Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH EKONOMI INTERNASIONAL

TEORI STANDAR PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Dosen Pengampu: Dr. Sri Astuty, S.E., M.Si

KELOMPOK 4

A. MARWAH NUR : 210906501022


ALFIRA FIRLAYANTI : 210906502051
ANNIZA RESKYWANA DWI PUTRI : 210906502064
TANIA TRI WAHYUNI TAHA : 210906502026
NUR ALIF SAPOETRA : 210906502068

KELAS C
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2024/2025
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga makalah ini bisa kami
selesaikan. Saat menyusun tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.
Namun kelancaran dalam menyusun makalah ini hingga selesai tidak lain berkat bantuan,
dorongan, dan kerja sama kelompok yang sangat baik, sehingga kendala-kendala yang kami
hadapi dapat teratasi.
Makalah ini kami buat agar yang membaca makalah yang kami dapat memperluas ilmu
tentang “Teori Standar Perdagangan Internasional”, yang kami buat berdasarkan sumber-
sumber yang ada. Dengan penuh kesabaran dan berkat bantuan dari beberapa pihak. Dan pada
akhirnya makalah ini bisa kami selesaikan. Dalam kesempatan ini kami menguncapkan terima
kasih banyak kepada Ibu Dr. Sri Astuty, S.E.,M.Si. selaku dosen pengampu yang telah
memberikan kami waktu untuk mengerjakan makalah ini.
Kami menyadarinya makalah ini jauh dari sempurna agar menjadi lebih baik lagi kami
mohon bantuan dari pembaca untuk memberi kritik dan saranya lalu mengembalikannya
kepada kami untuk memperbaiki kesalahan pada makalah ini

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG .................................................................................................... 1

B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................................ 2

C. TUJUAN ......................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2

A. BATAS PRODUKSI DENGAN PENINGKATAN BIAYA ......................................... 2

a. Ilustrasi Peningkatan Biaya ......................................................................................... 2

b. Tingkat Transformasi Marginal .................................................................................. 5

c. Alasan Meningkatnya Biaya Oportunitas Perbedaan Garis Batas Produksi ............... 6

B. KURVA INDIFEREN MASYARAKAT ....................................................................... 7

a. Ilustrasi Kurva Indiferen Masyarakat .......................................................................... 7

b. Tingkat Substitusi Marginal ........................................................................................ 8

c. Beberapa Kesulitan dengan Kurva Ketidakpedulian Masyarakat ............................... 9

C. EKULIBRIUM DALAM ISOLASI ............................................................................. 10

a. Ilustrasi Keseimbangan dalam Keterisolasian ........................................................... 10

b. Harga komoditas ekulinrium-reatif dan keunggulan komparatif .............................. 12

D. LANDASAN DAN KEUNTUNGAN DARI PERDAGANGAN DENGAN


PENINGKATAN BIAYA.................................................................................................... 12

a. Ilustrasi Landasan dan Keuntungan dari Perdagangan dengan Peningkatan Biaya .. 13

b. Harga Komoditas ekuilirium-relatif dengan Perdagangan ........................................ 15

c. Spesialisasi Tidak Menyeluruh ................................................................................. 16

d. Kasus Negara Kecil dengan Peningkatan Biaya ....................................................... 17

e. Keuntungan dari Perdagangan dan dari Spesialisasi ................................................. 18

ii
E. PERDAGANGAN BERDASARKAN PERBEDAAN SELERA ................................ 21

a. Ilustrasi Perdagangan Berdasarkan Perbedaan Selera ............................................... 21

BAB III PEUTUP .................................................................................................................. 24

A. KESIMPULAN ............................................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam mendalami pembahasan model perdagangan yang awalnya sederhana


menjadi lebih realistis dengan mempertimbangkan peningkatan biaya oportunitas. Konsep
selera atau preferensi permintaan mulai diintegrasikan dengan penggunaan kurva indiferen
masyarakat. Kemudian, kekuatan penawaran dan permintaan diamati dalam menentukan
harga keseimbangan relatif komoditas di setiap negara dalam situasi tanpa perdagangan
dan dengan adanya peningkatan biaya. Ini juga menyoroti komoditas yang menjadi
keunggulan komparatif bagi setiap negara.
Teori standar perdagangan internasional adalah kerangka konseptual yang
digunakan untuk memahami dan menjelaskan fenomena perdagangan antara negara –
negara. Perdagangan internasional merupakan pertukaran barang dan jasa antara negara –
negara. Ini melibatkan ekspor (penjualan barang ke luar negeri) dan Impor (pembelian
barang dari luar negeri), perdagangan internasional memiliki perang penting dalam
pertumbuhan ekonomi, alokasi sumber daya dan pembentukan harga di pasar global.
Teori standar perdagangan internasional di dasarkan pada konsep keuntungan
komparatif diperkenalkan oleh ekonomis inggris, David Ricardo. Keuntungan komparatif
menyatakan bahwa negara-negara akan mendapatkan manfaat dari perdagangan jika
mereka memproduksi dan mengekspor barang yang mereka hasilkan secara relatif lebih
efisien daripada negara lain. Sebelum teori keuntungan komparatif, terdapat teori
keuntungan absolut yang diajukan oleh Adam Smith.
Teori ini menyatakan bahwa negara harus fokus pada produksi barang yang dapat
mereka hasilkan dengan biaya absolut lebih rendah daripada negara lain. Namun, teori
keuntungan absolut tidak mempertimbangkan perbedaan dalam biaya kesempatan dan
produktivitas relatif antara negara-negara. Model ini dikembangkan oleh ekonom Swedia,
Eli Heckscher, dan ekonom Amerika, Bertil Ohlin.
Model ini menjelaskan bahwa perdagangan internasional terjadi karena perbedaan
dalam faktor produksi (tenaga kerja, modal, dan sumber daya alam) antara negara-negara.
Negara akan cenderung mengekspor barang yang menggunakan faktor produksi yang
relatif melimpah.

1
Selanjutnya, diselidiki bagaimana, melalui perdagangan, setiap negara dapat
memperoleh keuntungan dengan fokus pada produksi komoditas yang memiliki
keunggulan komparatif dan mengekspor sebagian dari hasilnya untuk diperdagangkan
dengan komoditas yang memiliki kelemahan komparatif di negara mitra. Bagian terakhir
bab ini menunjukkan bahwa perdagangan yang saling menguntungkan mungkin terjadi,
bahkan ketika dua negara hampir identik kecuali dalam hal preferensi, dalam kondisi biaya
yang meningkat (Krugman, P. R., Obstfeld, M., & Melitz, 2003).

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana harga komoditas relatif ditentukan dalam konteks peningkatan biaya,


serta bagaimana keunggulan komparatif negara-negara terbentuk dalam situasi
tersebut?
2. Apa saja landasan teoritis perdagangan internasional yang relevan dengan
peningkatan biaya, dan bagaimana keuntungan perdagangan dapat tetap
dipertahankan dalam kondisi tersebut?
3. Bagaimana perdagangan internasional berkaitan dengan fenomena
deindustrialisasi di Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya, dan apa
implikasinya terhadap struktur industri dan ekonomi global.

