Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

EKONOMI INTERNASIONAL
“MODEL PERDAGANGAN STANDAR”

DOSEN PENGAMPU
Dr. Ir. Helmi Ali, MP., ME

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4:
Kenny Robert Junior
Ridhwa Rahman

INSTITUT TEKNOLOGI DAN BISNIS HAJI AGUS SALIM


BUKITTIGGI
TP: 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ”Model Perdagangan
Standar” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Dosen
pada Ekonomi Internasional. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasanbagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Ir. Helmi Ali, MP.,ME selaku
dosen mata kuliah Ekonomi Internasional yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambahkan pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Bukittinggi,31 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................................i

KATA PENGANTAR................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 1..............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................1
a. Latar Belakang.....................................................................................................................1

b. Rumusan Masalah..............................................................................................................2

c. Tujuan.....................................................................................................................................2

BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..........................................................................................................................3
a. Model Standar Perekonomian Dagang.........................................................................4

b. Transfer Pendapatan Internasional: Pergeseran Kurva RD 13

c. Tarif dan Subsidi Ekspor: Pergeseran Serentak Kurva RS dan RD....................

BAB III.........................................................................................................................................
PENUTUP...................................................................................................................................
a. Kesimpulan.........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Uraian dalam bab-bab terdahulu mengembangkan sejumlah model yang masing-
masing menjelaskan aspek khusus dari segi penawaran dalam perdagangan
internasional. Untuk membuat pokok-pokok terpenting bisa Nampak sejelas mungkin,
setiap model terpaksa meninggalkan sebagian aspek realitas. Model-model itu adalah
sebagai berikut:
 Model Ricardo. Kemungkinan-kemungkinan produksi ditentukan oleh alokasi
satu faktor produksi tunggal, takni tenaga kerja, ke berbagai sektor ekonomi.
Model ini menyampaikan gagasan dasar yang penting mengenai keunggulan
komparatif, namun tidak memungkinkan kita membahas distribusi pendapatan
 Model faktor spesifik. Kalau tenaga kerja bisa bergerak bebas antar-sektor, ada
sejumlah faktor produksi yang bersifat spesifik atau terikat pada sektor tertentu.
Model ini sangat baik untuk memahami distribusi pendapatan, namun tidak
mampu menjelaskan soal pola perdagangan
 Model Heckscher-Ohlin. Dalam model ini berbagai faktor produksi
dimungkinkan bergerak antar-sektor. Rumusannya lebih rumit, namun perlu
diketahui karena model menyampaikan pemahaman yang lebih mendalam
tentang bagaimana keberadaan sumber daya menentukan pola perdagangan.

Pada bab ini, aspek realitas itulah yang akan ditekankan, karena jika kita hendak
menganalisis persoalan-persoalan yang nyata, kita perlu mendasarkan pemahaman
teoritis kita dari berbagai macam model yang telah dipelajari sebelumnya. Misalnya
saja, pada pertengahan tahun 1990-an, salah satu perubahan inti dalam kegiatan
perdagangan dunia adalah pertumbuhan ekspor yang sedemikian pesatnya dari
negara-negara industri baru. Negara-negara ini telah mengalami pertumbuhan
produktivitas uang sangat cepat. Untuk membahas implikasi-implikasi dari
pertumbuhan produktivitas ini agaknya kita masih perlu menerapkan model
perdagangan unternasional Ricardo yang telah dibahas secara panjang lebar pada Bab
2. Perubahan pola perdagangan mempunyai dampak-dampak yang berbeda bagi setiap
kelompok masyarakat atau sektor ekonomi di Amerika Serikat maupun di negara-
negara lain. Untuk memahami dampak-dampak yang muncul dari meningkatnya
perdagangan di kawasan Pasifik terhadap distribusi pendapatana di Amerika Serikat,
kita agaknya akan perlu menerapkan model perdagangan atas dasar faktor-faktor
spesifik yang secara rinci telah dibahas pada Bab 3. Akhirnya dengan terus
berlangsungnya perjalanan waktu, sumber daya di negara-negara Asia Timur telah
berubah. Mereka telah berhasil memupuk modal dan tenaga kerja terampil tang telah
berpendidikan, sedangkan tenaga kerja tidak terampil kian langka di negara-negara
tersebut. Untuk memahami implikasi-implikasi dari terjadinya berbagai pergeseran
yang penting ini, kemunkinan besar kita akan berpaling pada model perdaganan
Heckscher-Ohlin yang teladi dipelajari sebelumnya dalam Bab 4.
Terlepas dari berbagai macam perbedaan dalam penjabarannya, model-model
tersebut memiliki sejumlah kesamaan sebagai berikut:
1. Kapasitas produktif dari suatu perekonomian dapat diketahui berdasarkan kurva
batas-batas kemungkinan produksinya, dan sesungguhnya perbedaan di dalam
batas-batas kemungkinan produksi itulahyang membuka peluang bagi terjadinya
hubungan perdagangan di antara segenap perekonomian atau negara-negara yang
bersangkutan.
2. Batas-batas kemungkinan produksi tersebut senantiasa menentukan schedule
penawaran relatif dari masing-masing negara.
3. Ekuilibrium atau keseimbangan dunia akan ditentukan oleh permintaan relatif
dunia dan schedule penawaran relatif dunia yang terletak antara schedule-
schedule penawaran relatif nasional (per negara)

Sehubungan dengan adanya sejumah karakterustik atau ciri umum inilah, maka
model-model yang sampaisejauh ini telah kita pelajari bisa dipandang sebagai kasus-
kasus khusus dari suato model perekonomian perdaganan dunia yang lebih umum.
Banyak persoalan penting internasional yang analisisnya dapat diarahkan dalam lingkup
model umum ini, sedangkan rinciannya bergantung kepada model khusus yang dipilih.
Rentanngan persoalannya sendiri meliputi dampak yang akan ditumbukan oleh
pergeseran-pergeseran penawaran dunia sebagai akibat dari ada pertumbuhan ekonomi,
pergeseran-pergeseran permintaan dunia sebagai akibat dari bantuan luar negeri,
pembayaran rampasan perang, dan berbagai macam bentuk transfer pendapatan
internasional lainnya; serta pergeseran-pergeseran penawaran dan permintaan secara
serentak sebagai akibat dari penerapan tarif dan pemberian subsidi ekspor.
Pembahasan dalam bab ini menekankan usaha untuk mencapai pemahaman
terhadap masalah-masalah di atas dari segi tinjau teori pedaganan internasional yang
tidak akan semata0mata bergantung pada unsur-unsur segi penawaran (supply side) dari
suatu perekonomian. Mengembangkan suato model standar dari perekonomian
perdagangan dunia dimana model-model pada Bab 2, 3, dan 4 dapat diperlakukan
sebagai kasus khusus atau bentuk-bentuk rincinya. Selanjutnya kita akan menggunakan
model ini untuk menjawab berbaga pernyataan di seputar aneka perubahan dalam
parameter-parameter pokok yang mempengaruhi kondisi ekono internasional.

b. Rumusan Masalah
1. Bagaimana model standar perekonomian dagang?
2. Bagaimana transfer pendapatan internasional: pergeseran kurva RD?
3. Bagaimana tarif dan subsidi ekspor: pergeseran serentak kurva RS dan RD?

c. Tujuan
1. Mengetahui model standar perekonomian dagang
2. Mengetahui transfer pendapatan internasional: pergeseran kurva RD
3. Mengetahui tarif dan subsidi ekspor: pergeseran serentak kurva RS dan RD
BAB II
PEMBAHASAN

a. Model Standar Perekonomian Dagang


1. Batas-batas kemungkinan produksi dan penawaran relatif
Guna menyesuaikan dengan kebutuhan model perdangangan standar ini kita perlu
mengasumsikan bahwa setiap negara memproduksi dua barang, makanan (F) dan kain
(C), serta bahwa batas-batas kemungkinan produksi pada setiap negara berbentuk kurva
yang ditunjukkan sebagai garis TT dalam Peraga 5-1.

