Anda di halaman 1dari 46

TUGAS

EVALUASI PEMBELAJARAN DI SD
MODUL 1 – 6

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah


Evaluasi Pembelajaran di SD
(PDGK 4301)

Disusun oleh :

Tri Wiyanti
NIM 856779135

Program Studi : S1 – PGSD Masukan Sarjana


Pokjar / Kelas : Sungai Lilin
Masa Registrasi : 2022.1

UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH PALEMBANG


UNIVERSITAS TERBUKA
2022
MODUL 1
KONSEP DASAR PENILAIAN DALAM PEMBELAJARAN

1. KONSEP DASAR PENILAIAN DALAM PEMBELAJARAN


a. Pengertian penilaian
Tes : yaitu alat ukur untuk memperoleh informasi hasil belajar siswa yang memerlukan
jawaban benar atau salah.
Yang termasuk tes : tes objektif dan tes uraian.
Yang termasuk bukan tes : pedoman pengamatan, skala rating, skala sikap, dan pedoman
wawancara.
Pengukuran : kegiatan penentuan angka dari suatu objek yang diukur.
Asesmen : kegiatan mengumpulkan informasi hasil belajar siswa yang diperoleh dari
berbagai jenis tagihan dan mengolah informasi tersebut untuk menilai hasil beajar dan
perkembangan belajar siswa.
Evaluasi : penilaian keseluruhan program pendidikan mulai perencanaan suatu program
substansi pendidikan termasuk kurikulum dan penilaian (asesmen) serta pelaksanaannya,
pengadaan dan peningkatan kemampuan guru, manajemen pendidikan , dan reformasi
pendidikan secara keseluruhan.
Kesimpulan : Penilaian : kegiatan untuk memperoleh informasi pencapaian hasil belajar dan
kemajua belajar siswa serta mengefektifkan penggunaan informasi tersebut untuk mencapai
tujuan pendidikan

b. Kedudukan tes, pengukuran , asesmen, dan evaluasi


c. Prinsip – prinsip penilaian
1. Berorientasi pada pencapaian kompetensi
2. Valid
3. Adil
4. Objektif
5. Berkesinambungan
6. Menyeluruh
7. Terbuka
8. Bermakna
d. Pergeseran paradigma penilaian hasil belajar
Selama ini penilaian hasil belajar siswa kebanyakan hanya dilakukan dengan menggunakan
alat ukur tes saja. Dengan cara ini maka kita tidak dapat mengukur keseluruhan hasil belajar
yang telah dicapai siswa. Karena itu, ahli pendidikan mengusulkan penilaian hasil belajar
siswa menggunakan asesmen, dengan begitu kita dapat mengukur tidak hanya dari hasil
belajar saja tapi juga dari proses belajar siswa secara menyeluruh.

2. JENIS DAN FUNGSI PENILAIAN DALAM PEMBELAJARAN


a. Tes seleksi dan fungsinya
Yaitu : tes untuk memilih calon yang dapat diterima untuk mengikuti suatu program.
Fungsi : menghasilkan calon-calon teerpilih yang dapat diterima untuk mengikuti suatu
program.
b. Tes penempatan dan fungsinya
Yaitu untuk menempatkan siswa sesuai dengan kemampuannya.
Fungsi : mengelompokkan siswa dalam satu kelompokyang relatif homogen kemampuan atau
ketrampilannya.
c. Pre test – post test dan fungsinya
Pre test yaitu untuk mengetahui sejauh mana siswa telah memahami materi pelajaran yang
akan disampaikan.
Post test yaitu untuk menngetagui sejauh mana siswa dapat mencapai tujuan program setelah
mereka mengikuti program tersebut.
Fungsi : menilai efektivitas proses pembelajaran
d. Tes diagnostik dan fungsinya
Yaitu untuk mengetahui kesulitan yang dialami siswa dalam memahami materi pelajaran.
Fungsi : langkah awal untuk menentukan dan memperbaiki atau menghilangkan penyebab
kesulitan siswa dalam memahami suatu materi pelajaran.
e. Tes formatif dan fungsinya
Yaitu untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat menguasai tujuan pembelajaran yang baru
saja diajarkan.
Fungsinya untuk memperbaiki proses pembelajaran yang telah dilakukan.
f. Tes sumatif dan fungsinya
Yaitu untuk menilai keberhasilan siswa setelah mengikuti seluruh rangkaian proses
pembelajaran.
Fungsinya menilai hasil belajar siswa.
g. Tes unjuk kerja yaitu untuk menilai performance siswa dalam menghayati atau
menghasilkan suatu karya atau hasil belajar.
MODUL 2
PENGEMBANGAN TES HASIL BELAJAR

