Anda di halaman 1dari 12

Kamuflase Hati

Sebuah Serial Kehidupan

Bab 1. Mengubur Kenangan

Kedua jarum jam dinding telah menunjukkan tepat di angka dua belas. Namun demikian tak lantas membuat
Kinan beranjak dari meja belajarnya. Ia duduk tertegun menatap layar monitor laptop kesayangannya yang
masih menyala. Sebenarnya, PPT untuk presentasi mata kuliah Ilmu Jiwa Pendidikan besok pagi sudah
dituntaskannya sejak tadi.

Pandangannya tertuju pada galeri foto, dokumentasi kebersamaan dengan teman-temannya 3 tahun silam di
acara wisuda kelulusan SMA. Lintasan pikiran mengembara hingga mengingatkan kembali pada momen ketika
hubungan asmaranya dengan sang kekasih hati harus kandas di tengah jalan. Gurat kesedihan nampak sekali dari
raut wajahnya.

“Ah, andai waktu bisa diputar kembali,” ucap Kinan lirih.

***

Pagi ini Kinan bangun selepas azan subuh dikumandangkan.Biasanya, ia tidak pernah absen melakukan salat
tahajud. Efek begadang hingga hampir jam dua dini hari, membuat Kinan melewatkan rutinitas ruhiyahnya
tersebut.

Jadwal kuliah Kinan hari ini padat merayap. Ditambah lagi nanti ada agenda diskusi organisasi pergerakan
mahasiswa yang telah digelutinya semenjak semester awal studi di kampus biru kebanggaannya.

Usai sarapan, Kinan berpamitan kepada ummi dan abahnya untuk berangkat kuliah. Penanda waktu telah
menunjukkan pukul 06.00, itu artinya Kinan harus bersegera agar tidak terlambat. Sebagai mahasiswa teladan,
Kinan selalu berusaha untuk tertib dan disiplin.

Perjalanan dari rumah menuju kampus akan ditempuh sekitar 20 menit menggunakan kendaraan umum
berhubung Kinan tidak bisa mengendarai sepeda motor sendiri. Jangankan sepeda motor, trauma masa kecil
yang dialaminya bahkan mengakibatkan dirinya tidak bisa naik sepeda roda dua.

Kinan berjalan kaki menuju jalan raya untuk menyetop kendaraan umum. Alhamdulillah, setelah menunggu
selama lima menit, akhirnya ia mendapatkan kendaraan umum yang dimaksud.

Saat berada di dalam kendaraan umum, Kinan terkejut melihat ada sosok mantan kekasihnya berada dalam satu
kendaraan umum yang sama. Kinan memberanikan diri untuk menyapa terlebih dahulu sembari
menyunggingkan senyuman simpul.
“Assalamu ‘alaikum, Mas Gilang.”

“Wa’alaikumussalam, Dik.” Jawab Gilang sambil menunduk. Ekspresinya datar, tanpa membalas senyuman
Kinan.

/Kenapa Mas Gilang tidak menatap ke arahku juga membalas senyumku?/ batin Kinan.

Kinan tidak tahu bagaimana harus berkata-kata, pikirannya campur aduk. Takdir Allah yang telah
mempertemukan mereka kembali setelah 3 tahun tidak bertatap muka dan saling mengetahui kabar berita
masing-masing. Tidak ada sesuatu yang kebetulan, semuanya terjadi atas iradah-Nya.

Kinan bertanya-tanya, apakah mantan kekasihnya itu memang sudah berubah?

Kendaraan terus melaju, kemudian saat sampai di halte terdengar suara bariton Gilang memberhentikan pak
sopir.

“Kiri, Pak!”

Sebelum turun, Gilang berkata pelan kepada Kinan, “Saya duluan, ya. Assalamu ‘alaikum.”

“Wa ... wa ‘alaikumus salam,” jawab Kinan terbata-bata.

Kinan masih tertegun walaupun sosok Gilang sudah tidak nampak lagi dari pandangannya. Ia termenung
beberapa saat, membiarkan batinnya berkecamuk sehingga larut dalam lamunan.

“Yang kampus, yang kampus ...!” suara teriakan kondektur membuyarkan lamunan Kinan.

“Ya, Pak, saya turun sini.” Ucap Kinan sembari menyerahkan satu lembar uang lima ribuan.

“Ndak usah, Mbak. Sudah dibayarin sama mas-mas yang tadi turun di halte,” kata si kondektur menimpali.

“Oh, iya, Pak. Terima kasih.”

“Ya, sama-sama.”