Kedudukan titik pada batas kemungkinan produksi


yang berfungsi untuk menunjukkan tingkat produksi
aktual dari suatu perekonomian ditentukan oleh
harga kain secara reatif terhadap harga makanan,
atau PC/PF. Rumusan merupakan suatu proposisi
mikroekonomi dasar yang pada intinya menyatakan
bahwa suatu perekonomian pasar yang tidak terpiuh
(terdistorsi) oleh adanya Kekuatan monopoli atau
gangguan-gangguan mekanisme pasar yang tidak
terpiuh (terdistorsi) oleh adanya kekuatan monopoli atau gangguan-gangguan
mekanisme pasar bebas lainnya, akan mampu berproduksi secara efesien—yaitu akan
memaksimumkan nilai output pada harga pasar tertentu, atau PCQC + PFQF .
Kita dapat menunjukkan nilai pasar dari total output dengan menggambarkan
sejulah garis isovalue (isovalue line)—yakni garis-garis yang di setiap titiknya
menunjukkan nilai output yang sama. Setiap garis yang ditentukan oleh persamaan
PCQC + PFQF = V, atau dengan membubuhkan sedikit manipulasi, QF = V/PF – (PCPF)QC,
dimana V adalah nilai output. Semakin besar V, akan semakin jauh letak garis isovalue
dari titik 0; dengan demikian garis isovalue yang letaknya semakin jauh dari titik 0
menunjukkan nilai output semakin besar. Kecondongan garis isovalue tersebut sama
dengan angka minus dari harga relatif produk kain. Suatu perekonomian akan selalu
berusaha memproduksi nilai output setinggi mungkin, yang dapat dicapai dengan
memproduksi pada titik Q, dimana TT merupakan tangen dari garis isovalue.
Selanjutnya umpamakan saja PC/PF meningkat. Dengan demikian, bentuk garis-
garis isovalue akan lebih curam dari sebelumnya.
Pada peraga 5-2 garis isovalue tertinggi
yang dapat dicapai oleh perekonomian yang
bersangkutan sebelum adanya perubahan
dalam ` PC/PF adalah VV1; garis tertinggi
setelah perubahan adalah VV2, titik di mana
produksi beralih dari Q1 ke Q2. Maka, kita
bisa mengharapkan terjadinya kenaikan
harga relatif kain yang akan mendorong
perekonomian tersebut untuk memproduksi
lebih banyak kain, serta lebih sedikit
makanan. Oleh sebab itu maka penawaran
relatif kain akan bertambah jika harga relatif kain meningkat

2. Harga-harga Relatif dan Permintaan


Berikutnya, Peraga 5-3 menunjukkan antara produksi,
konsumsi dan perdaganan dalam model standar, Seperti
yang telah dikemukakan dalam Bab 3, nilai konsumsi
perekonomian sama besarnya dengan nilai
produksinya. Dengan memisalkan DC dan DF adalah
konsumsi kain dan makanan, maka kita memperoleh
rumusan berikut :
PCQC + PFQF = PCDC + PFDF = V
Persamaaan tersebut di atas menunjukkan secara jelas
bahwa produksi dan konsumsi harus terletak pada garis isovalue yang sama.
Pada titik yang mana perekonomian itu akan berproduksi bergantung pada selera.
Dengan kata lain, perbedaan-perbedaan selera ditunjukkan oleh kecondongan garis-garis
isovalue. Untuk model standar ini, kita membuat satu penyederhanaan asumsi, yaitu
keputusan konsumsi oleh perekkonomian bisa dilambangan berdasarkan artikulasi
selera-selera individual yang terhitung representatif.
Selera individual dapat ditunjukkan secara grafis dengan serangkaian kurva
indiferen (indifference curve). Apa yang disebut sebagai kurva indiferen adalah sebuah
kurva yang menelusuri serangkaian kombinasi (C) dan (F) yang memberikan tingkat
kepuasan yang sama kepada individu-individu tertentu. Kurva indiferen ini memiliki tiga
karakteristik pokok sebagai berikut:
1. Bentuknya berupa sebuah garis lengkung yang menurun (downward-sloping):
Jika seorang individu ditawarkan untuk mengurangi F, maka untuk
mempertahankan tingkat kepasan semula dia harus diberikan lebih banyak C.
2. Semakin jauh ke kanan letak-letak dari suatu kurva indiferen, maka itu berarti
semakin tinggi tingkat kesejahteraan seseorang: seorang individu akan lebih suka
mengkonsumsi lebih banyak daripada lebih sedikit barang-barang.
3. Setiap kurva indiferen yang bergeser ke sebelah F yang dikonsumsi, semakin
mendatar: Semakin banyak C dan semakin sedikit F yang dikonsumsi, semakin
berharga nilai tambahan 1 unit F dibandingkan dengan 1 unit C; sehingga
semakin banyak C yang harus dikompensasikan untuk mengimbangi penurunan F

Peraga 5-3 menunjukkan seperangkat kurva


indiferen dari suatu perekonomian yang memiliki
ketiga karakteristik ini. Perekonomian tersebut akan
selalu memilih titik pada garis isovalue yang
menghasilkan kesejahteraan tertinggi. Titik ini
dicapai tatkala garis isovalue menjadi tangen
terhadap kurva indiferen tertinggi yang dapat
dicapai, yaitu pada titik D. Perhatikanlah bahwa
pada titik ini perekonomian merupakan pengekspor
C dan pengimpor F. (Kalau penjelasan ini belum
Anda pahami sepenuhnya, silakan baca kembali
pembahasan mengenai pola perdagangan pada Bab 3).
Kini perhatikan apa yang terjadi jika PC/PF meningkat. Pada Peraga 5-4 telah
diperlihatkan dampak-dampak yang akan diakibatkannya. Pertama, perekonomian
tersebut akan memproduksi lebih banyak C dan lebih sedikit F, sehingga terjadilah
suatu pergeseran produksi dari Q1 ke Q2. Hal ini lalu mengakibatkan pergeseran garis
isovalue yang merupakan tempat kedudukan titik konsumsi, yakni dari VV1 ke VV2.
Karena itu, pilihan konsumsi perekonomian juga bergeser, dari D1 ke D2.
Pergerakan dari D1 ke D2 tersebut mencerminkan adanya peningkatan PC/PF.
Pertama, perekonomian telah bergerak ke kurva indiferen yang lebih tinggi, dan hal ini
menunjukkan bahwa perekonomian tersebut semakin sejahtera. Alasannya adalah
bahwa perekonomian ini merupakan eksportir kain. Jika harga relatif kain mengalami
peningkatan, dengan sendirinya perekonomian itu dapat mampu mengimpor lebih
banyak makanan untuk volume ekspor kain tertentu (tidak berubah). Maka harga relatif
yang lebih tinggi dati barang ekspor ini mencerminkan adanya suatu keuntungan bagi
perekonomian yang bersangkutan. Kedua, perubahan harga-harga relatif menyebabkan
pergeseran di sepanjang kurva indiferen, yang artinya peningkatan produksi makanan
dan penurunan produksi kain.
Kedua dampak ini lama diketahui dalam teori ekonomi dasar. Peningkatan
kesejahteraan merupakan dampak pendapatan (income effect), sedangkan pergeseran
konsumsi pada tingkat kesejahteraan tertentu merupakan suatu dampak substitusi
(substitution effect). Dampak pendapatan menyebabkan konsumsi atas kedua jenis
barang meningkat, sedangkan dampak substitusi menyebabkan perekonomian tersebut
mengkonsunssi lebih sedikit C dan lebih banyak F

