan Handayani (2011), Selain itu payudara akan terlihat mengkilat dan edema
di daerah eritema difus, Puting susu teregang menjadi rata, dan ASI tidak mengalir
dengan mudah (Handayani, 2007). Selain berdampak pada ibu, bendungan ASI juga
berdampak pada bayi dimana kebutuhan nutrisi bayi akan kurang terpenuhi karena
kurangnya asupan nutrisi yang didapatkan oleh bayi. Dampak yang akan ditimbulkan jika
bendungan ASI tidak teratasi yaitu akan terjadi mastitis dan abses payudara. Mastitis
merupakan inflamasi atau infeksi payudara dimana gejalanya yaitu payudara keras,
memerah, dan nyeri, dapat disertai demam >38,0 C (Kemenkes RI, 2013) sedangkan
abses payudara merupakan komplikasi lanjutan setelah terjadinya mastitis dimana terjadi
penimbunan nanah didalam payudara (Rukiyah, 2012).
Bendungan ASI dapat ditangani dengan terapi farmokologis dan non farmakologis.
Penggunaan terapi non farmakologis untuk mengurangi rasa sakit dari pembengkakan
payudara adalah kompres dingin daun kubis. Kompres dingin daun kubis dapat
meredakan nyeri karena dingin dapat mengurangi prostaglandin yang memperkuat
reseptor nyeri, menghambat proses inflamasi, merangsang pelepasan endorphin
sehingga menurunkan transmisi nyeri selain itu daun kubis sangat efektif dan murah dan
dapat di jangkau oleh seluruh kalangan ibu-ibu yang mengalami bendungan ASI. Kubis
(Brassica Oleracea Var. Capitata) diketahui mengandung asam amino metionin yang
berfungsi sebagai antibiotic dan kandungan lain seperti sinigrin (Allylisothiocyanate),
minyak mustard, magnesium, Oxylate heterosides belerang, hal ini dapat membantu
memperlebar pembuluh darah kapiler yang dapat meningkatkan aliran darah untuk keluar
masuk dari daerah tersebut. (Patty, 2012).
B. Tujuan
Tujuan penyusunan laporan pendahuluan ini adalah sebagai media pendokumentasian
sarana untuk merefleksikan kasus yang ditemui dilahan praktik dengan teori-teori yang
sudah ada dan didukung oleh jurnal yang berkaitan dengan kasus yang dianalisis.
C. Manfaat
Manfaat dari penyusunan laporan kasus ini adalah untuk menambah wawasan tentang
pemeberian Asuhan Kebidanan Nifas dengan Bendungan ASI menggunakan Daun Kubis.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Kasus
1. Proses Laktasi dan Menyusui
a. Anatomi Payudara
b. Fisiologi Payudara
Payudara mengalami tiga perubahan yang dipengaruhi hormone. Perubahan
pertama peratama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, masa
fertilasi, sampai ke klimakterium dan menopause. Sejak pubertas pengaruh
estrogen dan progesterone yang diproduksi ovarium dan juga hormone hipofise,
telah menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus.
Perubahan kedua adalah perubahan sesuai dengan daur menstruasi. Sekitar
hari kedelapan menstruasi payudara menjadi lebih besar dan pada beberapa hari
sebelum menstruasi berikutnya terjadi pembesaran maksimal. Terkadang timbul
benjolan yang nyeri dan tidak terasa.
Perubahan ketiga terjadi pada waktu hamil dan menyusui. Pada kehamilan
payudara menjadi besar karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus
berpoliferasi, dan tumbuh duktus baru. Sekresi hormone prolaktin dan hipofisis
anterior memicu lakatasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi
asinus, kemudian dikeluarkan melalui duktus ke putting susu (Yusari dan Risneni,
2016: 17-18).
b. Pengaruh Hormonal
Mulai dari bulan ketiga kehamilan, tubuh wanita memproduksi hormone yang
menstimulasi munculnya ASI dalam payudara. Proses bekerjanya hormone dalam
menghasilkan ASI adalah sebagai berikut :
1) Saat bayi menghisap, sejumlah sel saraf di payudara ibu mengirimkan pesan
ke hipotalamus.
2) Ketika menerima pesan itu, hipotatalamus melepas “rem” penahan prolaktin.
3) Untuk mulai menghasilkan ASI, prolaktin yang dihasilkan kelenjar pituitary
merangsang kelenjar-kelenjar susu di payudara ibu.
1) Progesterone
Mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli. Kadar progesterone dan
estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal ini menstimulasi produksi
ASI.
2) Estrogen
Menstimulasi system saluran ASI untuk membesar.
3) Prolaktin
Berperan dalam membesarnya alveoli pada masa kehamilan. Hormon ini
memiliki peranan penting untuk memproduksi ASI.
4) Oksitosin
Mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan setelahnya,
seperti hal nya juga dalam orgasme. Selain itu, pasca melahirkan, oksitosin
juga mengencangkan otot halus di sekitar alveoli untuk memeras ASI menuju
saluran susu. Oksitosin berperan dalam proses turunya susu letdown/milk
ejection reflex.
5) Human Placental Lactogen (HPL)
Sejak bulan kedua kahamilan, plasenta mengeluarkan banyak HPL yang
berperan dalam pertumbuhan payudara, putting dan aerola sebelum
melahirkan (Yusari dan Risneni, 2016:16-19).
c. Proses Produksi Air susu
Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI
Biasanya belum keluar karea masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi.
Pada hari kedua atau ketiga pasca persalinan, kadar estrogen dan progesteron
menurun drastis, sehingga prolaktin lebih dominan dan pada saat inilah mulai
terjadi sekresi ASI. Dengan menyusukan lebih dini terjadi perangsangan putting
susu, terbentuklah prolaktin oleh hipofisis, sehingga sekresi ASI lebih lancar. Dua
reflek pada ibu yang sangat penting dalam proses laktasi yaitu prolaktin dan reflek
aliran timbul karena akibat perangsangan putting susu karena hisapan oleh bayi.
