Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“ Integrasi, Iman, Islam dan Ihsan Dalam Membentuk Insan kamil ”

Dosen Pengampu:
Eka Suci Indria Sari, S.Pd. I., M.Pd.I.
Di Susun Oleh :
Kelompok 9
1. Indah Sekar Ayu 1912011034
2. Siti Aisyah 1912011123
3. Staen Ley Prayoga 1912011135
4. Khalisha Nada M.R 1912011175
5. Muhammad Dean Anugra 1912011192
ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah Tugas Pendidikan Agama Islam yang berjudul “
MENGINTEGRASIKAN IMAN ISLAM DAN IHSAN DALAM MEMBENTUK INSAN
KAMIL ”.
i
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.

Bandar Lampung, 29 Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………….……..ii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………….……iii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………..…...1


A. Latar belakang ………………………………………………………………………..…..1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………………..…1
C. Tujuan ……………………………………………………………………………….…...2
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………………….….3
A. Iman ……………………………………………………………………………………...3
B. Islam ……………………………………………………………………………………..4
C. Ihsan ……………………………………………………………………………………..6
D. Insan Kamil ……………………………………………………………………………..10
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………..18
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………………...18
B. Saran …………………………………………………………………………………….18
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………...19

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama merupakan keyakinan atau kepercayaan bagi setiap manusia yang memeluknya. Agama
adalah peraturan, pedoman, ajaran, atau sistem yang mengatur tentang keyakinan, keimanan atau
kepercayaan. Islam adalah agama samawi yang diturunkan oleh Allah SWT. kepada Nabi
Muhamad SAW sebagai Rasul utusan Allah dan Allah menjadikan Islam sebagai agama
yang Rahmatal lil ‘aalamiin (rahmat bagi seluruh alam). Sebagaimana Allah berfirman dalam
(Qur’an surat Al-Anbiya ayat 107) yang artinya “ Kami tidak mengutus engkau wahai
Muhammad, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam semesta“.
Agama islam adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Secara umum yang
dimaksud dengan agama Islam ialah agama yang diridhoi Allah, yang paling benar dan sempurna
serta agama yang membawa rahmat bagi semesta alam. Islam merupakan wahyu Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhamad SAW., sebagai Nabi terakhir pilihan-Nya. Didalamnya
terdapat aturan dan hukum yang dapat dijadikan sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi
seluruh umat agar selamat dan bahagia di dunia sampai akhirat.
Pentingnya agama bagi kehidupan, karena dengan agama lah manusia bisa percaya bahwa Tuhan
itu nyata adanya. Dalam pembahasan makalah ini, kami akan membahas mengenai “Integrasi,
Iman, Islam dan Ihsan Dalam Membentuk Insan kamil “
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan iman?
2. Apa yang dimaksud dengan islam?
3. Mengapa ihsan itu penting?
4. Bagaimana menjadi insan kamil?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan iman
2. Memahami apa yang dimaksud dengan islam
3. Memahami mengapa ihsan itu penting
4. Mengetahui bagaimana caranya menjadi insan kamil
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. IMAN
Iman ( Bahasa Arab ) secara etimologis berarti “ Percaya ”. Perkataan Iman diambil dari kata
kerja “ aamana ” “ Yukminu ” yang berarti “ Percaya ” atau “Membenarkan”. Perkataan Iman
yang berarti “Membenarkan” itu disebutkan dalam Al- Qur”an, di antarany a dalam Surah At-
Taubah ayat 62 yang artinya: “Mereka bersumpah kepadamu dengan (nama) Allah untuk
menyenangkan kamu, padahal Allah dan Rasul-Nya lebih pantas mereka cari keridaan-Nya jika
mereka orang mukmin. ”.
Menurut istilah, pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan,
dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, pengertian iman kepada Allah
adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat
keagungan dan kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta
dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.