C. TUJUAN

1. Memahami bagaimana harga komoditas relatif dan keunggulan komparatif dari


negara ditentukan dalam kondisi biaya yang meningkat
2. Menggamba kan landasan dan keuntungan dari perdagangan dengan peningkatan
biaya
3. Menjelaskan hubungan antara perdagangan internasional dan deindustrialisasi di
Amerika Serikat dan negara maju lainnya

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. BATAS PRODUKSI DENGAN PENINGKATAN BIAYA

Peningkatan biaya oportunitas (increasing opportunity cost) berarti bahwa negara


harus melepas dengan jumlah yang semakin meningkat dari satu komoditas untuk
mendapatkan sumber daya yang hanya cukup untuk memproduksi satu unit tambahan
komoditas lain. Peningkatan biaya oportunitas menghasilkan kurva batas produksi yang
cekung dari titik asal (bukan garis lurus) (Mahasiswa, 2021).

Dalam konteks batas produksi, ini berarti bahwa sumber daya digunakan untuk
memproduksi lebih banyak dari satu barang akan mengalami biaya digunakan untuk
memproduksi lebih banyak dari satu barang akan mengalami biaya kesempatan yang
meningkat. Misalnya, jika kita memutuskan untuk menghasilkan lebih banyak gandum,
kita mungkin harus mengorbankan produksi lebih sedikit jagang. Biaya kesempatan untuk
menghasilkan lebih banyak gandum adalah jumlah jagung yang hilang akibat keputusan
tersebut.

a. Ilustrasi Peningkatan Biaya


Gambar dibawah menunjukkan batas produksi hipotetis komoditas X dan Y
untuk Negara 1 dan 2. Kedua batas produksi cekung dari titik asal, mencerminkan
kenyataan bahwa setiap negara mengalami peningkatan biaya oportunitas dalam
produksi kedua komoditas.

Figure 1. Garis Batas Produksi Nation 1 dan Nation 2 dengan Peningkatan Biaya, Garis
batas produksi yang cekung mencerminkan biaya oportunitas yang meningkat di setiap

2
negara dalam produksi kedua komoditas. Dengan demikian, Nation 1 harus melepaskan
lebih dan lebih lagi Y untuk setiap kelompok tambahan 20X yang dihasilkan. Hal ini
digambarkan oleh panah ke bawah yang semakin panjang. Demikian pula, Negara 2
juga mengalami peningkatan biaya oportunita dalam melepaskan komoditas X
(digambarkan oleh bertambahnya panjangan biaya pin) untuk setiap kelompok
tambahan 20Y yang dihasilkan.

Misalnya, Negara 1 ingin memproduksi lebih banyak komoditas X, dimulai dari


titik A di batas produksinya. Karena pada titik A negara tersebut sudah memanfaatkan
semua sumber dayanya dengan teknologi terbaik yang tersedia, negara hanya dapat
menghasilkan lebih X dengan mengurangi hasil komoditas Y (Dalam Bab 2, kita
melihat bahwa ini adalah alasan mengapa garis batas produksi mempunyai kemiringan
negatif).
Gambar 1. menunjukkan bahwa untuk tiap sekumpulan tambahan 20X yang
diproduksi, Negara 1 harus melepaskan lebih banyak lagi dan lagi komoditas Y.
Peningkatan biaya oportunitas dalam hal Y di Negara 1 tercermin dalam panah ke
bawah yang semakin panjang dalam gambar. dan menghasilkan garis batas produksi
yang cekung dari titik asal.
Negara 1 juga menghadapi peningkatan biaya oportunitas dalam produksi Y.
Hal ini dapat dibuktikan secara grafis dengan menunjukkan bahwa Negara 1 harus
melepaskan komoditas X dalam jumlah yang terus-menerus meningkat jumlahnya
untuk setiap kelompok tambahan 20Y yang dihasilkan. Namun, alih-alih menunjukkan
ini untuk Negara 1, kita tunjukkan fenomena meningkatnya biaya oportunitas dalam
produksi Y dengan batas produksi Negara 2 pada Gambar 1.
Bergerak ke atas dari titik A' di sepanjang kurva batas produksi Negara 2, kita
amati panah ke kiri yang panjangnya semakin meningkat, mencerminkan peningkatan
jumlah X yang harus dilepaskan Negara 2 untuk menghasilkan setiap kelompok
tambahan 20Y. Dengan demikian, kurva batas produksi yang cekung untuk Negara I
dan Negara 2 mencerminkan peningkatan biaya oportunitas di negara masing-masing
dalam produksi kedua komoditas. Berikut ini, studi kasus lain dari Perusahaan Rajawali
berkaitan dengan biaya produksi.

3
Studi kasus : Perusahaan Rajawali, (Setiawan, 2022)

Perusahaan Rajawali memiliki biaya tetap total dalam produksi barang sebesar
$150, dengan biaya berubah total secara berurutan sebesar $0, $20, $40, $55,$70,$85
dan kuantitas barang secara berurutan 0, 1, 2, 3, 4, 5.

Table 1 . Hasil Perhitungan dari data diatas

Figure 2. Kurva TFC, TVC, TC (Sumber : Kompasiana Blog)

4
Figure 3. kurva AFC, AVC, ATC, MC ((Sumber : Kompasiana Blog)

Berdasarkan gambar kurva dan tabel perhitungan menjelaskan bahwa


perusahaan menerapkan jenis biaya jangka pendek dalam perhitungan biaya
produksinya. Dengan biaya tetap tanpa berubah dengan perubahan volume produksi.
Dalam kasus ini dengan biaya tetap adalah $150. Biaya variabel berubah seiring dengan
perubahan volume produksi. Dalam kasus ini, biaya berubah total secara berurutan
adalah $0, $20, $40, $55, $70, $85. Biaya total adalah jumlah biaya tetap dan biaya
variabel dihitung dengan menjumlahkan biaya tetap dan biaya berubah total. Biaya rata-
rata adalah biaya total dibagi dengan jumlah barang yang diproduksi. Dalam kasus ini,
kita dapat menghitung biaya rata-rata untuk setiap kuantitas barang.

Kesimpulannya, semakin banyak kuantitas maka nilai total variable cost dan
total cost akan semakin besar kuantitas maka nilai rata-rata dari average variable cost,
dan average total cost semakin kecil menandakan bahwa nilai total dan rata-rata
berbanding terbalik. Biaya produksi merupakan semua beban dikeluarkan oleh
produsen untuk dapat menghasilkan suatu barang/produksi.

b. Tingkat Transformasi Marginal


Tingkat transformasi marginal (marginal rate of transformation/MRT) dari X untuk
Y mengacu pada jumlah Y yang harus dilepaskan suatu negara untuk memproduksi
setiap unit tambahan X. Dengan demikian, MRT adalah nama lain untuk biaya
oportunitas dari X (komoditas diukur sepanjang sumbu horizontal) dan diberikan oleh
kemiringan (absolut) dari kurva batas produksi di titik produksi.