Kinan pun turun dari kendaraan umum tersebut dan berjalan memasuki gerbang kampus.

“Alhamdulillah, sampai juga, masih ada waktu sekitar 20 menit untuk persiapan presentasi,” ucap syukur Kinan
sambil melihat arloji di pergelangan tangan kirinya.

Suasana kampus masih belum terlalu ramai, hanya terlihat puluhan mahasiswa yang melintas di gedung B.
Barangkali memang hanya ada satu atau dua kelas perkuliahan pagi.

Benar dugaan Kinan, saat memasuki ruang kelas B2, baru ada sekitar 7 temannya yang hadir.

“Assalamu ‘alaikum, Kinan, wah sohibku satu ini memang selalu cetar membahana !” sapa Aisyah, bestie
Kinan.
“Wa ‘alaikumussalam, Aisy, kamu bisa aja,”jawab Kinan sambil tersenyum.

“Oh, ya, btw ntar kita jadi ikut diskusi di kantor sekretariat, kan?” tanya Aisyah kepada Kinan.

“Jelas, dong. Bakda asar, ya? Bisa rehat dulu nanti di kost-an kamu. Kuliah kelar jam 14.00, kan?”

“Sip!”

***

Presentasi Kinan mendapatkan apresiasi dari dosen dan teman-temannya. Terlebih, pemaparan yang
disampaikan Kinan begitu sempurna. Tanpa disadari Kinan, ternyata diam-diam ada seorang teman laki-laki
yang mengaguminya.

Sedari awal hingga akhir presentasi Kinan, nampak Ridwan senyum-senyum sendiri. Ia tidak fokus pada materi
yang disampaikan Kinan. Justru ia membayangkan andai saja berhasil menjadi kekasih Kinan.

Teguran sang dosen melayang kepada Ridwan saat dia tak berkutik dan tidak mampu menjawab pertanyaan
seputar isi materi presentasi Kinan.

“Makanya, lo jangan bengong melulu. Giliran dikasih pertanyaan, ndak bisa kasih jawaban, kan?” kata Umar
yang duduk bersebelahan dengan Ridwan.

“He he he. Terlalu terpesona sih,” jawab Ridwan tanpa ragu-ragu.

“Kinan ndak mungkin mau jadi pacarmu,” ledek Umar.

“Dunia itu serba mungkin. Aku optimis kalau Kinan mau menjalin hubungan serius denganku. Lihat saja. Akan
kubuktikan kalau diri ini bisa menaklukkan hatinya,” kelakar Ridwan.

“Mimpi kali, yeee,” ejek Umar sambil menjulurkan lidahnya.

***

Perkuliahan pun usai. Ridwan berusaha menghampiri Kinan dan Aisyah.

“Cie cie. Ada yang mau PDKT, nih,” goda Umar.

“Ih, apaan sih, Mar,” ucap Ridwan sambil malu-malu.

“Kinan, boleh ngomong bentar?” Ridwan berujar.

“Ngomong aja langsung di sini. Ada apa?” jawab Kinan.


“Aku boleh ndak gabung di organisasi kamu?”

“Boleh, ikuti saja mekanisme pendaftaran keanggotaan yang ada. Kalau serius mau join, kutunggu nanti bakda
asar di kantor sekretariat,” ujar Kinan kemudian.

“Oke, terima kasih. Pasti aku akan datang.”

***

Kepada para mahasiswa yang merindukan kejayaan

Kepada rakyat yang kebingungan di persimpangan jalan

Kepada pewaris peradaban yang telah menggoreskan

Sebuah catatan kebanggaan di lembar sejarah manusia

Wahai kalian yang rindu kemenangan

Wahai kalian yang turun ke jalan

Demi mempersembahkan jiwa dan raga

Untuk Allah semata

Untuk negeri tercinta

Suara lagu Totalitas Perjuangan menggema di sebuah kantor sekretariat organisasi pergerakan mahasiswa yang
menaungi kegiatan para aktivisnya, termasuk Kinan.

Sebagai sekretaris bidang kaderisasi, tentunya membuat Kinan harus giat dalam merekrut anggota demi
eksistensi organisasinya.

Dan ...

Nampak Ridwan masuk bertandang ke base camp organisasinya Kinan. Entahlah, apakah dia benar-benar serius
ingin bergabung, atau hanya akal-akalan dan modus saja demi bisa mendekati Kinan?