2
Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna apabila
memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila seseorang mengakui dalam hatinya tentang
keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan,
maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab, ketiga unsur
keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi seseorang. Allah
memerintahkan agar ummat manusia beriman kepada-Nya, sebagaimana firman Allah yang
artinya: “ Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya
(Muhammad) dan kepada Kitab (Al Qur”an) yang diturunkan kepada RasulNya, serta kitab yang
diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-
Nya, Rasul- rasulNya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh. ”
(Q.S. An Nisa : 136).
Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa Bila kita ingkar kepada Allah, maka akan
mengalami kesesatan yang nyata. Orang yang sesat tidak akan merasakan kebahagiaan dalam
hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah sesungguhnya adalah untuk kebaikan manusia.
a) Tingkatan Iman
Dalam Islam dikenal beberapa tigkatan seseorang dalam keyakinan beragama, diantaranya
adalah:
1. Muslim: orang mengaku islam, kadar keimanannya termasuk yang terendah, sebatas
pengakuan Allah sebagai tuhan yang esa, belum ada bedanya dengan iblis yang juga
meyakini bahwa Allah adalah maha esa,
2. Mu”min: orang beriman, yang mengkaji syariat Islam sehingga meningkat wawasan
keislamannya,
3. Muhsin: orang yang memperbaiki segala perbuatannya agar menjadi lebih baik,
4. Mukhlis: orang yang ikhlas dalam beribadah, hidupnya hanya untuk mengabdikan kepada
Allah,
5. Muttaqin: orang yang bertakwa, tingkatan ini adalah yang tertinggi di antara tingkatan
lainnya.
2. Islam

3
Islam (Arab: al-islam) : "berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang mengimani satu
Tuhan, yaitu Allah. Dengan lebih dari satu seperempat miliar orang pengikut di seluruh dunia,
menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia setelah agama Kristen. Islam
memilikiarti "penyerahan", atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (Allah). Pengikut
ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti "seorang yang tunduk kepada
Tuhan"atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan.
Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan
rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammad adalah nabi dan
rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.
Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai nabi dan rasul
terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia hingga akhir zaman. Pengertian Islam
secara harfiyah artinya damai, selamat, tunduk, dan bersih. Kata Islam terbentuk dari tiga huruf,
yaitu S (sin), L (lam), M (mim) yang bermakna dasar “selamat” (Salama)
Pengertian Islam Menurut Bahasa, Islam berasal dari kata aslama yang berakar dari kata
salama. Kata Islam merupakan bentuk mashdar (infinitif) dari kata aslama ini.
a. Poin-poin Islam
1. Islam sebagai wahyu ilahi
Mengenai hal ini, Allah berfirman QS. 53 : 3-4 :
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur”an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya
itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). ”
2. Diturunkan kepada nabi dan rasul (khususnya Rasulullah SAW)
Membenarkan hal ini, firman Allah SWT (QS. 3 : 84) “Katakanlah: “Kami beriman kepada
Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim,
Isma”il,Ishaq, Ya”qub, dan anak-anaknya, dan apayang diberikan kepada Musa, “Isa dan para
nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya
kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri. ”
3. Sebagai pedoman hidup
Allah berfirman (QS. 45 : 20): “Al Qur”an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang meyakini. ”
4. Mencakup hukum-hukum Allah dalam Al-Qur”an dan sunnah Rasulullah SAW
4
Allah berfirman (QS. 5 : 49-50) “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka
menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan
berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian
apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah
diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan
musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya
kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka
kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang
yang yakin?”
5. Membimbing manusia ke jalan yang lurus.
Allah berfirman (QS. 6 : 153)“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang
lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-
jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah
kepadamu agar kamu bertakwa. ”
6. Menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Allah berfirman (QS. 16 : 97) “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. ”
3. Ihsan
Ihsan (Arab; "kesempumaan" atau "terbaik") adalah seseorang yang menyembah Allah
seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika ia tidak mampu membayangkan melihat-Nya, maka orang
tersebut membayangkan bahwa sesungguhnya Allah melihat perbuatannya. Ihsan adalah lawan
dari isa”ah (berbuat kejelekan), yaitu seorang manusia mencurahkan kebaikan dan menahan diri
untuk tidak mengganggu orang lain. Mencurahkan kebaikan kepada hamba-hamba Allah dengan
harta, ilmu, kedudukan dan badannya. Ihsan itu ialah bahawa “kamu menyembah Allah seolah-
olah kamu melihat-Nya,tetapi jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihat
kamu.”
Ihsan juga adalah melakukan ibadah dengan khusyuk,ikhlas dan yakin bahwa Allah senantiasa
mengawasi apa yang dilakukannya. Hadist riwayat muslim”dari Umar bin Khatab ia berkata