5
Jika pada Gambar 1. kemiringan batas produksi (MRT) dari Negara 1 pada titik A
adalah 1/4, ini berarti bahwa Negara harus menyerahkan 1/4 dari unit Y untuk
mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan X pada
saat ini. Demikian pula, jika kemiringan, atau MRT, sama dengan 1 pada titik B, ini
berarti bahwa Negara 1 harus menyerahkan satu unit Y untuk memproduksi satu unit
tambahan X pada saat ini.
Dengan demikian, pergerakan dari titik A ke titik B di sepanjang kurva batas
produksi Negara 1 melibatkan peningkatan kemiringan (MRT) dari 1/4 (pada titik A)
ke 1 (pada titik B) dan mencerminkan peningkatan biaya oportunitas untuk
memproduksi lebih banyak X. Hal ini berbeda dengan kasus kurva batas produksi yang
berbentuk garis lurus, yang mana biaya oportunitas dari X adalah konstan terlepas dari
tingkat hasil dan nilainya sama dengan kemiringan (MRT) dari garis batas produksi
yang nilainya konstan.

c. Alasan Meningkatnya Biaya Oportunitas Perbedaan Garis Batas Produksi


Kita telah membahas makna meningkatnya biaya oportunitas yang tercermin dalam
bentuk garis batas produksi yang cekung. Namun, bagaimana peningkatan biaya
oportunitas bisa muncul? Dan, mengapa mereka lebih realistis daripada biaya
oportunitas yang konstan?
Peningkatan biaya oportunitas muncul karena sumber daya atau faktor-faktor
produksi (1) tidak homogen (misalnya, semua unit dari faktor produksi yang sama tidak
identik atau mempunyai kualitas yang sama) dan (2) tidak digunakan dalam proporsi
atau intensitas yang nilainya selali tetap sama dalam produksi komoditas. Ini berarti
bahwa sebagai negara yang memproduksi komoditas lebih banyak, harus
memanfaatkan sumber daya yang lebih banyak pula di mana sumber daya ini menjadi
semakin kurang efisien atau kurang cocok untuk produksi komoditas itu. Akibatnya,
negara harus melepaskan lebih banyak dan lebih banyak lagi komoditas kedua untuk
mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memproduksi setiap unit tambahan
komoditas pertama.
Misalnya, sebagai lahan suatu negara bentuknya rata cocok untuk menanam
gandum serta beberapa berbukit yang lebih cocok untuk penggembalan dan produksi
susu. Negara ini awalnya mengkhususkan diri dalam produksi gandum tapi sekarang
ingin berkonsentrasi pada produksi su Dengan mengubah daerah berbukit dari pertanian
gandum menjadi padang rumput, negara tersebut melepaskan sangat sedikit komoditas

6
gandum dan memperoleh banyak susu. Dengan demikian, biaya oportunitas susu dalam
hal jumlah gandum yang dilepaskan pada awalnya kecil. Tetapi, kalan proses
pengubahan lahan ini berlanjut, akhirnya tanah datar, yang lebih cocok untuk pertanian
gandum, harus digunakan juga untuk merumput. Akibatnya, biaya oportunitas susu
akan naik dan batas produksi akan cekung dari titik asal.
Perbedaan dalam garis batas produksi Negara 1 dan Negara 2 pada Gambar tersebut
diakibatkan oleh fakta bahwa kedua negara memiliki sumber daya yang berbeda
dan/atau teknologi yang mereka gunakan berbeda dalam produksi. Dalam dunia nyata,
batas produksi dari negara-negara yang berbeda biasanya akan berbeda karena hampir
tidak ada dua negara memiliki karunia sumber daya yang identik (bahkan jika mereka
bisa memiliki akses ke teknologi yang sama).
Seiring dengan pasokan atau ketersediaan faktor dan/atau teknologi yang berubah
dari waktuke waktu, negara mengalami pergeseran garis batas produksi. Jenis dan
tingkat pergeseran ini tergantung pada jenis dan besarnya perubahan yang terjadi, yang
berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi dan pengaruhnya terhadap perdagangan
internasional.

B. KURVA INDIFEREN MASYARAKAT

Sebuah kurva indiferen masyarakat (community indifference curves) menunjukkan


berbagai kombinasi dari dua komoditas yang menghasilkan kepuasan yang sama dalam
masyarakat atau negara. Kurva yang lebih tinggi mengacu pada kepuasan yang lebih besar,
kurva lebih rendah untuk kepuasan yang lebih rendah. Kurya indiferen masyarakat
memiliki kemiringan negatif dan berbentuk cembung dari titik asal. Agar bentuknya tepat,
kurva-kurva tersebut tidak boleh saling berpotongan satu sama lain. (Pembaca yang sudah
akrab dengan kurva indiferen individu akan melihat bahwa kurva indiferen masyarakat
hampir mirip bentuknya.)

a. Ilustrasi Kurva Indiferen Masyarakat


Gambar tersebut menunjukkan tiga kurva indiferen hipotetis untuk Negara 1 dan
Negara 2. Ketiganya berbeda dalam hal asumsi bahwa selera, atau preferensi
permintaan, yang berbeda di kedua negara.
Titik N dan A memberikan kepuasan yang sama di Negara 1 karena terletak pada
kurva indiferen L. Titik T'dan H mengacu pada tingkat kepuasan yang lebih anggi
karena berada pada kurva indiferen yang lebih tinggi (II). Meskipun T melibatkan lebih

7
banyak Y, tetapi lebih sedikit X dari A, kepuasan lebih besar terletak pada T karena
berada pada kurva indifren II. Titik E mengacu pada kepuasa yang lebih besar karena
berada pada kurva indifren III. Untuk negara 2, A’=R<H’<E’.

Figure 4. Kurva Indeferen Masyarakat untuk Negara 1 dan Negara 2. Sebuah kurva
indiferen masyarakat menunjukkan berbagai kombinasi X dan Y yang menghasilkan
kepuasan yang sama pada suatu masyarakat atau negara. Sebuah kurva yang lebih tinggi
mengacu pada tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kurva Indiferen masyarakat
bentuknya menurun, atau kemiringannya negatif, landal, dan cembung dari titik asal;
agar bentuknya tepat, mereka tidak boleh berpotongan satu sama lain. Kemiringan
menurun dari kurva mencerminkan tingkat substitusi marginal (MRS) yang menurun
dari X untuk Y dalam konsumsi.

Perhatikan bahwa kurva indiferen masyarakat mempunyai kemiringan negatif. Ini


selalu terjadi karena sebagai negara yang mengonsumsi lebih banyak X, harus
mengonsumsi lebih sedikit Y jika negara ini memiliki tingkat-kepuasan-yang-sama
(yaitu tetap pada tingkat kepuasan yang sama). Dengan demikian, seiring komposisi
komoditas Negara 1 bergerak dari titik N ke A pada kurva indiferen I, Negara 1 akan
mengonsumsi lebih banyak X dan mengonsumsi lebih sedikit Y. Demikian juga pada
Negara 2 yang komposisi komoditasnya bergerak dari A'ke R' pada kurva indiferen I',
Negara 2 akan mengonsumsi lebih banyak X, tetapi mengurangi konsumsi Y. Jika suatu
negara terus mengonsumsi jumlah Y yang sama bersamaan peningkatan konsumsi dari
X, negara tersebut akan pindah ke kurva indiferen yang lebih tinggi.

b. Tingkat Substitusi Marginal


Tingkat substitusi marginal (The Marginal Rate of Substitution-MRS) X untuk Y
dalam hal konsumsi mengacu pada jumlah Y yang dapat dilepaskan suatu negara untuk
8
satu unit tambahan X dan tetap berada pada kurva indiferen yang sama. Hal ini
ditunjukkan oleh kemiringan (absolut) dari kurva indiferen masyarakat pada titik
konsumsi dan semakin menurun seiring titik konsumsi suatu negara bergerak turun
pada kurva. Misalnya, kemiringan, atau MRS, dari kurva indiferen I lebih besar pada
titik N dibandingkan pada titik A. Demikian pula, kemiringan, atau MRS, dari kurva
indiferen I' lebih besar di titik A'dari pada di titik R'.
Penurunan MRS atau kemiringan absolut kurva indiferen adalah dari kenyataan
bahwa negara yang mengonsumsi lebih banyak X dan lebih sedikit Y akan lebih
menganggap berharga satu unit Y bagi negara tersebut dibandingkan dengan satu unit
X. Oleh karena itu, negara mungkin hanya akan mau menyerahkan sedikit dan semakin
sedikit Y untuk setiap unit tambahan X yang diinginkan.

