Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL PENELITIAN

Pemurnian Biogas Menggunakan Absorber Packed Column


Dalam Menyerap Impurities CO2 (Karbon Dioksida) dan H2S
(Hidrogen Sulfida) Menggunakan Absorben MDEA (N-metil
dietanolamin) Dengan Simulasi Aspen Hysys
Diajukan untuk memenuhi sebagain dari syarat-syarat yang diperlukan
untuk lulus matakuliah Metodologi Penelitian

Dosen Pembimbing :
Dr. Lukman Hakim, ST. M.Eng

Disusun Oleh :

Nurfia Arabiyah Mutiara Sihombing Nim. 210140117

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2024
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di
dunia dengan produksi minyak kelapa sawit sebesar 48 juta ton pada tahun 2020.
Estimasi Sementara ditahun 2021 mengalami peningkatan pada produksi minyak
kelapa sawit sebesar 50 juta ton. (Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian RI,
2021). Produksi minyak sawit ini tentunya diikuti dengan tingginya produksi
limbah yang merupakan hasil/produk samping. Adapun limbah yang dihasilkan
yaitu tandan kosong, cangkang, pelepah, fiber, dan Palm Oil Mill Effluent (POME)
(Nurdin et al., 2019). Potensi sumber daya POME ini akan menimbulkan masalah
pencemaran bagi lingkungan sekitarnya karena karena dapat berakibat buruk
terhadap lingkungan karena memiliki kandungan gas rumah kaca yang cukup
tinggi, yang berkontribusi terhadap pemanasan global (Munirah et al., 2018).
Saat ini, salah satu jalur pengelolaan POME di PKS adalah dengan
mengolah POME menjadi biogas. Pengolahan POME menjadi biogas dianggap
merupakan metode penanganan POME yang menguntungkan karena selain dapat
mengatasi masalah limbah tetapi juga mampu menghasilkan sumber energi. Oleh
sebab itu metode ini merupakan metode yang paling banyak digunakan (Choong et
al., 2018). Proses pengolahan POME akan menghasilkan biogas dengan kandungan
utama metana (CH4) 50-75%, karbon dioksida (CO2), dan sedikit kandungan gas
lainnya seperti H2S, H2, N2, dan uap air (Nurdin et al., 2019). Dari komposisi
biogas tersebut, gas metana (CH4) saja yang dapat digunakan sebagai bahan bakar.
Sedangkan kandungan gas lain seperti karbon dioksida (CO2), Hidrogen Sulfida
(H2S), H2, N2, dan uap air harus dihilangkan karena dapat merugikan biogas. Gas
karbon dioksida (CO2) bisa mengurangi nilai kalor pembakaran dan gas hidrogen
sulfida (H2S) dapat menyebabkan korosi pada ruang pembakaran.
Salah satu sarana yang digunakan untuk melakukan peningkatan gas metana
pada biogas adalah dengan melakukan filterisasi. Banyak metode dalam
meningkatkan kandungan dari gas metana diantaranya wet scrubber, Adsober,
penyerapan kimia, pressure swing absorbtion (PSA), membran, biofilter, dan
cyrogenic separation. Dari berbagai macam metode tersebut teknologi proses yang
potensial untuk diterapkan dalam memurnikan biogas menjadi biometana adalah
Absorber Packed Column yaitu Absopsi CO2 dan H2S dengan MDEA. Teknologi
ini relatif sederhana dan ekonomis dibandingkan teknologi pemisahan CO2 lainnya
dan membutuhkan MDEA proses sebagai fluida kerja (Olugasa dkk, 2014), Gas
CO2 dan H2S memiliki kelarutan tinggi terhadap MDEA ketimbang metana.
Dengan biaya investasi yang murah serta hasil peningkatan gas metana bisa
mencapai 97 % sehingga cocok untuk diaplikasikan di daerah rural atau perkebunan
sawit, dibandingkan senyawa pelarut absorpsi CO2 lainnya seperti alkanolamina
dan alkali karbonat (Raksajati dkk., 2018).
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan diabsorpsi
pada permukaannya. Absorben berbasis amina, seperti monoethanolamine (MEA),
diethanolamine (DEA), N-metildietanolamina (MDEA) dan di-2- propanolamine
(DIPA) adalah absorben yang paling banyak digunakan karena reaktivitas tinggi
dengan CO2 serta reaksi berlangsung secara reversible sehingga proses removal
menjadi lebih mudah. Dari beberapa larutan amina yang ada, MDEA dipilih karena
mempunyai beberapa keuntungan yaitu, tekanan uap rendah, dapat digunakan
hingga konsentrasi 60% berat tanpa adanya komponen yang hilang akibat adanya
penguapan, stabil pada suhu tinggi, sedikit korosif, panas reaksi rendah, dan
selektivitas terhadap H2S tinggi.
Perlunya kajian mengenai proses pemurnian biogas dengan absorber dalam
menentukan debit air optimum pada absorber packed column ini. Supaya diketahui
tingkatan kemurnian metana yang dapat dilakukan dengan absorber. Simulasi ini
dilakukan dengan menggunakan absorber pada aplikasi Aspen Hysys yang
diharapkan mampu menghilangkan kandungan H2S dan CO2 pada biogas sehingga
menghasilkan biometana dengan kemunian yang tinggi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara mengoptimalkan proses pemurnian biogas menggunakan
absorber packed column?
2. Bagaimana cara mengurangi konsentrasi CO2 (Karbon Dioksida) dan H2S
(Hidrogen Sulfida) dalam biogas menggunakan absorber packed column?
3. Berapa konsentrasi CO2 (Karbon Dioksida) dan H2S (Hidrogen Sulfida)
yang dapat diperoleh setelah proses pemurnian biogas menggunakan
absorber packed column?
4. Berapa efisiensi penggunaan absorben MDEA (N-metil dietanolamin)
dalam proses pemurnian biogas menggunakan absorber packed column?

