Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN IPA DI SD


DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KULIAH PENDIDIKAN IPA DI SD

DOSEN PENGAMPU:
Bapak Asep Heryanto, M. Pd

Disusun oleh:
Kelompok 5
Indriani Widia : 60403070122155
Ajeng Lestari : 60403070122107
Yaya Yulia Bonita : 60403070122146
Siti Nurhasanah : 60403070122143
Ramli Ikmal Amanah : 60403070122162

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


BINA MUTIARA SUKABUMI KAMPUS 2 SURADE
Pendidikan Guru Sekolah Dasar
2023

Jalan Sengkol Dua, Desa Citanglar-Surade, Sukabumi-Jawa Barat, Kode POS:


43179
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
limpahan Rahmat, Inayah, Taufik, dan Hidayahnya, sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalaah “Model-Model Pembelajaran IPA di SD” ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Asep Heryanto, M.Pd., selaku


Dosen Pengampu Mata Kuliah Pendidikan IPA di SD yang telah memberikan tugas
ini kepada kelompok kami.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, serta dapat digunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca sebagai bahan referensi untuk proses
pembelajaran.

Kami akui makalah ini masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu, kami berharap para pembaca dapat
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Atas bantuan, arahan, dan motivasi yang senantiasa diberikan selama ini,
dengan segala kerendahan hati kami mengucapkan terimkaasih.

Ciracap, 10 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 2

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................. 2

1.4 Manfaat Penulisan ........................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 4

2.1 Pengertian Model-Model Pembelajaran IPA di SD ......................... 4

2.2. Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning ..................... 6

2.3 Model Pembelajaran Problem Based Learning ............................... 11

2.4 Model Pembelajaran Discovery Learning ....................................... 17

2.5. Model Pembelajaran Inquiry Learning ........................................... 19

2.6 Model Pembelajaran Project Based Learning .................................. 22

2.7 Model Pembelajaran Learninf Cycle ............................................... 25

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 30

3.1 Kesimpulan ...................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 31

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dan pendidik. Proses ini
terdiri dari berbagai elemen yang saling berhubungan dengan tujuan pendidikan dan
terdiri dari kegiatan interaksi dan komunikasi timbal balik antara guru dan siswa.
Salah satu faktor utama yang menentukan keberhasilan pembangunan bangsa
adalah peningkatan kualitas pendidikan, yang terutama ditentukan oleh proses dan
hasil belajar mengajar. Kualitas pendidikan memiliki arti bahwa lulusan pendidkan
memiliki kemampuan yang sesuai, sehingga dapat memberikan kontribusi yang
tinggi bagi pembangunan. Pembelajaran harus disusun semenarik mungkin untuk
membantu siswa belajar, dan ini termasuk pembelajaran IPA.
Pembelajaran IPA bukan hanya penguasaan materi, tetapi juga proses
penemuan yang mendorong siswa untuk berpartisipasi secara aktif. Untuk membuat
pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak monoton, guru dapat menggunakan
berbagai hal, seperti penggunaan bahan ajar, media, metode, dan model
pembelajaran. Model pembelajaran IPA yang sesuai untuk anak usia sekolah dasar
adalah model pembelajaran yang menyesuaikan situasi belajar siswa dengan
keadaan kehidupan nyata di masyarakat. Siswa diberi kesempatan untuk
menggunakan media belajar dan alat yang ada di lingkungan mereka dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam.
Semua pendekatan, strategi, metode, teknik, dan taktik pembelajaran harus
diterapkan dalam model pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus memiliki
kemampuan untuk memahami berbagai model pembelajaran sehingga mereka
dapat menyesuaikan diri dengan karakteristik dan gaya belajar siswanya, khususnya
dalam pembelajaran IPA. Tujuan pembelajaran ini adalah untuk memberikan siswa
pemahaman yang lebih baik tentang konsep IPA, menumbuhkan rasa ingin tahu

1
2

mereka tentang berbagai peristiwa yang berkaitan dengan alam sekitar,


meningkatkan keterampilan proses mereka sehingga mereka dapat memecahkan
masalah melalui "doing science", dan menumbuhkan wawasan, Keterampilan
proses IPA yang diberikan kepada anak-anak usia SD harus diubah dan
disederhanakan sesuai dengan tahap perkembangan kognitif mereka.
Struktur kognitif ilmuwan berbeda dari struktur kognitif anak. Proses dan
perkembangan belajar anak-anak di Sekolah Dasar cenderung berfokus pada belajar
dari hal-hal konkrit. Mereka melihat pelajaran sebagai proses manipulatif yang
kompleks dan terintegrasi. Pembelajaran IPA di SD memerlukan guru untuk
memperhatikan aspek penting lainnya, yaitu melibatkan siswa secara aktif dalam
pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir mereka. Pembelajaran IPA
dimulai dengan memperhatikan pengetahuan dan konsep awal siswa yang berkaitan
dengan materi yang akan dipelajari. Pembelajaran juga dirancang melalui
pengalaman langsung dengan alam. Pengalaman ini dapat dilakukan di kelas atau
laboratorium dengan alat bantu pelajaran atau langsung di alam terbuka. Bahasan
tentang model pembelajaran khusus yang umum digunakan dalam pembelajaran
diperlukan untuk mengakomodasi hal tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu pengertian model-model pembelajaran IPA di SD?
2. Apa itu model pembelajaran contextual teaching learning?
3. Apa itu model pembelajaran problem based learning?
4. Apa itu model pembelajaran inquiry learning?
5. Apa itu model pembelajaran discovery learning?
6. Apa itu model pembelajaran project based learning?
7. Apa itu model pembelajaran learning cycle?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa itu model-model pembelajaran IPA di SD
2. Untuk mengetahui apa itu model pembelajaran contextual teaching
learning
3

3. Untuk mengetahui apa itu model pembelajaran problem based learning


4. Untuk mengetahui apa itu model pembelajaran inquiry learning
5. Untuk mengetahui apa itu model pembelajaran discovery learning
6. Untuk mengetahui apa itu model pembelajaran project based learning
7. Untuk mengetahui apa itu model pembelajaran learning cycle

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat dari dibuatnya makalah ini adalah agar kita bisa meningkatkan
pengetahuan dan wawasan kita sebagai calon pendidik mengenai Model-Model
Pembelajaran IPA di SD.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Model-Model Pembelajaran IPA di SD


Model pembelajaran merupakan pedoman bagi tenaga pendidik dalam
melangsungkan kegiatan belajar mengajar di kelas. Model ini mencakup
pendekatan, strategi, hingga metode pembelajaran.
Istilah model pembelajaran amat dekat dengan pengertian strategi
pembelajaran dan dibedakan dari istilah strategi, pendekatan dan metode
pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas
daripada suatu strategi, metode, dan teknik. Sedangkan istilah “strategi” awal
mulanya dikenal dalam dunia militer terutama terkait dengan perang atau dunia olah
raga, namun demikian makna tersebut meluas tidak hanya ada pada dunia militer
atau olahraga saja akan tetapi bidang ekonomi, sosial, pendidikan.
Menurut Ruseffendi (1980), istilah strategi, metode, pendekatan dan teknik
mendefinisikan sebagai berikut:
1. Strategi pembelajaran adalah separangkat kebijaksanaan yang terpilih, yang
telah dikaitkan dengan faktor yang menetukan warna atau strategi tersebut,
yaitu:
a. Pemilihan materi pelajaran (guru atau siswa)
b. Penyaji materi pelajaran (perorangan atau kelompok, atau belajar mandiri)
c. Cara menyajikan materi pelajaran (induktif atau deduktif, analitis atau
sintesis, formal atau non formal)
d. Sasaran penerima materi pelajaran (kelompok, perorangan, heterogen,
atau homogen.
2. Pendekatan Pembelajaran adalah jalan atau arah yang ditempuh oleh guru
atau siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran dilihat bagaimana materi itu
disajikan. Misalnya memahami suatu prinsip dengan pendekatan induktif atau
deduktif.

