Nurfia Arabiyah Mutiara - 210140117 - Proposal Penelitian
Nurfia Arabiyah Mutiara - 210140117 - Proposal Penelitian
Dosen Pembimbing :
Dr. Lukman Hakim, ST. M.Eng
Disusun Oleh :
1.3 Tujuan
Meningkatkan kemurnian gas metana (CH4) pada biogas, mengurangi
kandungan gas karbon dioksida (CO2) dan gas hidrogen sulfida (H2S) pada biogas,
mengurangi biaya dan penggunaan tenaga dalam proses pemurnian biogas, dan
mengoptimalkan efisiensi pemurnian biogas menggunakan simulasi Aspen Hysys.
1.4 Manfaat
1. Mengurangi kandungan gas karbon dioksida (CO2) dan gas hidrogen
sulfida (H2S) pada biogas, yang akan memperoleh biogas yang lebih ramah
lingkungan dan aman untuk digunakan sebagai bahan bakar alternatif.
2. Mengoptimalkan efisiensi penggunaan absorben MDEA (N-metil
dietanolamin) dalam proses pemurnian biogas menggunakan absorber
packed column, yang akan memperoleh biogas yang lebih efisien dan
hemat.
3. Meningkatkan kemurnian biogas yang akan digunakan sebagai bahan
bakar alternatif, yang akan memperoleh biogas yang lebih baik untuk
digunakan sebagai bahan bakar alternatif.
4. Memperluas penggunaan biogas sebagai bahan bakar alternatif yang lebih
aman dan ramah lingkungan, yang akan memperoleh biogas yang lebih
ramah lingkungan dan aman untuk digunakan sebagai bahan bakar
alternatif.
2.5 Alkanolamina
Alkanolamina dapat diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan struktur
kimianya, yaitu primary amine, secondary amine dan tertiary amine. Primary
amine memiliki satu rantai alkanol dan dua atom hidrogen yang terikat atom
nitrogen, contohnya adalah methylethanolamine (MEA). Secondary amine
memiliki dua rantai atom alkanol dan satu atom hidrogen yang terikat atom
nitrogen, contohnya adalah diethanolamine (DEA) dan diisopropylamine (DIPA).
Tertiary amine tidak memiliki atom hidrogen, secara langsung terikat atom
nitrogen, contohnya adalah methyldiethanolamine (MDEA) (Nugraha and Adam,
2018).
Maddox dkk., (1998) melaporkan bahwa masing-masing alkanolamina
memiliki setidaknya satu gugus hidroksil dan satu gugus amino. Gugus hidroksil
mengurangi tekanan uap dan meningkatkan kelarutan di dalam air dimana gugus
amino meningkatkan alkalinitas dalam larutan air untuk bereaksi dengan gas asam.
Amina primer dan sekunder memiliki ikatan atom nitrogen dengan atom hidrogen
yang masih dapat disubsitusi oleh gugus hidroksil, sedangkan atom nitrogen pada
amina tersier tidak berikatan dengan atom hidrogen. Perbandingan karakteristik
pelarut alkanolamina dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini:
Tabel 2.3 Perbandingan Pelarut Alkanolamina
Pelarut Kelabihan Kekurangan
Monoethanole Amine • Sangat reaktif • Alat rentan mengalami
(MEA) terhadap CO2 dan H2S korosi, terutama jika
• Mampu menghilankan konsentrasinya di atas
CO2 dan H2S secara 20%wt
bersamaan • Mengalami reaksi
• Recovery CO2 dan irreversible dengan
H2S tinggi. COS dan CS2 sehingga
• Harganya paling tidak cocok digunakan
murah dibanding untuk gas yang
pelarut amina lainnya. mengandung kedua
senyawa tersebut.
• Tekanan uapnya tinggi
sehingga massa yang
hilang saat
diregenerasi
• Energi yang
dibutuhkan untuk
regenerasi cukup
tinggi
Diethanole Amine • Tekanan uapnya lebih • Dapat bereaksi dengan
(DEA) rendah dibandingkan CO2 secara irreversibel
MEA sehingga sehingga pelarut ini tak
mengurangi optimal jika digunakan
kehilangan massa saat untuk absorbsi gas
regenerasi dengan kandungan
• Dapat digunakan CO2 yang tinggi.
untuk absorbsi gas
yang mengandung
COS dan CS2.
Methyl Diethanole • Tekanan uapnya • Akibat
Amine (MDEA) sengat rendah dapat keselektifannya yang
tinggi terhadapa H2S
digunakan hingga maka akan terjadi CO2
konsentrasi 60% wt slippage sehingga
• Sangat selektif absorbsi CO2 kurang
terhadap H2S. maksimal. Oleh karena
• Banyak digunakan itu pelarut ini biasanya
untuk absorbsi dengan digunakan untuk
kandungan CO2 yang absorbsi gas CO2 tanpa
tinggi adanya gas H2S.
• Energi untuk • Harganya paling
regenerasi rendah mahal diantara pelarut
amina lainnya.
(Sumber : Kohl & Nielsen, 1997 ; Kidnay, 2006)
2.6 Absorber
Alat absorber beroperasi berdasarkan prinsip transfer massa antara fase gas
(aliran biogas) dan fase cair (pelarut). Dalam kolom absorber, aliran biogas dan
pelarut bertemu, dan kontak antara keduanya terjadi di dalam kolom. Proses ini
memungkinkan komponen-komponen yang tidak diinginkan dalam biogas, seperti
CO2 dan H2S, untuk larut dalam pelarut, meninggalkan biogas yang lebih murni.
Prinsip utama dari alat absorber adalah menciptakan kontak yang efisien antara fase
gas (aliran biogas) dan fase cair (pelarut). Ini biasanya terjadi di dalam kolom berisi
pelengkap, di mana aliran biogas dan pelarut bercampur.
Pelarut yang digunakan dalam alat absorber harus dipilih dengan cermat
agar dapat menyerap komponen-komponen yang tidak diinginkan dari biogas,
seperti CO2 dan H2S. Pelarut ini biasanya memiliki afinitas yang tinggi terhadap
komponen-komponen tersebut. Kolom berisi pelengkap biasanya memiliki struktur
berpori atau berlapis, yang memperluas permukaan kontak antara aliran gas dan
pelarut. Ini memungkinkan untuk pertukaran massa yang lebih efisien antara fase
gas dan fase cair.
Saat aliran biogas melewati kolom, komponen-komponen yang tidak diinginkan,
seperti CO2 dan H2S, larut dalam pelarut. Proses ini disebut penyerapan, di mana
komponen-komponen gas berpindah ke dalam fase cair pelarut.
Setelah melewati kolom absorber, biogas yang keluar memiliki konsentrasi
yang lebih rendah dari komponen-komponen yang tidak diinginkan, seperti CO2
dan H2S. Hal ini menghasilkan biogas yang lebih murni yang dapat digunakan
sebagai sumber energi. Setelah pelarut jenuh dengan komponen-komponen yang
tidak diinginkan, pelarut perlu diregenerasi untuk digunakan kembali dalam proses
penyerapan. Ini biasanya dilakukan dengan pemanasan pelarut, yang menghasilkan
desorpsi komponen-komponen gas dari pelarut. Prinsip kerja alat absorber
menciptakan siklus operasi berkelanjutan di mana biogas terus melewati kolom
absorber untuk menghasilkan biogas yang murni, sementara pelarut terus
diregenerasi untuk digunakan kembali dalam proses.