A. Latar Belakang Masalah


Menilai pencapaian hasil belajar siswa merupakan tugas pokok seorang guru sebagai
konsekuensi logis dari pelaksanaan perencanaan pembelajaran yang telah disusun tiap awal
semester. Penilaian ini dimaksudkan untuk mengambil keputusan tentang keberhasilan siswa
dalam mencapai kompetensi yang telah di tetapkan.
Untuk mengukur ketercapaian suatu kompetensi diperlukan lebih dari satu alat ukur. Jika
kompetensi yang akan dicapai lebih dominan dalam ranah kognitif maka tes merupakan alat
ukur yang tepat. Tetapi jika kompetensi yang akan dicapai berada dalam ranah afektif dan
psikomotor maka tes bukan alat ukur yang valid. Alat ukur yang valid untuk mencapai
kompetensi tersebut adalah non-tes, misalnya skala sikap, asesmen kinerja dan portofolio.
Untuk dapat mengembangkan tes yang baik ada beberapa langkah yang harus diikuti yaitu
harus memahami bagaimana cara menulis tes baik sesuai dengan tata cara atau kaidah yang
telah ditentukan, membuat perencanaan tes dan menulis butir soal berdasarkan perencanaan
yang telah dibuat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka kami merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa keunggulan dan kelemahan tes?
2. Bagaimana mengembangkan tes?
3. Bagaimana perencanaan tes?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan dari tes.
2. Untuk mengetahui cara mengembangkan tes.
3. Untuk mengetahui merencanakan tes.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN TES
Tes merupakan alat ukur yang tepat digunakan untuk mengukur hasil belajar dalam ranah
kognitif. Untuk menentukan salah satu jenis tes yang akan digunakan untuk mengukur hasil
belajar siswa, harus berpedoman pada tujuan pembelajaran yang akan diukur. Untuk dapat
memilih jenis tes yang tepat, kita harus memahami keunggulan dan kelemahan dari tiap jenis
tes, sehingga kita bisa memaksimalkan keunggulan tes yang kita gunakan dan menekan
kelemahannya seminimal mungkin.
1. Tes Objektif
Ø Keunggulan:
ü Tepat digunakan untuk mengukur proses berfikir rendah sampai dengan sedang (ingatan,
pemahaman, penerapan).
ü Semua/sebagian besar materi yang telah diajarkan dapat ditanyakan saat ujian sehingga
semua/sebagian besar tujuan pembelajaran yang ditetapkan dalam RPP dapat diukur
ketercapaiannya.
ü Pemberian skor pada setiap siswa dapat dilakukan dengan cepat, tepat, dan konsisten
karena jawaban yang benar untuk setiap butir soal sudah jelas dan pasti.
ü Memungkinkan untuk dilakukan analisis butir soal.
ü Tingkat kesukaran butir soal dapat dikendalikan.
ü Informasi yang diperoleh lebih kaya.
Ø Kelemahan:
ü Butir soal yang ditulis cenderung mengukur proses berpikir rendah.
ü Membuat pertanyaan tes objektif yang lebih baik lebih sukar sehingga membutuhkan
waktu lebih lama.
ü Kemampuan anak dapat terganggu oleh kemampuannya dalam membaca dan menerka.
ü Anak tidak dapat mengorganisasikan, menghubungkan, dan menyatakan idenya sendiri
karena semua alternatif jawaban untuk setiap pertanyaan sudah diberikan oleh penulis soal.
Ø Upaya untuk meminimalkan kelemahan:
ü Agar soal yang ditulis dapat mengukur tujuan pembelajaran yang ditetapkan penulis harus
berorientasi pada kisi-kisi soal.
ü Menguasai materi dengan baik dan latihan terus menerus hingga betul-betul mahir.
ü Menuliskan butir soal dengan baik sesuai kaidah penulisan butir soal objektif yang telah
ditentukan dan memperbanyak jumlah alternatif jawaban menjadi empat atau lima.
ü Dengan tes objektif anak tidak dapat mengemukakan idenya sendiri dapat diatasi dengan
menggunakan tes uraian.
2. Tes Uraian