5
bahwa mengabdikan diri kepada Allah hendaklah dengan perasaan seolah-olah anga melihat-
Nya,maka hendaklah anda merasa bahwa Allah melihatmu.”
a. Aspek Pokok Dalam Ihsan
Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental. Ketiga hal tersebut adalah ibadah, muamalah,
dan akhlak. Ketiga hal inilah yang menjadi pokok bahasan dalam ihsan.
1. Ibadah
Kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan semua jenis ibadah,
seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan cara yang benar, yaitu menyempurnakan
syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal ini tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh
seorang hamba, kecuali jika saat pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut ia dipenuhi dengan cita rasa
yang sangat kuat (menikmatinya), juga dengan kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa
memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh-Nya. Minimal
seorang hamba merasakan bahwa Allah senantiasa memantaunya, karena dengan inilah ia dapat
menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan sempurna, sehingga hasil dari ibadah
tersebut akan seperti yang diharapkan. Inilah maksud dari perkataan Rasulullah saw yang
berbunyi: “Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akanengkau melihat-Nya, dan jika
engkau tak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. ”Kini jelaslah bagi kita
bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri sangatlah luas. Maka, selain jenis ibadah yang
kita sebutkan tadi, yang tidak kalah pentingnya adalah juga jenis ibadah lainnya seperti jihad,
hormat terhadap mukmin, mendidik anak, menyenangkan isteri, meniatkan setiap yangmubah
untuk mendapat ridha Allah, dan masih banyak lagi. Oleh karena itulah, Rasulullah saw.
menghendaki umatnya senantiasa dalam keadaan seperti itu, yaitu senantiasa sadar jika ia ingin
mewujudkan ihsan dalam ibadahnya.
2. Muamalah
Dalam bab muamalah, ihsan dijelaskan Allah swt. pada surah An-Nisaa” ayat 36, yang
berbunyi sebagai berikut, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan
hamba sahayamu.”

6
Kita sebelumnya telah membahas bahwa ihsan adalah beribadah kepada Allah dengan sikap
seakan-akan kita melihat- Nya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka Allah melihat kita.
Kini, kita akan membahas ihsan dari muamalah dan siapa saja yang masuk dalam bahasannya.
Berikut ini adalah mereka yang berhak mendapatkan ihsan tersebut:
a. Ihsan kepada kedua orang tua
b. Ihsan kepada karib kerabat
c. Ihsan kepada anak yatim dan fakir miskin
d. Ihsan kepada tetangga dekat, tetangga jauh, serta teman sejawat
e. Ihsan kepada ibnu sabil dan hamba sahaya
f. Ihsan dengan perlakuan dan ucapan yang baik kepada manusia
g. Ihsan dalam hal muamalah
h. Ihsan dengan berlaku baik kepada binatang
3. Akhlak
Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan muamalah. Seseorang akan
mencapai tingkat ihsan dalam akhlaknya apabila ia telah melakukan ibadah seperti yang menjadi
harapan Rasulullah dalam hadits yang telah dikemukakan di awal tulisan ini, yaitu menyembah
Allah seakan-akan melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya
Allah senantiasa melihat kita. Jika hal ini telah dicapai oleh seorang hamba, maka sesungguhnya
itulah puncak ihsan dalam ibadah. Pada akhirnya, ia akan berbuah menjadi akhlak atau
perilaku,sehingga mereka yang sampai pada tahap ihsan dalam ibadahnya akan terlihat jelas
dalam perilaku dan karakternya.
Jika kita ingin melihat nilai ihsan pada diri seseorang —yang diperoleh dari hasil maksimal
ibadahnya- maka kita akan menemukannya dalam muamalah kehidupannya. Bagaimana ia
bermuamalah dengan sesama manusia, lingkungannya, pekerjaannya, keluarganya, dan bahkan
terhadap dirinya sendiri. Berdasarkan ini semua, maka Rasulullah saw. mengatakan dalam
sebuah hadits, “Aku diutus hanyalah demi menyempumakan akhlak yang mulia.”
b. Tingkatan Ihsan
Syaikh Shalih Alu Syaikh hafidzahullah memberikan penjelasan bahwa inti yang
dimaksud dengan ihsan adalah membaguskan amal. Batasan minimal seseorang dapat dikatakan
telah melakukan ihsan di dalam beribadah kepada Allah yaitu apabila di dalam memperbagus