1) Reflek Prolaktin
Pada akhir kehamilan hormon prolaktin memegang peranan untuk membuat
kolostrum, terbatas dikarenakan aktivitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan
progesteron yang masih tinggi. Pasca persalinan, yaitu lepasnya plasenta dan
berkurangnya fungsi korpus luteum maka estrogen dan progesteron juga
berkurang. Hisapan bayi akan merangsang puting susu dan kalang payudara
karena ujung-ujung syaraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik.
Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medulla spinalis
hipotalamus dan akan menekan pengeluaran faktor penghambat sekresi
prolaktin dan sebaliknya merangsang pengeluaran faktor pemacu sekresi
prolaktin. Faktor pemacu sekresi prolaktin akan merangsang hipofise anterior
sehingga keluar prolaktin. Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang
berfungsi untuk membuat air susu
Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi normal 3 bulan
setelah melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan
ada peningkatan prolaktin walau ada isapan bayi, namun pengeluaran air susu
tetap berlangsung. Pada ibu nifas yang tidak menyusui, kadar prolaktin akan
menjadi normal pada minggu ke 2-3. Sedangkan pada ibu menyusui prolaktin
akan meningkat dalam keadaan seperti : stress atau pengaruh psikis, anestesi,
operasi dan rangsangan puting susu.
2) Reflek let down
Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh hipofise anterior, rangsangan
yang berasal dari isapan bayi dilanjutkan ke hipofise posterior (neurohipofise)
yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah hormon ini menuju
uterus sehingga menimbulkan kontraksi. Kontraksi dari sel akan memeras air
susu yang telah terbuat keluar dari alveoli dan masuk melalui duktus lactiferus
masuk ke mulut bayi.
Faktor-faktor yang menghambat reflek let down adalah stress, seperti:
keadaan bingung/ pikiran kacau, takut dan cemas. Refleks yang penting dalam
mekanisme hisapan bayi:
a) Refleks menangkap (rooting refleks) Timbul saat bayi baru lahir tersentuh
pipinya, dan bayi akan menoleh ke arah sentuhan. Bibir bayi dirangsang
dengan papilla mamae, maka bayi akan membuka mulut dan berusaha
menangkap puting susu.
b) Refleks Menghisap (Sucking Refleks) Refleks ini timbul apabila langit-
langit mulut bayi tersentuh oleh puting. Agar puting mencapai palatum,
maka sebagian besar areola masuk ke dalam mulut bayi. Dengan demikian
sinus laktiferus yang berada di bawah areola, tertekan antara gusi, lidah
dan palatum sehingga ASI keluar.
c) Refleks Menelan (Swallowing Refleks) Refleks ini timbul apabila mulut
bayi terisi oleh ASI, maka ia akan menelannya.
3) Pengeluaran ASI (Oksitosin)
Apabila bayi disusui, maka gerakan menghisap yang berirama akan
menghasilkan rangsangan saraf yang terdapat pada glandula pituitaria
posterior, sehingga keluar hormon oksitosin. Hal ini menyebabkan sel-sel
miopitel di sekitar alveoli akan berkontraksi dan mendorong ASI masuk dalam
pembuluh ampula. Pengeluaran oksitosin selain dipengaruhi oleh isapan bayi,
juga oleh reseptor yang terletak pada duktus. Bila duktus melebar, maka secara
reflektoris oksitosin dikeluarkan oleh hipofisis (Mustika, Nurjanah. Ulvie
2018: 9-10) (Dian, Siti, Yuliana 2018:9-10).
3. Bendungan ASI
a. Pengertian Bendungan ASI
Masalah menyusui yang dapat timbul pada masa pasca persalinan dini (masa
postpartum/nifas atau laktasi) adalah pembengkakan payudara (breat
engorgement) atau disebut juga bendungan ASI. Bendunngan ASI adalah
pembendungan air susu karena penyempitan duktus laktiferus atau kelenjar-
kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada
putting susu (Cunningham,2013).
Bendungan ASI adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara dalam
rangka mempersiapkan diri untuk laktasi. Hal ini bukan disebabkan overdistensi
dari saluran system laktasi. Bendungan terjadi akibat bendungan berlebihan pada
limfatik dan vena sebelum laktasi. Payudara bengkak disebabkan karena menyusui
tidak kontinu, sehingga sisa ASI terkumpul pada daerah duktus. (Walyani dan
Purwoastuti, 2017: 156).
Pembengkakan payudara merupakan kondisi fisiologis yang tidak
menyenangkan ditandai dengan bengkak dan nyeri pada payudara yang terjadi
karena peningkatan volume ASI, dan kongesti limfatik serta vaskular (Chhugani
dan Thokchom, 2017)
Bendungan ASI umumnya terjadi pada hari kedua sampai hari kesepuluh
postpartum terjadi (Sarwono, 2005).
c. Patofisiologi
Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kader estrogen dan progesterone turun
dalam 2-3 hari.Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi prolaktin
waktu hami, dan sangat dipengaruhi oleh estrogen tidak dikeluarkan lagi, dan
terjadi sekresi prolaktin oleh hipofisis. Hormon ini menyebabkan alveoulus-
alveolus kelenjar mammae terisi dengan air susu, tetapi untuk mengeluarkan
dibutuhkan refleks yang menyebabkan 10 kontraksi sel-sel mioepitel yang
mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut. Refleks ini
timbul bila bayi menyusui.
Secara patofisiologi sejak hari ketiga sampai hari keenam pasca persalinan
ketika ASI secara normal dihasilkan, payudara menjadi sangat penuh, hal ini
bersifat fisiologis dengan pengihisapan yang efektif dan pengeluaran ASI oleh
bayi. Namun keadaan ini bisa terjadi bendungan karena payudara akan terisi
sangat penuh dengan ASI dan cairan jaringan. Aliran limfotik akan tersumbat,
aliran susu menjadi terhambat dan saluran ASI dan alveoli akan meningkat.