3. Dampak Kesejahteraan Perubahan Nilai Tukar Perdagangan


Seandainya PC/PF meningkat, suatu negara yang pada mulanya mengekspor kain
akan lebih sejahtera, seperti digambarkan oleh pergerakan dari D 1 ke D2 pada Peraga
5-4. Sebaliknya, jika PC/PF menurun, maka dengan sendirinya negara tersebut akan
menderita kerugian —-misalnya, konsumsi mungkin akan bergeser kembali dari D 2 ke
D1 .
Kalau pada awalnya suatu negara merupakan pengekspor makanan, arah
pengaruhnya sudah barang tentu kebalikannya. Suatu peningkatan P C/PF berarti
penurunan PF/PC, sehingga negara tersebut akan merugi, sebaliknya, penurunan PC/PF
akan membuatnya lebih sejahtera. Dalam seluruh pembahasan ini, kita akan
mendefinisikan nilai tukar perdagangan (terms of trade—atau sering pula disebut
“syarat perdagangan” atau “dasar-dasar pertukaran”— sebagai harga barang yang pada
awalnya di ekspor suatu negara dibagi dengan harga barang yang pada awalnya
diimpor. Maka, kesimpulan umum yang bisa kita tarik pada bagian pembahasan ini
adalah sebagai berikut: suatu kenaikan nilai tukar perdagangan akan meningkatkan
kesejahteraan suatu dari negara, sedangkan penurunan nilai tukar perdagangan akan
menurunkan kesejahteraan negara tersebut.

4. Penentuan Harga-harga Relatif


Kini umpamakan saja perekonomian dunia hanya terdiri dari dua negara, sekali
lagi kita namakan Domestik (yang mengekspor kain) dan Asing (yang akan
mengekspor makanan). Nilai tukar perdagangan Domestik diukur dengan satuan P C/PF,
sedangkan Asing diukur dengan satuan yang sebaliknya, yakni P F/PC. QC dan QF adalah
kuantitas kain dan makanan yang diproduksi oleh
¿ ¿
Domestik, sedangkan QC dan Q F adalah kuantitas
kain dan makanan yang diproduksi oleh Asing.
Untuk menentukan PC/PF kita perlu
menyimak titik perpotongan antara kurva
penawaran relatif dunia dan permintaan relatif
dunia. Kurva penawaran relatif dunia (RS dalam
Peraga 5-5) berbentuk garis melengkung ke atas
(upward-sloping) karena peningkatan PC/PF akan
membuat kedua negara memproduksi lebih
banyak kain dan lebih sedikit makanan. Kurva permintaan relatif dunia (RD) berbentuk
garus melengkung ke bawah karena peningkatan PC/PF menyebabkan kedua negara
tersebut akan mengalihkan konsumsinya dari kain ke makanan. Perpotongan antara
kedua kurva inilah (titik 1) yang akan senantiasamenentukan keseimbangan harga
relatif (PC/PF)1.
Sekarang kita sudah mengetahui bagaimana penawaran relatif, permintaan relatif,
nilai tukar perdagangan dan juga tingkat kesejahteraan suatu negara ditentukan dalam
model standar. Selanjutnya kita akan menggunakannya secara luas untuk memahami
berbagai macam persoalan penting dalam ekonomi internasional.

5. Pertumbuhan Ekonomi: Pergeseran Kurva RS


Dampak-dampak yang akan ditimbulkan oleh pertumbuhan ekonomi terhadap
suatu perekonomian dagang (perekonomian atau negara yang aktif melakukan
perdagangan internasional) dunia merupakan sumber perhatian dan kontroversi yang
tidak ada habis-habisnya. Perdebatan-perdebatan sengir terus berlangsung di sekitar dua
pertanyaan yang bersifat amat mendasar, Yang pertama, apakah pertumbuhan ekonomi
di negara-negara lain merupakan suatu hal yang positif, atau sebaliknya negatif, bagi
negara kita? Yang kedua, apakah pertumbuhan ekonomi di suatu ncgara akan lebih atau
kurang bermanfaat jika negara yang bersangkutan merupakan unit yang terintegrasi
dalam perekonomian dunia?
Untuk memperkirakan dampak pertumbuhan ekonomi di suatu negara terhadap
negara-negara lain, kita dapat membuat banyak argumentasi dari segi pandang yang
berbeda-beda. Di satu segi, pertumbuhan ekonomi di negara-negara lain mungkin baik
bagi perekonomian kita, karena ini berarti pasar bagi ekspor kita menjadi semakin luas.
Namunditinjau dari segi lain, pertumbuhan di negara-negara lain bisa berarti
meningkatnya persaingan bagi barang-barang ekspor kita.
Pemahaman yang mendua atau ambivalen (ambiguities) serupa juga akan muncul
kala kita meninjau dampak pertumbuhan ekonomi di Domestik. Di satu segi,
pertumbuhan kapasitas suatu perekonomian akan sangat menguntungkan jika negara
tersebut dapat menjual sejumlah produksi yang telah bertambah banyak itu ke pasar
dunia. Pada segi lain, manfaat-manfaat pertumbuhan itu mungkin saja akan lebih
dinikmati oleh orang-orang asing, dan bukannya oleh penduduk Domestik seandainya
yang terjadi adalah penurunan harga ekspor negara tersebut.
Model perdagangan standar yang dikembangkan pada bagian pembahasan di atas
menyajikan kerangka pemikiran yang dapat mematahkan kontradiksi-kontradiksi
seperti ini dan menjernihkan penjelasan mengenai apa sebenarnya pengaruh
pertumbuhan ekonomi dalam dunia perdagangan.

6. Pertumbuhan Ekonomi dan Batas-batas Kemungkinan Produksi


Apa yang disebut sebagai “pertumbuhan ekonomi” adalah suatu pergeseran ke
luar dari batas kemungkinan produksi di negara yang bersangkutan. Pertumbuhan
ekonomi ini bisa bersumber dari adanya peningkatan jumlah sumber daya yang dimiliki
oleh suatu negara atau bisa juga disebabkan oleh peningkatan efisiensi atas penggunaan
sumber daya tersebut.
Dampak pertumbuhan terkadang mengalami bias. Pertumbuhan bias (biased
growth) ini terjadi jika batas kemungkinan produksi bergeser ke luar, dimana
pergeseran lebih tertuju ke suatu arah daripada ke arah-arah yang lain. Dengan kata
lain, pergeseran batas kemungkinan produksi tidaklah terjadi secara proporsional.
Peraga 5-6a menggambarkan pertumbuhan yang bias terhadap (atau lebih tertuju
kepada) kain, sedangkan Peraga 5-6b menunjukkan pertumbuhan yang bias terhadap
makanan. Pada masing-masing kasus tersebut,batas-batas kemungkinan produksinya
mengalami pergeseran dari TT1 ke TT2.
Anda tentu masih ingat bahwa pertumbuhan bisa bias karena dua alasan utama,
yang bisa anda temukan dari uraian berikut ini:
1. Model Ricardo pada Bab 2 menunjukkan bahwa kemajuan teknologi di satu
sektor perekonomian akan memperluas kemungkinan-kemungkinan produksi
suatu perekono- mian, di mana pergeseran ke arah output sektor tersebut lebih
besar daripada pergeseran ke arah output sektor lainnya,
2. Model faktor-faktor spesifik dalam Bab 3 dan model proporsi faktor dalam Bab 4
telah menunjukkan bahwa peningkatan suplai faktor produksi di suatu negara—
katakanlah peningkatan stok modal yang berasal dari akumulasi tabungan dan
investasi—akan menghasilkan perluasan kemungkinan produksi yang bias. Bias
ini mengarah pada barang yang produksinya menggunakan faktor yang spesifik
atau ke arah barang-barang yang produksinya lebih banyak menggunakan faktor
produksi yang penawarannya meningkat tersebut. Oleh karena itu, berbagai
macam peristiwa atau faktor yang akan - dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan dalam intensitas perdagangan internasional juga akan menyebabkan
terjadinya pertumbuhan bias dalam
perekonomian dagang.