Ø Keunggulan:
ü Tepat digunakan untuk mengukur proses berpikir tinggi.
ü Tepat digunakan untuk mengukur hasil belajar yang kompleks yang tidak dapat
diukur dengan tes objektif.
ü Waktu yang digunakan untuk menulis satu set tes uraian lebih cepat daripada waktu yang
digunakan untuk menulis satu set tes objektif.
ü Menulis tes uraian yang baik relatif lebih mudah dari pada menulis tes objektif.
Ø Kelemahan:
ü Terbatasnya sampel materi yang ditanyakan.
ü Sukar memeriksa jawaban siswa.
Ø Pemberian skor yang kurang objektif dan kurang konsisten dapat disebabkan karena
beberapa hal, di antaranya:
ü Adanya hallo effect.
ü Adanya efek bawaan (carry over effect).
ü Efek urutan pemeriksaan ( order effect).
ü Pengaruh penggunaan bahasa.
ü Pengaruh tulisan tangan.
Ø Upaya untuk meminimalkan kelemahan :
ü Upaya untuk meningkatkan jumlah sampel materi yang ditanyakan saat ujian adalah
membuat tes uraian yang dapat dijawab dengan cepat oleh siswa (tes uraian terbatas)
ü Upaya untuk mengurangi unsur subjektivitas pemeriksa adalah dengan memeriksa
hasil ujian tanpa nama.
ü Upaya untuk mengatasi kesulitan dalam memeriksa hasil tes siswa adalah:
- Gunakan tes uraian terbatas.
- Gunakan 2 pemeriksa untuk memeriksa setiap hasil tes siswa.
- Sepakat tentang cara pemberian skor dengan pemeriksa kedua.
- Lakukan uji coba pemeriksaan.
ü Upaya untuk mengurangi hallo effect adalah dengan menghilangkan/menutup nama
peserta tes.
ü Upaya untuk menghindari carry over effect adalah dengan cara memeriksa jawaban soal
nomor 1 untuk keseluruhan siswa baru kemudian baru memeriksa soal nomor 2
jugauntuk keseluruh siswa begitu seterusnya sampai butir soal terakhir.
ü Upaya menghindari order effect adalah dengan berhenti memeriksa jika sudah merasa lelah
dalam memeriksa.
B. MENGEMBANGKAN TES
Ada dua jenis tes yang paling sering digunakan, yaitu tes objektif dan tes uraian.
Keterampilan menulis tes yang baik (baik pada tes uraian maupun tes objektif) sangat
diperlukan agar dapat menghasilkan tes yang baik.
1. Tes Objektif
Ragam tes objektif adalah sebagai berikut:
a. Tes benar salah / true false item
Ø Fungsi:
ü Mengukur kemampuan siswa untuk mengidentifikasi kebenaran suatu pernyataan
mengenai fakta, definisi, prinsip, teori, hukum, dan sebagainya.
ü Mengukur kemampuan siswa untuk membedakan antara fakta dengan pendapat atau opini.
ü Mengukur hasil belajar yang lebih tinggi dari sekedar ingatan.
Ø Keunggulan:
ü Mudah dikonstruksikan.
ü Dapat menanyakan banyak sampel materi.
ü Mudah penskoran.
ü Tepat digunakan untuk mengukur proses berpikir sederhana.
Ø Kelemahan:
ü Probabilitas siswa dalam menebak jawaban sangat tinggi yaitu 50%.
ü Sebagian besar soal benar salah hanya digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa yang
sederhana yaitu aspek ingatan.
b. Tes menjodohkan / matching exercise
Ø Yaitu tes objektif yang ditulis dalam dua kolom. Kolom pertama adalah pokok soal/premis
dan kolom kedua adalah jawaban / respons.
Ø Keunggulan:
ü Mudah dibuat
ü Mudah penskorannya
ü Dapat menguji banyak materi yang telah diajarkan pada siswa.
Ø Kelemahan:
ü Butir soal yang dibuat cenderung mengukur hasil belajar yang sederhana.
c. Tes pilihan ganda / multiple choice
Ø Ragam tes pilihan ganda :
a. Melengkapi pilihan ( ragam A)
Tersusun atas pokok soal dengan empat / lima alternatif jawaban.
b. Hubungan antar hal (ragam B)
Tersusun atas pokok soal terdiri dari dua pernyataan yang independen dipisahkan dengan kata
sebab.
c. Analisis kasus (ragam C)
d. Ganda kompleks (ragam D)
e. Membaca diagram , tabel, atau grafik ( ragam E )