Payudara akan terbendung, membesar, membengkak, dan sangat nyeri. Payudara
dapat terlihat mengkilat dan edema di daerah eritema difus, putting susu akan
teregang menjadi rata, ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi akan sulit
mengenyut untuk menghisap ASI (Amelia, 2010).
d. Tanda Gejala
Gejala yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara lain payudara penuh
terasa panas,berat dan keras, terlihat mengkilat meski tidak ada kemerahan. ASI
biasanya mengalir tidak lancar, namun ada pula payudara yang terbendung
membesar, membengkak dan sangat nyeri, putting susu teregang menjadi rata. ASI
tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit mengeyut untuk menghisap ASI. Ibu
kadang kadang menjadi demam,tapi biasanya akan hilang 24 jam (Wiknjosastro,
2010 : 480-481)
Bendungan ASI umumnya terjadi pada hari kedua sampai hari keempat
postpartum terjadi perubahan jenis air susu dari kolostrum menjadi mature
milk. Terjadinya pembengkakan payudara dan secara palpasi teraba keras,
kadang terasa nyeri, namun tanpa disertai tanda-tanda kemerahan ataupun
demam (Mangesi, ). Hal ini apabila dibiarkan dapat menghambat pemberian
ASI eksklusif pada bayi (Sarwono, 2010) (Lidyaningsih, 2018).
Umumnya satu atau lebih bagian yang berdekatan meradang (sebagai akibat
dipaksanya ASI masuk ke dalam jaringan ikat payudara) dan tampak sebagai
daerah yang memisahkan antara sisi yang memerah dan sisi yang membengkak.
Jika ASI juga dipaksa masuk aliran darah, nadi, dan suhu wanita tersebut dapat
naik dan pada beberapa kasus gejala mirrip flu, yang sebagian mencakup
menggigil atau kaku. Ada atau tidaknya gejala sistematis tidak membantu
membedakan antara mastitis akibat infeksi atau non infeksi (Fraser, 2009 : 743) .
e) Kontraindikasi
Kubis juga tidak disarankan untuk individu yang alergi terhadap sulfa
atau kubis. Kubis mengandung senyawa sulfur, tetapi ini tidak sama
dengan sulfa. Jika ibu alergi terhadap sulfa, sebaiknya disarankan sebelum
dikompres dengan daun kubis pada payudaranya dilakukan tes alergi
terlebih dahulu. Cara melakukan tes alergi terhadap daun kubis yaitu
mengambil sedikit kubis segar dilumatkan meletakkannya di kulit halus
lengan bawah, dan membungkus sesuatu di sekitarnya untuk tetap di
menempel pada kulit. (Jika tidak ada reaksi dalam 1 sampai 2 jam) maka
dapat diasumsikan bahwa ibu tidak ada reaksi alergi terhadap kubis.
BAB IV
HASIL TINJAUAN KASUS
Subjektif (S)
A. Identitas
Istri Suami
Nama : Ny. S : Tn. K
Umur : 23 Th : 26 Th
Agama : Islam : Islam
Suku : Lampung : Lampung
Pendidikan : SMP : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga : Petani
Alamat : JL. R.A. Basyid, Desa Fajar Baru, Lampung Selatan
No HP : 08126922xxxx
B. Anamnesa
1. Keluhan utama :
Ny. S mengatakan terasa nyeri dan bengkak pada payudara, ASI tidak lancar, payudara
terasa panas, berat dan keras. Ibu merasa cemas akan keadaanya.
2. Riwayat keluhan :
Ibu mengatakan sejak tanggal 21 Maret 2024 payudaranya terasa nyeri, panas, berat,
bengkak, jika diraba payudara terasa keras sehingga ibu kurang nyaman saat menyusui.
4. Lama Persalinan
Kala I :4 Jam 0 Menit
Kala II :0 Jam 30 Menit
Kala III :0 Jam 5 Menit
Kala IV :2 Jam 0 Menit
Jumlah :6 Jam 30 Menit
5. Bayi
Jenis kelamin : Perempuan
Berat badan : 3000 gr
Panjang badan : 49 cm
Tali pusat
Panjang : 50 cm
Insersi : Sentralis
Perineum : Terdapat Laserasi derajat 2
Objektif (O)
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Keadaan emosional : Stabil
TTV : TD : 110/80 mmhg P : 21x/menit
:N : 82x/menit S : 36.60C
2. Pemeriksaan Fisik
Wajah : Tidak oedema dan tidak pucat
Konjungtiva : Merah muda
Payudara
Bentuk : Tidak simetris karena terjadi
pembengkakan
Pembesaran : Ya, pembengkakan kanan dan kiri
Puting susu : Menonjol
Benjolan : Tidak ada
Pengeluaran : Kolostrum
Nyeri tekan : Ya, ada kanan dan kiri
Abdomen : Kontraksi baik, TFU 3 jari bawah pusat
Kandung kemih : Kosong
Anogenital
Vulva dan vagina : Tidak ada tanda-tanda infeksi
Pengeluaran pervaginam : Lochea Rubra
Ekstremitas : Tidak ada oedema
Penatalaksanaan (P)
1. Memberikan memotivasi ibu untuk tetap memberika ASI kepada bayinya.
2. Memberitahu ibu tentang bendungan ASI karena terjadi peningkatan aliran limfe dan
vena pada payudara dalam rangka mempersiapkan untuk menyusui sehingga payudara
menjadi bengkak dan menyebabkan rasa nyeri serta ASI keluar dengan tidak lancar.
3. Menjelaskan pada ibu jika bendungan ASI tidak segera di atasi dapat menyebabkan
masitis dan abses payudara. Mastitis yaitu inflamasi atau infeksi payudara dimana
gejalanya yaitu payudara keras, memerah, dan nyeri, dapat disertai demam >38,0 C
sedangkan abses payudara merupakan komplikasi lanjutan setelah terjadinya mastitis
dimana terjadi penimbunan nanah didalam payudara.
