Anda di halaman 1dari 4

Nama : Arroyyan Abdul Jabbar

NIM : 1550205071111044

KRISIS UTANG LUAR NEGRI

Pinjaman luar negeri, atau utang luar negeri adalah salah satu hantu bagi
pembangunan ekonomi negara pada sa’at ini. Beberapa referensi yang membahas
mengenai pembangunan di negara-negara berkembang mulai melihat persoalan
pinjaman luar negeri sebagai salah satu pusat penyebab penghambat majunya
negara-negara berkembang. Beberapa persoalan yang timbul dari utang luar
negeri adalah memperlebar kesejahteraan antara negara-negara miskin dan
negara-negara kaya; memiskinkan penduduk di negara-negara berkembang; dan
sering pula dilihat sebagai sebuah bentuk penjajahan baru. Menurut perhitungan
IMF, pada tahun 2006, utang luar negeri dari 146 negara selatan melampaui 2.207
milliar USD dan uang yang harus mereka bayarkan adalah 495.3 milliar USD.
Jumlah ini diakui sendiri oleh IMF bahwa angka ini melampaui kemampuan
negara-negara di atas untuk membayar, mengingat nilai di atas sama dengan 80%
dari seluruh export barang dan jasa dari negara-negara di atas.

Data yang ditunjukkan oleh organisasi masyarakat sipil lebih menyedihkan


lagi. Menurut data dari Jubilee Debt Campaign, sebuah jaringan yang melakukan
advokasi untuk menghapus utang luar negeri negara-negara berkembang, pada
tahun 2006, total utang luar negeri negara-negara berkembang adalah 2.9 triliun
USD, dan pada tahun yang sama mereka membayar 573 miliar USD. Sementara
negara-negara paling miskin di dunia, pada tahun yang sama membayar 34 miliar
USD kepada negara-negara kaya; artinya negara-negara miskin membayar 94 juta
USD setiap harinya kepada negara-negara kaya. Perhitungan lain menunjukkan
bahwa negara-negara berkembang membayar 13 USD untuk membayar kembali 1
USD; dan sekitar 60 negara termiskin telah membayar 550 miliar USD untuk
pinjaman pokok dan bunganya, selama 30 tahun terakhir, namun masih berutang
523 milliar USD.

Contoh lain dari jeleknya utang luar negeri adalah kawasan Sub-Sahara
Afrika. Menurut Noreena Hertz, penulis buku “The Debt Threat: How Debt is
Destroying the World,” setiap harinya rakyat di kawasan yang terkenal dengan
kemiskinan ini membayar 30 juta USD; pada saat yang bersamaan 26 juta
penduduknya terinfeksi penyakit HIV-AID, setiap 10 tahun, dan 40 juta anak
kehilangan orang tuanya karena HIV-AIDS.

Angka-angka di atas merupakan wujud dari sistem ketidakadilan global


yang sekarang sedang berlaku di dunia, yangmana utang luar negeri adalah salah
satu bagian terpenting darinya. Adalah sebuah keprihatinan ketika melihat bahwa
di negara-negara yang memiliki utang besar, negara tidak mampu memberikan
pelayanan sosial dasar seperti kesehatan, pendidikan, air bersih, dan lainnya; pada
saat yang bersamaan uang yang mengalir ke luar negeri mencapai ratusan juta
dollar setiap tahunnya. Meskipun rakyat yang menanggung beban untuk
membayar utang luar negeri seperti di atas, tetapi bukanlah mereka yang
mengambil keputusan. Kabanyakan dari utang yang diberikan oleh lembaga-
lembaga internasional, dan negara-negara Barat, masuk ke kantong para diktator
serta kroni-kroninya.