Mengkonstruksi tes objektif yang baik adalah sebagai berikut:


a. Saran dalam mengkonstruksi tes B-S
ü Kalimat / pernyataan harus dapat ditentukan dijawab benar/ salah. Hindari pernyataan yang
membingungkan/ bermakna ganda.
ü Hindari penulisan butir soal yang hanya mengukur hasil belajar yang tidak mengukur
kompetensi.
ü Upayakan butir soal tersebut menguji hasil belajar yang lebih tinggi dari sekedar ingatan.
ü Hindari penggunaan pernyataan negatif apalagi pernyataan negatif ganda.
ü Hindari penggunaan kalimat yang terlalu kompleks.
ü Pernyataan benar dan salah harus dibuat seimbang dalam hal penulisan kalimat.
ü Jumlah jawaban untuk pernyataan benar/ salah harusnya seimbang.
b. Saran dalam mengkonstruksi tes menjodohkan
ü Pernyataan pernyataan di bawah kolom pertama atau kedua harus terdiri dari pernyataan
yang homogen.
ü Jumlah pernyataan kolom kedua dibuat lebih banyak dari kolom kedua.
ü Penulisan kalimat pada respons hendaknya lebih pendek dari premis.
ü Jika jawaban pada respons berbentuk angka penulisan harus diurutkan.
ü Letakkan keseluruhan pernyataan premis dan respons pada halaman yang sama.
c. Saran dalam mengkonstruksi tes pilihan ganda
ü Inti permasalahan yang ditanyakan harus dirumuskan dengan jelas.
ü Hindari pengulangan kata yang sama pada alternatif jawaban.
ü Hindari penggunaan kalimat berlebihan pada pokok soal.
ü Alternatif jawaban hendaknya logis, homogen dari segi materi / panjang pendek kalimat
dan pengecoh menarik untuk dipilih.
ü Dalam merumuskan soal hindari adanya petunjuk ke jawaban yang benar.
ü Setiap soal hanya ada satu jawaban yang benar.
ü Hindari penggunaan ungkapan negatif dalam penulisan soal.
ü Hindari alternatif jawaban yang berbunyi semua jawaban benar / semua jawaban salah.
ü Jika alternatif jawaban berupa angka, susunlah angka tersebut berurutan.
ü Dalam perumusan soal hindari penggunaan istilah teknis.
ü Upayakan agar jawaban soal tidak tergantung jawaban soal yang lain.
2. Tes Uraian
1. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkonstruksi tes uraian yaitu:
ü Tulis tes uraian berdasarkan perencanaan tes yang dibuat.
ü Gunakan tes uraian untuk mengukur hasil belajar yang sukar.
ü Kembangkan butir soal dari suatu kasus.
ü Gunakan tes uraian terbatas.
ü Usahakan pertanyaan mengungkap pendapat siswa bukan hanya fakta.
ü Rumuskan pertanyaan dengan jelas dan tegas.
ü Rancanglah pertanyaan sesuai waktu yang disediakan dalam ujian.
ü Hindari penggunaan pernyataan pilihan.
ü Tuliskan skor maksimal yang dapat diperoleh siswa apabila ia mengerjakan soal dengan
benar.
2. Pedoman penskoran:
ü Apa jawaban terbaik dari pertanyaan tersebut? Jika ada jawaban lain maka jawaban
tersebut harus ditulis.
ü Tandai butir, kata kunci / konsep penting yang harus muncul pada jawaban tersebut.
ü Adakah butir, kata kunci / konsep yang lebih penting dari yang lain.
ü Beri skor pada setiap butir, kata kunci / konsep yang harus muncul pada jawaban tersebut.
ü Butir , kata kunci, atau konsep yang lebih penting dapat diberi skor lebih dari yang lain.
C. PERENCANAAN TES
Agar tes objektif yang akan ditulis tidak melenceng dari materi yang telah diajarkan selama
proses pembelajaran maka tes tersebut harus ditulis berdasarkan kisi-kisi. Kisi-kisi inilah
yang harus menjadi pedoman dalam menulis setiap butir soal.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat kisi-kisi antara lain:
1. Pemilihan sampel materi yang akan diujikan. Pemilihan sampel materi harus
diupayakan serepresentatif mungkin.
2. Penentuan jenis tes yang akan digunakan. Penentuan jenis tes yang akan digunakan
apakah akan menggunakan tes pilihan ganda, tes uraian, atau gabungan antara keduanya
harus diperhitungkan terutama terkait dengan materi, jumlah butir soal dan waktu tes yang
disediakan.
3. Jenjang kemampuan berpikir yang diujikan harus sesuai dengan kemampuan berpikir
yang dilatihkan selama proses pembelajaran.
4. Ragam tes yang digunakan. Pemilihan ragam soal ini erat kaitannya dengan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai.
5. Sebaran tingkat kesukaran butir soal. Pemilihan butir soal harus berpedoman pada
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
6. Waktu ujian yang disediakan. Lamanya waktu akan membawa konsekuensi pada
banyaknya butir soal yang harus dibuat.
7. Jumlah butir soal yang akan ditanyakan tergantung pada:
ü Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
ü Ragam soal yang akan digunakan.
ü Proses berpikir yang ingin diukur.
ü Sebaran tingkat kesukaran dalam set tes tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
Tes merupakan alat ukur yang tepat digunakan untuk mengukur hasil belajar dalam ranah
kognitif. Untuk menentukan salah satu jenis tes yang akan digunakan untuk mengukur hasil
belajar siswa, harus berpedoman pada tujuan pembelajaran yang akan diukur. Untuk dapat
memilih jenis tes yang tepat, kita harus memahami keunggulan dan kelemahan dari tiap jenis
tes, sehingga kita bisa memaksimalkan keunggulan tes yang kita gunakan dan menekan
kelemahannya seminimal mungkin.
Keterampilan menulis tes yang baik (baik pada tes uraian maupun tes objektif) sangat
diperlukan agar dapat menghasilkan tes yang baik.
Agar tes objektif yang akan ditulis tidak melenceng dari materi yang telah diajarkan selama
proses pembelajaran maka tes tersebut harus ditulis berdasarkan kisi-kisi yang berpedoman
pada tujuan pembelajaran yang akan diukur. Kisi-kisi inilah yang harus menjadi pedoman
dalam menulis setiap butir soal.
MODUL 3
PENGEMBANGAN ASESMEN ALTERNATIF