4
5

3. Metode Pembelajaran adalah cara mengajar secara umum yang dapat


diterapkan pada semua mata pelajaran, misalnya mengajar dengan ceramah,
ekspositori, tanya jawab, penemuan terbimbing dan sebagainya.
4. Teknik mengajar adalah penerapan secara khusus suatu metode pembelajaran
yang telah disesuaikan dengan kemampuan dan kebiasaan guru, ketersediaan
media pembelajaran serta kesiapan siswa. Misalnya teknik mengajarkan
perkalian dengan penjumlahan berulang.
5. Sedangkan model membelajaran adalah sebagai suatu disain yang
menggambakan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang
memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau
perkembangan pada diri siswa.
Istilah “model pembelajaran” berbeda dengan strategi pembelajaran, metode
pembelajaran, dan pendekatan pembelajaran. Model pembelajaran meliputi suatu
model pembelajaran yang luas dan menyuluruh. Konsep model pembelajaran lahir
dan berkembang dari pakar psikologi dengan pendekatan dalam setting eksperimen
yang dilakukan.
Konsep model pembelajaran untuk pertama kalinya dikembangkan oleh
Bruce dan koleganya (Joyce, Weil dan Showers, 1992) Lebih lanjut Ismail (2003)
menyatakan istilah Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak
dipunyai oleh strategi atau metode tertentu yaitu:
1. Rasional teoritik yang logis disusun oleh perancangnya
2. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai
3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan secara berhasil
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat
tercapai.
Model pembelajaran (Teaching Models) atau (Models of Teaching) memiliki
makna lebih luas dari metode, strategi/pendekatan dan prosedur. Istilah model
pembelajaran adalah pendekatan tertentu dalam pembelajaran yang tercakup dalam
tujuan, sintaks, lingkungan dan sistem manajemen (Arends, 1997:7).
6

Sintak dalam model pembelajaran merupakan urutan tahap-tahap yang selalu


diikuti dalam pembelajaran. Berbedanya pengertian antara model, strategi,
pendekatan dan metode serta teknik diharapkan guru mata pelajaran umumnya dan
khususnya ilmu pengetahuan alam mampu memilih model dan mempunyai strategi
pembelajaran yang sesuai dengan materi dan kompetensi dalam kurikulum.

2.2 Model Pembelajaran Contextual and Learning


Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu
strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara
penuh untuk menemukan materi yang dipelajarinya dan menghubungkannya
dengan situasi di dalam kehidupan nyata, sehingga siswa didorong untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Yildiz menjelaskan bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah
pendekatan konstruktivis untuk belajar dalam hal ini berfokus pada pengetahuan
yang sangat kontekstual dan relevan dengan siswa dan Contextual Teaching and
Learning menekankan menggunakan konsep dan keterampilan proses dalam
konteks dunia nyata yang relevan dengan siswa dari berbagai latar belakang.
Pendekatan ini memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan
aplikasi untuk kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan
pekerja.
Kadir 2013, menjelaskan bahwa Landasan filosofi pembelajaran kontekstual
(CTL) adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa
belajar tidak hanya sekedar menghafal tetapi mengkonstruksi atau membangun
pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta yang mereka alami dalam
kehidupannya.
Dapat disimpulkan bahwa (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru
mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran kontekstual memang mengharuskan siswa dapat menangkap
dan mengaitkan dengan kehidupan mereka. Suatu yang baru bukan diberikan guru
7

tetapi ditemukan sendiri oleh siswa. Sehingga, pada hakikatnya pembelajaran


Contextual Teaching and Learning (CTL) memiliki tujuh komponen utama yaitu:
1. Konstruktivisme (Constructivism)
Menurut konstruktivisme, filosofi pembelajaran kontekstual berpendapat
bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran siswa. Pengetahuan bukanlah
kumpulan ide, fakta, prinsip, atau norma yang dapat diingat. Orang harus membuat
pengetahuan dan memberi makna melalui pengalaman mereka sendiri.
Menurut konstruktivisme, belajar adalah proses menjadi tahu, bukan menjadi
tidak tahu. Menurut Zahorik (1995), ada lima komponen yang harus diperhatikan
dalam praktik pembelajaran kontekstual. Salah satunya adalah pengaktifan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Menurut perspektif konstruktivis, ini akan
menjadi kerangka logis yang menstransformasi, mengorganisasi, dan
menginterpretasikan pengalaman siswa sehingga mereka dapat membuat
pengetahuan baru.
2. Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari Contextual Teaching and Learning
(CTL). Pengetahuan dan keterampilan proses diharapkan siswa melalui proses
penemuan sendiri, dan bukan hasil mengingat atau menghafal seperangkat fakta-
fakta melalui pemberian informasi oleh guru, proses pembelajaran didasarkan pada
pencarian dan penemuan. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena,
dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang
diperoleh sendiri oleh siswa.
3. Bertanya (questioning)
Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang selalu bermula dari bertanya
(questioning) oleh karena itu, dalam proses pembelajaran mulailah dengan
mengajukan pertanyaan. Bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran
berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL). Bertanya dalam proses
pembelajaran merupakan kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan
menilai kemampuan berfikir siswa.
Menurut Mulyasa (2009:70) menyebutkan ada 6 keterampilan bertanya
dalam kegiatan pembelajaran, yakni pertanyaan yang jelas dan singkat, memberi
8

acuan, memusatkan perhatian, memberi giliran dan menyebarkan pertanyaan,


pemberian kesempatan berpikir, dan pemberian tuntunan. Dalam pembelajaran
melalui CTL guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi
memancing agar siswa dapat menemukan sendiri.
4. Komunitas Belajar atau Masyarakat Belajar (Learning Comunity)
Masyarakat belajar dimaksudkan bahwa pengetahuan atau keterampilan yang
diperoleh siswa sebagai hasil suatu proses pembelajaran diharapkan dicapai melalui
kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari saling tukar pikiran
(sharing) antar teman sejawat, atau melalui diskusi antar kelompok yang dapat
berlangsung di dalam kelas maupun di luar kelas, yang semuanya adalah anggota
masyarakat belajar (Johson,2002).
Permasalahan tidak mungkin dipecahkan sendirian, tetapi membutuhkan
bantuan orang lain. Konsep masyarakat belajar (Learning Comunity) dalam CTL
hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain, teman, antar
kelompok, sumber lain dan bukan hanya guru (Sanjaya, 2006:267).
5. Pemodelan (Modeling)
Untuk pembelajaran, baik keterampilan maupun pengetahuan, diperlukan
model yang dapat ditiru. Ini sesuai dengan teori belajar sosial yang dikemukakan
oleh Bandura, yang menyatakan bahwa manusia belajar dari suatu model. Dalam
contoh, seorang guru fisika menunjukkan siswa bagaimana menggunakan jangka
sorong untuk mengukur diameter lubang botol, dan siswa kemudian menirunya.
Guru bukanlah satu-satunya model dalam pembelajaran kontekstual; model dapat
dibuat dengan melibatkan siswa. Misalnya, siswa yang memenangkan kompetisi
karya tulis ilmiah nasional dapat digunakan sebagai model untuk mempresentasikan
pekerjaan mereka. Karya ilmiah itu sendiri juga dapat digunakan sebagai model.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berfikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan dimasa lalu dan apa yang
perlu dilakukan selanjutnya. Agar terjadi proses refleksi guru membantu siswa
untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan
yang baru. Yang perlu ditekankan adalah bagaimana pengetahuan yang baru
9