7
amalannya niatnya ikhlas yaitu semata-mata mengharap pahala-Nya dan melaksanakan
amalannya sesuai dengan sunnah Nabi shalallahu “alaihi wa sallam. Inilah kadar ihsan yang
wajib yang haras ditunaikan oleh setiap muslim. Adapun kadar ihsan yang mustahab
(dianjurkan) di dalam beribadah kepada Allah memiliki dua tingkatan, yaitu :
1. Tingkatan muraqabah.
Yakni seseorang yang beramal senantiasa merasa diawasi dan diperhatikan oleh Allah
dalam setiap aktivitasnya. Ini berdasarkan sabda Nabi shalallahu “alaihi wa sallam kamu tidak
melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu). Tingkatan muroqobah yaitu apabila seseorang
tidak mampu memperhatikan sifat-sifat Allah, dia yakin bahwa Allah melihatnya. Apabila
seseorang mengerjakan shalat, dia merasa Allah memperhatikan apa yang dia lakukan, lalu dia
memperbagus shalatnya tersebut. Hal ini sebagaimana Allah firmankan dalam surat Yunus :
““Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al-Quran dan
kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu
melakukannya” (Yunus: 61)
2. Tingkatan musyahadah
Tingkatan ini lebih tinggi dari yang pertama, yaitu seseorang senantiasa memperhatikan
sifat-sifat Allah dan mengaitkan seluruh aktifitasnya dengan sifat-sifat tersebut. Inilah realisasi
dari sabda Nabi ( “Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya” ). Pada tingkatan
ini seseorang beribadah kepada Allah, seakan-akan dia melihat-Nya. Perlu ditekankan, bahwa
yang dimaksudkan di sini bukanlah melihat Zat Allah, namun melihat sifat-sifat-Nya, tidak
sebagaimana keyakinan orang-orang sufi. Yang mereka sangka dengan tingkatan musyahadah
adalah melihat Zat Allah. Ini jelas merupakan kebatilan. Yang dimaksud adalah memperhatikan
sifat-sifat Allah, yakni dengan memperhatikan pengaruh sifat-sifat Allah bagi makhluk. Apabila
seorang hamba sudah memiliki ilmu dan keyakinan yang kuat terhadap sifat-sifat Allah, dia akan
mengembalikan semua tanda kekuasaan Allah pada nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dan inilah
tingkatan tertinggi dalam derajat ihsan. (Lihat Syarh Arba “in An-Nawawiyah li Syaikh Shalih
Alu Syaikh 32-33).
4. Insan Kamil
Insan kamil adalah konsep manusia paripurna. Manusia yang berhasil mencapai puncak
prestasi tertinggi dilihat dari beberapa dimensi. Konsep Insan Kamil menurut Al-Qur”an dan