LATAR BELAKANG MASALAH


Penggunaan asesmen alternative dalam penilaian hasil belajar siswa merupakan jawaban atas
adanya kelemahan pada asesmen tradisional yang hanya menggunakan tes tertulis (paper and
pencil test). Tes tertulis tidak mampu mengukur hasil belajar siswa yang kompleks, bahwa
umumnya tes tertulis hanya mampu mengukur hasil belajar siswa dalam ranah kognitif dan
keterampilan sederhana.
Dengan menggunakan asesmen alternative, akan mampu mengukur keseluruhan hasil belajar
siswa, tidak hanya ranah kognitif tetapi juga ranah afektif dan psikomotor. Asesmen
alternative juga mampu mengukir proses pembelajaran.
Untuk mempermudah pemahaman dalam modul 3 ini dibagi menjadi 4 Kegiatan Belajar
sebagai berikut :
Tabel 1
Kegiatan Belajar Modul 3

KEGIATAN BELAJAR 1
KONSEP DASAR ASESMEN
ALTERNATIF

KEGIATAN BELAJAR 2
BENTUK ASESMEN KINERJA
MODUL 3
PENGEMBANGAN
ASESMEN
ALTERNATIF KEGIATAN BELAJAR 3
ASESMEN PORTOPOLIO

KEGIATAN BELAJAR 4
PENILAIAN RANAH AFEKTIF

Untuk makalah kali ini hanya akan dibahas 2 kegiatan belajar saja yaitu Kegiatan Belajar 1
akan membahas mengenai latar belakang dan konsep dasar asesmen alternatif serta Kegiatan
Belajar 2 membahas mengenai asesmen kinerja.
TUJUAN
Dengan memperlajari modul 3 ini dengan KB 1 dan KB 2 kita dapat melsanakan penilaian
hasil belajar siswa dengan menggunakan asesmen alternatif serta dapat mengukur efektif
siswa. Secara rinci sebagai berikut :
Menjelaskan konsep dasar asesmen alternative
Menjelaskan pentingnya asesmen alternative dalam penilaian hasil belajar siswa
Menjelaskan keunggulan dan kelemahan asesmen alternative sebagai cara penilaian hasil
belajar siswa.
Menjelaskan berbagai bentuk asesmen kinerja
BAB 2
MODUL 3 : PENGEMBANGAN ASESMEN ALTERNATIF
KEGIATAN BELAJAR 1 KONSEP DASAR ASESMEN ALTERNATIF
LATAR BELAKANG
Penggunaan asesmen alternative dalam penilaian hasil belajar siswa muncul pada Tahun
1990-an, sebagai akibat banyaknya kritik terhadap asesmen tradisional yang hanya
menggunakan tes tertulis (paper and pencil test). Dimana tes tetulis hanya dapat digunakan
untuk mengukur hasil belajar siswa dalam ranah kognitif dan keterampilan sederhana.
Pada umumnya tes yang dilakukan untuk mengukur tujuan pembelajaran, dilakukan dengan
menggunakan mekanisme sebagai berikut :
Tabel 2
Skema Pembelajaran Konvensional

Kompetensi Dasar

Indikator

Proses Belajar Mengajar

Tes

Tes hanya berorientasi pada pencapaian hasil belajar dan tidak proses belajar. Bagaimana
proses siswa dalam mencapai hasil belajar memperhatikan bukan menjadi perhatian. Yang
menjadi perhatian adalah bagaimana hasil yang diperoleh siswa setelah mereka
menyelesaikan pembelajaran.
Grant P. Wiggins (1998) membedakan antara asesmen tradisional (test) dengan asesmen
alternative sebagai berikut. :

Asesmen Tradisional (Tes) Asesmen Alternatif


Penilaian dilakukan untuk menilai Penilaian dilakukan untuk menilai
kemampuan siswa dalam memberikan kualitas produk dan unjuk kerja siswa.
jawaban yang benar Tugas yang diberikan berhubungan
Tes yang diberikan tidak berhubungan dengan realitas kehidupan siswa
dengan realitas kehidupan siswa. .
Tes terpisah dari pembelajaran yang Ada integrasi antara pengetahuan
dilakukan siswa. dengan kinerja atau produk yang
dihasilkan.
Dapat diskor dengan reliabilitas tinggi. Sulit diskor dengan reliabilitas tinggi
Hasil tes diberikan dalam bentuk skor. Hasil asesmen alternative diberikan
dengan bukti kinerja.