dipelajarinya mengendap dibenak siswa, pada setiap akhir pembelajaran guru


hendaknya menyisakan waktu agar siswa melakukan refleksi dapat berupa
pertanyaan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
7. Penilaian Autentik
Asesmen adalah proses pengumpulan informasi tentang peserta didik.
Berkenaan dengan apa yang mereka ketahui dan apa yang mereka dapat lakukan.
Dalam hal ini, banyak cara yang dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi
tersebut, misalnya dengan cara mengamati peserta didik belajar, menguji apa yang
mereka hasilkan serta menguji pengetahuan dan keterampilan mereka.
Langkah-langkah penerapan CTL di dalam kelas adalah sebagai berikut: Udin
Sa’ud (2010: 173-174) memberikan gambaran bagaimana tahapan pelaksanaan
pembelajaran menggunakan CTL. Menurutnya, pembelajaran dengan model CTL
terdiri dari 4 tahap yaitu: tahap invitasi, tahap eksplorasi, tahap penjelasan dan
solusi, dan tahap pengambilan tindakan.
• Tahap Invitasi
Ini adalah tahap di mana siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan
pengetahuan awal mereka tentang ide-ide yang akan dibahas. Guru berusaha
menarik siswa dengan mengajukan pertanyaan yang terkait dengan pengalaman dan
pendapat mereka tentang materi yang akan diajarkan.
• Tahap Eksplorasi
Tahap di mana siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan
ide melalui kegiatan pengamatan, pengumpulan, pengorganisasian, dan interpretasi
data yang dirancang oleh guru.
• Tahap Penjelasan dan Solusi
Pada tahap ini, siswa memberikan penjelasan tentang solusi berdasarkan apa
yang mereka lihat. Guru membantu mereka dan memperdalam penjelasan mereka
tentang solusi. Karena dengan cara ini, siswa dapat menyampaikan ide dan
membuat rangkuman atau gagasan sementara.
10

• Tahap Pengambilan
Pada titik ini, siswa membuat kesimpulan, menggunakan pengetahuan dan
keterampilan mereka, mengajukan pertanyaan lanjutan, dan memberikan saran
yang baik secara individu.
Dalam model pembelajaran contextual teaching and learning terdapat
beberapa keunggulan dan kekurangan.
1. Keunggulan
a. Memberikan siswa kesempatan untuk dapat berkembang sesuai dengan
potensi dan minat yang mereka miliki.
b. Siswa menjadi bisa berpikir kreatif dan kritis dalam memahami dan
memecahkan isu atau permasalahan yang pernah mereka alami.
c. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak hanya ditentukan
oleh guru di dalam kelas.
d. Pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
e. Membentuk sikap kerja sama yang baik antar individu ataupun kelompok.
f. Menyadarkan siswa tentang makna utama dari teori pelajaran yang telah
mereka pelajari di dalam kelas.
2. Kelemahan
a. Dalam pemilihan informasi atau materi dikelas didasarkan pada kebutuhan
peserta didik, namun dalam suatu kelas tingkat kemampuan peserta
didiknya berbeda-beda sehingga pendidik akan kesulitan dalam
menetukan materi pelajaran karena tingkat pencapaianya peserta didik
tidak sama.
b. Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang lumayan lama dalam
PBM.
c. Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak jelas antara
peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi dan peserta didik yang
memiliki kemampuan rendah, sehingga dapat menimbulkan rasa tidak
percaya diri bagi peserta didik yang memiliki kemampuan yang rendah.
d. Bagi peserta didik yang tertinggal dalam proses pembelajaran dengan CTL
ini akan terus tertinggal dan sulit untuk mengejar ketertinggalan, karena
11

dalam model pembelajaran ini kesuksesan peserta didik tergantung dari


keaktifan dan usaha sendiri. Jadi peserta didik yang dengan baik mengikuti
setiap pembelajaran dengan model ini tidak akan menunggu teman yang
tertinggal dan mengalami kesulitan.
e. Tidak setiap peserta didik dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan
mengembangkan kemampuan yang dimiliki dengan penggunaan model
CTL ini.
f. Kemampuan setiap peserta didik berbeda-beda, dan peserta didik yang
memiliki kemampuan intelektual tinggi namun sulit untuk
mengapresiasikannya dalam bentuk lisan akan mengalami kesulitan sebab
CTL ini lebih mengembangkan ketrampilan dan kemampuan soft skill
daripada kemampuan intelektualnya.
g. Pengetahuan yang didapat oleh setiap peserta didik akan berbeda-beda dan
tidak merata.
h. Peran pendidik tidak nampak terlalu penting lagi karena dalam CTL ini
peran pendidik hanya sebagai pengarah dan pembimbing. Model ini lebih
menuntut peserta didik untuk aktif dan berusaha sendiri mencari informasi,
mengamati fakta dan menemukan pengetahuan-pengetahuan baru di
lapangan.

2.3 Model Pembelajaran Problem Based Learning


Problem based learning (PBL) adalah pendekatan pembelajaran yang
melibatkan masalah. Metode ini mendorong siswa untuk berpikir kritis dan analitis,
bekerja sama dalam kelompok, dan belajar menyelesaikan masalah dengan berpikir
kritis. PBL juga memungkinkan siswa untuk menetapkan dan menggunakan
sumber daya pembelajaran yang sesuai. Metode pemecahan masalah (PBL) adalah
pendekatan pembelajaran di mana siswa dihadapkan pada masalah terbuka untuk
diselesaikan secara konseptual atau diselesaikan.
Model pembelajaran problem based learning (PBL) dapat membantu siswa
memperoleh keterampilan yang diperlukan di era globalisasi saat ini. Dalam
pembelajaran ilmu medis di McMaster University Canada pada sekitar tahun 1970-
12

an, Prof. Howard Barrows menciptakan konsep Problem Based Learning (PBL).
Model pembelajaran ini memberikan masalah nyata kepada siswa sebagai awal
pembelajaran dan kemudian menyelesaikannya.
Beberapa definisi tentang Problem Based Learning (PBL):
1. Menurut Duch
Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang
menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok
untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata [4]. Masalah ini digunakan
untuk mengikat siswa pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud.
2. Menurut Arends
Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu pendekatan pembelajaran
di mana siswa dihadapkan pada masalah autentik (nyata) sehingga diharapkan
mereka dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan
keterampilan tingkat tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan
kepercayaan dirinya.
3. Menurut Glazer
Problem Based Learning merupakan suatu strategi pengajaran dimana siswa
secara aktif dihadapkan pada masalah kompleks dalam situasi yang nyata.
Landasan Teori PBL Model Problem-Based Learning (PBL) didukung oleh
teori-teori belajar dan perkembangan. Teori yang menjadi landasan pengembangan
Model Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem-Based Learning (PBL) adalah
Teori Perkembangan Piaget, Teori Belajar Sosial-konstruktivisme Vygotsky, Teori
Bruner dan Discovery Learning, dan Teori John Dewey.
1. Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Piaget mengatakan bahwa pada dasarnya, anak-anak selalu ingin tahu dan
berusaha untuk memahami dunia sekitar mereka sehingga mereka dapat membuat
representasi tentang lingkungannya. Mereka tumbuh, belajar bahasa yang lebih
banyak, ingat dengan baik, memiliki representasi mental yang kompleks, dan
memahami dunia secara abstrak. Tahap perkembangan ini mendorong mereka
untuk menyelidiki dan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang teori
13