4. Melakukan pengompresan daun kubis dingin pada payudara ibu untuk memberi pengaruh
dalam penurunan intensitas nyeri dan pembengkakan pada payudara sehingga dapat
menyusui dengan lancar.
5. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin atau dengan on demand
sesuai dengan keinginan bayi.
6. Mengajarkan ibu cara menjaga kehangatan bayinya dengan cara, jangan membiarkan bayi
bersentuhan langsung dengan benda dingin misalnya, lantai atau tangan yang dingin.
Jangan meletakkan bayi didekat jendela atau kipas angin. Segera keringkan bayi setelah
mandi atau saat bayi basah, atau mengurangi penguapan dan menjaga lingkungan sekitar
bayi agar tetap hangat
7. Menganjurkan kepada ibu untuk selalu menjaga kebersihan bayinya yaitu selalu
mengeringkan alat genetalia sehabis BAB dan BAK dan menggantikan pakaiannya jika
basah karena keringat atau karena BAK dan ibu bersedia menjaga kebersihan bayi nya.
8. Menganjurkan ibu untuk menjemur bayi di pagi hari mulai sinar matahari muncul agar
bayi tidak kuning serta anjurkan ibu untuk menutup mata bayi
9. Menganjurkan ibu untuk mengonsmsi sayuran hijau dan makanan yang bergizi.
10. Menjelaskan kepada suami bahwa dukungan social memberi pengaruh dalam mengurangi
depresi yang dihadapi ibu pada masa postpartum. Semakin tinggi tingkat dukungan sosial,
maka semakin rendah kecenderungan depresi postpartum pada ibu. Oleh karena itu,
suami harus selalu memperhatikan, menghargai, menyayangi dan mencintai istrinya agar
istrinya tidak merasakan dirinya kurang berharga, sehingga salah faktor predisposisi yang
menyebabkan ibu menderita depresi dapat dicegah
11. Memberikan penjelasan kepada ibu tentang tanda- tanda bahaya pada bayi baru lahir
seperti : bayi bernapas megap-megap, tonus otot lemah, warna kulit kebiruan, tidak mau
menyui dan ibu mengerti mengenai penjelasan yang disampaikan
12. Menjelaskan tanda- tanda bahaya pada ibu nifas seperti: Perdarahan postpartum, lochea
berbau busuk, nyeri pada perut, pusingdan lemas berlebihan, suhu tubuh >38C,
sakit kepala hebat, pembengkakan wajah, tangan dan kaki, payudarah merah, panas
terasasakit,nyeri berkemih,dan kehilangan nafsu makan dalam waktu lama
13. Meminta ibu untuk segera mendatangi tenaga Kesehatan terdekat bila terjadi tanda- tanda
bahaya pada bayi baru lahir dan tanda-tanda masa nifas
CATATAN PERKEMBANGAN I
Subjektif (S)
Ibu mengatakan payudaranya yang terasa nyeri dan panas sudah sedikit berkurang namun
payudara nya juga masi terasa berat. Ibu sudah menyusui bayinya sesering mungkin atau
dengan on demand sesuai keinginan bayi.
Objektif (O)
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Keadaan emosional : Stabil
TTV : TD : 110/70 mmhg P : 22x/menit
:N : 82x/menit S : 36.60C
2. Pemeriksaan Fisik
Wajah : Tidak oedema dan tidak pucat
Konjungtiva : Merah muda
Payudara
Bentuk : Tidak simetris karena terjadi
pembengkakan
Pembesaran : Ya, pembengkakan kanan dan kiri
Puting susu : Menonjol
Benjolan : Tidak ada
Pengeluaran : Kolostrum
Nyeri tekan : Ya, ada kanan dan kiri
Abdomen : Kontraksi baik, TFU 3 jari bawah pusat
Kandung kemih : Kosong
Anogenital
Vulva dan vagina : Tidak ada tanda-tanda infeksi
Pengeluaran pervaginam : Lochea Sanguilenta
Ekstremitas : Tidak ada oedema
Penatalaksanaan (P)
1. Memberikan penjelasan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan,TTV yaitu TD 110/70
mmhg,P : 22 x/m, N : 82 x/m dan S : 36.6 0C. Kemudian pengeluaran pervaginam lochea
sanguilenta.
2. Memberitahu ibu bahwa kondisi payudara ibu yang mengalami bendungan ASI sudah
sedikit membaik dibandingkan kunjungan pertama.
3. Memastikan involusi uterus berjalan normal
4. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin atau dengan on demand
sesuai dengan keinginan bayi.
5. Melakukan pengompresan daun kubis dingin pada payudara ibu untuk mengatasi
bendungan ASI yang terjadi dan dapat menyusui dengan lancar.
6. Melakukan dan mengajrkan ibu cara memerah ASI jika bayi malas menyusu yaitu dengan
meletakan ibu jari di atas aerola dan jari telunjuk serta jari tengahdibawah aerola sekitar
2,5 cm di belakang putting susu membentuk huruf C. posisikan ibu pada jam 12 dan dua
jari lain berada di posisi jam 6. Tekan lembut kearah dada, kemudian buat Gerakan
menggulung untuk memerah ASI keluar. Lakukan pada kedua payudara secara
bergantian. ASI sudah diperah dapat diberikan pada bayi dengan menggunakan sendok.
7. Menganjurkan ibu untuk tetap mengonsumsi makanan yang bergizi tinggi, tinggi kalori,
tinggi protein, dan banyak mengandung cairan karena kalori bagus untuk proses
metabolisme tubuh , kerja organ tubuh, proses pembentukan ASI seperti sayur-sayuran
hijau, buah-buahan dan ikan segar.
8. Menjelaskan kepada ibu bahwa ibu nifas tidak mempunyai pantangan apapun namun
untuk makanan dan minuman pada ibu disarankan untuk mngehindarai jamu-jamuan
karena dapat menghambat proses involusi uterus dan produksi ASI.
9. Menganjurkan kepada ibu untuk menjaga pola istirahat dengan minimal tidar 8 jam per
hari.