Peraga 5-6a dan 5-6b telah


menunjukkan kasus bias-bias pertumbuhan
yang mencolok. Dalam setiap kasus,
perekonomian yang bersangkutan dapat
memproduksi suatu barang dalam jumlah yang
lebih banyak, akan tetapi pada'tingkat harga
relatif kain yang tidak berubah output makanan ternyata mengalami penurunan (lihat
Peraga 5-6a), padahal output kain ternyata turun (lihat pada Peraga 5-6b). Meskipun
pertumbuhan ekonomi yang terjadi dalam kenyataannya tidak selalu sangat bias seperti
dalam contoh-contoh ini, namun pertumbuhan yang sedikit bias terhadap bias kain pun
dapat menyebabkan, untuk harga relatif tertentu dari kain, peningkatan output kain
secara relatif terhadap makanan. Kebalikannya juga berlaku bagi pertumbuhan yang
bias terhadap makanan

7. Penawaran Relatif Dan Nilai Tukar Perdagangan


Selanjutnya mari kita berhandai-handai bahwa Domestik mengalami
pertumbuhan ekonomi yang sangat bias terhadap kain, sehingga output kain Domestik
meningkat pada harga relatif tertentu dari kain, sementara itu output makanan menurun.
Dengan demikian, bagi dunia secara keseluruhan, output kain relatif terhadap makanan
akan naik pada tingkat harga tertentu, dan kurva penawaran relatif dunia akan bergeser
ke kanan dari RS1 ke RS2 (lihat Peraga 5-7a). Pergerakan ini menurunkan harga relatif
kain dari (PC/PF)1 ke (PC/PF)2, yang pada
dasarnya mencerminkan memburuknya
nilai tukar perdagangan Domestik dan,
sebaliknya, membaiknya nilai tukar
perdagangan bagi Asing.
Perhatikan bahwa pertimbangan
yang paling penting di sini bukanlah pada
adanya pertumbuhan ekonomi,
melainkan kepada adanya pertumbuhan
ekonomi yang bias. Jika Asing mengalami pertumbuhan ekonomi yang bias terhadap
kain, dampaknya kepada kurva penawaran relatif dan karenanya juga kepada nilai tukar
perdagangan akan sama. Pada segi lain, pertumbuhan ekonomi yang bias terhadap
makanan (Peraga 5-7b), baik itu di Domestik atau di Asing, akan menyebabkan
pergeseran kurva RS ke kiri (jadi dari RS 1 ke RS2) dan karenanya akan meningkatkan
harga relatif kain dari (PC/PF)1 ke (PC/PF)2. Peningkatan ini merupakan perbaikan nilai
tukar perdagangan bagi Domestik, dan penurunan nilai tukar perdagangan bagi Asing
Pertumbuhan yang tidak proporsional akan memperluas kemungkinan produksi
suatu negara ke arah barang yang diekspor (yakni kain di Domestik, makanan di
Asing), dan semuanya ini merupakan pertumbuhan yang bias terhadap ekspor
(export-biased growth), sedangkan pertumbuhan yang bias terhadap barang yang
diimpor merupakan pertumbuhan yang bias terhadap impor (import biased growth).
Analisis kita bermuara kepada prinsip umum yang bisa disimpulkan dalam kalimat-
kalimat singkat sebagai berikut: Pertumbuhan yang bias terhadap ekspor cenderung
memperburuk pertumbuhan nilai tukar perdagangan bagi suatu negara, namun akan
menguntungkan negara-negara Jain: sedangkan pertumbuhan yang bias terhadap
impor cenderung memperbaiki pertumbuhan nilai tukar perdagangan suatu negara
dan akan merugikan nilai tuklar perdagangan negara-negara lain.