Bersambung

#KelasMenulisEdwrite #MenulisBuku30Hari #SiapJadiPenulis


Bab 2. Dilema Cinta

/Mencintai dicintai fitrah manusia

Setiap insan di dunia akan merasakannya

Indah ceria kadang merana itulah rasa cinta

Berlindunglah pada Allah dari cinta palsu

Melalaikan manusia hingga berpaling dari-Nya

Menipu daya dan melenakan sadarilah wahai kawan

Cinta adalah karunia-Nya bila dijaga dengan sempurna

Resah menimpa gundah menjelma jika cinta tak dipelihara

Cinta pada Allah cinta yang hakiki

Cinta pada Allah cinta yang sejati

Bersihkan diri gapailah cinta Cinta Ilahi

Berlindunglah pada Allah dari cinta palsu

Melalaikan manusia hingga berpaling dariNya

Menipu daya dan melenakan sadarilah wahai kawan

Utamakanlah cinta padaNya terjagalah amalan kita

Binalah slalu cinta Ilahi hidup kita kan bahagia

Cinta pada Allah cinta yang hakiki

Cinta pada Allah cinta yang sejati

Bersihkan diri gapailah cinta Cinta Ilahi/


Lantunan nasyid berjudul Cinta dari grup The Fikr yang diputar di mp3 player begitu menghipnotis Kinan,
hingga ia larut terbawa dalam lamunan.

Membayangkan dulu ketika dirinya merasakan manisnya ‘pacaran’ dengan Gilang semasa berseragam putih abu-
abu. Moment ketika mereka berdua asyik memadu kasih di sebuah agrowisata perkebunan teh di Wonosobo.
Benarlah perkataan “bila cinta sudah melekat, gula jawa terasa cokelat.”

/Ah, biarlah itu tinggal menjadi kenangan. Toh Mas Gilang sudah memutuskan hubungan denganku./

Tak terasa, bulir bening menetes di pipi Kinan. Merana karena cinta, itulah yang Kinan alami. Butuh waktu
cukup lama agar dia bisa move on. Dan sudah saatnya bagi Kinan untuk membuka lembaran baru perjalanan
hidupnya.

Semenjak dia diperkenalkan Aisyah kepada sosok Fatimah, kakak tingkatnya yang merupakan aktivis dakwah
kampus, Kinan mulai tertarik untuk mengikuti kajian keputrian.

Ibarat menemukan oase di padang gersang, Kinan sangat bahagia menemukan lingkungan pergaulannya yang
baru.

Kinan mulai mengubah penampilannya. Sekarang dia sudah tidak memakai celana panjang. Kesan tomboy yang
telah melekat pada dirinya, kini mulai luntur seiring dengan tampilannya mengenakan rok model A dipadukan
blouse longgar serta jilbab lebar.

“Masyaallah, cantiknya. Semoga kamu bisa istiqomah ya, Kinan,” ucap Fatimah sesaat ketika melihat perubahan
perdana atas penampilan Kinan.

“Aamiin. Terima kasih, Kak. Mohon bimbingannya, ya. Doakan agar niatanku berhijrah ini benar-benar
dikuatkan oleh Allah,” ujar Kinan kemudian.

“Insyaallah. Yang jelas, dengan usahamu mengubah penampilan untuk berhijab lebih rapi, itu telah
membuktikan bahwa dirimu benar-benar memiliki tekad yang kuat dalam berhijrah. Semoga hatimu pun akan
selalu terjaga,” lanjut Fatimah berharap.

***

Seusai mengikuti perkuliahan, siang ini Kinan menyempatkan untuk mampir ke kantor sekretariat HMJ
(Himpunan Mahasiswa Jurusan) Tarbiyah.

Dirinya dinominasikan sebagai kandidat ketua BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa). Ada beberapa berkas yang
harus dia pelajari.

Saat perjalanan menuju kantor sekretariat HMJ Tarbiyah tersebut, tidak sengaja Kinan berpapasan dengan
Ridwan.
Dari kejauhan, nampak Fatimah dan beberapa akhwat aktivis LDK (Lembaga Dakwah Kampus) memperhatikan
keduanya.

/Pucuk dicinta, ulam pun tiba./ batin Ridwan.

“Assalamu ‘alaikum, Kinan,” sapa Ridwan sembari mengulurkan tangannya kepada Kinan.

“Wa’alaikumussalamu warahmatullaahi wabarakaatuh,” jawab Kinan sambil menghindari uluran tangan Ridwan
dan menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada.

“Oh, ya, maaf, Kinan,” ucap Ridwan, kikuk.