tersebut. Pandangan konstruktivis kognitif adalah dasar dari pembelajaran berbasis


masalah.
Menurut Piaget, siswa dapat berpartisipasi secara aktif dalam proses
memperoleh dan mengembangkan pengetahuan mereka sendiri. Karena
pengetahuan selalu berubah, siswa diharuskan untuk membangun dan mengubah
apa yang mereka ketahui dari pengalaman sebelumnya. Menurut Piaget, pendidikan
yang efektif melibatkan anak-anak untuk bereksperimen, memanipulasi,
mengajukan pertanyaan, dan mencari jawaban.
Piaget berpendapat bahwa hubungan antara perkembangan otak, sistem saraf,
dan pengalaman untuk membantu seseorang beradaptasi dengan lingkungannya
adalah dasar perkembangan kognitif. Menurut Piaget, perkembangan kognitif anak
terjadi dalam empat periode utama. Pertama, periode sensorimotor, yang
merupakan tahap perkembangan kemampuan dan pemahaman persepsi; kedua,
periode praoperasi, yang merupakan prosedur tindakan mental terhadap objek
tertentu; ketiga, periode operasional konkret, yang merupakan ciri perkembangan
dasar dalam penggunaan logika yang memadai; dan keempat, periode operasional
formal, yang merupakan perkembangan kemampuan untuk berpikir abstrak,
menalar secara logis, dan membuat kesimpulan dari informasi yang ada.
2. Teori Belajar Social-konstruktivisme Vygotsky
Vygotsky lebih fokus pada aspek sosial dalam pembelajaran karena interaksi
sosial dapat membawa ide-ide baru untuk meningkatkan kecerdasan seseorang.
Sebagai konsep dari zona perkembangan proksimal, aspek sosial pembelajaran
sangat penting. Vygotsky mengatakan bahwa siswa memiliki dua tingkat
perkembangan: tingkat perkembangan aktual dan potensial.
Tingkat perkembangan didefinisikan sebagai fungsi intelektual seseorang,
kemampuan untuk mempelajari sesuatu secara mandiri, dan tingkat perkembangan
potensial yang dapat dicapai melalui bantuan orang lain, seperti orang tua, pendidik,
dan teman sebaya yang lebih mampu. Vygotsky menandai tingkat perkembangan
aktual dan potensial, atau zona perkembangan proksimal. Menurut teori Vygotsky,
pembelajaran terjadi dalam interaksi sosial antara siswa, guru, dan teman sebaya.
14

Interaksi sosial ini melibatkan pengembangan proksimal, tempat pembelajaran


terjadi.

3. Teori Bruner dan Discovery Learning


Pembelajaran penemuan, yang didukung oleh Jerome Bruner dan rekan-
rekannya, adalah model pembelajaran yang dapat membantu siswa memahami
struktur atau konsep kunci dari disiplin ilmu tertentu, membutuhkan proses
pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif, dan percaya bahwa pembelajaran
penemuan adalah pembelajaran yang benar. Menciptakan hasil atau penemuan oleh
siswa adalah salah satu tujuan pembelajaran.
Pembelajaran penemuan menekankan penalaran induktif dan penyelidikan,
yang memiliki ciri-ciri penyelesaian masalah dan metode ilmiah. Bruner memberi
gambaran tentang scaffolding, atau bantuan, yang dapat membantu siswa
memahami masalah yang di luar kemampuan mereka dan dapat dibantu oleh guru
atau orang yang berpengalaman dalam topik yang dibahas.
4. Teori John Dewey
John Dewey percaya bahwa sekolah adalah representasi dari masyarakat yang
sangat besar, dan ruang kelas adalah laboratorium untuk penyelidikan dan
pemecahan masalah dalam kehidupan nyata. Teori pengajarannya mendorong
pendidik untuk melibatkan siswa dalam proyek berorientasi masalah dan membantu
mereka menyelidiki masalah sosial dan pentingnya intelektual. Pembelajaran
tujuan memiliki tujuan atau berfokus pada masalah, memotivasi siswa untuk
memahami situasi pembelajaran secara spesifik, jelas, dan relevan dengan filosofi
pendidikan modern.
Pembelajaran berbasis masalah adalah pendekatan pembelajaran di mana
peserta didik diberi tugas untuk memecahkan suatu masalah yang dapat menjadi
tantangan bagi mereka untuk belajar sendiri atau bekerja sama dalam kelompok
untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam proses ini, terjadi interaksi antara
stimulus dan respons. Pembelajaran berbasis masalah adalah pendekatan
pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa dalam menghadapi situasi
kehidupan nyata dan mempelajari bagaimana orang dewasa bertindak. Pendekatan
15

ini menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks berpikir untuk mengajarkan
siswa kemampuan untuk berpikir kritis dan memecahkan masalah untuk
mendapatkan pengetahuan.
Menurut Arends (2012:398-399) menjelaskan bahwa karakteristik dari model
pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut.
a. Masalah yang diajukan berupa permasalahan pada kehidupan dunia nyata
sehingga peserta didik dapat membuat pertanyaan terkait masalah dan
menemukan berbagai solusi dalam menyelesaikan permasalahan.
b. Pembelajaran memiliki keterkaitan antardisiplin sehingga peserta didik dapat
menyelesaikan permasalahan dari berbagai sudut pandang mata pelajaran.
c. Pembelajaran yang dilakukan peserta didik bersifat penyelidikan autentik dan
sesuai dengan metode ilmiah.
d. Produk yang dihasilkan dapat berupa karya nyata atau peragaan dari masalah
yang dipecahkan untuk dipubliksaikan oleh peserta didik.
e. Peserta didik bekerjasama dan saling memberi motivasi terkait masalah yang
dipecahkan sehingga dapat mengembangkan keterampilan sosial peserta
didik.
Pelaksanaan model Problem Based Learning (PBL) terdiri dari 5 tahap
proses, yaitu:
• Tahap pertama, adalah proses orientasi peserta didik pada masalah. Pada
tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang
diperlukan, memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas
pemecahan masalah, dan mengajukan masalah.
• Tahap kedua, mengorganisasi peserta didik. Pada tahap ini guru membagi
peserta didik kedalam kelompok, membantu peserta didik mendefinisikan
dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.
• Tahap ketiga, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Pada
tahap ini guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang
dibutuhkan, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.
16