Penurunan MRS berarti bahwa kurva indiferen masyarakat berbentuk cembung


dari titik asal. Dengan demikian, sementara meningkatnya biaya oportunitas dalam
produksi tercermin dalam batas prosuksi yang cekung.

c. Beberapa Kesulitan dengan Kurva Ketidakpedulian Masyarakat


Seperti yang telah kami katakan sebelumnya, agar berguna, kurva indiferen
masyarakat tidak boleh berpotongan (bersilangan). Titik perpotongan akan merujuk
pada kepuasan yang sama pada dua kurva indiferen masyarakat yang berbeda, yang
tidak konsisten dengan definisinya. Oleh karena itu, kurva ketidakpuasan negara 1 dan
negara 2 digambarkan dengan tidak berpotongan.

Namun, pada gambar atau peta kurva indiferen masyarakat tertentu mengacu pada
distribusi pendapatan tertentu di dalam suatu negara. Distribusi pendapatan yang
berbeda akan menghasilkan serangkaian kurva ketidakpedulian yang sama sekali baru,
yang mungkin berpotongan dengan kurva indiferen sebelumnya.

Inilah yang mungkin terjadi ketika suatu negara membuka perdagangan atau
memperluas tingkat perdagangannya. Eksportir akan diuntungkan, sementara produsen
dalam negeri yang bersaing dengan impor akan dirugikan. Ada juga dampak diferensial
pada konsumen, tergantung pada apakah pola konsumsi individu lebih berorientasi pada
barang X atau Y. Dengan demikian, perdagangan akan mengubah distribusi pendapatan
riil di suatu negara dan dapat menyebabkan kurva indiferen berpotongan. Dalam hal
ini, kita tidak dapat menggunakan kurva indiferen masyarakat untuk menentukan
apakah pembukaan atau perluasan perdagangan meningkatkan kesejahteraan Negara.

9
Salah satu jalan keluar dari kebuntuan ini adalah melalui apa yang disebut dengan
prinsip kompensasi. Menurut prinsip ini, negara mendapatkan keuntungan dari
perdagangan jika pihak yang diuntungkan menjadi lebih baik (yaitu, mempertahankan
sebagian dari keuntungan mereka) bahkan setelah memberikan kompensasi penuh
kepada pihak yang dirugikan atas kerugian mereka. Hal ini berlaku baik ketika
kompensasi benar-benar terjadi atau tidak. (Salah satu cara agar kompensasi dapat
terjadi adalah pemerintah mengenakan pajak yang cukup besar terhadap keuntungan
yang diperoleh untuk memberikan kompensasi penuh kepada pihak yang kalah dengan
subsidi atau keringanan pajak). Sebagai alternatif, kita dapat membuat sejumlah asumsi
yang membatasi mengenai selera, pendapatan, dan pola konsumsi yang akan
menghalangi terjadinya interaksi antara komunikasi dan ekonomi.

C. EKULIBRIUM DALAM ISOLASI

Kita telah membahas batas-batas produksi, yang menggambarkan kondisi produksi,


atau penawaran, di suatu negara. Pada Bagian B, kita telah membahas kurva indiferen
masyarakat, yang mencerminkan selera, atau preferensi permintaan, di suatu negara.
Sekarang kita akan melihat bagaimana interaksi kekuatan permintaan dan penawaran ini
menentukan titik keseimbangan, atau titik kesejahteraan sosial maksimum, di sebuah
negara yang terisolasi (yaitu tanpa adanya perdagangan).
Dengan tidak adanya perdagangan, sebuah negara berada dalam keseimbangan ketika
mencapai kurva ketidakpedulian tertinggi yang mungkin terjadi pada batas produksinya.
Hal ini terjadi pada titik di mana kurva ketidakpedulian masyarakat bersinggungan dengan
batas produksi negara tersebut. Kemiringan yang sama dari kedua kurva pada titik
singgung tersebut memberikan keseimbangan internal-harga komoditas relatif di negara
tersebut dan mencerminkan keunggulan komparatif negara tersebut. Mari kita lihat apa
artinya semua ini.

a. Ilustrasi Keseimbangan dalam Keterisolasian


Gambar diatas menyatukan kurva batas produksi pada Gambar sebelumnya dan
kurva indiferensi masyarakat. Kita lihat bahwa kurva indiferen I adalah kurva indiferen
tertinggi yang dapat dicapai oleh Negara 1 dengan batas produksinya. Dengan
demikian, Negara 1 berada dalam keseimbangan, atau memaksimalkan
kesejahteraannya, ketika ia memproduksi dan mengkonsumsi di titik A tanpa adanya

10
perdagangan, atau autarky. Demikian pula, Negara 2 berada dalam keseimbangan di
titik A’, di mana batas produksinya bersinggungan dengan kurva indiferen I’.
Perhatikan bahwa karena kurva indiferen masyarakat cembung dari titik asal dan
digambar sedemikian, sehingga tidak saling bersinggungan, hanya ada satu titik
singgung, atau keseimbangan, yang terjadi. Selain itu, kita bisa yakin bahwa satu titik
keseimbangan tersebut pasti ada karena ada jumlah kurva indiferen yang tak terbatas
(karena sesungguhnya jumlah kurva indeferen sangatlah padat). Titik pada kurva
indiferen yang lebih rendah dapat saja terjadi tetapi tidak akan memaksimalkan
kesejahteraan negara tersebut. Di sisi lain, negara tidak dapat mencapai kurva indiferen
yang lebih tinggi dengan sumber daya dan teknologi yang saat ini tersedia.

Figure 5. Ekuilibrium dalam Isolasi. Negara 1 berada dalam keseimbangan, atau dalam
kondisi yang memaksimalkan kesejahteraan, dalam isolasi dengan memproduksi dan
mengonsumsi pada titik A, di mana batas produksinya mencapal (bersinggungan
dengan) kurva indiferen I (kurva tertinggi). Demikian pula, Negara 2 berada pada
ekuilibrium di titik A', di mana batas produksi bersinggungan dengan kurva indiferen
I. Harga keseimbangan relatif X di Negara 1 dihitung dari kemiringan garis singgung
yang sama untuk batas produksi dan kurva Indiferen I di titik A. Ini adalah P = 1/4.
Untuk Negara 2, P, 4. Karena harga relatif X lebih rendah di Negara 1 dibandingkan
Negara 2, Negara 1 memiliki keunggulan komparatif dalam komoditas X dan Negara 2
di komoditas Y.