10. Memberikan apresiasi kepada ibu karena ibu telah melakukan asuhan yang diberikan
11. Ibu sudah mengerti tentang tanda-tanda bahaya masa nifas yaitu oedema pada muka kaki
dan tangan, depresi, sakit kepala berat, pandangan kabur dan lain-lain.
12. Meminta ibu untuk segera mendatangi tenaga Kesehatan terdekat bila terjadi tanda
bahaya masa nifas.
CATATAN PERKEMBANGAN II
Subjektif (S)
Ibu mengatakan bengkak dan nyeri payudaranya sudah berkurang, payudarnya sudah tidak
teraba panas dan berat. Ibu mengatakan ASI nya sudah mulai lancar. Ibu mengatakan sudah
melakukan teknik memerah ASI yang diajarkan ketika payudara terasa sangat penuh atau
pengosongan belum sempurna sedangkan bayi sudah cukup menyusu.
Objektif (O)
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Keadaan emosional : Stabil
TTV : TD : 110/80 mmhg P : 22x/menit
:N : 80x/menit S : 36.60C
2. Pemeriksaan Fisik
Wajah : Tidak oedema dan tidak pucat
Konjungtiva : Merah muda
Payudara
Pembesaran : Ya, simetris kanan dan kiri
Puting susu : Menonjol
Benjolan : Tidak ada
Pengeluaran : ASI
Nyeri tekan : Ya, ada kanan dan kiri
Abdomen : Kontraksi baik, TFU 3 jari bawah pusat
Kandung kemih : Kosong
Anogenital
Vulva dan vagina : Tidak ada tanda-tanda infeksi
Pengeluaran pervaginam : Lochea sanguilenta
Ekstremitas : Tidak ada oedema
Analisa Data (A)
Diagnosa : Ny. S (23Th) P1A0 postpartum hari ke 5 dengan Bendungan ASI
Dasar Diagnosa :
- Ibu mengatakan bengkak dan nyeri payudaranya sudah berkurang, payudarnya sudah
tidak teraba panas dan berat. Ibu mengatakan ASI nya sudah mulai lancar.
- Kesadaran : Composmentis
- Payudara : Simetris, pembesaran kanan dan kiri
- Pengeluaran : ASI
- Nyeri tekan : Ya, ada kanan dan kiri
Masalah : Bendungan ASI
Kebutuhan : Kompres dingin daun kubis
Penatalaksanaan (P)
1. Memberikan penjelasan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan,TTV yaitu TD 110/80
mmhg,P : 22 x/m, N : 80 x/m dan S : 36.60C. Kemudian pengeluaran pervaginam lochea
sanguilenta.
2. Memberitahu ibu bahwa kondisi payudara ibu sudah mulai membaik dibandingan dengan
hari sebelumnya.
3. Melakukan pengompresan daun kubis dingin pada payudara ibu untuk mengatasi
bendungan ASI yang terjadi dan dapat menyusui dengan lancar.
4. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin atau dengan on demand
sesuai dengan keinginan bayi dan dapat memerah ASI nya Ketika payudara terasa sangat
penuh dan bayi sudah cukup menyusu atau ketika bayi berhenti menyusu saat payudara
belum dikosongkan secara sempurna.
5. Menganjurkan ibu untuk tetap mengonsumsi makanan yang bergizi tinggi, tinggi kalori,
tinggi protein, dan banyak mengandung cairan karena kalori bagus untuk proses
metabolisme tubuh , kerja organ tubuh, proses pembentukan ASI seperti sayur-sayuran
hijau, buah-buahan dan ikan segar.
6. Menganjurkan kepada ibu untuk menjaga pola istirahat dengan minimal tidar 8 jam per
hari.
7. Memberikan apresiasi kepada ibu karena ibu telah melakukan asuhan yang diberikan
8. Meminta ibu untuk segera mendatangi tenaga kesehatan terdekat bila ibu dan bayi
memiliki keluhan
CATATAN PERKEMBANGAN III
Subjektif (S)
Ibu mengatakan payudaranya sudah tidak bengkak, tidak teraba berat dan panas saat
dilakukan palpasi nyeri tekan pun tidak ada. Ibu mengatakan bayinya sangat aktif untuk
menyusu jika bayi sudah cukup ASI ibu juga mengosongkan payudaranya dengan cara di
perah seperti yang sudah diajarkan, ibu juga mengatakan ASI sudah lancar dan menyusui
bayinya sesering mungkin atau on demand sesuai keinginan bayi.
Obejktif (O)
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Keadaan emosional : Stabil
TTV : TD : 110/80 mmhg P : 21x/menit
N : 82x/menit S : 36.60C
2. Pemeriksaan Fisik
Wajah : Tidak oedema dan tidak pucat
Konjungtiva : Merah muda
Payudara
Pembesaran : Ya, simetris kanan dan kiri
Puting susu : Menonjol
Benjolan : Tidak ada
Pengeluaran : ASI
Nyeri tekan : Tidak ada
Abdomen : Kontraksi baik, TFU 3 jari bawah pusat
Kandung kemih : Kosong
Anogenital
Vulva dan vagina : Tidak ada tanda-tanda infeksi
Pengeluaran pervaginam : Lochea sanguilenta
Ekstremitas : Tidak ada oedema
Analisa Data (A)
Diagnosa : Ny. S (23Th) P1A0 postpartum hari ke 6 Normal
Dasar Diagnosa :
- Ibu mengatakan payudaranya sudah tidak bengkak, tidak teraba berat dan panas saat
dilakukan palpasi nyeri tekan pun tidak ada. Ibu mengatakan bayinya sangat aktif
untuk menyusu
- Kesadaran : Composmentis
- Payudara : Simetris, pembesaran kanan dan kiri
- Pengeluaran : ASI
- Nyeri tekan : Tidak ada
Masalah : Tidak ada
Kebutuhan : Pemenuhan nutrisi dengan memakanan makanan yang bergizi dan
vitamin yang tinggi agar ASI nya lancar.