• Tahap keempat, mengembangkan dan menyajikan hasil. Pada tahap ini guru
membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan laporan,
dokumentasi, atau model, dan membantu mereka berbagi tugas dengan
sesama temannya.
• Tahap kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan
masalah. Pada tahap ini guru membantu peserta didik untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap proses dan hasil penyelidikan yang mereka
lakukan.
Sebagai suatu model pembelajaran, Problem Based Learning memiliki
beberapa kelebihan, diantaranya:
1. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan bagi siswa untuk
menemukan pengetahuan baru.
2. Meningkatkan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa.
3. Membantu siswa memahami masalah dunia nyata melalui pengetahuan yang
mereka pelajari.
4. Membantu siswa mengembangkan keterampilan baru dan mengambil
tanggung jawab atas apa yang mereka pelajari. Selain itu, PBM dapat
mendorong siswa untuk menilai diri mereka sendiri, baik proses belajar
maupun hasil belajar mereka.
5. Meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan menyesuaikan diri
dengan informasi baru.
6. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan pengetahuan
mereka dalam kehidupan nyata.
7. Menumbuhkan keinginan siswa untuk terus belajar meskipun pendidikan
formal telah berakhir.
8. Membantu siswa memahami konsep yang dipelajari untuk memecahkan
masalah dunia.
Selain kelebihan yang disebutkan di atas, pembelajaran berbasis masalah juga
memiliki kelemahan, seperti berikut:
1. Siswa tidak akan tertarik atau percaya bahwa masalah yang dipelajari sulit
untuk diselesaikan, sehingga mereka tidak akan mencobanya.
17

2. Sebagian siswa merasa bahwa mereka tidak memahami materi yang


diperlukan untuk menyelesaikan masalah, sehingga mereka akan
mempelajari apa yang mereka ingin pelejari.

2.4 Model Pembelajaran Discovery Learning


Discovery Learning Method adalah gaya belajar aktif dan langsung yang
diciptakan oleh Jerome Bruner pada tahun 60-an. Bruner menekankan bahwa
belajar harus sambil melakukan, atau learning by doing. Karena Metode ini
mendorong siswa untuk berpartisipasi secara aktif, bukan hanya
menerima pengetahuan secara pasif. Pendekatan Discovery Learning
menunjukkan pendidikan umum yang menggambarkan perkembangan
pembelajaran konstruktivis untuk pendidikan berbasis sekolah. Bruner (1961)
membuat pembelajaran dari temuan penelitian psikologi kognitif saat ini,
dan memotivasi pengembangan metode pembelajaran yang lebih khusus.
Meskipun Bruner sering disebut sebagai pencipta metode pembelajaran
Discovery Learning pada tahun 60-an, konsep dan teori yang mendasari metode ini
berasal dari ahli lain seperti John Dewey, Jean Piaget, dan Seymour Papert. Praktik
menemukan sendiri, menurut Bruner (1961), mengajarkan seseorang untuk
mendapatkan informasi dengan cara yang membuatnya lebih siap untuk digunakan
dalam pemecahan masalah.
Pelajar harus membuat unit dan struktur pengetahuan abstrak (seperti konsep
dan aturan) dengan menggunakan penalaran induktif mereka sendiri tentang materi
pembelajaran non-abstrak. Ini adalah karakteristik yang paling penting dari
pembelajaran penemuan (Holland, Holyoak, Nisbett & Thagard, 1986). Bruner
(2001) berpendapat bahwa pendekatan Discovery Learning sesuai dengan proses
pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan secara otomatis menghasilkan
hasil terbaik.
Metode ini menghasilkan proses pembelajaran aktif di mana guru tidak
memberikan materi atau konten secara langsung pada awal proses pembelajaran.
Selama proses belajar, siswa diminta untuk dapat menemukan solusi masalah secara
mandiri (Tampubolon, 2017). Selain itu, dapat dijelaskan bahwa model
18

pembelajaran ini adalah bagaimana siswa mencapai kesimpulan dengan memahami


konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif.
Jadi proses Discovery Learning melibatkan arahan guru untuk mengatur
aktivitas-aktivitas yang dilakukan peserta didik seperti menemukan, mengolah,
menelusuri dan menyelidiki. Peserta didik mempelajari pengetahuan baru yang
relevan dengan materi atau konten tertentu dan keterampilan-keterampilan umum
seperti memformulasikan aturan, menguji hipotesis dan mengumpulkan informasi.
Model Discovery Learning tentunya memiliki beberapa tahapan atau
langkah-langkah yang harus dilewati agar dapat terlaksana dengan baik dan juga
efektif. Berikut tahapan atau langkah-langkahnya.
• Pemberian rangsangan (Stimulation), siswa dihadapkan pada suatu hal yang
dapat menimbulkan rasa penasaran
• Identifikasi masalah (Problem statement), guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengindentifikasi sebanyak mungkin mengenai masalah untuk
menciptakan hipotesis
• Pengumpulan data (Data collection), siswa diberi kesempatan oleh guru untuk
mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak mungkin agar dapat
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis
• Pengolahan data (Data processing), kegiatan mengolah data/informasi yang
ditemukan siswa untuk dikumpulkan pada langkah sebelumnya
• Pembuktian (Verification), dilakukan pembuktian antara siswa dengan guru
yang bertujuan agar proses belajar akan berjalan sesuai rencana dengan baik
• Menarik kesimpulan (Generalization), menarik sebuah kesimpulan dengan
memperhatikan hasil pembuktian yang sudah diperoleh.
Model pembelajaran Discovery Learning tentu memiliki kelebihan dan dalam
penerapannya.
1. Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan permasalahan
2. Memperkuat konsep kepercayaan diri peserta didik, karena memperoleh
kepercayaan untuk dapat bekerja sama dengan peserta didik lainnya
3. Mendorong keterlibatan keaktifan peserta didik
19

4. Membuat situasi pembelajaran menjadi lebih terangsang


5. Melatih peserta didik menjadi lebih mandiri
6. Membuat peserta didik menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran
Namun dalam penerapannya, model pemebelajaran ini juga terdapat
kekurangan didalamnya.
1. Penggunaan metode ini menghabiskan banyak waktu
2. Penerapan metode ini membutuhkan lingkungan belajar yang kaya sumber
daya
3. Kualitas dan keterampilan peserta didik menentukan hasil atau efektifitas
metode ini
4. Kemampuan memahami dan mengenali konsep tidak bisa diukur hanya dari
keaktifan siswa di kelas
5. Peserta didik sering mengalami kesulitan dalam membentuk opini, membuat
prediksi, atau menarik kesimpulan
6. Sebagian guru belum tentu mahir mengelola pembelajaran discovery
7. Tidak semua guru mampu memantau kegiatan belajar secara efektif.