11
b. Harga komoditas ekulinrium-reatif dan keunggulan komparatif
Harga ekuilibrium-relatif dalam isolasi secara terpisah diberikan oleh kemiringan
garis singgung yang sama dengan kurva batas produksi dan kurva indiferen pada titik
autarki produksi dan konsumsi. Dengan demikian, harga keseimbangan-relatif X secara
terpisah adalah PA = Px/Py = 1/4 di Negara 1 dan PA = Px/Py = 4 di Negara 2 (lihat
Gambar 1.3). Harga relatif berbeda di kedua negara karena batas produksi dan kurva
indiferensialnya berbeda dalam bentuk dan lokasi.
Karena secara terpisah PA < PA Negara 1 memiliki keunggulan komparatif dalam
komoditas X dan Negara 2 dalam komoditas Y. Oleh karena itu, kedua negara dapat
memperoleh keuntungan jika Negara 1 berspesialisasi dalam produksi dan ekspor X
dengan imbalan Y dari Negara 2. Bagaimana hal ini terjadi akan dijelaskan pada bagian
selanjutnya.
Gambar tersebut mengilustrasikan bahwa kekuatan penawaran (seperti yang
diberikan oleh batas produksi suatu negara) dan kekuatan permintaan (seperti yang
dirangkum oleh peta indiferen suatu negara) secara bersama-sama menentukan harga
komoditas relatif ekuilibrium di setiap negara dalam kondisi autarky. Sebagai contoh,
jika kurva indiferen I memiliki bentuk yang berbeda, kurva tersebut akan
bersinggungan dengan batas produksi pada titik yang berbeda dan akan menentukan
harga relatif X yang berbeda di Negara 1. Hal yang sama juga berlaku untuk Negara 2.
Hal ini berbeda dengan kasus biaya konstan, di mana keseimbangan P x /Py adalah
konstan di setiap negara terlepas dari tingkat output dan kondisi permintaan, dan
diberikan oleh kemiringan yang konstan dari batas produksi negara tersebut.

D. LANDASAN DAN KEUNTUNGAN DARI PERDAGANGAN DENGAN


PENINGKATAN BIAYA

Perbedaan harga komoditas relatif antara dua negara merupakan cerminan keunggulan
komparatif mereka dan menjadi dasar perdagangan yang saling menguntungkan. Negara
dengan harga relatif lebih rendah untuk suatu komoditas memiliki keunggulan komparatif
dalam komoditas tersebut dan kerugian komparatif dalam komoditas lainnya, sehubungan
dengan negara kedua. Setiap negara kemudian harus berspesialisasi dalam produksi
komoditas yang memiliki keunggulan komparatif (yaitu, memproduksi lebih banyak
komoditas tersebut daripada yang ingin dikonsumsi di dalam negeri) dan menukarkan

12
sebagian outputnya dengan negara lain untuk komoditas yang memiliki kelemahan
komparatif.
Namun, karena setiap negara berspesialisasi dalam memproduksi komoditas yang
menjadi keunggulan komparatifnya, maka akan menimbulkan biaya peluang yang semakin
besar. Spesialisasi akan terus berlanjut hingga harga komoditas relatif di kedua negara
menjadi sama pada tingkat di mana perdagangan berada dalam keseimbangan. Pada saat
itu, dengan berdagang satu sama lain, kedua negara akan mengkonsumsi lebih banyak
dibandingkan jika tidak ada perdagangan.

a. Ilustrasi Landasan dan Keuntungan dari Perdagangan dengan Peningkatan


Biaya
Pada Gambar tesebut telah di jelaskan bahwa dengan tidak adanya perdagangan,
harga relatif keseimbangan X adalah PA = 1/4 di Negara 1 dan PA’ = 4 di Negara 2.
Dengan demikian, Negara 1 memiliki keunggulan komparatif dalam komoditas X dan
Negara 2 dalam komoditas Y.

Figure 6. Keuntungan dari Perdagangan dengan Peningkatan Biaya. Dengan adanya


perdagangan, Negara 1 bergerak dari titik A ke titik B dalam produksi. Pada saat itu,
Negara 1 menjual 60X untuk mendapat 60Y dari Negara 2 (lihat perdagangan segitiga
BCE), Negara 1 akhirnya mengonsumsi pada titik E (pada kurva indiferen III). Dengan
demikian, Negara 1 mendapat keuntungan 20X dan 201 dari perdagangan (bandingkan
titik autarki A dengan titik E). Demikian pula, Negara 2 bergerak dari A'ke B' dalam
produksi. Pada saat itu, Negara 2 menjual 60Y untuk mendapat 60X dari Negara 1 (lihat
segitiga perdagangan B'C'E), Negara 2 akhirnya mengonsumsi pada titik E' dan juga

13
mendapat keuntungan 20X dan 20Y. PB = PB’, 1 adalah harga ekuilibrium-relatif, yaitu
harga di mana perdagangan seimbang.

Misalkan perdagangan antara kedua negara menjadi mungkin (misalnya, melalui


penghapusan hambatan pemerintah terhadap perdagangan atau pengurangan drastis
biaya transportasi). Negara 1 sekarang harus berspesialisasi dalam produksi dan ekspor
komoditas X untuk ditukar dengan komoditas Y dari Negara 2. Bagaimana hal ini
terjadi diilustrasikan oleh Gambar diatas .
Dimulai dari titik A (titik keseimbangan secara terpisah), ketika Negara 1
berspesialisasi dalam produksi X dan bergerak ke bawah di sepanjang batas
produksinya, ia mengalami peningkatan biaya peluang dalam produksi X. Hal ini
tercermin dari meningkatnya kemiringan batas produksinya. Dimulai dari titik A, ketika
Negara 2 berspesialisasi dalam produksi Y dan bergerak ke atas di sepanjang batas
produksinya, ia mengalami peningkatan biaya peluang dalam produksi Y. Hal ini
tercermin dari penurunan kemiringan batas produksinya (penurunan biaya peluang X,
yang berarti kenaikan biaya peluang Y).
Proses spesialisasi produksi ini terus berlanjut hingga harga komoditas relatif
(kemiringan garis batas produksi) menjadi sama di kedua negara. Harga relatif umum
(kemiringan) dengan perdagangan akan berada di antara harga relatif praperdagangan
yaitu 1/4 dan 4, pada tingkat di mana perdagangan menjadi seimbang. Pada Gambar
1.4, ini adalah PB = PB’ = 1.
Dengan adanya perdagangan, Negara 1 bergerak dari titik A ke titik B dalam hal
produksi. Dengan menukarkan 60X dengan 60Y dengan Negara 2 (lihat segitiga
perdagangan BCE), Negara 1 berakhir di titik E (70X dan 80Y) pada kurva
ketidakpedulian III. Ini adalah tingkat kepuasan tertinggi yang dapat dicapai oleh
Negara 1 dengan perdagangan pada PX/PY = 1. Dengan demikian, Negara 1
memperoleh 20X dan 20Y dari titik keseimbangan tanpa perdagangan. (Bandingkan
titik E pada kurva indiferen III dengan titik A pada kurva indiferen I). Garis BE disebut
garis kemungkinan perdagangan atau, secara sederhana, garis perdagangan karena
perdagangan terjadi di sepanjang garis ini.
Demikian pula, Negara 2 bergerak dari titik A ke titik B dalam produksi, dan,
dengan menukar 60Y dengan 60X dengan Negara 1 (lihat segitiga perdagangan BCE),
ia akhirnya mengkonsumsi di titik E (100X dan 60Y) pada kurva ketidakberpihakan III.

