Anda di halaman 1dari 5

Bukan Pepesan Kosong, Indonesia Bubar 2030

Pernyataan Calon Presiden (Capres) nomor urut 02 Prabowo Subianto dalam beberapa
momen sempat menimbulkan pro dan kontra. Seperti soal pernyataan Indonesia akan
punah yang disampaikan dalam Konferensi Nasional Partai Gerindra, Senin 17/12/2018
(idntimes). Cuplikan pidato Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, yang dirilis
melalui akun Facebook resmi partainya menjadi bahan perbincangan, terutama saat
Indonesia menjalani tahun politik yaitu pilkada serentak 2018 dan jelang pemilu 2019.

Dalam pidatonya di depan kader Partai Gerindra, Prabowo Subianto, tidak secara spesifik
menyebut nama negara atau 'kajian' yang menyatakan Indonesia bubar tahun 2030. Akan
tetapi, dalam sebuah seminar di Universitas Indonesia pada 18 September 2017, Prabowo
menunjukkan tiga buku, 'Destined for War: Can America and China Escape Thucydides's
Trap?', 'War by Other Means : Geoeconomics and Statecraft', dan sebuah novel berjudul
Ghost Fleet. Ghost Fleet adalah karangan August Cole dan P. W. Singer. Ghost Fleet ini
sebetulnya novel tapi ditulis oleh dua ahli strategi dan intelijen Amerika, menggambarkan
sebuah skenario perang antara Cina dan Amerika tahun 2030. Yang menarik dari sini hanya
satu, mereka meramalkan pada tahun 2030 Republik Indonesia sudah tidak ada lagi.

Di luar negeri dikenal istilah scenario writing yang memang bentuknya dapat berupa novel
tetapi penulis novel tersebut adalah ahli-ahli intelijen strategis. Jadi soal ramalan tahun
2030 Republik Indonesia sudah tidak ada lagi adalah sebuah fenomena. Dalam pidatonya,
Prabowo Subianto mengajukan argumen-argumen tentang penguasaan tanah dan
kekayaan. Elite negeri ini merasa baik-baik saja ketika 80% tanah seluruh negara dikuasai
oleh 1% rakyat. Bahwa tidak mengapa hampir seluruh aset dikuasai oleh 1% dan sebagian
besar kekayaan Indonesia mengalir ke luar negeri. Ini belum termasuk soal tingginya
hutang luar negeri yang terus ditumpuk oleh rezim.

Menurutnya, menyampaikan fakta tersebut merupakan kewajibannya sebagai anak bangsa


dan pemimpin, bahwa bangsa Indonesia harus waspada dalam menghadapi persoalan yang
dapat berujung pada kehancuran negara.

Punah atau bubarnya sebuah negara bukanlah hal yang baru dan juga bukan hal yang
mustahil. Indikasi kehancuran Indonesia apabila tidak diperbaiki pengelolaannya semakin
terang. Tidak hanya terkait dengan perekonomianyang kian carut marut. Rontoknya mata
uang, tumpukan hutang luar negeri, inflasi, gempuran impor bukan hanya komoditas barang
saja bahkan tenaga kerja asingpun membanjiri negeri ini. Pun soal kedaulatan negara yang
sudah sangat bergantung bahkan membebek pada China. Untuk masalah Genosida yang
menimpa Muslim Uighur saja, pemerintah Indonesia menutup mata. Hilangnya keadilan dan
tumpulnya hukum di negeri inipun telah mencapai titik terendahnya. Ditambah dengan
korupsi sistemik kian menambah sengkerut problematika bangsa.
Wacana bubarnya Indonesia bukanlah hal baru. Telah banyak tokoh yang menyoal perkara
ini sebelumnya temasuk mantan Presiden Indonesia, BJ Habibie. Negara Indonesia bubar,
menurut beliau, bisa terjadi apabila seorang presiden salah dalam mengambil kebijakan.
Pernyataan itu terekam dalam program diskusi Mata Najwa bertema 'Habibie Hari Ini' yang
tayang di Metro TV pada 5 Februari 2014 silam.

Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo mengajak semua pihak merenungkan pernyataan
'Indonesia bubar 2030'. Menurut Gatot, di tahun politik, pernyataan tokoh politik seperti
Prabowo bisa dipersepsikan menjadi negatif atau positif. Jika dilihat dari sisi positif,
pernyataan itu bisa diartikan sebagai peringatan serius yang harus dipikirkan solusinya.
Menurut beliau, prediksi yang diambil dari Ghost Fleet itu bisa lebih cepat apabila kepastian
hukum makin lemah, krisis ekonomi dan sosial makin mengancam, kesenjangan makin
terbuka, sumber daya alam banyak dikuasai asing, dan lemahnya daya saing sumber daya
manusia (SDM) Indonesia. Gatot melihat hal itu dalam konteks pertahanan dan keamanan
negara.

Bubarnya sebuah negara bisa secara alami melalui proses alam karena kemurkaan Allah
melalui bencana alam seperti apa yang terjadi pada negeri Sodom. Atau dipaksa mengikuti
mekanisme tertentu sebagai akibat penerapan suatu sistem. Seperti Yunani yang negaranya
tidak bubar secara defacto, namun bangkrut. Yugoslavia dan Uni Soviet, karena tidak ada
keadilan, akhirnya bubar. Jangankan Indonesia, banyak negara awalnya menyandang status
sebagai negara maju dan kaya di dunia tak menjamin perekonomian negaranya aman dan
terbebas dari utang. Beberapa negara justru terlilit utang dan tak mampu membayar utang,
membuat negara ini bangkrut dan rakyatnya jatuh miskin.

Pada 2001, Argentina dinyatakan bangkrut gara-gara gagal bayar utang negara USD 100
miliar. Semua ini berawal dari kebijakan Pemerintah Argentina yang mematok USD 1 sama
dengan 1 peso Argentina. Berbagai langkah restrukturisasi pun dilakukan oleh Argentina.
Tercatat, pada 2005 dan 2010 negara tersebut mengumpulkan para kreditornya untuk
membahas restrukturisasi utang yang nilainya mencapai USD 100 miliar tersebut.

Adapun kisah pahit negara yang gagal membayar utang dari utang luar negeri adalah
Zimbabwe yang memiliki utang sebesar 40 juta dollar AS kepada China. Akan tetapi
Zimbabwe tak mampu membayarkan utangnya kepada China, Hingga akhirnya harus
mengganti mata uangnnya menjadi Yuan sebagai imbalan penghapusan utang. Penggantian
mata uang itu berlaku sejak 1 Januari 2016, setelah Zimbabwe tidak mampu membayar
utang jatuh tempo pada akhir Desember 2015.

Yunani secara resmi telah menyandang status negara bangkrut sejak 30 Juni 2015 lalu. Total
utang Yunani sendiri sejauh ini tercatat berjumlah USD 360 miliar atau setara Rp 5.255
triliun (kurs rupiah Rp 14.593). Jumlah tunawisma atau gelandangan naik 40 persen,
pemerintah Yunani memperkirakan ada sekitar 20.000 orang yang tidak punya rumah di
Athena dari total 660.000 penduduk di daerah sana.
Venezuela didapuk jadi negara dengan kemunduran ekonomi paling besar di 2018. The
Economist memprediksi, negara yang tadinya kaya raya ini harus mengalami kemunduran
sebesar -11,9 persen. Penyebabnya karena konflik terus menerus yang terjadi di sana. Krisis
makin parah, warga Venezuela bertahan hidup dengan sistem barter. Krisis parah serta
tingginya angka inflasi yang melanda Venezuela membuat uang kehilangan nilainya.

Pemerintah Zimbabwe yang saat itu dipimpin oleh Robert Mugabe, mengalami kondisi
sangat parah. Pemerintah Zimbabwe dilaporkan tengah berjuang mati-matian melawan
penyakit kolera, kelangkaan pangan, inflasi parah dan konflik domestik. Saat itu juga,
masyarakat Zimbabwe meminta Mugabe lengser dari jabatannya. Lebih buruk dari itu
semua merupakan hyper inflasi di mana harga-harga barang naik tak terkendali. Demi
mengatasi defisitnya, pemerintah terpaksa meminjam uang dalam jumlah sangat besar dari
pasar obligasi. Pinjaman mencapai 131 persen dari PDB. Utang Zimbabwe tercatat mencapai
US$ 4,5 miliar dan pemerintah harus menghadapi tantangan pengendalian jumlah
pengangguran yang mencapai 80 persen. Tahun 2009, Zimbabwe mendeklarasikan
kebangkrutannya.