1.3 Tujuan
Meningkatkan kemurnian gas metana (CH4) pada biogas, mengurangi
kandungan gas karbon dioksida (CO2) dan gas hidrogen sulfida (H2S) pada biogas,
mengurangi biaya dan penggunaan tenaga dalam proses pemurnian biogas, dan
mengoptimalkan efisiensi pemurnian biogas menggunakan simulasi Aspen Hysys.

1.4 Manfaat
1. Mengurangi kandungan gas karbon dioksida (CO2) dan gas hidrogen
sulfida (H2S) pada biogas, yang akan memperoleh biogas yang lebih ramah
lingkungan dan aman untuk digunakan sebagai bahan bakar alternatif.
2. Mengoptimalkan efisiensi penggunaan absorben MDEA (N-metil
dietanolamin) dalam proses pemurnian biogas menggunakan absorber
packed column, yang akan memperoleh biogas yang lebih efisien dan
hemat.
3. Meningkatkan kemurnian biogas yang akan digunakan sebagai bahan
bakar alternatif, yang akan memperoleh biogas yang lebih baik untuk
digunakan sebagai bahan bakar alternatif.
4. Memperluas penggunaan biogas sebagai bahan bakar alternatif yang lebih
aman dan ramah lingkungan, yang akan memperoleh biogas yang lebih
ramah lingkungan dan aman untuk digunakan sebagai bahan bakar
alternatif.

1.5 Batasan Masalah


Menggunakan absorber packed column dalam proses pemurnian biogas
dengan absorben MDEA (N-metil dietanolamin) untuk menyerap impurities CO2
(Karbon Dioksida) dan H2S (Hidrogen Sulfida) dalam biogas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Biogas


Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan
organik oleh bakteri anaerob yang sebagian besar terdiri dari gas metana yang telah
mengalami beberapa tahap seperti tahap hidrolisis, asidifikasi (pengasaman), dan
metanogenesis (Caroko, 2015). Tahap Hidrolisis adalah tahap penguraian bahan
organik yang masih komplek menjadi sederhana oleh air dimana terjadi perubahan
struktur polimer menjadi monomer. Sementara bahan organik sederhana tadi
selanjutnya dikonsumsi oleh bakteri asetogenik menjadi asam asetat, propionat,
format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan
ammonia sehingga memicu bakteri-bakteri lain seperti bakteri pereduksi sulfat
mereduksi sulfat dan komponen sulfur menjadi hidrogen sulfida (Kurniawan, 2012)
juga bakteri metanogenesis yang mengubah karbondioksida menjadi metana.
Biogas yang dihasilkan dari tahap-tahap tersebut mayoritas mengandung
gas metana, karbondiokasida, hidrogen sulfida, dan gas-gas lain sehingga untuk
pemanfaatan biogas lebih lanjut seperti untuk mesin pembakaran dalam, gas metana
perlu dipisahkan dari gas-gas lain. Sementara gas penyumbang pembakaran biogas
mentah adalah gas metana dan hidrogen sulfida yang bersifat flammable sehingga
pembakaran yang terjadi tidak sempurna yang akan menimbulkan api jelaga dan
bau yang tak sedap.
2.1.1 Komposisi Biogas
Biogas sebagian besar mengandung gs metana (CH4) dan karbon dioksida
(CO2), hidrogen sulfida (H2S), ammonia (NH3), hidrogen (H2), dan Nitrogen (N2)
yang kandungannya sangat kecil. Energi yang terkandung dalam biogas tergantung
dari konsentrasi metana (CH4). Semakin tinggi kandungan metana maka semakin
besar kandungan energi (nilai kalor) pada biogas, dan sebaliknya semakin kecil
kandungan metana semakin kecil nilai kalor. Kualitas biogas dapat ditingkatkan
dengan memperlakukan beberapa parameter yaitu, menghilangkan hidrogen sulfur,
kandungan air dan karbon dioksida (CO2), hidrogen sulfur mengandung racun dan
zat yang menyebabkan korosi, bila biogas mengandung senyawa ini maka akan
menyebabkan gas yang berbahaya sehingga konsentrasi maksimal 5 ppm. Bila gas
dibakar maka hidrogen sulfur akan lebih berbahaya karena akan membentuk
senyawa baru bersama-sama oksigen, yaitu sulfur dioksida atau sulfur trioksida
(SO2 atau SO3) senyawa ini lebih beracun pada saat yang sama akan membentuk
sulfur acid (H2SO3) suatu senyawa yang lebih korosif. Parameter yang kedua
adalah menghilangkan kandungan karbon dioksida yang memiliki tujuan untuk
meningkatkan kualitas, sehingga gas dapat digunakan untuk bahan bakar
kendaraan. Berikut persen komposisi biogas:
Tabel 2.1 Komposisi Awal Biogas Dalam Persen Mol
Komponen Komposisi I Komposisi II Komposisi III
CH4 63 % 58 % 53 %
CO2 35 % 40 % 45 %
H2S 1% 1% 1%
O2 1% 1% 1%

2.2 Gas Metana


Gas metana secara atomik terdiri dari satu atom karbon dan empat atom
hidrogen yang tergolong keluarga hidrokarbon tingkat terendah sehingga memiliki
nilai kalor yang tinggi 55,5 MJ/kg dibandingkan dengan gas hidrokarbon lain
seperti gas propane sebesar 50,3 MJ/kg atau bensin (gasoline) sebesar 47,3 MJ/kg
(Demirel, 2012) sehingga sangat berpotensi sekali untuk digunakan pada mesin
yang berdaya besar seperti mesin kendaraan bermotor atau mesin-mesin produksi
pada suatu perusahaan.
Gas metana alaminya sering terbentuk pada daerah-daerah lumpur dan
lembap yang terisolasi dari kontak udara seperti daerah rawa atau selokan yang akan
menyumbang besar pada komposisi udara di atmosfer. Karena densitas dari metana
lebih ringan (0.6 kg/m3) dari pada udara atmosfer 1,3 kg/m3 sehingga pada
atmosfer bagian atas lebih kaya akan sumber gas metana dibandingkan dengan
udara permukaan yang mengakibatkan dampak negatif pada lingkungan yaitu
peresapan energi termal dari sinar matahari, Adapun sifat gas metana yaitu sebagai
berikut:
Tabel 2.2 Sifat-Sifat Gas Metana
2.3 Gas Karbon Dioksida
Karbon dioksida (CO2) umumnya tidak dikategorikan sebagai polutan
udara karena merupakan komponen yang secara normal berada di udara. CO2
secara berkelanjutan mengalami sirkulasi ke dalam dan keluar atmosfer di dalam
siklus yang menyangkut aktivitas tanaman dan hewan. Dalam siklus karbon,
tanaman melalui fotosintesis menggunakan energi sinar untuk mereaksikan CO2
dari udara dengan air untuk memproduksi karbohidrat dan oksigen. Karbohidrat
yang terbentuk disimpan di dalam tanaman, dan oksigen dilepas ke atmosfer. Jika
tanaman teroksidasi melalui dekomposisis alami, dibakar, atau dikonsumsi oleh
hewan, oksigen diabsorbsi dari udara dan CO2 akan dilepas kembali ke atmosfer.
Proses ini merupakan siklus karbon alami yang menghasilkan CO2 atmosfer yang
konstan jika tidak terganggu oleh aktivitas manusia.
Konsentrasi CO2 menunjukkan secara langsung status proses pembakaran
di ruang bakar. Semakin tinggi maka semakin baik. Perlu diingat bahwa sumber
dari CO2 ini hanya ruang bakar dan Catalytic Converter. Apabila CO2 terlalu
rendah tapi CO dan HC normal, menunjukkan adanya kebocoran exhaust pipe.
(Wahyudi, Sahbana and Putra, 2016)