8. Dampak Internasional dari Pertumbuhan


Bertolak dari landasan pemikiran ini, kita kini sampai pada posisi untuk
menjawab pertanyaan tentang dampak internasional dari adanya pertumbuhan ekonomi
di suatu negara. Apakah adanya pertumbuhan ekonomi di negara-negara lain
merupakan suatu hal yang positif, atau sebaliknya negatif, bagi negara kita? Apakah
kenyataan bahwa negara kita merupakan bagian dari perekonomian perdagangan dunia
akan meningkatkan, atau justru mengurangi, manfaat pertumbuhan ekonomi yang
terjadi di negara kita?. Bagi masing-masing kasus jawabannya bergantung kepada bias
dari pertumbuhan itu sendiri. Pertumbuhan yang bias terhadap ekspor di negara-negara
lain adalah sesuatu hal yang menguntungkan atau baik bagi kita, sedangkan
pertumbuhan yang bias terhadap impor di luar negeri akan memperburuk nilai tukar
perdagangan kita. Pertumbuhan yang bias terhadap ekspor di hegara kita memperburuk
syarat perdagangan kita, dan mengurangi manfaat langsung dari pertumbuhan,
sedangkan pertumbuhan yang bias terhadap impor akan menyebabkan terjadinya
perbaikan nilai tukar perdagangan kita.
Selama dasawarsa 1950-an, banyak sekali ekonom dari negara-negara miskin
yang meyakini bahwa negara mereka, yang pada umumnya merupakan pengekspor
bahan mentah, akan terus menerus mengalami penurunan nilai tukar perdagangan
sepanjang masa. Mereka mendasarkan keyakinan ini pada observasi bahwa
pertumbuhan ekonomi di negara-negara industri akan ditandai oleh meningkatnya
perkembangan substitusi sintetis terhadap bahan mentah, sedangkan pertumbuhan
negara-negara miskin akan lebih berwujud perluasan kapasitas mereka dalam
memproduksi barang-barang yang sudah sejak lama mereka ekspor (komoditi primer
atau bahan mentah), bukannya kemajuan industrialisasi. Karena itu, pertumbuhan
ekonomi di negara-negara industri maju, mennurut merekea, pada dasarnnya adalah
pertumbuhan yang bias terhadap impor, sedangkan pertumbuhan di dunia yang masih
terkebelakang bias terhadap ekspor.
Bahkan ada sementara analisis yang berpendapat bahwa pertumbuhan di negara-
negara miskin itu sebenarnya bersifat destruktif atau merugikan negara negara
berkembang itu sendiri . Mereka menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang bias
terhadap ekspor di negara miskin akan memperburuk nilai tukar perdagangan mereka
sendiri sedemikian rupa sehingga menurunkan tingkat kesejahteraannya, sehingga
kondisi kesejahteraan mereka justru lebih buruk dibandingkan kalau perekonomian
mereka tidak mengalami pertumbuhan sama sekali, Keadaan inilah yang dikenal secara
luas di kalangan ekonom sebagai kasus pertumbuhan yang memiskinkan
(immiserizing growih)
b. Transfer Pendapatan Internasional : Pergeseran Kurva RD
1. Masalah Transfer
Persoalan bagaimana dampak transfer internasional terhadap nilai tukar
perdagangan merupakan bahan perdebatan tersohor antara dua ekonom besar: Bertil
Ohlin (salah satu pencetus teori perdagangan proporsi faktor) dan John
Maynard .Keynes. Pokok permasalahan dalam perdebatan itu adalah soal pembayaran
ganti rugi yang dibebankan kepada pemerintah Jerman seusai Perang Dunia Pertama,
dan pertanyaannya adalah berapa besar beban pembayaran ini harus disesuaikan dengan
kekuatan ekonomi Jerman.
Keynes berpendapat bahwa syarat-syarat yang diajukan oleh pihak sekutu bagi
terciptanya perdamaian terlalu sarat dengan rasa dendam dan kebencian (the
“carthaginian peace”) sehingga tuntutan mereka itu tidak sepatutnya diajukan. Keynes
juga mengatakan bahwa jumlah pampasan perang yang diminta itu mengabaikan beban
yang harus dipikul Jerman. Ia menandaskan bahwa untuk membayar sejumlah uang
kepada negara-negara lain Jerman harus mengekspor lebih banyak dan menekan
impornya secara habis-habisan. Untuk melakukan hal demikian itu, ia berpendapat,
Jerman harus membuat ekspornya lebih murah secara relatif terhadap impor. Sebagai
akibat dari memburuknya nilai tukar perdagangan itu, beban Jerman akan jauh lebih
berat dari yang dicerminkan oleh jumlah angka pampasan pesan yang harus
dibayarkannya itu.
Ohlin sendiri mempertanyakan ketepatan pendapat Keynes dalam mengasumsikan
bahwa nilai tukar perdagangan Jerman akan memburuk. Argumentasi tandingannya
adalah, kondisi Jerman tidak akan seburuk itu asalkan saja Jerman mau meningkatkan
pajak untuk membiayai usaha-usaha pemulihan ekonominya sehingga secara otomatis
permintaan terhadap impor akan turun. Pada saat yang sama, pembayaran ganti rugi
akan didistribusikan ke negara-negara lain dalam bentuk pengurangan pajak atau berupa
peningkatan belanja di masing-masing negara sekutu yang pada gilirannya akan
menghasilkan peningkatan per- mintaan luar negeri terhadap ekspor Jerman. Dengan
demikian Jerman dapat mengurangi impor dan meningkatkan ekspor tanpa menghadapi
kemerosotan nilai tukar perdagangan.
Perdebatan ini tidak mencapai titik temu dan akhirnya Jerman sendiri.dalam
prakteknya nekad hanya membayar sebagian kecil dari pampasan perang yang
dibebankan kepadanya. Namun terlepas dari hal itu, persoalan dampak transfer terhadap
syarat pembayaran secara tak terduga muncul pada berbagai konteks yang luas dalam
ekonomi internasional sehingga tampil sebagai salah satu topik yang paling menarik dan
paling banyak diperbincangkan.
2. Dampak Transfer terhadap Nilai Tukar Perdagangan
Seandainya Domestik melakukan transfer pendapatannya ke Asing, pendapatan
Domestik dengan sendirinya berkurang, sehingga selanjutnya Domestik harus
mengurangi aneka pengeluarannya, Bersamaan dengan itu, Asing akan meningkatkan
pengeluarannya karena pendapatannya bertambah. Terjadinya pergeseran pola belanja
antar-negara ini pada gilirannya bisa menyebabkan pergeseran permintaan relatif dunia,
sehingga mempengaruhi nilai tukar perdagangan.
Pergeseran kurva RD (jika hal ini terjadi) merupakan satu-satunya dampak yang
ditimbulkan oleh transfer pendapatan. Kurva RS sendiri tidak berubah. Sepanjang yang
ditransfer hanya pendapatan, dan bukannya sumber-sumber daya fishik seperti peralatan
(mesin-mesin). Maka produksi kain dan makanan pada tingkat bunga relatif tertentu
tidak akan berubah di kedua negara. Dengan demikian, masalah transfer semata-mata
merupakan persoalan pada sisi permintaan.
Kurva RD tidak harus berubah ketika pendapatan dunia direstribusikan (ini adalah
pokok pikiran Ohlin). Jika Asing mengalokasikan kelebihan pendapatannya kepada kain
dan makanan dengan proporsi yang sama
sehingga Domestik akan mengurangi
pengeluarannya, maka pengeluaran kedua negara
untuk kain dan makanan secara total tentunya
tidak akan berubah. Kurva RD tidak bergeser,
dan tidak ada dampak terhadap nilai tukar
perdagangan (terms of trade effect).
Tetapi kalau kedua negara itu tidak
mengalokasian perubahan pengeluaran mereka
dalam proporsi yang sama, maka akan terciptalah dampak terhadap nilai tukar
perdagangan, yang arahnya akan ditentukan oleh perbedaan da lam pola pengeluaran
antara Domestik dan Asing. Anggaplah saja bahwa Domestik akan mengalokasikan
pergeseran marjinal dalam pengeluaran dengan proporsi yang lebih tinggi kepada kain
daripada yang dilakukan oleh Asing. Dengan kata lain, Domestik mempunyai
kecendrungan pembelanjaan marjinal (marginal ropensity to spend) yang lebih
tinggi untuk kain bila dibandingkan dengan Asing. Sebaliknya, sebagai pengimbang,
Domestik dalam kasus ini harus memiliki kecendrungan pembelanjaan maejinal yang
lebih rendah untuk makanan. Itu berarti pada harga relatif tertentu, pebayaran transfer
dari Domestik ke Asing akan mengurangi permintaan terhadap kain dan meningkatkan
permintan terhadap makanan. Kurva RD akan bergeser ke kiri dari RD 1 ke RD2 (lihat
peraga 5-9) sehingga titik keseimbangannya pun akan bergeser dari titik 1 ke titik 2.
Pergeseran ini menurunkan harga relatif kain dari (PC/PF)1 ke (PC/PF)2, serta
memperburuk nilai tukar perdagangan Domestik (karena negara ini mengekspor kain).
Sementara itu, nilai tukar perdagangan Asing akan membaik. Ini merupakan suatu
keadaan yang dini telah dikhawatirkan oleh Keynes: Dampak tak langsung dari transfer
internasional terhadap nilai tukar perdagangan akan memperkuat dampak awalnya
terhadap pendapatan di kedua negara.
Namun, masih ada kemungkinan lain. Jika Domestik memiliki kecenderungan
pembelanjaan marjinal terhadap kain yang lebih rendah, maka transfer pendapatannya
kepada Asing akan menggeser kurva RD ke sebelah kanan, dan hal ini akan dapat
memperbaiki nilai tukar perdagangan Domestik atas beban Asing. Ini saling meniadakan
dampak negatif bagi pendapatan Domestik dan dampak positif bagi pendapatan Asing.
Dengan demikian, secara umum, transfer pendapatan hanya akan memperburuk
nilai tukar'perdagangan dari suatu negara yang mempunyai kecenderungan
pembelanjaan marjinal yang lebih tinggi atas barang ekspornya dibandingkan dengan
negara penerima (pengimpor). Jika negara sumber transfer memiliki kecenderungan
pembelanjaan marjinal yang lebih rendah atas barang ekspornya, maka nilai tukar
perdagangan negara tersebut justru akan mengalami peningkatan yang sangat berarti.
Berikut ini adalah analisis kemungkinan yang berlawanan. Pembayaran transfer —
katakanlah bantuan luar negeri—secara logis akan dapat memperbaiki nilai tukar
perdagangan negara sumber transfer sedemikian rupa sehingga negara tersebut akan
lebih sejahtera, dan dalam waktu bersamaan negara penerima transfer itu akan merugi,
Dalam kasus ini, memberi pasti lebih baik daripada menerima! Penelaahan teoritis
mutakhir telah menunjukkan paradoks ini, sebagaimana halnya pertumbuhan yang
memiskinkan juga bisa terjadi dalam suatu model khusus yang ketat. Namun, kondisi
atau syarat-syaratnya lebih ketat dari yang dituntut oleh kasus pertumbuhan yang
memiskinkan itu, dan sampai sejauh ini kemungkinan tersebut boleh dikatakan braru
ada dalam konteks teori.
Analisis berikut ini akan menunjukkan bahwa dampak dari pembayaran ganti rugi
(rampasan perang) dan bantuan luar negeri terhadap nilai tukar perdagangan dapat
muncul melalui salah satu dari beberapa cara. Dengan demikian, Ohlin memang benar
dalam mengemukakan prinsip umumnya. Namun, banyak ekonom yang tetap
berpendapat bahwa Keynes-lah yang benar atas saran yang diajukannya (yang secara
implisit terkandung pra-anggapan bahwa transfer menimbulkan dampak terhadap nilai
tukar perdagangan yang pada gilirannya akan memperkuat dampak—-dari transfer
tersebut—terhadap pendapatandi negara pemberi atau sumber transfer maupun di negara
penerimanya.