KONSEP DASAR ASESMEN ALTERNATIF


Menurut Hanna (1993): “Assessment is the process of collecting, interpreting, and
synthesizing information to aid in decision making. Assessment synonymous with
measurement plus observation. It concerns drawing inferences from these data sources. The
primary purpose of assessment is to increase student’s learning and development rather than
simply to grade or rank student performance (Morgan & O’Reilly, 1999)”.
Jade asesmen merupakan kegiatan untuk mengumpulkan informasi hasil belajar siswa yang
diperoleh dari berbagai jenis tagihan dan mengolah informasi tersebut untuk menilai hasil
belajar dan perkembangan siswa.
Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan assesmen diantaranya :
Traditional Assessment
Asesmen tradisional mengacu pada tes tertulis (paper and pencil test). Asesmen tradisional
hanya mengukur hasil belajar siswa dengan menggunakan satu jenis alat ukur yaitu tes
tertulis. Padahal telah diketahui bahwa tes tertulis hanya mempunyai kelemahan antara lain
hanya mampu mengukur aspek kognitif dan keterampilan sederhana, sebagian kecil dari hasil
belajar siswa dan tes seringkali menimbulkan kecemasan.
Performance Assessment (Asesmen Kinerja”
Merupakan asesmen yang menghendaki siswa untuk mendemonstrasikan kemampuannya
baik pengetahuan atau keterampilan dalam bentuk kerja nyata yang ditunjukkan dalam
bentuk penyelesaian suatu tugas, bukan hanya menjawab atau menilih jawaban yang tersedia.
Asesmen kinerja menilai hasil belajar siswa dalam proses belajarnya
Authentic assessment
Authentic Assessment engages students in applying knowledge and skill in the same way the
are used in the “real world”. Authentic Asessment merupakan asesmen yang menuntut siswa
mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilannya dalam kehidupan di luar sekolah.
Tujuan dari outentik Asesmmen adalah untuk mengumpulkan bukti-bukti apakah siswa dapat
menggunakan pengetahuan dan keterampilannnya serta efektif dalam kehidupan nyata dan
dapat memberikan kritik terhadap upaya yang telah dilakukan. Dari pengertian tersebut
tampak authentic assessment didasarkan pada performance assessment yang menuntuk siswa
mampu unjuk kerja.
Portfolio Assessment (Asesmen portofolio).
Merupakan kumpulan hasil karya siswa yang disusun secara sistematis yang mewujudkan
upaya, proses, hasil dan kemajuan belajar yang dilakukan siswa dari waktu ke waktu.
Portopolio merupakan kumpulan hasil karya siswa yang menunjukkan pencapaian dan
perkembangan hasul belajar siswa. Portfolio is a purposeful collection of student work that
tells the story of student achievement or growth. Portfolios are not folders of all work a
student does.
Achievement Assessment
Merupakan pengertian umum terhadap semua usaha untuk mengukur, mengetahui, dan
mendeskripsikan hasil belajar siswa baik yang dilakukan dengan tes tertulis, asesmen kinerja,
portopolio dan semua usaha untuk memperoleh informasi hasil dan kemajuan belajar siswa.
Alternative Assessment
Asesmen alternative merupakan asesmen yang tidak hanya tergantung pada tes tertulis. Pada
dasarnya asesmen alternative merupakan alternative dari asesmen tradisional. Jadi
performance assessment, portfolio assessment, authentic assessment dan achievement
assessment merupakan kelompok asesmen alternative.
LANDASAN PSIKOLOGIS
Asesmen alternative tidak hanya menilai hasil belajar, tetapi dapat memberikan informasi
secara lengkap tentang proses pembelajaran. Asesmen alternative tidak hanya menilai produk
belajar saja tetapi juga menilai proses belajar untuk menghasilkan produk tertentu.
Asesmen alternative dilaksanakan berdasarkan teori belajar khususnya dari aliran psikologis
kognitif. Beberapa teori belajar yang digunakan sebagai landasan dalam pelaksanaan asesmen
alternative adalah :
Teori fleksibilitas kognitif dari R. Spiro (1990)
Teori ini beranggapan bahwa hakiat bejar adalah kompleks dan tidak terstuktur. Teori ini
menjelaskan bahwa belajar akan menghasilkan kemampuan secara spontan dalam melakukan
restrukturisasi pengetahuan yang telah dimiliki untuk merespon kenyataan atau situasi yang
dihadapi. Belajar tidak akan pernah berakhir, oleh karena itu diperlukan penyesuaian-
penyesuaian dengan situasi yang selalu berubah.
Teori Belajar Bruner (1996)
Menurut Bruner, belajar merupakan suatu proses aktif yang dilakukan siswa dengan cara
mengkonstruksi sendiri gagasan baru atau konsep baru atas dasar konsep, pengetahuan, dan
kemampuan yang telah dimiliki. Siswa memilih dan mentrasnformasikan informasi yang
diperolehnya, menyusun hipotesis dan membuat keputusan-keputusan atas dasar struktur
kognitif yang dimiliki. Menurut Bruner pembelajaran harus diarahkan pada belajar penemuan
(discovery learning). Setelah guru mengajarkan berbagai konsep, informasi dan keterampilan
diharapkan anak dapat menerapkannya pada materi pembelajaran yang lebih luas.
Pembelajaran harus sesuai dengan minat anak. Anakharus didorong melakukan eksplorasi
dan belajar sendiri. Discovery learning dapat dilakukan dengan cara :
Anak dihadapkan pada suatu masalah
Anak akan membandingkan realita dengan model mental yang telah dimiliki
Dengan pengalamannnya anak akan mencoba menyesuaikan atau mengorganisasikan kembali
struktur idenya untuk mencapai kesimbangan dengan cara melakukan analisis, sintesis, dan
evaluasi untuk menemukan informasi baru dan membuang informasi yang tidak perlu.