“Iya, tidak mengapa. Mohon jangan salah sangka, saya sekadar berusaha menerapkan syariat, jadi tidak bisa
menerima uluran tanganmu,” jelas Kinan kemudian.

“It’s oke,” jawab Ridwan sambil tersenyum.

“Ngomong-ngomong, ini mau kemana?”

“Saya mau ada urusan di kantor sekretariat HMJ Tarbiyah.”

“Oh, tadi saya juga habis dari sana. Silakan, kalau begitu saya jalan duluan ya, Assalamu ‘alaikum,” pamit
Ridwan.

“Wa 'alaikumussalamu warahmatullahi wabarakaatuh.”

***

Hari ini jadwal kuliah Kinan tidak begitu padat. Waktu luang dimanfaatkannya untuk bertandang ke
perpustakaan.

Kebetulan dia sendirian, karena Aisyah ada agenda pengajian di rumahnya sehingga harus pulang lebih duluan.

Suasana perpustakaan lengang, tidak seperti biasanya. Hanya ada beberapa orang yang berkunjung.

Saat sedang asyik membaca, tetiba dia dikejutkan dengan keberadaan Ridwan yang sudah duduk di sebelahnya.

“Astaghfirullah,” Kinan berucap.

“he he he, maaf. Tadi sebenarnya saya mau ucap salam, tapi lihat kamu lagi asyik membaca, jadinya urung
deh,”

“Ngagetin saja, jangan pernah lakukan seperti ini lagi, ya?” Kinan tegas berbicara dengan nada setengah marah.
Ia kemudian mengambil jarak.

“Ya, deh. Niatanku kan baik, ndak mau gangguin keasyikanmu membaca. By the way, mau ndak kamu bantuin
aku?”
“Bantu apa?”

“Tolong terjemahkan teks ini, ya, kemampuan bahasa Inggrisku kan payah,” Ridwan menyodorkan buku
referensi berbahasa asing kepada Kinan.

“Hmm, gimana ya? Jawab Kinan ragu. Ia galau karena situasi dan kondisi perpustakaan sepi, memungkinkan
berpeluang terjadinya khalwat yang cukup besar.

“Baiklah.”

Dalam waktu kurang dari 10 menit, Kinan sudah berhasil menerjemahkan full dua halaman buku tersebut.

“Luar biasa. Terima kasih ya, Kinan. Besok-besok lagi, ya?

“Insyaallah.”

***

Bersambung

#KelasMenulisEdwrite #MenulisBuku30Hari #SiapJadiPenulis

Bab 3. Brownies Berjuta Rasa

Pulang dari kuliah, Kinan mampir ke sebuah toko bahan roti di pusat kota. Dua hari lagi, akan ada agenda besar
yang diselenggarakan oleh organisasi pergerakan mahasiswa tempatnya berkegiatan.

Sebuah konser nasyid peduli Palestina, mengundang grup nasyid Izzatul Islam yang terkenal sebagai pelantun
nasyid pergerakan. Dalam momen itu juga dirangkai dengan bazaar amal, bentuk usaha penggalangan dana
untuk disalurkan kepada saudara Muslim di Palestina. Rencananya, dia akan membuat brownies untuk dijual
dalam acara bazaar amal tersebut.

Sesampainya di toko besar penyedia berbagai bahan dasar pembuatan roti, Kinan segera memilih belanjaan
sesuai yang dibutuhkannya. Tanpa berlama-lama, Kinan sudah selesai dan menuju ke meja kassa untuk antre
melakukan pembayaran.

/Alhamdulillah, lumayan berat juga, ternyata./gumam Kinan.


“Sudah, Mbak? Tidak ada lagi tambahan barang yang akan dibeli?” tanya kassa.

“Iya, saya rasa cukup. Berapa semuanya, Mbak?”

“Totalnya enam ratus lima puluh ribu, Mbak.”

“Oke, ini ya, Mbak.” Kinan menyerahkan tujuh lembar uang berwarna merah.

“Ini kembaliannya, Mbak. Terima kasih.”

“Sama-sama,” ucap Kinan sembari menerima uang lima puluh ribu rupiah.

Kinan kemudian berlalu meninggalkan toko tersebut. Tanpa disangka-sangka, dia berjumpa dengan Ridwan dan
Umar yang sedang memarkirkan kendaraan roda duanya.

Mengetahui keberadaan Kinan yang kerepotan menjinjing dua plastik berukuran besar, lantas membuat
keduanya menghampiri Kinan.

“Assalamu ‘alaikum, Kinan. Wah, habis borong-borong,nih. Kok sendirian?” sapa Ridwan.