2.4 Hidrogen Sulfida


Hidrogen sulfida (H2S) adalah gas yang tidak berwarna, beracun, mudah
terbakar dan berbau seperti telur busuk. Gas ini dapat timbul dari aktivitas biologis
ketika bakteri mengurai bahan organik dalam keadaan tanpa oksigen (aktivitas
anaerobik), seperti di rawa, dan saluran pembuangan kotoran. Gas ini juga muncul
pada gas yang timbul dari aktivitas gunung berapi dan gas alam. Hidrogen sulfida
juga dikenal dengan nama sulfana, sulfur hidrida, gas asam (sour gas), sulfurated
hidrogen, asam hidrosulfurik, dan gas limbah (sewer gas). IUPAC menerima
penamaan "hidrogen sulfida" dan "sulfana"; kata terakhir digunakan lebih eksklusif
ketika menamakan campuran yang lebih kompleks (Nadliriyah, 2014).
Ion sulfid, S2−, dikenal dalam bentuk padatan tetapi tidak di dalam larutan
aqueous (oksida). Konstanta disosiasi kedua dari hidrogen sulfida sering dinyatakan
sekitar 10−13, tetapi sekarang disadari bahwa angka ini merupakan error yang
disebabkan oleh oksidasi sulfur dalam larutan alkalin. Estimasi terakhir terbaik
untuk pKa adalah 19±2. Gas Hydrogen Sulfide (H2S) sangat beracun dan
mematikan, pekerja pada pemboran minyak dan gas bumi mempunyai resiko besar
atas keluarnya gas H2S Pengetahuan Umum tentang (H2S) Hidrogen Sulfida (H2S)
adalah gas yang sangat beracun dan dapat melumpuhkan system pernapasan serta
dapat dapat mematikan dalam beberapa menit. dalam jumlah sedikitpun gas H2S
sangat berbahaya untuk kesehatan.