14
Dengan demikian, Negara 2 juga mendapatkan 20X dan 20Y dari spesialisasi produksi
dan perdagangan.
Perhatikan bahwa dengan spesialisasi dalam produksi dan perdagangan, setiap
negara dapat mengkonsumsi di luar batas produksi (yang juga mewakili batas konsumsi
tanpa perdagangan).

b. Harga Komoditas ekuilirium-relatif dengan Perdagangan


Harga komoditas relatif ekuilibrium dengan perdagangan adalah harga relatif umum
di kedua negara di mana perdagangan seimbang. Pada Gambar 3.4, ini adalah PB = PB
= 1. Pada harga relatif ini, jumlah X yang ingin diekspor oleh Negara 1 (60X) sama
dengan jumlah X yang ingin diimpor oleh Negara 2 (60X). Demikian pula, jumlah Y
yang ingin diekspor oleh Negara 2 (60Y) sama persis dengan jumlah Y yang ingin
diimpor oleh Negara 1 pada harga ini (60Y).

Harga relatif lainnya tidak dapat bertahan karena perdagangan tidak akan seimbang.
Sebagai contoh, pada PX/PY = 2, Negara 1 ingin mengekspor lebih banyak X daripada
yang ingin diimpor oleh Negara 2 pada harga yang tinggi ini. Akibatnya, harga relatif
X akan turun menuju tingkat keseimbangan 1. Demikian pula, pada harga relatif X yang
lebih rendah dari 1, Negara 2 ingin mengimpor lebih banyak X daripada yang bersedia
diekspor oleh Negara 1 pada harga rendah ini, dan harga relatif X akan naik. Dengan
demikian, harga relatif X akan mengarah ke harga keseimbangan 1. (Kesimpulan yang
sama akan dicapai dalam hal Y.)

Harga relatif keseimbangan pada Gambar 3.4 ditentukan dengan cara coba-coba;
yaitu, berbagai harga relatif dicoba hingga harga yang menyeimbangkan perdagangan
ditemukan. Terdapat cara teoritis yang lebih ketat untuk menentukan harga relatif
keseimbangan dengan perdagangan. Cara ini menggunakan kurva permintaan dan
penawaran total dari setiap komoditas di setiap negara atau yang disebut dengan kurva
penawaran, dan dibahas dalam bab berikutnya.

Perlu dipahami pada titik ini adalah bahwa keinginan Negara 1 yang lebih besar
adalah untuk Y (komoditas yang diekspor oleh Negara 2) dan keinginan Negara 2 yang
lebih lemah adalah untuk X (komoditas yang diekspor oleh Negara 1). semakin dekat
harga ekuilibrium dalam perdagangan akan bergerak ke harga 1/4 (keseimbangan harga
di Negara 1 sebelum terjadi perdagangan) dan bagian keuntungan Negara 1 akan
semakin kecil. Setelah harga ekuilibrium-relatif dalam perdagangan ditentukan, kita

15
akan tahu persis bagaimana keuntungan dari perdagangan dibagi di antara kedua negara
kemudian model perdagangan kita akan lengkap. Harga ekuilibrium-relatif X dalam
perdagangan (PB = PB’ = 1) menghasilkan keuntungan yang sama (20X dan 20Y) untuk
Negara I dan Negara 2, tapi ini tidak selalu terjadi.

Tentu saja, jika harga sebelum perdagangan-relatif telah sarma di kedua negara
(kejadian yang hampir tidak mungkin), tidak akan ada keunggulan atau kerugian
komparatif di kedua negara, dan tidak ada spesialisasi dalam produksi atau perdagangan
yang saling menguntungkan akan terjadi.

c. Spesialisasi Tidak Menyeluruh


Terdapat perbedaan antara model perdagangan dalam kondisi di mana biaya
peluang meningkat dan model perdagangan dalam kondisi konstan. Dengan biaya
konstan, kedua negara berkomitmen untuk hanya memproduksi barang-barang yang
setara (yaitu, mereka hanya memproduksi barang-barang / komuditas tersebut).
Sebaliknya, dalam kondisi biaya oportunitas meningkat, ada spesialisasi tidak
menyeluruh (incomplete specialization) dalam produksi di kedua negara. Sebagai
contoh, sementara Negara 1 menghasilkan lebih banyak X (komoditas yang mempunyai
keunggulan komparatif) dalam perdagangan, secara bersamaan dia terus menghasilkan
beberapa Y . Demikian negara 2 terus menghasilkan beberapa X dalam perdagangan.
Alasan untuk hal tersebut adalah bersamaan dengan Negara 1 mengkhususkan diri
dalam produksi X, hal itu menimbulkan peningkatan biaya oportunitas dalam
memproduksi X. Demikian juga dengan Negara 2 saat menghasilkan lebih Y, hal itu
menimbulkan peningkatan biaya oportunitas Y (yang berarti penurunan biaya
oportunitas X). Dengan demikian, seiring negara masing-masing mengkhususkan diri
dalam memproduksi komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif di masing-
masing negara, harga komoditas relatif bergerak ke arah satu sama lain (misalnya,
menjadi lebih merata) sampai mereka identik untuk kedua negara.
Pada saat itu, sudah tidak menguntungkan bagi kedua negara untuk terus
meningkatkan lagi produksi komoditas yang merupakan keunggulan komparatif
masing-masing negara Hal ini terjadi sebelum kedua negara telah benar-benar
mengkhususkan diri pada produksi komoditas dengan keunggulan komparatif masing-
masing.
Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh
keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat

16
memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara
lain.

d. Kasus Negara Kecil dengan Peningkatan Biaya


Dalam kondisi biaya konstan, satu-satunya pengecualian untuk spesialisasi
menyeluruh dalam produksi terjadi dalam kasus negara kecil. Hanya negara kecil yang
mengkhususkan seluruhnya dalam produksi komoditas yang mempunyai keunggulan
komparatif. Negara yang besar terus memproduksi kedua komoditas bahkan walaupun
sudah dengan perdagangan karena negara kecil tidak bisa memenuhi semua permintaan
impor dari negara yang besar. Dalam kasus biaya yang meningkat, kita akan
menemukan spesialisasi tidak menyeluruh bahkan di negara kecil.
Sebagai contoh, negara kecil seperti Singapura dan negara besar seperti Amerika
Serikat yang mengalami peningkatan biaya terkait perdagangan internasional:
Studi kasus : Singapura dan negara besar seperti Amerika Serikat yang
mengalami peningkatan biaya terkait perdagangan internasional.
Singapura adalah salah satu negara kecil dengan ekonomi yang sangat terbuka dan
sangat bergantung pada perdagangan internasional. Peningkatan biaya terkait
perdagangan internasional bagi Singapura bisa terjadi karena perubahan dalam tarif
atau kebijakan perdagangan dari mitra dagang utamanya, seperti ketika negara-negara
besar menerapkan tarif yang lebih tinggi atau adanya sengketa perdagangan
internasional. Selain itu Fluktuasi nilai tukar mata uang yang dapat meningkatkan biaya
impor bagi Singapura, karena sebagian besar barang yang dikonsumsi diimpor. Juga
Perubahan dalam biaya logistik atau biaya pengiriman barang internasional, yang dapat
terjadi karena gangguan dalam jalur perdagangan global atau peningkatan biaya bahan
bakar.
Meskipun Amerika Serikat memiliki ekonomi yang besar dan kuat, juga dapat
mengalami peningkatan biaya terkait perdagangan internasional. Seperti perang dagang
dengan mitra dagang utamanya seperti Tiongkok, yang dapat menghasilkan kenaikan
tarif impor dan peningkatan biaya bagi konsumen Amerika. Adapun Gangguan dalam
rantai pasokan global, seperti yang terjadi selama pandemi COVID-19, yang dapat
menyebabkan peningkatan biaya logistik atau bahkan kekurangan pasokan, mengarah
pada lonjakan harga barang.