Penatalaksanaan (P)
1. Memberikan penjelasan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan, TTV yaitu TD 110/80
mmhg,P : 22 x/m, N : 80 x/m dan S : 36.60C. Kemudian pengeluaran pervaginam lochea
sanguilenta.
2. Memberitahu ibu bahwa kondisinya sudah membaik dan keadaan payudaranya sudah
sembuh.
3. Menganjurkan ibu untuk tetap memerah ASI, jika bayi sudah kenyang dan payudara
belum dikosongkan secara sempurna.
4. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin atau dengan on demand
sesuai dengan keinginan bayi
5. Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI ekslusif kepada bayinya selama 6 bulan.
6. Menganjurkan ibu untuk tetap mengonsumsi makanan yang bergizi dan vitamin yang
tinggi agar ASI nya lancar.
7. Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga personal hygine dirinya dan bayinya.
8. Menganjurkan pada ibu untuk membawa bayinya ke posyandu atau puskesmas setiap
bulan untuk mendapatkan imunisasi dasar dan pemantauan berat badan bayi.
9. Menganjurkan ibu untuk mendatangi faselitas tenaga kesehatan terdekat bila ibu dan
bayinya memiliki keluhan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Asuhan kebidanan nifas terhadap Ny. S P1A0 usia 23 tahun postpartum hari ke-3
yang dilakukan pada tanggal 22 Maret sampai tanggal 25 Maret 2024 dengan masalah
bendungan ASI di PMB Tety Septiana, S.ST. Diperoleh hasil data subjektif yaitu ibu
mengeluh kedua payudaranya terasa berat, panas, nyeri, bengkak, dan ibu kurang nyaman
saat menyusui selain itu ibu juga merasa cemas karena ASI nya tidak lancar. Sedangkan data
objektif dilakukan pemeriksaan secara umum seperti, keadaan umum ibu baik, kesadaran
composmentis, tekanan darah 110/80 mmhg, nadi 82 x/menit, pernapasan 21x/menit, suhu
36,7℃. Kemudian pemeriksaan fisik ibu seperti keadaan wajah ibu tidak ada oedema dan
pucat, pada payudara ibu terdapat pembesasaran, putting susu menonjol, tidak terdapat
benjolan, pengeluaran ASI, saat di palpasi terdapat nyeri tekan pada payudara, pada abdomen
ibu kontraksi baik, TFU 3 jari dibawah pusat, kandung kemih kosong, pada anogenital vulva
dan vagina ibu tidak terdapat tanda-tanda infeksi, pengeluran pervaginam lochea sanguilenta.
Pemeriksaan selanjutnya pada ektremitas ibu yitu tidak terdapat oedema dan kuku jari tidak
pucat.
Berdasarkan pengkajian data, sehingga diagnose yang didapatkan yaitu Ny. S P1A0
usia 23 tahun postpartum hari ke-4 normal. Masalah yang terdapat pada Ny. S adalah
Bendungan ASI. Bendunngan ASI adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara
dalam rangka ,e,persiapkan diri untuk laktasi (Walyani dan Purwoatutik,2017). Penyebab
bendungann ASI yang terjadi pada Ny. S diantaranya adalah karena tidak mengosongkan
payudara dengan sempurna dan posisi menyusui yang tidak benar hal ini sesuai dengan teori
yang di ungkapkan oleh (Wahyuni, 2018) yaitu terdapat beberapa faktor yang dapat
menyebabkan bendungan ASI antara lain, pengosongan payudara yang tidak sempurna,
faktor hisapan bayi yang tidak aktif, faktor posisi menyusui yang tidak benar dan putting susu
terbenam.
Dampak bendungan ASI Ny. S jika tidak ditangani sesegera mungkin dikhawatirkan
akan mengarah ke bendungan ASI yang patologis atau masalah yang lebih serius disebut
dengan abses payudara atau mastitis. Menurut (Kemenkes RI, 2013) Mastitis merupakan
inflamasi atau infeksi payudara dimana gejalanya yaitu payudara keras, memerah, dan
nyeri, dapat disertai demam >38,0 C. Begitu juga dengan abses payudara merupakan
komplikasi lanjutan setelah terjadinya mastitis dimana terjadi penimbunan nanah didalam
payudara (Rukiyah, 2012). Selain berdampak pada ibu bendungan ASI juga berdampak
pada bayi menurut (Alhadar dan Umaternate, 2017 ) jika bayi tidak mendapatkan ASI makan
kebutuhan gizi bayi tidak terpenuhi secara baik dan bayi akan mudah terkena penyakit.
Untuk mengatasi bendungan ASI terhadap Ny. S dapat menggunakan kompres daun
kubis. Pengompresan daun kubis dapat dilakukan dengan cara cuci bersih daun kubis
menggunakan air yang mengalir setelah bersih lalu letakan daun kubis pada bagian payudara
Ny. S yang mengalami bendungan ASI sebanyak 1 atau 2 kali sehari hingga pembengkakan
mereda (Rohmawati, 2016), daun kubis menjadi layu/matang setelah 30 menit penempelan
(Green, 2015).
Kompres dingin daun kubis dapat meredakan nyeri karena memberi pengaruh dalam
penurunan intensitas nyeri dan pembengkakan pada payudara selain itu daun kubis sangat
efektif dan murah dan dapat di jangkau oleh seluruh kalangan ibu-ibu yang mengalami
bendungan ASI. Kubis mengandung sumber yang baik dari asam amino glutamine dan
diyakini untuk mengobati semua jenis peradangan salah satunya radang payudara. Selain itu
mengandung sinigrin, asam metionin (allylisothiocyanate) magnesium, oxylate, sulfur
sebagai antibiotik dan anti-iritasi yang dapat membantu meningkatkan aliran darah ke daerah
pembengkakan, dan memperluas jaringan-jaringan kapiler sehingga memiliki khasiat yang
bisa digunakan untuk meminimalisir bengkak dan radang pada payudara sehingga
mempengaruhi kelancaran air susu (Astutik, 2016) .
