DOSEN PENGAMPU:
Bapak Asep Heryanto, M. Pd
Disusun oleh:
Kelompok 5
Indriani Widia : 60403070122155
Ajeng Lestari : 60403070122107
Yaya Yulia Bonita : 60403070122146
Siti Nurhasanah : 60403070122143
Ramli Ikmal Amanah : 60403070122162
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
limpahan Rahmat, Inayah, Taufik, dan Hidayahnya, sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalaah “Model-Model Pembelajaran IPA di SD” ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Kami akui makalah ini masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu, kami berharap para pembaca dapat
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Atas bantuan, arahan, dan motivasi yang senantiasa diberikan selama ini,
dengan segala kerendahan hati kami mengucapkan terimkaasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
4
5
• Tahap Pengambilan
Pada titik ini, siswa membuat kesimpulan, menggunakan pengetahuan dan
keterampilan mereka, mengajukan pertanyaan lanjutan, dan memberikan saran
yang baik secara individu.
Dalam model pembelajaran contextual teaching and learning terdapat
beberapa keunggulan dan kekurangan.
1. Keunggulan
a. Memberikan siswa kesempatan untuk dapat berkembang sesuai dengan
potensi dan minat yang mereka miliki.
b. Siswa menjadi bisa berpikir kreatif dan kritis dalam memahami dan
memecahkan isu atau permasalahan yang pernah mereka alami.
c. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak hanya ditentukan
oleh guru di dalam kelas.
d. Pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
e. Membentuk sikap kerja sama yang baik antar individu ataupun kelompok.
f. Menyadarkan siswa tentang makna utama dari teori pelajaran yang telah
mereka pelajari di dalam kelas.
2. Kelemahan
a. Dalam pemilihan informasi atau materi dikelas didasarkan pada kebutuhan
peserta didik, namun dalam suatu kelas tingkat kemampuan peserta
didiknya berbeda-beda sehingga pendidik akan kesulitan dalam
menetukan materi pelajaran karena tingkat pencapaianya peserta didik
tidak sama.
b. Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang lumayan lama dalam
PBM.
c. Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak jelas antara
peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi dan peserta didik yang
memiliki kemampuan rendah, sehingga dapat menimbulkan rasa tidak
percaya diri bagi peserta didik yang memiliki kemampuan yang rendah.
d. Bagi peserta didik yang tertinggal dalam proses pembelajaran dengan CTL
ini akan terus tertinggal dan sulit untuk mengejar ketertinggalan, karena
11
an, Prof. Howard Barrows menciptakan konsep Problem Based Learning (PBL).
Model pembelajaran ini memberikan masalah nyata kepada siswa sebagai awal
pembelajaran dan kemudian menyelesaikannya.
Beberapa definisi tentang Problem Based Learning (PBL):
1. Menurut Duch
Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang
menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok
untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata [4]. Masalah ini digunakan
untuk mengikat siswa pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud.
2. Menurut Arends
Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu pendekatan pembelajaran
di mana siswa dihadapkan pada masalah autentik (nyata) sehingga diharapkan
mereka dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan
keterampilan tingkat tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan
kepercayaan dirinya.
3. Menurut Glazer
Problem Based Learning merupakan suatu strategi pengajaran dimana siswa
secara aktif dihadapkan pada masalah kompleks dalam situasi yang nyata.
Landasan Teori PBL Model Problem-Based Learning (PBL) didukung oleh
teori-teori belajar dan perkembangan. Teori yang menjadi landasan pengembangan
Model Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem-Based Learning (PBL) adalah
Teori Perkembangan Piaget, Teori Belajar Sosial-konstruktivisme Vygotsky, Teori
Bruner dan Discovery Learning, dan Teori John Dewey.
1. Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Piaget mengatakan bahwa pada dasarnya, anak-anak selalu ingin tahu dan
berusaha untuk memahami dunia sekitar mereka sehingga mereka dapat membuat
representasi tentang lingkungannya. Mereka tumbuh, belajar bahasa yang lebih
banyak, ingat dengan baik, memiliki representasi mental yang kompleks, dan
memahami dunia secara abstrak. Tahap perkembangan ini mendorong mereka
untuk menyelidiki dan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang teori
13
ini menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks berpikir untuk mengajarkan
siswa kemampuan untuk berpikir kritis dan memecahkan masalah untuk
mendapatkan pengetahuan.