17
Dalam kedua kasus ini, peningkatan biaya terkait perdagangan internasional dapat
berdampak pada pertumbuhan ekonomi, daya saing, dan harga barang, baik bagi negara
kecil maupun besar. Ini menunjukkan bahwa meskipun skala ekonominya berbeda,
kedua jenis negara ini rentan terhadap fluktuasi dan perubahan dalam perdagangan
internasional.

e. Keuntungan dari Perdagangan dan dari Spesialisasi


Keuntungan dari perdagangan yang didapat oleh negara dapat dipecah menjadi dua
komponen: keuntungan dari pertukaran dan keuntungan dari spesialisasi. Gambar
dibawah menggambarkan rincian untuk Negara kecil 1.
Misalnya, untuk alasan apa pun, Negara 1 tidak bisa mengkhususkan diri dalam
produksi X dengan pembukaan perdagangan, tetapi terus memproduksi pada titik A,
yaitu MRT = 1/4 Mulai dari titik A, Negara 1 bisa mengekspor 20X untuk ditukar
dengan 20Y dengan harga relatif dunia yang berlaku PW=1 dan berakhir pada tingkat
konsumsi titik T pada kurva indiferen II. Meskipun Negara 1 mengurangi konsumsi X
dan meningkatkan konsumsi Y pada titik T dalam hubungannya dengan titik A, hal
tersebut lebih baik daripada kondisi pada titik autarki karena titik T berada pada kurva
indiferen II yang lebih tinggi. Pergerakan dari titik A ke titik T dalam hal konsumsi
mengukur keuntungan dari pertukaran (gains from exchange).
Jika kemudian Negara 1 mengkhususkan diri dalam produksi X dan diproduksi pada
titik B, Negara 1 bisa menjual 60X untuk mendapatkan 60Y dari seluruh dunia dan
mengonsumsi di titik E pada kurva indiferen III (sehingga mendapatkan komoditas
yang lebih banyak lagi). Gerakan tingkat konsumsi dari T ke E mengukur keuntungan
dari spesialisasi (gains from specialization) dalam produksi.

18
Figure 7. Keuntungan dari Pertukaran dan dari Spesialisasi. Jika Negara 1 tidak bisa
mengkhususkan diri dalam produksi X dengan adanya pembukaan perdagangan tetapi
terus memproduksi pada titik A, Negara 1 bisa mengekspor 20X untuk mendapatkan
20 dengan harga dunia yang berlaku dan berakhir pada level konsumsi 7 di kurva
indiferen II. Peningkatan konsumsi dari titik A dalam kondisi autarki) ke titik T
merupakan keuntungan dari perdagangan saja. Jika Negara 1 selanjutnya
mengkhususkan diri dalam produksi X dan memproduksi pada titik B, akan sampai
pada level konsumsi di titik E pada kurva indiferen III. Peningkatan konsumsi dari T
ke E akan mewakili keuntungan dari spesialisasi dalam produksi.

Singkatnya, gerakan dari A (pada kurva indiferen I) ke T (pada kurva indiferen II)
disebabkan oleh pertukaran saja. Ini terjadi bahkan jika produksi Negara 1 tetap pada
titik A (titik autarki). Gerakan dari titik T ke titik E (pada kurva indiferen III)
merupakan keuntungan dari spesialisasi _dalam produksi.
Dalam kurva Negara 1 tidak berada dalam kondisi ekuilibrium dalam produksi
pada titik A dengan adanya perdagangan karena MRT < PW’ Untuk berada dalam
kondisi ekuilibrium dalam produksi, Negara Į harus memperluas produksi X hingga
mencapai titik B, di mana PB = PW = l Keuntungan Negara 2 dari perdagangan dapat
dipecah juga menjadi keuntungan dari perdagangan dan keuntungan dari spesialisasi.
Studi Kasus : Deindustrialiasasi di Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang
Desindustrialisasi yaitu fenomena perpindahan manufaktur dari negara maju ke
negara berkembang menjadi isu penting di Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang.
Meskipun perdagangan luar negeri sering disalahkan penyebab utama deindustrialisasi,
studi kasus menunjukkan bahwa faktor internal seperti peningkatan produktivitas
tenaga kerja, memainkan peran lebih signifikan.

19
Otomatisasi dan kemajuan teknologi telah meningkatkan produktivitas tenaga kerja
di sektor manufaktur. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk memproduksi lebih
banyak barang dan lebih sedikit pekerj, sehingga mendorong relokasi manufaktur ke
negara – negara dengan biaya tenaga kerja lebih rendah. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa peningkatan tenaga kerja di AS telah berkontribusi pada
deindustrialisasi. Teknologi dan otomatisasi menggantikan pekerjaan manusia,
mengurangi kebutuhan akan tenaga kerja di sektor manufaktur. Selain itu, faktor lain
seperti perubahan dalam struktur ekonomi, perubahan permintaan konsumen dan
pergeseran fokus ke sektor jasa juga berperan deindustrialisasi di AS.
Akan tetapi, di negara Uni Eropa mengalami perubahan struktural dalam sektor
manufaktur. Peningkatan produktivitas tenaga kerja dan teknologi otomatisasi telah
mengurangi ketergantungan pada pekerjaan manual, faktor lain seperti globalisasi,
perubahan permintaan pasar dan perubahan regulasi juga memengaruhi
deindustrialisasi di Uni Eropa. Sedangkan jepang mengalami deindustrialisasi sejak
tahun 1970-an dengan peningkatan produktivitas tenaga kerja dan perubahan dalam
struktur industri telah mengurangi ketergantungan pada sektor manufaktur dengan
penyebab perubahan demografi, perubahan teknologi dan pergeseran fokus ke sektor
layanan juga berkontribusi pada deindustrialisasi di jepang.
Ekonomi pada negara maju beralih pada manufaktur ke sektor jasa seperti
keuangan, teknologi informasi dan perawatan kesehatan yang disebabkan oleh
meingkatnya permintaan konsumen untuk layanan dan meningkatnya efisiensi di sektor
manufaktur. Negara maju juga memiliki dalam standar lingkungan lebih ketat
dibandingkan negara-negara berkembang. Hal ini, meningkatkan biaya produksi di
sektor manufaktur mendorong perusahaan untuk memindahkan operasi mereka ke
negara dengan regulasi lingkungan lebih luas dengan biaya infrastruktur seperti listrik,
transportasi dan logistik di negara maju umunya lebih tinggi dibandingkan negara –
negara berkembang. Hal ini membuat manufaktur di negara – negara maju menjadi
kurang kompetitif.
Perdagangan luar negeri, terutama di negara berkembang dengan biaya tenaga
kerja lebih rendah, memang berkontribusi pada deindustrialisasi. Namun dampaknya
dibesarkan. Dengan studi ini menunjukkan bahwa impr manufkatur dari negara –
negara berkembang hanya menggantikan sebagian kecil dari produksi manufaktur
domestik di negara – negara maju. Selain itu, perdagangan luar negeri juga mendaptkan

20
manfaat bagi negara – negar amaju seperti ke pasar baru, transfer teknologi dan
peningkatan efisiensi.
Kesimpulannya, deindustralisasi di Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang
disebabkan oleh faktor internal, seperti peningkatan produktivitas tenaga kerja,
daripada perdagangan luar negeri. Meskipun, perdagangan luar negeri memainkan
peran, dampaknya sering dibesar- besarkan dengan tujuan dari kebijakan untuk
mengatasi deindustralisasi harus fokus pada peningkatan daya saing manufaktur
domestik melalui investasi dalam pendidikan, penelitian dan pengembangan dan
infrastruktur.