Setelah dilakukan kunjungan ke-1 sampai ke-4, didapatkan hasil perubahan pada hari
ke-3 kunjungan yaitu tanggal 24 maret 2024 pukul 11.00 WIB dengan hasil payudara Ny. S
tidak terasa nyeri lagi, begitu juga dengan rasa panas dan bengkak sudah sangat berkurang.
Ibu mengatakan ASI nya sudah mulai lancar dan melakukan teknik memerah ASI ketika
payudara terasa penuh atau pengosongan belum sempurna saat bayi sudah cukup menyusu.
Kemudian pada kunjungan hari ke-4 pada tanggal 25 maret 2022, ibu sudah tidak mengalami
bendungan ASI. Ibu mengatakan setelah dilakukan kompres dingin daun kubis payudara ibu
sudah tidak terasa berat dan nyeri lagi, ASI nya juga sudah lancar dan bayi sangat aktif dalam
menyusu.
Daun Kubis dapat mengatasi bendungan ASI karena di dalam daun kubis
mengandung sumber yang baik seperti asam amino glutamine yang diyakini untuk mengobati
semua jenis peradangan salah satunya radang payudara. Selain itu mengandung sinigrin,
asam metionin (allylisothiocyanate) magnesium, oxylate, sulfur sebagai antibiotik dan anti-
iritasi yang dapat membantu meningkatkan aliran darah ke daerah pembengkakan, dan
memperluas jaringan-jaringan kapiler sehingga memiliki khasiat yang bisa digunakan untuk
meminimalisir bengkak dan radang pada payudara sehingga mempengaruhi kelancaran air
susu (Astutik, 2016).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kompres daun kol lebih efektif dalam mengurangi tingkat nyeri pada ibu dengan
pembengkakan payudara karena daun kol memiliki kandungan asam amino juga
berkhasiat menurunkan kadar kolesterol yang tinggi, penenang saraf, dan mengurangi
rasa nyeri. Kubis juga kaya akan kandungan sulfur yang diyakini dapat mengurangi
pembengkakan dan peradangan payudara selain itu kubis sangat ekonomis, alami dan
dapat ditemukan didaerah manapun cara penggunaan kubis ini sangat praktis dan tidak
mengganggu kenyamanan ibu seperti pengurutan.
B. Saran
Keberhasilan menyusui ibu nifas dengan masalah bendungan Asi mungkin
disebabkan oleh beberapa efek menguntungkan dari pemberian daun kubis, atau
mungkin karena rasa tenang dan peningkatan kepercayaan diri pada para ibu. (Rajni
Sharma, 2018) Bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa pengobatan daun kubis
membantu mengurangi rasa sakit pada pembengkakan payudara dan memperpanjang
durasi menyusui. Oleh karena itu intervensi ini harus dipromosikan dan
direkomendasikan sebagai kebijakan institusional dan diterapkan sebagai perawatan
rutin bagi semua ibu pasca melahirkan yang mengalami pembengkakan payudara
untuk mengurangi rasa sakit dan keparahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Clara Ega Ayu Rutiani, Lisna Anisa Fitriana Jurnal Pendidikan Keperawatan
Indonesia. 2016;2(2):146–155. “Gambaran Bendungan Asi Pada Ibu Nifas Dengan Seksio
Sesarea Berdasarkan Karakteristik Di Rumah Sakit Sariningsih Bandung”
Ervi Damayanti, Dewi Ariani , Danik Agustin Journal Of Issues In Midwifery, Vol.
4 No. 2 Bulan Agustus – November 2020, Halaman 54 – 66. “Pengaruh Pemberian
Kompres Daun Kubis Dingin Sebagai Terapi Pendamping Bendungan Asi Terhadap Skala
Pembengkakan Dan Intensitas Nyeri Payudara Serta Jumlah Asi Pada Ibu Postpartum Di
Rsud Bangil”
Faidatun Munawaroh, Herniyatun, KusumLAastut. Gambaran Kejadian Bendungan
Asi Pada Ibu Nifas Di Rs Pku Muhammadiyah Gombong Siti
Fatma Jama, Suhermi.S Efektifitas Pijat Oketani Terhadap Bendungan Asi Pada Ibu
Postpartum Di Rsb.Masyita Makassar
Heni Suraida Rahayu, Eka Tri Wulandari 2020 P-Issn : 2721-1770 Volume 1 Issue 3
“Perbandingan Efektivitas Kompres Air Hangat Dan Kompres Daun Kol Untuk
Mengurangi Nyeri Pada Ibu Dengan Pembengkakan Payudara Di Wilayah Kerja Puskesmas
Wana Kabupaten Lampung Timur Tahun”
Herdini Widyaning Pertiwi, Hana Rosiana Ulfah. Jurnal Kebidanan, Vol. X, No. 01,
Juni 2018 “Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Payudara Dengan
Kejadian Bendungan Asi Pada Ibu Nifas”
Krisma , Evi Istiqamah, Siti Hardiyanti Hamang , Suchi Avnalurini Sharif , Micha
Erawati Window Of Midwifery Journal Vol. 01 No. 02 (Desember, 2020) : 56-65.