“Wa’alaikumussalam warahmatullaahi wabarakaatuh. Ya, ini belanja buat bahan bikin brownies untuk dijual
saat bazaar besok Kamis,” jawab Kinan.

“Oh, begitu. Tumben ndak bareng sama Aisyah?” tanya Umar.

“Kebetulan dia tadi buru-buru, jadi ndak bisa ikut belanja bareng aku,” terang Kinan kemudian.

“Mari kami bawakan barang belanjaanmu,” ucap Ridwan menawarkan bantuan.

“Tidak usah, terima kasih. Itu kebetulan sudah ada angkutan umum nomer 10. Aku duluan, ya. Assalamu
‘alaikum.” Kinan berlalu setelah menyetop kendaraan umum yang dia maksud.

“Wa’alaikumussalamu warahmatullahi wabarakaatuh,” jawab Ridwan dan Umar serempak.

***

Kinan tidak ada jadwal kuliah, sehingga dia bisa memasak brownies bersama Aisyah juga Kak Fatimah beserta
rekan-rekan kajian keputrian satu halaqohnya.
Keseruan mendominasi aktivitas mereka hari ini. Sebelum memasak bersama, terlebih dahulu diawali dengan
penyampaian taujih dan motivasi oleh Kak Fatimah.

Dalam taujihnya, Kak Fatimah menyampaikan mengenai makna hijrah bagi seseorang. Perubahan ke arah yang
lebih baik dari segi penampilan secara zahir maupun batin.

Jangan sampai hanya berubah penampilan fisiknya saja tanpa diikuti dengan perubahan sikap atau perilaku.
Hijrah di sini berkaitan erat dengan kondisi keimanan. Carilah lingkungan pergaulan yang baik agar diri kita
terjaga dan selalu berada dalam koridor yang sesuai dengan tuntunan agama.

Kinan sangat bersyukur memiliki teman-teman yang mendukungnya untuk berhijrah, menapaki hari-harinya di
masa yang akan datang dengan sebuah optimisme dan keyakinan berada di jalan keridhoan-Nya.

Seharian penuh mereka bekerjasama membuat 150 kotak brownies, dan alhamdulillah bisa terselesaikan dengan
sempurna.

***

Tibalah hari yang ditunggu-tunggu. Konser nasyid peduli Palestina dan juga bazaar amal. Acara berlangsung
dengan semarak. Penonton berjubel memadati tribun stadion olahraga di kota pelajar ini. Nuansa putih
mendominasi kostum yang dikenakan mereka. Kibaran bendera Palestina juga nampak memeriahkan kegiatan
hari ini.

Lantunan lagu bertajuk Langkah Abadi menjadi pembuka konser nasyid kali ini. Para penonton terhanyut dalam
kesyahduan yang tercipta, mereka pun ikut mendendangkan suara bernada yang diiringi gema takbir bersahutan.

/Langkah ini langkah-langkah abadi

menapak gagah laju tanpa henti

Palestina milik Muslim sedunia

Yakinlah kemenangan

Sunatullah pasti kan terlaksana

Pertarungan menanti
Kerinduan akan jiwa merdeka

Kami tak terkalahkan

Gunung-gunung, lembah dan bebukitmu

Tak layak dihinakan

Dan kami singa-singa Ar-Rahman

Merangsek kehadapan

Pembawa panji-panji Al-Quran

Tak gentar membebaskan

Bersama kumandang adzan

Seiring gerak mentari

Bak laskar Shalahuddin bertakbir dan meninggi

Jelmakan Khaibar kembali berkumandang di bumi

Dan Allah Sang Pencipta

Akan menjadi saksi/

***

Di salah satu stand bazaar amal, terlihat Kinan sedang sibuk melayani para pembeli brownies. Alangkah
kagetnya Kinan, mendapati ada sosok Ridwan yang ikut mengantri.

“Assalamu ‘alaikum, Kinan. Saya beli ini ya.” ucap Ridwan sembari menyodorkan 10 kotak brownies.

“Wa ‘alaikumussalam warahmatullaahi wabarakaatuh. Masyaallah, semuanya?”

“Iya, ini pembayarannya. Sisanya untuk donasi saja, ndak usah kasih uang kembalian.”

“Terima kasih, ya. Semoga Allah memberikan keberkahan untukmu.”

“Aamiin,” Ridwan tersenyum.

Bersambung
#KelasMenulisEdwrite #MenulisBuku30Hari #SiapJadiPenulis

Anda mungkin juga menyukai