8
Hadist Nabi Muhammad Saw disebut sebagai teladan insan kamil atau istilah populernya di
dalam Q.S. al- Ahdzab/33:21:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut
AllahPerwujudan insan kamil dibahas secara khusus di dalam kitab-kitab tasawuf, namun konsep
insan kamil ini juga dapat diartikulasikan dalam kehidupan kontemporer. Allah SWT tidak
membiarkan kita untuk menginterpretasikan tata nilai tersebut semaunya, berstandard seenaknya,
tapi juga memberikan kepada kita, Rasulullah SAW yang menjadi uswah hasanah. Rasulullah
SAW merupakan insan kamil, manusia paripurna, yang tidak ada satupun sisi-sisi kemanusiaan
yang tidak disentuhnya selama hidupnya. Ia adalah ciptaan terbaik yang kepadanya kita merujuk
akan akhlaq yang mulia. Allah SWT berfirman:
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar memiliki akhlaq yang mulia. ” (QS. Al-
Qolam:4)
“Sesungguhnya telah ada dalam diri Rasulullaah suri teladan yang baik bagi kalian, yaitu orang-
orangynengharapkan (keridhoan) Allah dan (kebahagiaan) hari akhirat, serta banyak mengingat
Allah. ” (QS. Al- Ahzab:21) “Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab
yang menerangkan. Dengan kitab itu Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-
Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari
gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke
jalan yang lurus. ” (Al Maidah 15-16).
a. Ciri-ciri Insan Kamil
Untuk mengetahui ciri-ciri Insan Kamil dapat ditelusuri pada berbagai pendapat yang
dikemukakan para ulama yang keilmuannya sudah diakui, termasuk di dalamnya aliran-aliran.
Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:
1. Berfungsi Akalnya Secara Optimal
Fungsi akal secara optimal dapat dijumpai pada pendapat kaum Mu”tajzilah. Menurutnya
manusia yang akalnya berfunsi secara optimal dapat mengetahui bahwa segala perbuatan baik
seperti adil, jujur, berakhlak sesuai dengan esensinya dan merasa wajib melakukan hal semua itu
walaupun tidak diperintahkan oleh wahyu. Manusia yang berfungsi akalnya sudah merasa wajib
melakukan perbuatan yang baik. Dan manusia yang demikianlah yang dapat mendekati tingkat

9
insan kamil. Dengan demikian insan kamil akalnya dapat mengenali perbuatan yang baik dan
perbuatan buruk karena hal itu telah terkandung pada esensi perbuatan tersebut.
2. Berfungsi Intuisinya
Insan Kamil dapat juga dicirikan dengan berfungsinya intuisi yang ada dalam dirinya. Intuisi ini
dalam pandangan Ibn Sina disebut jiwa manusia (rasional soul). Menurutnya jika yang
berpengaruh dalam diri manusia adalah jiwa manusianya, maka orang itu hampir menyerupai
malaikat dan mendekati kesempurnaan.