Generative Learning Model dari Osborne dan Wittrock (1983)
Inti dari generative learning model adalah bahwa otak tidak hanya pasif menerima informasi
tetapi aktif membentuk dan menginterprestasikan informasi serta menarik kesimpulan dari
informasi-informasi tersebut.
Experiental Learning Theory dari C. Rogers (1969)
Teori ini membedakan 2 jenis belajar yaitu :
Cognitive learning yang berhubungan dengan pengetahuan
Experiential learning yang berhubungan dengan pengalaman.
Teori ini menarik karena melibatkan pribadi siswa, inisiatif siswa, penilaian diri siswa dan
dampak langsung yang terjadi pada diri siswa dalam proses pembelajaran. Dalam teori ini
siswalah yang aktif dalam belajar sedangkan guru hanya sebagai fasilitator. Menurut Keeton
dan Tate (Suciati dkk, 2002) belajar melalui pengalaman mengacu pada learning in which the
learners is directly in touch with the reality being studied.
Multiple Intelligent Theory dari Howard Gardner (1983)
Menurut Gardner intelegensi didefinisikan sebagai suatu kemampuan seseorang yang
digunakan untuk memecahkan masalah atau kemampuan untuk menunjukkan suatu produk
yang dihargai oleh satu atau lebih budaya. Menurut Gardner ada delapan kemampuan pada
setiap individu :
Linguistic Intelligence
Merupakan kemampuan seseorang dalam memahami bahasa. Anak yang tinggi kemampuan
linguistiknya akan mempunyai kemampuan penguasaaan yang baik.
Logical-Mathematic Intelligence
Merupakan kemampuan seseorang dalam menggunakan logika-matematika. Seorang anak
yang logika matematikanya tinggi ia akan berkembang menjadi anak yang rasional dengan
logika matematika kuat.
Spatial Intelligence
Merupakan kemmapuan seseorang dalam memahami konsep tata ruang. Apabila anak
mempunyai kemampuan spatial yang tinggi maka pemahaman terhadap tata ruangnya akan
bagus. Ia dapat menjadi arsitek yang baik.
Musical Intelligence
Merupakan kemampuan seseorang untuk memahami dan menghayati seni musik. Seniman
biasanya kemampuan musikalnya berkembang lebih baik dari kemampuan yang lain.
Bodily-Kinesthetic Intelligence
Merupakan kemampuan seseorang dalam menggunakan bahasa tubuh atau olah tubuh
termasuk keterampilan motoric. Anak yang mempunyai kemampuan ini akan mempunyai
psikomotor yang baik. Anak-anak tipe ini akan berhasil jika pembelajaran diberikan dalam
bentuk kegiatan yang melibatkan secara langsung anak dengan objek yang dipelajari.
Interpersonal Intelligence
Merupaka kemampuan seseorang untuk memahami diri sendiri, refleksi diri dan
mengembangkan interesnya melalui belajar mandiri. Anak yang kemampuan
interpersonalnya tinggi akan berkembang menjadi pelajar mandiri yang tangguh.
Naturalist Intelligence
Merupakan kemampuan seorang anak untuk mengenali dan mengklasifikasi sejumlah spesies
yang ada di lingkungannya. Ia akan mampu menunjukkan mana spesies yang bermanfaat dan
mana yang berbahaya.
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN ASESMEN ALTERNATIF
Seperti halnya alat ukur yang lain, asesmen alternative seperti performance assessment,
authentic assessment dan portfolio assessment mempunyai keunggulan dan kelemahan.
Keunggulan Asesmen Alternatif
Antara lain :
Dapat menilai hasil belajar siswa yang kompleks dan keterampilan-keterampilan yang tidak
dapat dinilai dengan asesmen tradisional.
Asesmen alternative menuntut siswa untuk menunjukkan kinerja yang nyta meliputi proses
dan hasil. Hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh tes tertulis. Karena tes tertulis lebih
menekankan apa yang diketahui siswa dengan jawaban benar atau salah daripada apa yang
dikerjakan siswa. Tes tertulis hanya bisa mengukur kemampuan kognitif, sedangkan asesmen
alternative menuntut berbagai kemampuan.
Menyajikan hasil penilaian yang lebih hakiki, langsung dan lengkap.
Dengan melakukan asesmen alternatif tidak hanya menilai hasil belajar secara kognitif saja
tetapi semua ranah yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Meningkatkan motivasi siswa.
Ketika kita menggunakan asesmen alternatif untuk menilai kinerja siswa, maka kita harus
menyampaikan dan mendiskusikan terlebih dahulu mengenai perencaan yang telah kita buat
kepada siswa. Sehingga anak mengetahui dengan pasti tugas apa yang harus mereka kerjakan,
bagaimana cara mengerjakannya, kapan tugas tersebut harus dikumpulkan dan bagaimana
cara penilainnya. Sehinnga anak termotivasi untuk mendapatkan nilai yang baik.
Mendorong pembelajaran dalam situasi yang nyata.
Asesmen alteernatif menekankan kepada apa yang dapat ditunjukkan atau dikerjakan oleh
siswa bukan apa yang diketahui siswa.
Memberi kesempatan kepad siswa untuk selfevaluation.
Dengan asesmen alternatif siswa mampu melalukan evaluasi diri terhadap karyanya sendiri.
Membantu guru untuk menilai efektifitas pembelajaran yang telah dilakukan.
Seorang guru yang baik selalu membandingkan perencanaan pembelajaran yang dibuat
dengan hasil belajar siswa. Dengan asesmen alternatif guru dapat melihat keberhasilan siswa
dalam unjuk kerja.. dari portopolio siswa guru dapat melihat hasil belajar siswa dan
perkembangan belajar siswa dari waktu ke waktu melalui karya yang dikumpulkan dan
disimpan dalam folder.
Mengkatkan daya transferabilitas hasi belajar.
Dengan asesmen diharapkan anak dapat menggunakan hasil belajar yang diperolehnya di
sekolah untuk membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-
hari.