Dengan realitas tersebut, berbagai kalangan akademisi, wartawan dan


aktivis internasional melihat utang luar negeri sebagai sebuah bentuk penjajahan
baru; diimana utang luar negeri telah memfasilitasi aliran sumber kekayaan dari
negara-negara miskin ke negara-negara kaya. Wartawan dokumenter ternama,
John Pilger, bahkan menyebut utang luar negeri sebagai sebuah bentuk lain dari
perang (War by other Means), dimana perang yang tidak terlihat di layar televisi
atau berita, perang yang terdiam dan tersembuny, tidak menggunakan senjata dan
peluru, tidak ada okupasi militer; tetapi telah membunuh jutaan anak dan orang
miskin di seluruh dunia dalam hitungan harinya.

Maka dari itu islam memiliki pandangan sendiri terhadap utang luar negri
pertama, hutang luar negeri tidak dapat dilepaskan dari bunga( riba). Padahal
Islam dengan tegas mengharamkan riba. Firman Allah SWT :
‫وأحل هللا البيع وحرم الربا‬
Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba…” (Qs. al-
Baqarah [2]: 275).
Rasulullah Saw bersabda:
‫الربا ثلثة وسبعون بابا وأيسرها مثل أن يكح الرجل أمه‬
Riba itu mempunyai 73 macam dosa. Sedangkan (dosa) yang paling ringan (dari
macam-macam riba tersebut) adalah seperti seseorang yang menikahi (menzinai)
ibu kandungnya sendiri…” [HR. Ibnu Majah, hadits No.2275; dan al-Hakim, Jilid
II halaman 37; dari Ibnu Mas’ud, dengan sanad yang shahih].

Kedua, terdapat unsur Riba Qaradl, yaitu adanya pinjam meminjam uang
dari seseorang kepada seseorang dengan syarat ada kelebihan atau keuntungan
yang harus diberikan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman. Riba semacam ini
dilarang di dalam Islam berdasarkan hadits-hadits berikut ini;
Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Burdah bin Musa; ia berkata,
“Suatu ketika, aku mengunjungi Madinah. Lalu aku berjumpa dengan Abdullah
bin Salam. Lantas orang ini berkata kepadaku: ‘Sesungguhnya engkau berada di
suatu tempat yang di sana praktek riba telah merajalela. Apabila engkau
memberikan pinjaman kepada seseorang lalu ia memberikan hadiah kepadamu
berupa rumput ker¬ing, gandum atau makanan ternak, maka janganlah diterima.
Sebab, pemberian tersebut adalah riba”. [HR. Imam Bukhari]
Juga, Imam Bukhari dalam “Kitab Tarikh”nya, meriwayatkan sebuah Hadits dari
Anas ra bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Bila ada yang memberikan
pinjaman (uang maupun barang), maka janganlah ia menerima hadiah (dari yang
meminjamkannya)”.[HR. Imam Bukhari]
Hadits di atas menunjukkan bahwa peminjam tidak boleh memberikan hadiah
kepada pemberi pinjaman dalam bentuk apapun, lebih-lebih lagi jika si peminjam
menetapkan adanya tambahan atas pinjamannya. Tentunya ini lebih dilarang lagi.

Ketiga, utang luar negeri menjadi sarana (wasilah) timbulnya berbagai


kemudharatan, seperti terus berlangsungnya kemiskinan, bertambahnya harga-
harga kebutuhan pokok dan BBM, dan sebagainya. Semua jenis sarana atau
perantaraan yang dapat membawa kemudharatan (dharar) —padahal
keberadaannya telah diharamkan— adalah haram. Kaidah syara’ menetapkan:
‫الوسيلة إلى الحرام محرمة‬
Segala perantaraan yang membawa kepada yang haram, maka ia diharamkan .

Daftar Pustaka

1. Charles W. Kegley, Jr. (2007). World Politics: Trend and


Transformation. Belamont, CA: Thompson. P.
2. Jubilee Debt Campaign
3. Democracy Now. (2005, January 13th).
4. John Pilger. (1993).
5. Al-Quran
6. Al-Hadist

Anda mungkin juga menyukai