3. Mampu Menciptakan Budaya


Sebagai bentuk pengamalan dari berbagai potensi yang terdapat pada dirinya sebagai insan,
manusia yang sempurna adalah manusia yang mampu mendayagunakan seluruh potensi
rohaniahnya secara optimal. Menurut Ibn Khaldun manusia adalah makhluk berfikir. Sifat-sifat
semacam ini tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Lewat kemampuan berfikirnya itu, manusia
tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian terhadap berbagai cara guna
memperoleh makna hidup. Proses-proses semacam ini melahirkan peradaban.
Tetapi dalam kacamata Ibn Khaldun, kelengkapan serta kesempurnaan manusia tidaklah lahir
dengan begitu saja, melainkan melalui suatu proses tertentu. Proses tersebut sekarang ini dikenal
dengan revolusi.
4. Menghiasi Diri Dengan Sifat-Sifat Ketuhanan
Manusai merupakan makhluk yang mempunyai naluri ketuhanan (fitrah). Ia cenderung kepada
hal-hal yang berasal dari Tuhan, dan mengimaninya. Sifat-sifat tersebut membuat ia menjadi
wakil Tuhan di muka bumi. Manusia seabagai khalifah yang demikian itu merupakan gambaran
ideal. Yaitu manusia yang berusaha menentukan nasibnya sendiri, baik sebagai kelompok
masyarakat maupun sebagai individu. Yaitu manusia yang memiliki tanggung jawab yang besar,
karena memiliki daya kehendak yang bebas.
5. Berakhlak Mulia
Insan kamil juga adalah manusia yang berakhlak mulia. Hal ini sejalan dengan pendapat Ali
Syari”ati yang mengatakan bahwa manusia yang sempurna memiliki tiga aspek, yakni aspek
kebenaran, kebajikan dan keindahan. Dengan kata lain ia memiliki pengetahuan, etika dan seni.
Semua ini dapat dicapai dengan kesadaran, kemerdekaan dan kreativitas. Manusia yang ideal
10
(sempurna) adalah manusia yang memiliki otak yang briliyan sekaligus memiliki kelembutan
hati. Insan Kamil dengan kemampuan otaknya mampu menciptakan peradaban yang tinggi
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga memiliki
kedalaman perasaan terhadap segala sesuatu yang menyebabkan penderitaan, kemiskinan,
kebodohan, dan kelemahan.
6. Berjiwa Seimbang
Menurut Nashr, bahwa manusia modern sekarang ini tidak jauh meleset dari siratan Darwin.
Bahwa hakikat manusia terletak pada aspek kedalamannya, yang bersifat permanen, immortal
yang kini tengah bereksistensi sebagai bagian dari perjalanan hidupnya yang teramat panjang.
Tetapi disayangkan, kebanyakan dari merekan lupa akan immortalitas yang hakiki tadi. Manusia
modern mengabaikan kebutuhannya yang paling mendasar, yang bersifat ruhiyah, sehingga
mereka tidak akan mendapatkan ketentraman batin, yang berarti tidak hanya ke seimbangan diri,
terlebih lagi bila tekanannya pada kebutuhan materi kian meningkat, maka keseimbangan akan
semakin rusak.
Kutipan tersebut mengisyaratkan tentang perlunya sikap seimbang dalam kehidupan, yaitu
seimbang antara pemenuhan kebutuhan material dengan spiritual atau ruhiyah. Ini berarti
perlunya ditanamkan jiwa sufistik yang dibarengi dengan pengamalan syari”at Islam, terutama
ibadah, zikir, tafakkur, muhasabbag dan seterusnya.
A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Iman Islam dan Ihsan dalam Membentuk Insan
Kamil
Menurut Ibn Araby, ada dua tingkatan menusia dalam mengimani Tuhan.
1. Tingkat insan kamil. Mereka mengimani Tuhan dengan cara penyaksian. Artinya, mereka
— menyaksikan” Tuhan; mereka menyembah Tuhan yang disaksikannya.
2. Manusia beragama pada umumnya. Mereka mengimami Tuhan dengan cara
mendefinisikan. Artinya, mereka tidak menyaksikan Tuhan. Tetapi mereka
mendefinisikan Tuhan. Mereka mendefinisikan Tuhan berdasarkan sifat - sifat dan nama
- nama Tuhan. ( Asma”ul Husna ). Tingkatan Insan Kamil, Abdulkarim Al - Jilli
membagi insan kamil atas tiga tingkatan.
1. Tingkat Pemula ( al - bidayah ). Pada tingkat ini insan kamil mulai dapat merealisasikan
asma dan sifat - sifat ilahi pada dirinya.