2.5 Alkanolamina
Alkanolamina dapat diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan struktur
kimianya, yaitu primary amine, secondary amine dan tertiary amine. Primary
amine memiliki satu rantai alkanol dan dua atom hidrogen yang terikat atom
nitrogen, contohnya adalah methylethanolamine (MEA). Secondary amine
memiliki dua rantai atom alkanol dan satu atom hidrogen yang terikat atom
nitrogen, contohnya adalah diethanolamine (DEA) dan diisopropylamine (DIPA).
Tertiary amine tidak memiliki atom hidrogen, secara langsung terikat atom
nitrogen, contohnya adalah methyldiethanolamine (MDEA) (Nugraha and Adam,
2018).
Maddox dkk., (1998) melaporkan bahwa masing-masing alkanolamina
memiliki setidaknya satu gugus hidroksil dan satu gugus amino. Gugus hidroksil
mengurangi tekanan uap dan meningkatkan kelarutan di dalam air dimana gugus
amino meningkatkan alkalinitas dalam larutan air untuk bereaksi dengan gas asam.
Amina primer dan sekunder memiliki ikatan atom nitrogen dengan atom hidrogen
yang masih dapat disubsitusi oleh gugus hidroksil, sedangkan atom nitrogen pada
amina tersier tidak berikatan dengan atom hidrogen. Perbandingan karakteristik
pelarut alkanolamina dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini:
Tabel 2.3 Perbandingan Pelarut Alkanolamina
Pelarut Kelabihan Kekurangan
Monoethanole Amine • Sangat reaktif • Alat rentan mengalami
(MEA) terhadap CO2 dan H2S korosi, terutama jika
• Mampu menghilankan konsentrasinya di atas
CO2 dan H2S secara 20%wt
bersamaan • Mengalami reaksi
• Recovery CO2 dan irreversible dengan
H2S tinggi. COS dan CS2 sehingga
• Harganya paling tidak cocok digunakan
murah dibanding untuk gas yang
pelarut amina lainnya. mengandung kedua
senyawa tersebut.
• Tekanan uapnya tinggi
sehingga massa yang
hilang saat
diregenerasi
• Energi yang
dibutuhkan untuk
regenerasi cukup
tinggi
Diethanole Amine • Tekanan uapnya lebih • Dapat bereaksi dengan
(DEA) rendah dibandingkan CO2 secara irreversibel
MEA sehingga sehingga pelarut ini tak
mengurangi optimal jika digunakan
kehilangan massa saat untuk absorbsi gas
regenerasi dengan kandungan
• Dapat digunakan CO2 yang tinggi.
untuk absorbsi gas
yang mengandung
COS dan CS2.
Methyl Diethanole • Tekanan uapnya • Akibat
Amine (MDEA) sengat rendah dapat keselektifannya yang
tinggi terhadapa H2S
digunakan hingga maka akan terjadi CO2
konsentrasi 60% wt slippage sehingga
• Sangat selektif absorbsi CO2 kurang
terhadap H2S. maksimal. Oleh karena
• Banyak digunakan itu pelarut ini biasanya
untuk absorbsi dengan digunakan untuk
kandungan CO2 yang absorbsi gas CO2 tanpa
tinggi adanya gas H2S.
• Energi untuk • Harganya paling
regenerasi rendah mahal diantara pelarut
amina lainnya.
(Sumber : Kohl & Nielsen, 1997 ; Kidnay, 2006)

2.6 Absorber
Alat absorber beroperasi berdasarkan prinsip transfer massa antara fase gas
(aliran biogas) dan fase cair (pelarut). Dalam kolom absorber, aliran biogas dan
pelarut bertemu, dan kontak antara keduanya terjadi di dalam kolom. Proses ini
memungkinkan komponen-komponen yang tidak diinginkan dalam biogas, seperti
CO2 dan H2S, untuk larut dalam pelarut, meninggalkan biogas yang lebih murni.
Prinsip utama dari alat absorber adalah menciptakan kontak yang efisien antara fase
gas (aliran biogas) dan fase cair (pelarut). Ini biasanya terjadi di dalam kolom berisi
pelengkap, di mana aliran biogas dan pelarut bercampur.
Pelarut yang digunakan dalam alat absorber harus dipilih dengan cermat
agar dapat menyerap komponen-komponen yang tidak diinginkan dari biogas,
seperti CO2 dan H2S. Pelarut ini biasanya memiliki afinitas yang tinggi terhadap
komponen-komponen tersebut. Kolom berisi pelengkap biasanya memiliki struktur
berpori atau berlapis, yang memperluas permukaan kontak antara aliran gas dan
pelarut. Ini memungkinkan untuk pertukaran massa yang lebih efisien antara fase
gas dan fase cair.
Saat aliran biogas melewati kolom, komponen-komponen yang tidak diinginkan,
seperti CO2 dan H2S, larut dalam pelarut. Proses ini disebut penyerapan, di mana
komponen-komponen gas berpindah ke dalam fase cair pelarut.
Setelah melewati kolom absorber, biogas yang keluar memiliki konsentrasi
yang lebih rendah dari komponen-komponen yang tidak diinginkan, seperti CO2
dan H2S. Hal ini menghasilkan biogas yang lebih murni yang dapat digunakan
sebagai sumber energi. Setelah pelarut jenuh dengan komponen-komponen yang
tidak diinginkan, pelarut perlu diregenerasi untuk digunakan kembali dalam proses
penyerapan. Ini biasanya dilakukan dengan pemanasan pelarut, yang menghasilkan
desorpsi komponen-komponen gas dari pelarut. Prinsip kerja alat absorber
menciptakan siklus operasi berkelanjutan di mana biogas terus melewati kolom
absorber untuk menghasilkan biogas yang murni, sementara pelarut terus
diregenerasi untuk digunakan kembali dalam proses.