”Manajemen Asuhan Kebidanan Post Natal Care Hari Ketiga Pada Ny. N Dengan
Bendungan Asi”
Nelfi Sarlis E-Issn - 2477-6521 Vol 5(1) Februari 2020 (21-28) “Faktor Penyebab
Terjadinya Bendungan Asi Pada Ibu Postpartum”
Nova Rati Lova1 , Della Siti Nurfalah Jurnal Ilmiah Kesehatan “Gambaran
Karakteristik Ibu Postpartum Dengan Bendungan Asi Di Pmb Bd. I Citeureup Neglasari
Bandung”
Pemberian Kompres Daun Kubis Dingin Sebagai Terapi Pendamping Bendungan
Asi Terhadap Skala Pembengkakan Dan Intensitas Nyeri Payudara Serta Jumlah Asi Pada
Ibu Postpartum Di Rsud Bangil”
Penatalaksanaan Bendungan Asi Pada Ibu Menyusui Dengan Menggunakan
Kompres Daun Kubis Di Bpm Ernita Pekanbaru Tahun 2020 Rika Andriyani, Aulia Aska
Pengaruh Masase Payudara Terhadap Bendungan Asi Pada Ibu Post Partum Di Rsia
Khadijah Makassar Yusrah Taqiyah1 , Sunarti2 , Nur Fadilah Rais1,2,3 Program Studi
Ilmu Keperawatan, Universitas Muslim Indonesia E-Mail : 2019
Perbedaan Efektifitas Daun Kubis Dingin (Brassica Oleracea Var. Capitata) Dengan
Perawatan Payudara Dalam Mengurangi Pembengkakan Payudara (Breast Engorgement) Di
Kabupaten Pekalongan Nina Zuhana Prodi Diii Kebidanan Stikes Muhammadiyah
Pekajangan Pekalongan Jurnal Ilmiah Bidan, 2017
Sosialisasi Kompres Dingin Daun Kubis Dalam Menurunkan Intensitas Nyeri
Payudara 2021 Ika Nur Saputri , Raini Panjaitan , Novita Br Ginting Munthe , Basyariah
Lubis , Irma Nurianti, Yuni Adelia, Sri Melda Br Bangun.
Sri Juliani1, Nurrahmaton Vol. Iii No. 1 Hal. 16-29 I E-Issn 2614-7874 “Faktor
Yang Memengaruhi Bendungan Asi Pada Ibu Nifas Di Wilayah Kerja Puskesmas Rambung
Merah Kabupaten Simalungun”
Siti Nur Aidah Dan Tim Penerbit Kbm Indonesia 2020 “ Ensiklopedi Kubis”
Tuti Meihartati Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan, Vol. 13, No. 1, Juni 2017: 19-
24 “Hubungan Antara Perawatan Payudara Dengan Kejadian Bendungan Asi
(Engorgement) Pada Ibu Nifas”
Verawaty Fitrinelda Silaban, Merlin Carmila, Otilia Telaumbanua, Puspita Yuli Y.”
Efektivitas Kompres Lidah Buaya terhadap Nyeri Pembengkakan Payudara pada Ibu Post
Partum di Klinik Theresia”
Yuli Andari, Dewi Yuliasari, Striana, Ledy Octaviani Iqmymj (Midwifery Journal),
Vol 1, No.4. Desember2021,Issn (Cetak) 2775-393 Xissn (Online) 2746-7953, Hal 253-
26025 “Pemberian Kompres Daun Kubis Dingin Mengurangipembengkakan Payudaraibu
Post Partum”
Yusrah Taqiyah, Sunarti , Nur Fadilah Rai “Pengaruh Masase Payudara Terhadap
Bendungan Asi Pada Ibu Post Partum Di Rsia Khadijah I Makassar”
JURNAL REFLEKSI
Asuhan Kebidanan Persalinan Terhadap Ny. S Usia 23 Tahun P1A0 Dengan Bendungan ASI
Di PMB Tety Septiana, S.ST JL. R.A. Basyid Desa Fajar Baru, Kab. Lampung Selatan
Setiap nifas hari ke-3 PMB Tety Septiana S,ST melakukan kunjungan nifas. Pada
tanggal 22 maret 2024 pukul 11.00 WIB melakukan kunjungan nifas terhadap Ny. S.
Ny. S mengatakan payudara terasa nyeri dan bengkak, ASI tidak lancer, payudara terasa
panas, berat dan keras. Ibu merasa cemas akan keadaanya.
Memberitahu Ny. S tentang apa yang dirasakan saat ini yaitu bendungan ASI karena
terjadi peningkatan aliran limfe dan vena pada payudara dalam rangka mempersiapkan
untuk menyusui sehingga payudara menjadi bengkak dan menyebabkan rasa nyeri serta
ASI keluar dengan tidak lancar.Tindakan yang diberikan adalah melakukan
pengompresan daun kubis dingin pada payudara ibu untuk memberi pengaruh dalam
penurunan intensitas nyeri dan pembengkakan pada payudara sehingga dapat menyusui
dengan lancar.
Menurut saya sangat penting dengan adanya penanganan bendungan ASI dengan
komplementer menggunakan kompres dingin daun kubis selain harganya terjangkau daun
kubis juga mudah didapat selain itu daun kubis juga dapat membantu menurunkan
intensitas nyeri dan pembengkakan pada bendungan ASI sehingga Ny. S dapat menyusui
dengan lancar.
Setelah melakukan kompres dingin daun kubis Ny. S merasakan rasa nyeri dan
pembengkakan payudara setelah dilakukan kompres dingin dau kubis selama 4 hari
berkurang bahkan tidak nyeri lagi ASInya pun menjadi lancar. Ny. S merasa senang
bayinya sangat aktif dalam menyusu dan merasa dirinya mendapatkan ilmu baru dan
bersedia untuk lebih memperhatikan lagi tentang kesehatannya.
Mengingatkan Ny. S untuk tetap melakukan kompres dingin daun kubis sampai
rasa nyeri dan bengkak payudara mereda juga menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya
sesering mungkin atau dengan on demand sesuai dengan keinginan bayi. Menjelaskan
pada suami untuk selalu memeberikan dukungan social karena memberi pengaruh dalam
mengurangi rasa cemas yang dihadapi Ny. S pada masa postpartum. Semakin tinggi
tingkat dukungan sosial, maka semakin rendah kecenderungan depresi postpartum pada
Ny. S. Oleh karena itu, suami harus selalu memperhatikan, menghargai, menyayangi dan
mencintai istrinya agar istrinya tidak merasakan dirinya kurang berharga, sehingga salah
faktor predisposisi yang menyebabkan ibu menderita depresi dapat dicegah