Menurut Arends (2012:398-399) menjelaskan bahwa karakteristik dari model
pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut.
a. Masalah yang diajukan berupa permasalahan pada kehidupan dunia nyata
sehingga peserta didik dapat membuat pertanyaan terkait masalah dan
menemukan berbagai solusi dalam menyelesaikan permasalahan.
b. Pembelajaran memiliki keterkaitan antardisiplin sehingga peserta didik dapat
menyelesaikan permasalahan dari berbagai sudut pandang mata pelajaran.
c. Pembelajaran yang dilakukan peserta didik bersifat penyelidikan autentik dan
sesuai dengan metode ilmiah.
d. Produk yang dihasilkan dapat berupa karya nyata atau peragaan dari masalah
yang dipecahkan untuk dipubliksaikan oleh peserta didik.
e. Peserta didik bekerjasama dan saling memberi motivasi terkait masalah yang
dipecahkan sehingga dapat mengembangkan keterampilan sosial peserta
didik.
Pelaksanaan model Problem Based Learning (PBL) terdiri dari 5 tahap
proses, yaitu:
• Tahap pertama, adalah proses orientasi peserta didik pada masalah. Pada
tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang
diperlukan, memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas
pemecahan masalah, dan mengajukan masalah.
• Tahap kedua, mengorganisasi peserta didik. Pada tahap ini guru membagi
peserta didik kedalam kelompok, membantu peserta didik mendefinisikan
dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.
• Tahap ketiga, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Pada
tahap ini guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang
dibutuhkan, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.
16
• Tahap keempat, mengembangkan dan menyajikan hasil. Pada tahap ini guru
membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan laporan,
dokumentasi, atau model, dan membantu mereka berbagi tugas dengan
sesama temannya.
• Tahap kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan
masalah. Pada tahap ini guru membantu peserta didik untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap proses dan hasil penyelidikan yang mereka
lakukan.
Sebagai suatu model pembelajaran, Problem Based Learning memiliki
beberapa kelebihan, diantaranya:
1. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan bagi siswa untuk
menemukan pengetahuan baru.
2. Meningkatkan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa.
3. Membantu siswa memahami masalah dunia nyata melalui pengetahuan yang
mereka pelajari.
4. Membantu siswa mengembangkan keterampilan baru dan mengambil
tanggung jawab atas apa yang mereka pelajari. Selain itu, PBM dapat
mendorong siswa untuk menilai diri mereka sendiri, baik proses belajar
maupun hasil belajar mereka.
5. Meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan menyesuaikan diri
dengan informasi baru.
6. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan pengetahuan
mereka dalam kehidupan nyata.
7. Menumbuhkan keinginan siswa untuk terus belajar meskipun pendidikan
formal telah berakhir.
8. Membantu siswa memahami konsep yang dipelajari untuk memecahkan
masalah dunia.
Selain kelebihan yang disebutkan di atas, pembelajaran berbasis masalah juga
memiliki kelemahan, seperti berikut:
1. Siswa tidak akan tertarik atau percaya bahwa masalah yang dipelajari sulit
untuk diselesaikan, sehingga mereka tidak akan mencobanya.
17
Selanjutnya, siswa diminta untuk merancang proses dan kerangka kerja untuk
menyelesaikan masalah tersebut.
Menurut Daryanto dan Rahardjo (2012, hlm. 162), karakteristik pembelajaran
berbasis proyek adalah sebagai berikut.
1. Peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja.
2. Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik.
3. Peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan
atau tantangan yang diajukan.
4. Peserta didik secara kolaboratif bertanggung jawab untuk mengakses dan
mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan.
5. Proses evaluasi dijalankan secara kontinu (berlanjut).
6. Peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah
dijalankan.
7. Produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif.
8. Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.
Berdasarkan karakteristik tersebut, langkah-langkah pembelajaran Project
Based Learning (PJBL) yang bisa dirancang oleh guru adalah sebagai berikut:
• Pertanyaan mendasar, peserta didik mengajukan pertanyaan mendasar apa
yang harus dilakukan peserta didik terhadap topik/ pemecahan masalah.
• Mendesain perencanaan produk, peserta didik berdiskusi menyusun rencana
pembuatan proyek pemecahan masalah meliputi pembagian tugas, persiapan
alat, bahan, media, sumber yang dibutuhkan.
• Menyusun jadwal pembuatan, peserta didik menyusun jadwal penyelesaian
proyek dengan memperhatikan batas waktuyang telah ditentukan bersama.
• Monitor keaktifan dan perkembangan proyek, peserta didik melakukan
pembuatan proyek sesuai jadwal, mencatat setiap tahapan, mendiskusikan
masalah yang muncul selamapenyelesaian proyek dengan guru.
• Menguji hasil, membahas kelayakan proyek yang telah dibuat dan membuat
laporan produk/ karya untuk dipaparkan kepada orang lain.