11
2. Tingkat menengah ( at - tawasuth ). Pada tingkat ini insan kamil sebagai orbit kehalusan
sifat kemanusiaan yang terkait dengan realitas kasih Tuhan ( al - haqaiq ar -
ramaniyyah ). Pengetahuan yang dimiliki oleh insan kamil pada tingkat ini telah
meningkat dari pengetahuan biasa, karena sebagian dari hal - hal yang gaib telah
dibukakan Tuhan kepadanya.
3. Tingkat terakhir ( al - khitam ). Pada tinhgkat ini insan kamil telah dapat merealisasikan
citra Tuhan secara utuh. Iapun telah dapat mengetahui rincian dari rahasia penciptaan
takdir
B. Mengapa Iman Islam dan Ihsan Menjadi Persyaratan dalam Membentuk Insan
Kamil
Apakah anda percaya akan adanya Allah ? Mereka semua memberikan jawaban yang sama
kami percaya akan adanya Allah, kami percaya akan adanya malaikat - malaikatnya dan
seterusnya. Kemudian jika ditanya lebih lanjut adakah manusia yang tidak percaya akan adannya
malaikat, dan adakah manusia yang tidak percaya adanya tuhan, dan serterusnya. Hampir semua
mahasiswa menjawab tidak ada seorang manusiapun yang tidak percaya akan adanya Tuhan,
tidak ada seorang manusiapun yang tidak percaya akan adanya malaikat, dan seterusnya. Semua
manusia percaya adanya Tuhan, dan seterusnya.
C. Menggali Sumber Teologis, Historis dan Filosofis Tentang Iman Islam dan Ihsan
Sebagai Pilar Agama Islam dalam Membentuk Insan Kamil
1. Menggali Sumber Teologis, Historis, dan Filosofis Tentang Iman, Islam, dan Ihsan
sebagai Pilar Agama Islam Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Umar Bin Khatab r.a
diatas kaum muslimin menetapkan adanya tiga unsur penting dalam agama islam yakni,
iman, islam, dam ihsan sebagai kesatuan yang utuh. Akidah merupakan cabang ilmu
agama untuk memahami pilar islam dan akhlak merupakan cabang ilmu agama untuk
memahami pilar ihsan.
2. Menggali Sumber Teologis, Historis, dan Filosofis Konsep Insan Kamil. Istilah Insan
Kamil (manusia sempurna) pertama kali diperkenalkan oleh syekh Ibn Araby ( abad ke -
14 ). Ia menyebutkan ada dua jenis manusia, yakni insan kamil dan monster setengah
manusia. Jadi, kata Ibn Araby, jika tidak menjadi insan kamil, maka manusia menjadi
monster setengah manusia. Insan kamil adalah manusia yang telah menanggalkan

12
kemonsteranya. Konsekuensinya, diluar kedua jenis manusia ini da manusia yang sedang
berproses menanggalkan kemonsterannya dalam membentuk insan kamil.
a. Konsep Manusia dalam Al-Quran.
Secara umum, pembicaraan tentang konsep manusia selalu berkisar dalam dua dimensi, yakni
dimensi jasmani dan rohani, atau dimensi lahir dan batin.
b. Unsur -unsur Manusia Pembentuk Insan Kamil
Secara ringkas, Al - Ghazali ( dalam othman, 1987: 31-33) menyebut beberapa instrumen untuk
mencari pengetahuan yang benar serta kapasitas untuk mencapainya. Pertama, panca indra.
Panca indra memiliki keterbatasan dan tidak bisa mencapai pengetahuan yanng benar, setelah
dinilai oleh akal. Kedua, akal. Dengan metode ini, dengan cara yang sama, seharusnya orangpun
menuilai tingkat kebenaran akal. Orang seharusnya menggunakan cara yang sama dengan cara
yang digunakan oleh akal ketika menulai kekeliruan panca indra.
c. Nur ilahi. Ketika Al- Ghazali sembuh dari sakitnya ia menuturkan, kesembuhannya dari
sakit karena adanya nur ilahi yang menembus dirinya. Kemudian Al- Ghazali
mengungkapkan pandangannya tentang nur ilahi sebagai berikut. Kapan saja Allah
menghendaki untuk memimpin seseorang, maka jadilah demikian. Dialah yang
melapangkan dada orang itu untuk berislam. ( QS: Al- An am/ 6:125. )
D. Membangun Argumen tentang Karakteristik Insan Kamil dan Metode
Pencapaiannya
a. Karakteristik insan kamil
Insan kamil bukanlah manusia pada umumnya. Menurut ibnu araby meyebutkan adanya dua
jenis manusia yaitu insan kamil dan monster bertubuh manusia. Maksudnya jika tidak menjadi
insan kamil, maka manusia akan menjadi monster bertubuh manusia. Untuk itu kita perlu
mengenali tempat unsur untuk mencapai derajat insan kamil, diantaranya :