2.5 Model Pembelajaran Inquiry Learning


Model Inquiry based Learning adalah suatu model pembelajaran yang
melibatkan peserta didik untuk menjadi aktif dalam proses penemuan pengetahuan
melalui kegiatan eksperimen dengan berbantuan simber belajar berupa LKS. LKS
memiliki ketersediaan seperti rumusan masalah, alat dan bahan dalam penyelidikan,
prosedur penyelidikan, pengolahan data dan berisi tugas penalaran dan tugas
peserta didik. Model Inquiry based Learning tidak terlepas dari kegiatan
penyelidikan, karena model Inquiry based Learning ini berlandasan pada penemuan
baru yang akan diperoleh oleh peserta didik melalui serangkaian kegiatan
penyelidikan atau kegiatan ilmiah. Kegiatan ilmiah yang disebut sebagai
pendekatan saintifik.
Menurut khoirul Anam (2015, h. 7) mengemukakan bahwa: Secara bahasa,
Inkuiri berasal dari kata inquiry yang merupakan kata, dalam bahasa inggris yang
20

berarti; penyelidikan/meminta keterangan; terjemahan bebas untuk konsep ini


adalah “diminta untuk mencari dan menemukan sendiri”. Dalam konteks
penggunaan inkuiri sebagai metode belajar mengajar, siswa ditempatkan sebagai
subjek pembelajaran, yang berarti bahwa siswa memiliki andil besar dalam
menentukan suasana dan model pembelajaran. Dalam metode ini, setiap peserta
didik didorong untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar, salah satunya
dengan secara aktif mengajukan pertanyaan yang baik terhadap setiap materi yang
disampaikan dan pertanyaan tersebut tidak harus selalu dijawab oleh guru, karena
semua peserta didik memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan jawaban
atas pertanyaan yang diajukan.
Karakteristik model Inquiry Based Learning menurut Gulo (2002, h.95)
adalah sebagai berikut:
a. Driving question or problem
b. Interdisciplinary focus
c. Authentic Investigation,
d. Production of artifacts and exhibits
e. Collaboration Inquiry Based Learning
Adapun langakah-langkah atau tahapan untuk model pembelajaran inquiry
learning secara ditarik dari beberapa pendapat yaitu:
• Stimulation: guru mulai dengan bertanya mengajukan persoalan atau
menyuruh peserta didik membaca atau mendengarkan uraian yang memuat
permasalahan.
• Problem statement: peserta didik diberi kesempatan mengidentifikasi
berbagai permasalahan, sebanyak mungkin memilihnya yang dipandang
paling menarik dan fleksibel untuk dipecahkan. Permasalahan yang dipilih ini
selanjutnya harus dirumuskan dalam pertanyaan atau hipotesis (pernyataan
sebagai jawaban sementara atas pertanyaan tersebut).
• Data collection: untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar
tidaknya hipotesis itu peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan
berbagai informasi yang relevan, dengan jelas membaca literatur, mengamati
21

objeknya, mewawancarai orang sumber, mencoba (uji coba) sendiri dan


sebagainya.
• Data processing: semua informasi (hasil bacaan wawancara, observasi, dan
sebagainya) itu diolah diacak diklasifikasikan, ditabulasikan, bahkan kalau
perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan dengan tingkat
kepercayaan tertentu.
• Verification: berdasarkan hasil olahan dan tafsiran atau informasi yang ada
tersebut(available information), pertanyaan atau hipotesis yang dirumuskan
terlebih dahulu kemudian dicek, atau apakah terjawab atau, dengan kata lain
terbukti atau tidak.
• Generalization: tahap selanjutnya, berdasarkan hasil verifikasi tadi siswa
belajar menarik generalisasi/ kesimpulan tertentu.
Menurut Arikunto 2014, h. 80 berpendapat bahwa kelebihan pembelajaran
inkuiri:
1. Pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang menekankan kepada
pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang,
sehingga pembelajaran melalui pembelajaran ini dianggap jauh lebih
bermakna.
2. Pembelajaran ini dapat memberikan ruang kepada siswa utuk belajar sesuai
dengan gaya belajar mereka.
3. Pembelajaran ini merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan
perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah
proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
4. Keuntungan lain yaitu dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki
kemampuan diatas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan
belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
Namun dibalik kelebihan itu juga menurutnya terdapat juga kekurangan
dalam model pembelajaran inquiry learning ini, yaitu:
1. Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
2. Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan
kebiasaan siswa dalam belajar.
22

3. Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang


panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang
telah ditentukan.
4. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa
menguasai materi pelajaran, maka strategi ini tampaknya akan sulit
diimplemetasikan.

2.6 Model Pembelajaran Project Based Learning


Menurut Susanto (2016), muatan pembelajaran IPA adalah upaya manusia
untuk memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran,
menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran untuk mendapatkan suatu
kesimpulan. Ini adalah pembelajaran yang penting dan mulai dipelajari di sekolah
dasar. Pembelajaran IPA pasti bermanfaat dan digunakan dalam kehidupan sehari-
hari. Namun, untuk melakukannya, Anda perlu memahami konsep dengan benar.
Kegiatan langsung, seperti praktikum dan melihat berbagai alat peraga, akan
membantu memahami konsep tersebut. Salah satu model pembelajaran yang tepat
yaitu project based learning.
Menurut Bie dalam (Ngalimun, 2013:185), pembelajaran project based
learning adalah model pembelajaran yang berfokus pada konsep-konsep dan
prinsip-prinsip utama (central) dari suatu disiplin. Ini melibatkan siswa dalam
kegiatan pemecahan masalah dan tugas-tugas penting lainnya, memberikan peluang
bagi siswa untuk bekerja secara mandiri dalam mengembangkan belajar mereka
sendiri, dan pada akhirnya menghasilkan produk karya. Model pembelajaran yang
didasarkan pada proyek memiliki banyak potensi untuk membuat pengalaman
belajar lebih menarik dan bermakna. Selain itu, model ini dapat membantu siswa
menjadi lebih aktif dan kreatif saat belajar. Pembelajaran berbasis proyek
memungkinkan siswa untuk berfokus pada diri mereka sendiri, meneliti,
memecahkan masalah, dan menghasilkan produk nyata yang berasal dari hasil
proyek.
Salah satu ciri model pembelajaran berbasis proyek adalah bahwa guru
memberikan masalah yang harus diselesaikan oleh siswa sebagai proyek.
23

Selanjutnya, siswa diminta untuk merancang proses dan kerangka kerja untuk
menyelesaikan masalah tersebut.
Menurut Daryanto dan Rahardjo (2012, hlm. 162), karakteristik pembelajaran
berbasis proyek adalah sebagai berikut.
1. Peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja.
2. Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik.
3. Peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan
atau tantangan yang diajukan.
4. Peserta didik secara kolaboratif bertanggung jawab untuk mengakses dan
mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan.
5. Proses evaluasi dijalankan secara kontinu (berlanjut).
6. Peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah
dijalankan.
7. Produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif.
8. Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.
Berdasarkan karakteristik tersebut, langkah-langkah pembelajaran Project
Based Learning (PJBL) yang bisa dirancang oleh guru adalah sebagai berikut:
• Pertanyaan mendasar, peserta didik mengajukan pertanyaan mendasar apa
yang harus dilakukan peserta didik terhadap topik/ pemecahan masalah.
• Mendesain perencanaan produk, peserta didik berdiskusi menyusun rencana
pembuatan proyek pemecahan masalah meliputi pembagian tugas, persiapan
alat, bahan, media, sumber yang dibutuhkan.
• Menyusun jadwal pembuatan, peserta didik menyusun jadwal penyelesaian
proyek dengan memperhatikan batas waktuyang telah ditentukan bersama.
• Monitor keaktifan dan perkembangan proyek, peserta didik melakukan
pembuatan proyek sesuai jadwal, mencatat setiap tahapan, mendiskusikan
masalah yang muncul selamapenyelesaian proyek dengan guru.
• Menguji hasil, membahas kelayakan proyek yang telah dibuat dan membuat
laporan produk/ karya untuk dipaparkan kepada orang lain.
24