3. Berbagai Anggapan Perihal Dampak Transfer Pada Nilai Tukar Perdagangan


Di atas sudah disebutkan bahwa transfer akan memperburuk nilai tukar
perdagangan negara pemberi jika negara ini memiliki kecenderungan pembelanjaan
marjinal terhadap barang-barang ekspornya dalam kadar yang lebih tinggi daripada
pihak atau negara penerima. Jika perbedaan-perbedaan dalam kecenderungan
pembelanjaan marjinal itu tidak lebih dari sekedar masalah perbedaan-perbedaan dalam
selera, maka tentunya tidak akan ada anggapan-anggapan atau spekulasi scperti: Barang
apa yang akan diekspor oleh suatu hegara akan sepenuhnya tergantung kepada
perbedaan-perbedaan dalam teknologi atau kepemilikan sumber daya, dan soal selera
tidak relevan untuk diperbincangkan. Namun dalam kenyataannya, jika kita
memperhatikan pola-pola pengeluaran yang sebenarnya, . setiap negara tampaknya
memiliki preferensi relatif terhadap barang-barangnya sendiri, Hal itu berarti selera
memegang peranan. Amerika Serikat, misalnya, memproduksi sekitar 25 persen dari
nilai output keseluruhandariperekonomianpasar dunia, sehingga penjualan keseluruhan
atas barang-barang Amerika itu meliputi 25 persen dari volume penjualan dunia. Jika
pola pengeluaran di semua negara sama, maka Amerika Serikat hanya akan
membelanjakan 25 persen dari pendapatannya untuk produk-produk Amerika.
Kenyataan. nya, impor hanya meliputi 11 persen dari pendapatan nasional. itu artinya,
Amerika Serikat membelanjakan 89 persen pendapatannya untuk produk-produk
buatannya sendiri. Di lain pihak, negara-negara lain hanya membelanjakan kurang dari 3
persen dari keseluruhan pendapatannya untuk membeli produk-produk Amerika. Hal ini
tentu memberikan kesan bahwa jika Amerika Serikat melakukan transfer sebagian
pendapatannya ke luar negeri, per- mintaan relatif untuk barang-barang Amerika akan
merosot dan nilai tukar perdagangan Amerika akan turun, persis seperti yang dikatakan
Keynes.
Penduduk Amerika Serikat membelanjakan begitu banyak pendapatannya atas
produk-produk buatan dalam negerinya-sendiri sehubungan dengan banyak berbagai
macam hambatan perdagangan, baik yang bersifat alamiah maupun artifisial. Mahalnya
biaya pengangkutan, serta adanya tarif dan kuota menyebabkan produk dari negara-
negara lain tidak mudah sampai ke tangan para konsumen Amerika. Seperti yang telah
disinggung pada uraian Bab 2, salah satu dampak pokok dari adanya hambatan-
hambatan perdagangan ini adalah terciptanya sejumlah barang-barang yang tidak
diperdagangkan secara internasional. Meskipun setiap negara mengalokasikan sebagian
pendapatannya untuk membeli barang-barang yang berbeda dengan proporsi yang sama,
pembelian lokal atas barang-barang yang tidak diperdagangkan secara internasional
merupakan indikasi kuat bahwa setiap negara punya bias nasional (artinya mereka
memang lebih suka membeli produk buatannya sendiri).
Umpamakan saja kini ada tiga komoditi: kain, makanan, dan jasa pangkas rambut.
Domestik hanya memproduksi kain dan'jasa potong rambut, dan Asing hanya
memproduksi makanan, di samping jasa potong rambut. Namun, jasa pangkas rambut
itu merupakan “barang” yang tidak dapat diperdagangkan secara internasional (non-
traded good) sehingga etiap negara memproduksikannya hanya untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri. Setiap negara membelanjakan sepertiga pendapatannya untuk
masing-masing barang. Meskipun semua negara ini memiliki selera yang sama, namun
setiap negara akan membelanjakan dua per tiga pendapatannya untuk produk Domestik
dan hanya sepertiga yang mereka sediakan untuk membeli produk impor.
Keberadaan barang-barang yang tidak diperdagangkan secara internasional itu
juga dapat mencerminkan preferensi atau pengutamaan nasional atas barang-barang
yang diproduksi di dalam negeri, Tetapi, untuk menganalisis dampak dari transfer kita
perlu mengetahui apa yang terjadi dengan penawaran dan permintaan untuk ekspor
Persoalan penting yang akan dibahas di sini adalah bahwa barang-barang yang tidak
diperdagangkan secara internasional itu acapkali juga bersaing dengan produk ekspor
dalam hal penggunaan sumber daya, Transfer pendapatan dari Amerika Serikat ke luar
negeri akan menurunkan permintaan untuk barang-barang yang tidak dapat
diperdagangkan secara internasional di Amerika Serikat, sehingga akan mengalihkan
penggunaan sumber daya ke kegiatan produksi barang-barang ekspor saja. Sebagai
akibatnya penawaran ekspor Amerika Serikat segera meningkat. Pada saat yang sama,
negara-negara lain akan meningkatkan permintaannya untuk barang-barang tidak dapat
diperdagangkan secara internasional, sehingga mengalihkan sumber daya mereka dari
sektor ekspor dan karenanya hal itu menurunkan penawaran ekspor luar negeri (yang
merupakan impor oleh Amerika Serikat). Dengan demikian transfer oleh Amerika
Serikat ke negara-negara lain akan menurunkan harga ekspor Amerika secara relatif
terhadap luar negeri, sehingga dengan demikian, transfer tersebut memang
memperburuk nilai tukar perdagangan Amerika Serikat.
Pergeseran permintaan juga dapat menyebabkan sumber daya berpindah di antara
sektor barang-barang tidak diperdagangkan dan sektor produksi domestik yang harus
bersaing . dengan produk impor. Namun, sebagai suatu hal yang praktis, secara umum
para ahli ekonomi internasional meyakini bahwa pengenaan berbagai bentuk hambatan
perdagangan “pada dasarnya dimaksudkan untuk membenarkan anggapan bahwa
transfer pendapatan “internasional memperburuk nilai tukar perdagangan. Oleh karena
itu, dalam prakteknya, Keynes-lah yang benar
c. Tarif Dan Subsidi Ekspor : Pergeseran Serentak Kurva RS dan RD
1. Dampak Penerapan Tarif dan Subsidi Terhadap Permintaan dan Penawaran Relatif
Seperti telah disebutkan sebelumnya, tarif dan subsidi akan menciptakan
perbedaan antara harga barang yang diperdagangkan secara internasional—atau biasa
disebut harga eksternal (external price)—dan harga barang-barang yang sama yang
diperdagangkan di dalam negeri—atau harga internal (internal price). Ini berarti kita
harus berhati-hati dalam menentukan apa yang dimaksud dengan nilai tukar
perdagangan. Nilai tukar perdagangan itu adalah suatu parameter yang dipakai untuk
mengukur rasio barang-barang yang dipertukarkan oleh suatu negara—misalnya saja
berapa unit makanan yang dapat diimpor oleh Domestik untuk setiap unit kain yang
diekspornya? Dengan demikian, nilai tukar perdagangan itu selalu berkaitan dengan
harga-harga ekstemal, tidak dengan harga-harga internal. Karena itu, kita perlu
mengetahui pengaruh dari tarif atau subsidi
ekspor terhadap penawaran dan permintaan
relatif sebagai fungsi harga eksternal.
Jika Domestik mengenakan tarif 20
persen atas nilai impor makanan, maka
harga makanan relatif terhadap kain yang
dihadapi oleh produsen dan konsumen
Domestik lebih tinggi 20 persen dari harga
relatif makanan di pasaran dunia. Demikian
pula, harga relatif kain, yang menjadi dasar keputusan produksi Domestik untuk
membeli, akan lebih rendah dibandingkan dengan harga di pasaran luar negeri.
Selanjutnya, pada harga relatif kain tertentu, produsen Domestik menghadapi
harga kain yang lebih rendah sehingga mereka akan memproduksi lebih sedikit kain dan
lebih banyak makanan. Pada saat yang sama, konsumen Domestik akan menggeser
konsumsinya dari makanan ke kain. Dari sudut pandang dunia secara keseluruhan,
penawaran relatif akan turun (yakni dari RS 1 ke RS2 dalam Peraga 5-10) sedangkan
permintaan relatif kain akan meningkat (dari RD1 ke RD2). Ternyata, harga relatif dunia
untuk kain meningkat dari (PC/PF)1 ke (PC/PF)2, dan karenanya nilai tukar perdagangan
Domestik akan membaik bila dibandingkan dengan nilai tukar perdagangan Asing.
Besarnya dampak terhadap nilai tukar perdagangan ini bergantung kepada
besarnya negara yang mengenakan tarif relatif terhadap negara-negara lain—seandainya
negara tersebut hanya merupakan bagian kecil saja dari perekonomian dunia, negara ini
tidak akan mampu banyak mempengaruhi penawaran dan permintaan relatif dunia dan
karenanya negara tersebut tidak akan dapat mengakibatkan perubahan besar dalam
harga-harga relatif. Jika Amerika Serikat, yang merupakan negara amat besar,
mengenakan tarif 20 persen, maka berdasarkan suatu perkiraan nilai tukar perdagangan
Amerika bisa meningkat sebesar 15 persen. Artinya,
harga impor Amerika Serikat secara relatif terhadap
ekspornya bisa turun 15 persen di pasaran dunia,
sedangkan harga relatif impornya hanya akan
meningkat 5 persen di pasar Amerika. Di pihak lain,
seandainya Luksembourg atau Paraguay
mengenakan tarif 20 persen, dampaknya terhadap
nilai tukar perdagangan mereka akan sangat kecil.