 Jasad
 Hati nurani
 Roh
 Sirr (rasa)
Untuk mencapai derajat insan kamil kita haras dapat menundukkan nafsu dan syahwat hingga
mencapai tangga nafsu muthama”inah. Hal ini dapat dilihat pada QS Al Fajr/89;27-30.
13
Yang artinya: “hai jiwa yang tenang kembalilah kepada tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhoinya. Maka masuklah kedalam jamaah hamba-hambaku, masuklah kedalam surgaku.”
Ayat di atas dengan jelas menegaskan bahwa nafsu muthma”inah merupakan titik berangkat
untuk kembali kepada tuhan. Akan tetapi, dengan modal nafsu muthama”inah pun masih di
perintah lagi oleh allah untuk menaiki tangga nafsu diatasnya. Menurut imam ghazali ada 7
macam nafsu sebagai proses taraqqi (menaik) yaitu :
1. Nafsu ammarah
2. Nafsu lawwamah
3. Nafsu mulhimah
4. Nafsu muthma”inah
5. Nafsu radhiyah
6. Nafsu mardiyyah
7. Nafsu kamilah

b. Metode Mencapai Insan Kamil cara konkret :


1. Memulai sholat jika tuhan yang akan disembah itu sudah dapat dihadirkan dalam hati,
sehingga ia menyembah tuhan yang benar- benar tuhan.
2. Berniat sholat karna allah.
3. Selalu menjalankan sholat dan keadaan hatinya hanya mengingat allah.
4. Sholat yang telah didirikannya itu dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar
E. Mendeskripsikan tentang Esensi dan Urgensi Iman Islam dan Ihsan dalam
membentuk Insan Kamil
Insan kamil merupakan tipe manusia ideal yang dikehendaki oleh tuhan. Hal ini disebabkan,
jika tidak menjadi insan kamil maka manusia itu hanyalah monster bertubuh manusia. Siapa dan
bagaimana insan kamil itu ? Dalam perspektif islam manusia memiliki 4 unsur yaitu : jasad,
hati, roh dan rasa. Yang berfungsi untuk menjalankan kehendak ilahi. Untuk mengkokohkan
keimanan akan menjadi manusia yang insan kamil maka kaimanan kita haras mencapai tingkat
yakin. Maka kita haras mengidentifikasi yang mengacu pada rukun iman. Sedangkan untuk dapat
beribadah secara bersungguh-sungguh dan ikhlas, maka segala ibadah yang kita lakukan
mengacu pada rukun islam.

14
Kaum sufi memberikan tips untuk dapat menaiki tangga demi tangga, maka seseorang yang
berkehendak mencapai martabat insan kamil diharuskan melakukan riyadhah (berlatih terus-
menerus) untuk menapaki maqam demi maqam yang biasa ditempuh oleh bangsa sufi dalam
perjalanannya menuju tuhan. Macam-macam yang dimaksud merupakan karakter-karakter inti
yang memiliki 6 unsur :
1. Taubat
2. Wara
3. Zuhud
4. Faqir
5. Sabar
6. Tawakkal

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk menapaki jalan insan kamil terlebih dahulu kita perlu mengingat kembali tentang 4 unsur
manusia yaitu jasad atau raga, hati, roh dan rasa. Keempat unsur manusia ini haras di fungsikan
untuk menjalankan kehendak allah. Hati nurani haras dijadikan rajanya dengan cara selalu
mengingat tuhan.
Jika sudah secara benar menjalankan 4 unsur tersebut, lalu mengkokohkan keimanan,
meningkatkan peribadatan, dan membaguskan perbuatan, sekaligus menghilangkan karakter-
karakter yang buruk.
B. Saran
Sarannya adalah dengan adanya makalah ini, diharapkan semua orang dapat mengetahui dan
juga memahami kedudukan traktat dalam sumber Hukum Tata Negara. Pada saat pembuatan
makalah ini, kami menyadari bahwa banyak sekali kesalahan dan jauh dari kata sempurna.
Dengan sebuah pedoman yang dapat dipertanggungjawabkan dari banyaknya sumber Penulis
akan memperbaiki makalah tersebut . Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik serta sarannya
mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://disinis.blogspot.com/2015/10/makalah-tentang-agama-islam-bagibagi.html Diakses
pada 29 maret 2020 pukul 18:55
https://www.seputarpengetahuan.co.id/2016/10/pengertian-agama-islam-secara-
umum.html Diakses pada 29 maret 2020 pukul 20:55

16

Anda mungkin juga menyukai