• Evaluasi pengalaman belajar, setiap peserta didik memaparkan laporan,


peserta didik yang lain memberikan tanggapan, dan bersama guru
menyimpulkan hasil proyek.
Setiap model, teknik, atau model pembelajaran lainnya pasti memiliki
kelebihan dan kekurangan. Selain itu, pendekatan pembelajaran berbasis proyek
adalah model sapu jagat (serba ada/serba bisa) yang melibatkan pembelajaran
kontekstual, investigasi/inkuiri, dan penyelesaian masalah.
Model pembelajaran ini memiliki dampak positif pada kompetensi siswa
secara keseluruhan, yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Sayangnya, pembelajaran ini membutuhkan banyak waktu persiapan dan siswa
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengerjakannya. Untuk lebih
jelasnya, berikut adalah penjabaran kelebihan dan kekurangan model pembelajaran
project based learning.
Menurut Daryanto dan Rahardjo (2012, hlm. 162) model pembelajaran
project based learning mempunyai kelebihan sebagai berikut.
1. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong
kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu
untuk dihargai.
2. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
3. Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan
problem-problem kompleks.
4. Meningkatkan daya kolaborasi.
5. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan
keterampilan komunikasi.
6. Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber.
7. Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik
dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-
sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
8. Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara
kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dengan dunia nyata.
25

9. Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik


maupun pendidik menikmati proses pembelajaran.
Menurut Widiasworo (2016, hlm. 189) project based learning memiliki
kelemahan sebagai berikut.
1. Pembelajaran berbasis proyek memerlukan banyak waktu yang harus
disediakan untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks
2. Banyak orang tua peserta didik yang merasa dirugikan karena menambah
biaya untuk memasuki sistem baru.
3. Banyak instruktur merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana
instruktur memegang peran utama di kelas. Ini merupakan tradisi yang sulit,
terutama bagi instruktur yang kurang atau tidak menguasai teknologi.
4. Banyaknya peralatan yang harus disediakan. Oleh karena itu, disarankan
untuk menggunakan team teaching dalam pembelajaran.
5. Peserta didik memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan
informasi akan mengalami kesulitan.
6. Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok.
7. Apabila topik yang diberikan pada masing-masing kelompok berbeda,
dikhawatirkan peserta didik tidak memahami topik secara keseluruhan.

2.7 Model Pembelajaran Learning Cycle


Model learning cycle (siklus belajar) adalah rangkaian tahap-tahap kegiatan
(fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai
kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan
berperanan aktif. Model learning cycle merupakan model pembelajaran yang
berdasarkan pandangan konstruktivisme, dimana pengetahuan dibangun dalam
pikiran siswa sendiri.
Lebih jelas Slavin (1994: 225) menjelaskan bahwa menurut pandangan
konstruktivisme anak secara aktif membangun pengetahuan dengan cara terus
menerus mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru, dengan kata lain
konstruktivisme adalah teori perkembangan kognitif yang menekankan peran aktif
siswa dalam membangun pemahaman mereka tentang realita. Marek (2008: 63)
26

dalam Journal of Elementary Science Education menyatakan bahwa learning cycle


merupakan cara inkuiri pada pembelajaran sains yang terdiri dari beberapa tahap
berurutan.
Dari penjelasan beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa model
learning cycle merupakan model pembelajaran yang berbasis konstruktivisme yang
terdiri dari beberapa tahapan belajar yang terorganisasi dan berpusat pada siswa
sehingga siswa secara aktif menemukan konsep sendiri. Selain berbasis
konstruktivisme, learning cycle juga sesuai dengan teori belajar Piaget atau yang
dikenal dengan teori perkembangan kognitif Piaget. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Abraham (1997) bahwa, “the learning cycle model derived from
constructivist ideas of the nature of science, and the development theory of Jean
Piaget” (1).
Pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa dikaitkan dengan pengetahuan
baru yang diperoleh oleh siswa. Model learning cycle menekankan ke hakikat sains
sebagai produk, proses, dan alat untuk mengembangkan sikap ilmiah dimana siswa
dapat terlibat langsung dalam proses pembelajaran sehingga diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar.
Terdapat 5 tahapan pembelajaran model Learning Cycle 5E. Tahapan-
tahapan tersebut diuraikan sebagai berikut:
• Engagement (Pembangkitan Minat)
Tahap pembangkitan minat merupakan langkah awal dari siklus belajar
model Learning Cycle 5E. Pada tahap ini, guru berusaha untuk menarik perhatian
siswa terhadap subjek atau materi yang diajarkan. Ini dicapai dengan mengajukan
pertanyaan yang berkaitan dengan hal-hal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, siswa akan memberikan tanggapan atau jawaban, dan tanggapan
tersebut akan digunakan oleh guru untuk mengukur pengetahuan awal siswa
tentang materi pelajaran atau topik bahasan. Selanjutnya, guru harus mengetahui
apakah siswa melakukan kesalahan konsep. Dalam kasus ini, guru harus membuat
hubungan antara pengalaman sehari-hari siswa dan materi pelajaran yang akan
dibahas.Bahan ajar terpadu, yang memberikan konsep dasar sebelum diskusi
27

konsep utama, selaras dengan kegiatan ini. Oleh karena itu, bahan ajar terpadu dapat
diasimilasikan dalam fase engagement.
• Exploration (Eksplorasi)
Langkah kedua model Learning Cycle 5E adalah Exploration (Eksplorasi).
Dengan melakukan observasi, menulis catatan, dan berbicara, guru meningkatkan
pemahaman awal siswa. Pada tahap belajar eksplorasi, siswa bekerja sama untuk
menemukan variabel, mengontrolnya, menafsirkannya, dan membuat hipotesis.
Setelah itu, siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok kecil
tanpa mendapatkan instruksi langsung dari guru. Siswa didorong untuk melakukan
dan mencatat pengamatan, ide atau pendapat yang muncul dalam diskusi, menguji
hipotesis dan atau membuat hipotesis baru, dan mencoba solusi alternatif dengan
rekan setim mereka.
Pada titik ini, guru bertindak sebagai penganjur dan penggerak. Tujuan utama
fase ini adalah untuk mengevaluasi pengetahuan siswa apakah benar, salah, atau
sebagian salah atau benar. Bahan ajar terpadu, yang menyajikan materi melalui
pemodelan, visualisasi, dan mapun praktikum, selaras dengan fase ini. Pada tahap
ini, para siswa belajar melalui tindakan dan reaksi mereka sendiri ketika mereka
berada dalam situasi baru. Dengan kata lain, Lawson mengatakan bahwa fase ini
memberikan kesempatan bagi siswa untuk menyuarakan ide-ide yang bertentangan
satu sama lain dan mungkin menghasilkan perdebatan dan pemikiran tentang alasan
di balik ide-ide tersebut.
• Explanation (Penjelasan)
Penjelasan merupakan tahap ketiga siklus belajar. Pada tahap penjelasan guru
dituntut mendorong siswa untuk menjelaskan suatu konsep dengan kelompok/
pemikirannya sendiri, meminta bukti dan klarifikasi atas penjelasan siswa, dan
saling mendengar secara kritis penjelasan antar siswa atau guru. Dengan adanya
diskusi tersebut, guru memberi definisi dan penjelasan tentang konsep yang
dibahas, dengan memakai penjelasan siswa terdahulu sebagai desain diskusi.Guru
mengumpulkan informasi dari siswa yang berkaitan dengan pengalaman dalam
eksplorasi. Tujuannya adalah untuk mencermati, mengenal, dan menjelaskan
konsep baru. Fungsi ini salah satunya dapat dipenuhi oleh bahan ajar terpadu yang
28