2. Dampak Pemberian Subsidi Ekspor


Kebijakan pemberlakuan tarif impor
seringkali dilakukan secara bersamaan dengan pemberian subsidi ekspor, sepintas Jalu,
kedua macam kebijakan perdagangan ini tampaknya sama-sama membantu produsen
dalam negeri, tetapi keduanya mempunyai dampak yang berlawanan terhadap nilai tukar
perdagangan. Misalkan, Domestik memberikan subsidi sebesar 20 persen dari nilai
barang yang diekspor kepada para pengusaha eksportirnya. Dengan harga dunia
tertentu, pemberian subsidi ini akan meningkakan harga internal kain secara relatif
terhadap harga makanan sebesar 20 persen. Peningkatan harga relatif kain di Domestik
akan menyebabkan produsen dalam negeri memproduksi lebih banyak kain dan lebih
sedikit makanan, sementara itu konsumen Domestik akan beralih dari kain ke makanan.
Seperti dilukiskan pada Peraga 5-11, subsidi akan meningkatkan penawaran relatif kain
dunia (yaitu dari RS1 ke RS2) dan menurunkan permintaan relatif dunia untuk kain (dari
RD1 ke RD2), sehingga menggeser keseimbangan dari titik 1 ke titik 2. Subsidi ekspor
Domestik memperburuk nilai tukar perdagangan Domestik dan Justru memperbaiki nilai
tukar perdagangan Asing.

3. Implikasi Dampak Terhadap Nilai Tukar Perdagangan: Siapa yang Diuntungkan


dan Siapa yang Dirugikan?
Distribusi Pendapatan Internasional. Seandainya perekonomian Domestik
mengenakan tarif, maka nilai tukar perdagangannya akan membaik atas dasar
pengorbanan atau kerugian di pihak Asing. Oleh karena itu, tarif kalau pun bisa
menguntungkan negara pelakunya, selalu cenderung merugikan negara-negara lain.