E. PERDAGANGAN BERDASARKAN PERBEDAAN SELERA

Dengan meningkatnya biaya, bahkan jika dua negara memiliki batas-batas


kemungkinan produksi yang identik (yang pada kenyataannya hampir tidak mungkin),
masih akan ada landasan untuk perdagangan yang saling menguntungkan jika selera, atau
preferensi permintaan, dalam dua negara berbeda. Negara dengan permintaan atau
preferensi untuk komoditas yang relatif lebih kecil akan memiliki harga relatif autarki yang
lebih rendah dan keunggulan komparatif untuk komoditas

a. Ilustrasi Perdagangan Berdasarkan Perbedaan Selera


Perdagangan yang hanya didasarkan pada perbedaan selera digambarkan pada
Gambar 8 Karena batas produksi dari kedua negara kini dianggap identik, keduanya
diwakili oleh kurva tunggal. Kurva índiferen I bersinggungan dengan batas produksi di
titik A untuk Negara 1 dan kurva indiferen I' bersinggungan di titik A' untuk Negara 2,
harga relatif X sebelum perdagangan lebih rendah di Negara 1. Dengan demikian,
Negara 1 memiliki keunggulan komparatif dalam komoditas X dan Negara 2 dalam
komoditas Y.

21
Dengan adanya pembukaan perdagangan, Negara I mengkhususkan diri dalam
produksi X (dan bergerak ke bawah di sepanjang batas produksi), sedangkan Negara 2
mengkhususkan diri dalam produksi Y (dan bergerak ke atas di sepanjang batas
produksinya). Spesialisasi berlanjut sampai PX / PY adalah sama di kedua negara dann
perdagangan menjadi seimbang. Hal ini terjadi pada titik B (yang bertepatan dengan
titik.

Figure 8. Perdagangan Berdasarkan Perbedaan Selera. Negara 1 dan 2 memiliki


batas produksi yang identik (ditunjukkan oleh kurva tunggal) tetapi memiliki selera
yang berbeda (ditunjukkan dengan kurva indiferen tunggal). Dalam isolasi, Negara 1
memproduksi dan mengonsumsi pada titik A dan Negara 2 pada titik A. Karena P A <
P K' ,Negara 1 memiliki keunggulan komparatif dalam X dan Negara 2 dalam Y.
Dengan adanya perdagangan, Negara 1 mengkhususkan diri dalam produksi X dan
menghasilkan di titik B, sedangkan Negara 2 mengkhususkan diri dalam Y dan
menghasilkan di B' (yang bertepatan dengan B). Dengan saling bertukar 60X dan 60Y
untuk satu sama lain. Negara 1 berakhir pada level konsumsi di titik E (sehingga
mendapatkan keuntungan 20X dan 20Y), sedangkan Negara 2 mengonsumsi di titik E'
(dan juga mendapat keuntungan 20X dan 20Y). Berikut ini studi kasus yang berkaitan
dengan perdagangan berdasarkan selera
Studi Kasus : Perdagangan Kopi Luwak di Indonesia (Laksono et al., 2022)
Kopi luwak merupakan kopi yang dihasilkan dari biji kopi di makan dan
difermentasi dalam pencernaan hewan luwak, telah menjadi komoditas perdagangan
internasional berharga. Permintaan kopi luwak di dorong oleh persepsi konsumen
tentnag keunikan rasa dan aromanya yang istimewa.

22
Dengan permintaan kopi luwak sebagian besar berasal dari negara – negara barat,
dimana konsumen memiliki selera lebih terbuka untuk rasa kopi yang kompleks dan
eksotis. Di negara – negara Asia, kopi umumnya dikonsumsi tanpa campuran atau rasa
tambahan sehingga kopi luwak kurang diminati.
Perdagangan kopi luwak memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi
masyarakat pendesaan di Indonesia terutama di pulau Sumatera dan Jawa. Petani kopi
dapat memproleh harga lebih tinggi untuk kopi luwak dibandingkan kopi biasa,
sehingga meningkatkan pendapatan mereka. Namun, perdagangan kopi luwak juga
menimbulkan kekhwatiran tentang kesejahteraan hewan luwak. Beberapa praktik
pengumpulan kopi luwak melibatkan kurungan luwak dapat menyebabkan stress dan
penderitaan bagi hewan.

23
BAB III
PEUTUP

A. KESIMPULAN

konsep perdagangan internasional dengan mempertimbangkan peningkatan biaya


oportunitas dan preferensi permintaan dalam bentuk kurva indiferen masyarakat, dimana
peningkatan biaya oportunitas menjelaskan bahwa untuk memproduksi lebih banyak dari
satu komoditas, negara harus menyerahkan lebih banyak sumber daya, yang tercermin
dalam kurva batas produksi yang cekung. Kurva indiferen masyarakat menunjukkan
kombinasi komoditas yang menghasilkan tingkat kepuasan yang sama, dengan kemiringan
negatif dan bentuk cembung.
Tanpa perdagangan, negara berada pada keseimbangan saat mencapai kurva indiferen
setinggi mungkin dalam batas produksinya. Namun, dengan perdagangan, setiap negara
mengkhususkan diri dalam produksi komoditas yang merupakan keunggulan
komparatifnya, meskipun menghadapi peningkatan biaya oportunitas. Selain itu, preferensi
permintaan yang berbeda antar negara dapat menciptakan landasan untuk perdagangan
yang saling menguntungkan, bahkan jika garis batas produksi kedua negara identik.
Dengan demikian, perdagangan internasional tidak hanya mempertimbangkan
keunggulan komparatif dalam produksi, tetapi juga faktor-faktor seperti biaya oportunitas
dan preferensi konsumen, yang semuanya berperan dalam membentuk platform untuk
spesialisasi dalam produksi dan perdagangan yang saling menguntungkan antar negara.

24
DAFTAR PUSTAKA

Krugman, P. R., Obstfeld, M., & Melitz, M. J. (2014). (2003). International Economics: Theory
and Policy. Pearson (D. Clinton (ed.); Sixth). World Student Series.
https://spada.uns.ac.id/pluginfile.php/179306/mod_resource/content/1/Paul Krugman ed
6.pdf
Laksono, A., Prasmatiwi, F. E., & Saleh, Y. (2022). Analisis Keragaan Agroindustri Kopi
Luwak : Studi Kasus Pada Agroindustri Ratu Luwak Di Kecamatan Balik Bukit
Kabupaten Lampung Barat. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis, 10(1), 17.
https://doi.org/10.23960/jiia.v10i1.5645
Mahasiswa, U. M. Y. (2021). Batas Produksi dengan Peningkatan Biaya.
https://www.studocu.com/id/document/universitasmuhammadiyahyogyakarta/pengantar-
ilmu-ekonomi/batas-produksi-dengan-peningkatanbiaya/46586775
Salvatore, D. (2014). EKONOMI INTERNASIONAL edisi 9 | buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
Setiawan, R. (2022). Analisis Biaya Produksi dan Contoh Studi Kasus. Kompasiana Beyond
Blogging.https://www.kompasiana.com/rendysetiawan23/6375c4314addee4b137687c2/analis
is-biaya-produksi-dan-contoh-studi-kasus?page=1&page_images=1

25

Anda mungkin juga menyukai