24
konsep utama, selaras dengan kegiatan ini. Oleh karena itu, bahan ajar terpadu dapat
diasimilasikan dalam fase engagement.
• Exploration (Eksplorasi)
Langkah kedua model Learning Cycle 5E adalah Exploration (Eksplorasi).
Dengan melakukan observasi, menulis catatan, dan berbicara, guru meningkatkan
pemahaman awal siswa. Pada tahap belajar eksplorasi, siswa bekerja sama untuk
menemukan variabel, mengontrolnya, menafsirkannya, dan membuat hipotesis.
Setelah itu, siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok kecil
tanpa mendapatkan instruksi langsung dari guru. Siswa didorong untuk melakukan
dan mencatat pengamatan, ide atau pendapat yang muncul dalam diskusi, menguji
hipotesis dan atau membuat hipotesis baru, dan mencoba solusi alternatif dengan
rekan setim mereka.
Pada titik ini, guru bertindak sebagai penganjur dan penggerak. Tujuan utama
fase ini adalah untuk mengevaluasi pengetahuan siswa apakah benar, salah, atau
sebagian salah atau benar. Bahan ajar terpadu, yang menyajikan materi melalui
pemodelan, visualisasi, dan mapun praktikum, selaras dengan fase ini. Pada tahap
ini, para siswa belajar melalui tindakan dan reaksi mereka sendiri ketika mereka
berada dalam situasi baru. Dengan kata lain, Lawson mengatakan bahwa fase ini
memberikan kesempatan bagi siswa untuk menyuarakan ide-ide yang bertentangan
satu sama lain dan mungkin menghasilkan perdebatan dan pemikiran tentang alasan
di balik ide-ide tersebut.
• Explanation (Penjelasan)
Penjelasan merupakan tahap ketiga siklus belajar. Pada tahap penjelasan guru
dituntut mendorong siswa untuk menjelaskan suatu konsep dengan kelompok/
pemikirannya sendiri, meminta bukti dan klarifikasi atas penjelasan siswa, dan
saling mendengar secara kritis penjelasan antar siswa atau guru. Dengan adanya
diskusi tersebut, guru memberi definisi dan penjelasan tentang konsep yang
dibahas, dengan memakai penjelasan siswa terdahulu sebagai desain diskusi.Guru
mengumpulkan informasi dari siswa yang berkaitan dengan pengalaman dalam
eksplorasi. Tujuannya adalah untuk mencermati, mengenal, dan menjelaskan
konsep baru. Fungsi ini salah satunya dapat dipenuhi oleh bahan ajar terpadu yang
28
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran merupakan proses interaksi antara siswa dan guru. Proses
pembelajaran berlangsung antar komponen-komponen yang saling berkaitan satu
sama lainnya dengan muatan tujuan pendidikan. Di dalam proses pembelajaran
terdapat kegiatan interaksi antara guru-peserta didik dan komunikasi timbal balik
yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar. Untuk
membantu siswa dapat belajar dengan baik, maka pembelajaran harus disusun
semenarik mungkin, termasuk dalam pembelajaran IPA.
Pembelajaran IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan saja,
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan yang merangsang siswa untuk aktif
terlibat di dalamnya. Ada beberapa hal yang dapat digunakan guru dalam
menjembatani pembelajaran supaya lebih menyenangkan dan tidak monoton,
diantaranya penggunaan bahan ajar, media, metode, dan model pembelajaran.
Model pembelajaran IPA yang sesuai untuk anak usia sekolah dasar adalah model
pembelajaran yang menyesuaikan situasi belajar siswa dengan situasi kehidupan
nyata di masyarakat.
30
DAFTAR PUSTAKA
Kelana JB, Wardani DS, (2021). Model Pembelajaran Ipa Sd. Diambil dari
https://books.google.co.id/books/about/MODEL_PEMBELAJARAN_IPA
_SD.html?id=kxAeEAAAQBAJ&redir_esc=y
31
32
ini/pengertian-model-pembelajaran-menurut-para-ahli-beserta-ciri-dan-
contohnya-1vFWkJ68iIV/full
Adilah DR, dkk, (2015). Model Learning Cycle 7E Dalam Pembelajaran IPA
Terpadu. Program Studi Pendidikan Fisika PMIPA FKIP UNS Surakarta.
Diambil dari
https://scholar.google.co.id/scholar_url?url=https://jurnal.fkip.uns.ac.id/in
dex.php/prosfis1/article/viewFile/7769/5705&hl=id&sa=X&ei=y2QpZf7X
GI-8ywSIt5-4Aw&scisig=AFWwaebyQFVg-
MY__pmZTlmnXDvj&oi=scholarr