Distribusi Pendapatan di Dalam Negeri. Penerapan tarif dan subsidi yang


ditempuh oleh pihak Asing akan mengubah harga relatif barang-barang. Perubahan-
perubahan ini mempunyai dampak yang kuat terhadap distribusi pendapatan domestik
sehubungan dengan adanya faktor produksi yang tidak dapat berpindah antar-sektor dan
adanya perbedaan-perbedaan dalam intensitas faktor (factor intensity) di berbagai sektor
industri.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Model perdagangan standar membentuk kurva penawaran relatif dunia dari
kemungkinan-kemungkinan produksi dan kurva permintaan relatif dunia atas dasar
preferensi-preferensi masyarakat. Harga ekspor relatif terhadap impor, atau nilai tukar
perdagangan suatu negara, sepenuhnya akan ditentukan oleh perpotongan antara kurva
penawaran relatif dan kurva permintaan relatif dunia. Jika faktor-faktor lain tak
berubah (cateris paribus), kenaikan nilai tukar perdagangan suatu negara akan
meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Sebaliknya, penurunan nilai tukar
perdagangan dari suatu negara akan menyebabkan negara tersebut mengalami
kerugian sehingga tingkat kesejahteraan penduduknya terancam akan merosot.
2. Pertumbuhan ekonomi di suatu negara berarti adanya suatu pergeseran ke luar dari
batas-batas kemungkinan produksi negara yang bersangkutan. Pertumbuhan seperti ini
biasanya bias—artinya, batas kemungkinan produksi tersebut biasa bergeser ke Juar
tidak secara proporsional, melainkan bergerak lebih jauh ke salah satu arah,
3. Arah dampak terhadap nilai tukar perdagangan bergantung kepada karakteristik
pertumbuhan ekonomi yang berlangsung. Pertumbuban yang bias terhadap ekspor
(pertumbuhan yang lebih meningkatkan kemampuan perekonomian yang bersangkutan
untuk memproduksi barang-barang yang sejak lama telah menjadi andalan ekspornya
lebih besar daripada meningkatkan kemampuan untuk memproduksi barang-barang
yang bersaing dengan impor) akan memperburuk nilai tukar perdagangan. Sebaliknya,
pertumbuhan yang bias terhadap impor, yang secara tidak proporsional akan
meningkatkan kemampuan untuk memproduksi barang-barang yang bersaing dengan
impor, cenderung memperbaiki nilai tukar perdagangan suatu negara. Mungkin saja
pertumbuhan yang bias terhadap impor itu akan merugikan negara yang bersangkutan.
4. Transfer pendapatan internasional seperti pampasan perang dan arus bantuan luar
negeri bisa mempengaruhi nilai tukar perdagangan suatu negara lewat pergeseran
kurva permintaan relatif dunia. Jika suatu negara yang menerima transfer pendapatan
kemudian membelanjakan dalam proporsi yang lebih besar daripada peningkatan
pendapatan berupa transfer itu, maka transfer tersebut meningkatkan permintaan relatif
dunia terhadap barang-barang yang diekspor oleh negara penerima dan karenanya akan
dapat memperbaiki nilai tukar perdagangannya. Perbaikan ini memperkuat dampak
transfer dan memberikan keuntungan secara tidak langsung yang menambah transfer
pendapatan langsung.
5. Dalam kenyataannya, banyak negara yang lebih banyak mengadakan pembelanjaan
atas barang-barang yang diproduksi di dalam negeri daripada barang-barang impor.
Hal ini tidak selamanya disebabkan oleh perbedaan-perbedaan dalam selera, akan
tetapi bisa juga disebabkan oleh adanya berbagai macam hambatan perdagangan, baik
itu yang alamiah maupun yang artifisial, yang selanjutnya menyebabkan banyak
barang menjadi tidak dapat diperdagangkan secara internasional. Jika barang-barang
yang tidak dapat diperdagangkan secara internasional itu bersaing dengan —barang-
barang ekspor dalam hal penggunaan sumber daya, maka keberadaan transter biasanya
akan meningkatkan nilai tukar perdagangan negara penerima. Bukti-bukti empiris
yang berhasil dikumpulkan menunjukkan secara jelas bahwa hal tersebut memang
sering terjadi.
6. Tarif impor dan subsidi ekspor menimbulkan pengaruh yang kuat, baik terhadap
penawaran relatif maupun permintaan relatif dari barang-barang yang diimpor oleh
suatu negara. Penerapan tarif akan meningkatkan penawaran relatif produk impor dari
suatu negara, dan sekaligus akan menurunkan permintaan relatifnya. Pemberlakuan
tarif akan dapat memperbaiki nilai tukar perdagangan dari suatu negara dan merugikan
negara-negara lain. Subsidi ekspor memunculkan dampak-dampak yang sebaliknya
yakni ia akan meningkatkan penawaran relatif dan menurunkan permintaan relatif
untuk barang ekspor suatu negara, dan karenanya memperburuk nilai tukar
perdagangan.
7. Adanya dampak-dampak terhadap nilai tukar perdagangan yang bersumber dari
subsidi ekspor cenderung merugikan negara yang memberikan subsidi dan
menguntungkan negara-negara lain. Sementara itu, penerapan tarif berdampak
sebaliknya. Ini berarti pemberian subsidi ekspor sesungguhnya sama sekali tidak
mengandung alasan atau logika ekonomis bila ditinjau dari sudut kepentingan
nasional. Betapa tidak, subsidi ekspor justru akan menguntungkan negara lain atas
dasar kerugian negara pelakunya. Itulah sebabnya kalau ada negara lain yang
memberikan subsidi ekspor kepada kalangan pengusahanya, maka hal itu hendaknya
kita sambut dengan gembira karena hal itu akan menguntungkan kita (bukannya
ditentang atau dikecam). Namun, baik tarif maupun subsidi sama-sama menimbulkan
dampak negatif yang kuat terhadap distribusi pendapatan di dalam suatu negara, dan
dampak ini lebih diperhitungkan dalam perumusan kebijakan dibandingkan dengan
pertimbangan atas dampaknya terhadap nilai tukar perdagangan.

DAFTAR PUSTAKA

Rudiger Dornbusch, Stanley Fischer, dan Paul Samuelson. “Comparative Advantage, Trade,
and Payments in a Ricardian Model with a Continuum of Goods.” American Economic
Review (1977). Artikel ini, yang dikutip pada Bab 2, juga memberikan eksposisi yang
gamblang dari peranan barang-barang tak diperdagangkan secara internasional (non-
traded goods) dalam membentuk anggapan-anggapan bahwa transfer dapat memperbaiki
nilai tukar perdagangan negara penerima.
J. R. Hicks. “The Long Run Dollar Problem.” Oxford Economic Papers 2 (1953), h. 117-135.
Ini adalah analisis modern tentang pertumbuhan ekonomi dan perdagangan yang bermula
dari kekhawatiran masyarakat Eropa di awal periode setelah Perang Dunia Kedua bahwa
Amerika Serikat telah membentuk kepemimpinan ekonomi yang tidak dapat disaingi
(anggapan ini memang tidak berlaku lagi sekarang, tetapi banyak dari argumen serupa
telah mendukung fenomena Jepang). Artikel karangan Hicks ini merupakan eksposisi yang
paling menonjol mengenai topik tersebut.
Harry G. Johnson. “Economic Expansion and International Trade” Manchester School of
Social and Economic Studies 23 (1955), h. 95-112. Artikel ini memaparkan perbedaan
penting antara pertumbuhan yang bias ekspor dan yang bias impor.
Paul Krugman. “Does Third World Growth Hurt First World Prosperity?” Harvard Business
Review (Juli-Agustus 1994), h. 113—121. Tulisan ini berisikan analisis yang mencoba
menjelaskan mengapa pertumbuhan di negara-negara berkembang tidak perlu diartikan
akan merugikan negara-negara maju, baik dalam teori maupun praktek.
Paul Samuelson. “The Transfer Problem and Transport Costs.” Economic Journal 62 (1952).
h. 278-304 (Bagian I) dan 64 (1954), h. 264-289 (Bagian II). Persoalan transfer, seperti
banyak permasalahan ekonomi lainnya, dianalisis secara formal dan. mendasar oleh Paul
Samuelson.
John Whalley. Trade Liberalization Among Major World Trading Areas. Cambridge: MIT
Press. 1985. Dampak penerapan tarif terhadap perekonomian internasional merupakan
pokok bahasan yang ekstensif. Perkembangan yang paling menarik mengenai hal itu
adalah bermunculannya model-model “computable general eguilibrium”, yakni model-
model numerik yang hanya didasarkan pada data-data aktual sehingga memungkinkan
penghitungan dampak dari perubahan-perubahan tarif dan kebijakan-kebijakan
perdagangan lainnya secara tajam. Buku karya Whalley menyajikan salah satu dari model-
model ini yang dirumuskan secara seksama

Anda mungkin juga menyukai