2.7 Aspen Hysys


Aspen Hysys merupakan software simulasi yang digunakan untuk
merancang suatu plant atau pabrik. Hysys mempunyai beberapa tool yang dapat
menunjang perancangan sebuah sistem atau proses yang ada pada industri
petrokimia, minyak dan gas, maupun pembangkit listrik. Selain itu keunggulan dari
software hysys ini adalah dapat melakukan simulasi dengan tujuan menganalisa
kesetimbangan massa dan energi maupun untuk mengetahui kinerja dari sebuah
plant yang nantinya berhubungan dengan cost analysis. Dalam perancangan plant
menggunakan hysys terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan. Langkah-
langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Memilih komponen yang akan diigunakan
2. Memilih model termodinamika
3. Mebuat flowsheet dari plant
4. Melakukan spesifikasi pada komposisi dan kondisi aliran
5. Menjalankan program (running the simulation)
6. Menganalisa hasil
Pemilihan komponen pada hysys berdasarkan proses yang akan
disimulasikan. Untuk proses penghilangan karbondioksida, komponen yang bisa
dipilih adalah metana, karbondioksida, nitrogen, hidrogen, dan sebagainya.
Tampilan Component List View Untuk pemilihan model termodinamika
disesuaikan dengan kebutuhan pada proses yang akan disimulasikan. Beberapa
proses di petrokimia, migas, dan pembangkit listrik mempunyai model-model
termodinamika yang berbeda. Pada umumnya, industri petrokimia menggunakan
model termodinamika semacam NRTL, Sour PR, dan lain-lain. Sedangkan untuk
proses pada industri minyak dan gas, para process enginer selalu menggunakan
model Peng-Robinson.

Gambar 2.1 Tampilan Penentuan Fluid Package


Simulasi yang dirancang disesuaikan dengan process flow diagram. Perancangan
harus dilakukan dengan detil dan semirip mungkin dengan real plant.

2.8 Penelitian yang Sudah Dilakukan


Pemodelan dan simulasi ini merupakan lanjutan dari pemodelan dan
simulasi sebelumnya. Pada penelitian ini saya membandingkan data actual absorber
dengan data desain saya. Penelitian yang sudah dilakukan ditunjukkan melalui
Tabel 2.4 berikut:
Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu
Penulis (Tahun) Judul Hasil
Bishnoi, S., and Carbon Dioxide Absorption and Modeling heat transfer
Rochelle, G. T. Solution Equilibrium in model, energy balance
(2000) Piperazine Activated dan mass balance untuk
Methyldiethanolamine absorpsi CO2 pada
K2CO3 berpromotor
DEA
Al-Baghli, dkk., A rate-based model for the Mengajukan rate-based
(2001) design of gas absorbers for the model untuk merancang
removal of CO2 and H2S using alat absorber gas CO2
aqueous solutions of MEA and dan H2S menggunakan
DEA larutan MEA dan DEA
Van Loo dkk., The removal of carbon dioxide Dengan menambahkan
(2007) with activated solutions of promotor MEA sebesar
methyl-diethanolamine 2,5%mol ke dalam
larutan MDEA akan
menurunkan jumlah tray
dari 40 ke 25
(Borhani dkk., Modeling study on CO2 and H2S Penggunaan rate-based
2016) simultaneous removal using model di dalam absorbsi
MDEA solution reaktif antara CO2 dan
H2S dengan larutan
MDEA di dalam packed

Anda mungkin juga menyukai