Pada Januari 2001, Moldova kewalahan melunasi utang negara yang mencapai US$ 145 juta.
Negara miskin di Eropa ini dinyatakan gagal bayar utang pada tahun 2002.

Uruguay. Negara ini juga tidak bisa membayar utang yang mencapai US$ 5,7 miliar. Utang
negara tersebut berasal dari obligasi. Uruguay tidak bisa membayarnya saat jatuh tempo
tahun 2003 dan 2004. Seketika negara Amerika Latin ini dinyatakan bangkrut dan krisis
melanda seluruh negeri.

Republik Dominika. Menanggung utang sebesar US$ 1,62 miliar ternyata membawa
keterpurukan pada ekonomi Republik Dominika.

Belize. Pelemahan mata uang membawa dampak buruk buat Belize. Utang negara yang
mencapai US$ 242 juta gagal dibayarkannya.

Kemudian, kisah pahit selanjutnya dialami oleh Nigeria yang disebabkan oleh model
pembiayaan melalui utang yang disertai perjanjian merugikan negara penerima pinjaman
dalam jangka panjang. Dalam hal ini China mensyaratkan penggunaan bahan baku dan
buruh kasar asal China untuk pembangunan infrastruktur di Negeria.

Kemudian, ada Sri Lanka yang juga tidak mampu membayarkan utang luar negerinya untuk
pembangunan infrastruktur, Sri Lanka sampai harus melepas Pelabuhan Hambatota sebesar
Rp 1,1 triliun atau sebesar 70 persen sahamnya dijual kepada Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) China.

Nah, fakta yang terjadi pada negara-negara tersebut seharusnya mampu membuka mata
penguasa negeri ini. `Indonesia bubar` bukanlah pepesan kosong jika tidak ada perubahan
dalam pengelolaan negeri ini. `Indonesia bubar` bukan sekedar wacana namun ancaman
yang nyata. Indonesia dikelola dengan landasan sekulerisme, bahkan rezim ini menjadikan
agama sebagai bahan olokan dengan justru membiarkan dan membebaskan para penista
agama, memelihara dan melindungi setiap geraknya. Bukan tak mungkin Allah akan
menuntaskan makar manusia-manusia durhaka ini dengan makar-Nya yang maha dahsyat.

Khilafah Islamiyah pernah tegak, 13 abad lamanya. Dimulai ketika Rasulullah mendirikannya
di Madinah dan berakhir pada tahun 1924 Masehi. Khilafah Islamiyah adalah tonggak
peradaban dunia, namun toh akhirnya bubar oleh tangan-tangan kotor para pengkhianat.
Prof. DR. Ali Muhammad Ash-Shalabi didalam bukunya, `Bangkit dan Runtuhnya
KhilafahUsmaniyah` menjabarkan diantara sebab keruntuhan Ottoman dikarenakan jauhnya
pemerintahan Utsmani dari Syariah Allah. Hal ini tampak dengan jelas dalam kehidupan
yang bersifat keagamaan, sosial, politik dan ekonomi. Fitnah dan cobaan datang silih
berganti dan tiada henti yang merambah semua lini kehidupan.

Firman Allah,

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan
atau ditimpa adzab yang pedih.” (An-Nuur : 63)

Kaum muslimin di akhir pemerintahan Utsmani telah ditimpa kebingungan yang amat
memuncak dan kehilangan sensitivitas diri. Mereka ditimpa dengan sesuatu yang pernah
menimpa Bani Israel tatkala mereka meninggalkan Syariah Allah yang mulia. Sesungguhnya
umat manapun yang tidak mengangungkan Syariah Allah dalam amar makruf nahi mungkar,
akan hancur dan jatuh sebagaimana hancurnya umat-umat terdahulu.

Sunnatullah berlaku dalam pemerintahan Utsmani. Dimana telah terjadi perubahan jiwa
dalam hal ketaatan dan kepatuhan lalu menjelma menjadi pengingkaran dan
pembangkangan pada hukum-hukum Allah.

Demikian, sunnatullah yang sama berlaku untuk Indonesia. Ini bukanlah upaya menakut-
nakuti sebagaimana pandangan tokoh partai PSI, ini adalah ancaman yang nyata bagi
mereka yang berpikir. `Indonesia bubar` jika berpaling dari Islam.

Wallahu `alam.

Anda mungkin juga menyukai