menyajikan materi yang menjelaskan seluruh hasil pengamatan dari pemodelan,


visualisasi, dan praktikum yang telah dilakukan sebelumnya.
• Elaboration (Elaborasi)
Elaborasi merupakan tahap keempat dalam siklus belajar. Pada tahap
elaborasi siswa menerapkan konsep dan keterampilan yang telah dipelajari dalam
situasi baru atau konteks yang berbeda. Dengan demikian, siswa akan dapat belajar
secara bermakna, karena telah dapat menerapkan/mengaplikasikan konsep yang
baru dipelajarinya dalam situasi baru. Jika tahap ini dapat dirancang dengan baik
oleh guru maka motivasi belajar siswa akan meningkat. Meningkatnya motivasi
belajar siswa tentu dapat mendorong peningkatan hasil belajar siswa.
• Evaluation (Evaluasi)
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari siklus belajar. Pada tahap evaluasi
guru dapat mengamati pengetahuan dan pemahaman siswa dalam menerapkan
konsep baru. Siswa dapat melakukan evaluasi diri dengan mengajukan pertanyaan
terbuka dan mencari jawaban yang menggunakan observasi, bukti, dan penjelasan
yang diperoleh sebelumnya.
Hasil evaluasi ini dapat dijadikan guru sebagai bahan evaluasi tentang proses
penerapan metode siklus belajar yang sedang diterapkan, apakah sudah berjalan
dengan sangat baik, cukup baik, atau masih kurang. Demikian pula melalui evaluasi
diri, siswa akan dapat mengetahui kekurangan atau kemajuan dalam proses
pembelajaran yang sudah dilakukan.
Setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-
masing dalam implementasinya. Kelebihan dari model learning cycle menurut
Ngalimun (2012: 150) antara lain:
1. Meningkatkan motivasi belajar karena pebelajar dilibatkan secara aktif dalam
proses pembelajaran.
2. Membantu mengembangkan sikap ilmiah pebelajar.
3. Pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Selain memiliki kelebihan, model learning cycle juga memiliki kelemahan
seperti yang diungkapkan oleh Soebagio (2000) yang dikutip dalam Ngalimun
(2012: 150-151) antara lain:
29

1. Efektivitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan


langkah-langkah pembelajaran.
2. Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan
melaksanakan proses pembelajaran.
3. Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi
Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana
dan melaksanakan pembelajaran.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pembelajaran merupakan proses interaksi antara siswa dan guru. Proses
pembelajaran berlangsung antar komponen-komponen yang saling berkaitan satu
sama lainnya dengan muatan tujuan pendidikan. Di dalam proses pembelajaran
terdapat kegiatan interaksi antara guru-peserta didik dan komunikasi timbal balik
yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar. Untuk
membantu siswa dapat belajar dengan baik, maka pembelajaran harus disusun
semenarik mungkin, termasuk dalam pembelajaran IPA.
Pembelajaran IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan saja,
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan yang merangsang siswa untuk aktif
terlibat di dalamnya. Ada beberapa hal yang dapat digunakan guru dalam
menjembatani pembelajaran supaya lebih menyenangkan dan tidak monoton,
diantaranya penggunaan bahan ajar, media, metode, dan model pembelajaran.
Model pembelajaran IPA yang sesuai untuk anak usia sekolah dasar adalah model
pembelajaran yang menyesuaikan situasi belajar siswa dengan situasi kehidupan
nyata di masyarakat.

30
DAFTAR PUSTAKA

Erisa H, dkk, (2020). Model Project Based Learning Untuk Meningkatkan


Kemampuan Berpikir Kreatif Dan Hasil Belajar Siswa. JPD: Jurnal
Pendidikan Dasar. Diambil dari
https://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jpd/article/view/20754

Hotimah H, (2020). Penerapan Metode Pembelajaran Problem Based Learning


Dalam Meningkatkan Kemampuan Bercerita Pada Siswa Sekolah Dasar.
MIN 2 Jember. Diambil dari
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JEUJ/article/download/21599/9068

Ardianti R, dkk, (2021). Problem-based Learning: Apa dan Bagaimana.


Universitas Siliwangi. Diambil dari
https://jurnal.unsil.ac.id/index.php/Diffraction/article/download/4416/2049

Hasudungar AR, (2022). Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)


Pada Masa Pandemi COVID-19: Sebuah Tinjauan. Jurnal dinamika.
SMAN 1 Rupat. Diambil dari
https://jurnal.iainsalatiga.ac.id/index.php/dinamika/article/download/107/4
7

Kurniasih D, (2020). Implementasi Model Pembelajaran Contextual Teaching


And Learning (CTL) Dalam Pelajaran IPA Di Sekolah Dasar. Workshop
Inovasi Pembelajaran di Sekolah Dasar. Diambil dari
https://jurnal.uns.ac.id/SHES/article/view/53345/32184

Kelana JB, Wardani DS, (2021). Model Pembelajaran Ipa Sd. Diambil dari
https://books.google.co.id/books/about/MODEL_PEMBELAJARAN_IPA
_SD.html?id=kxAeEAAAQBAJ&redir_esc=y

Ini, B. H. (2021). Pengertian Model Pembelajaran Menurut Para Ahli Beserta


Ciri dan Contohnya. Diambil dari https://kumparan.com/berita-hari-

31
32

ini/pengertian-model-pembelajaran-menurut-para-ahli-beserta-ciri-dan-
contohnya-1vFWkJ68iIV/full

Dhelilik. (2022). Langkah-Langkah model Project Based Learning (PBjL).


Diambil dari https://bertema.com/langkah-langkah-model-project-based-
learning-pbjl-dalam-proses-pembelajaran

Dhelilik. (2022). Langkah-Langkah model Project Based Learning (PBjL).


Diambil dari https://bertema.com/langkah-langkah-model-project-based-
learning-pbjl-dalam-proses-pembelajaran

Gunardi, (2020). Inquiry Based Learning dapat Meningkatkan Hasil Belajar


Siswa dalam Pelajaran Matematika. Diambil dari
https://jurnal.uns.ac.id/SHES/article/download/57127/33746

Susilowati W, (2020). Meta-Analisis Pengaruh Model Inquiry Learning Terhadap


Keterampilan Berfikir Kritis Pada Mata Pembelajaran Tematik. Jurnal
ilmiah pendidikan profesi guru. Diambil dari
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JIPPG/article/download/28193/1
5949/54884

Kajian Teoritis Diambil dari http://repository.unpas.ac.id/12866/5/BAB II.pdf

Adilah DR, dkk, (2015). Model Learning Cycle 7E Dalam Pembelajaran IPA
Terpadu. Program Studi Pendidikan Fisika PMIPA FKIP UNS Surakarta.
Diambil dari
https://scholar.google.co.id/scholar_url?url=https://jurnal.fkip.uns.ac.id/in
dex.php/prosfis1/article/viewFile/7769/5705&hl=id&sa=X&ei=y2QpZf7X
GI-8ywSIt5-4Aw&scisig=AFWwaebyQFVg-
MY__pmZTlmnXDvj&oi=scholarr

Budiman R, Dkk, (2019). Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5e


Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Viii Smpn 15
Kota Bengkulu. Universitas Bengkulu. Diambil dari
https://ejournal.unib.ac.id/JPPMS/article/download/5348/pdf/24414

Anda mungkin juga menyukai