Kelemahan Asesmen Alternatif


Diantaranya :
Membutuhkan banyak waktu.
Pada tahap awal asesmen alternatif guru harus membuat perencanaan terlebih dahulu yang
kemudian didiskusikan dengan siswa. Diskusi tersebut merupakan kontrak pembelajaran
yang harus dilaksanakan oleh guru dan siswa. Pada saat pembelajaran, siswa harus
mengerjakan tugas yang diberikan. Guru harus aktif memonitoring dan memberikan umpan
balik terhadap tugas-tugas yang dikerjakan oleh siswa. Berdasarkan masukan guru, setiap
siswa memperbaiki tugasnya sampai hasil karnya baik. Jika hal tersebut dilakukan secara
konsekuen maka guru memerlukan waktu yang banyak.
Adanya unsur subjektivitas dalam penskoran.
Cara pemberian penskoran dalam asesmen alternatif hampeir sama dengan penilain tes
uraian. Subjektifitas kita sebagai pemberi skor pasti ikut dalam memberikan penilaian ketika
kita memberi skor pada hasil karya siswa atau ketika siswa sedang melakukan unjuk kerja.
Ketepatan penskoran rendah
Rendahnya ketepatan penskoran ini disebabkan karena kita tidak dapat memberi skor yang
sama untuk hasil karya beberapa siswa yang mempunyai kualitas sama.
KEGIATAN PEMBELAJARAN 2 BENTUK ASESMEN KINERJA
Berdasarkan strukturnya bentuk utama asesmen kinerja terdiri dari 2 komponen utama.
Pertama tugas (task) yang harus diberikan dan dikerjakan siswa dan yang kedua kriteria
penskoran (rubic) yang digunakan untuk menilai kinerja siswa.
TUGAS (TASK)
Asesmen kinerja meminta anak untuk melakukan sesuatu atau menunjukkan kinerjanya
sesuai tugas yang diberikan oleh guru. Informasi tentang keberhasilan siswa dalam unjuk
kerja dapat diperoleh dari berbagai jenis tagihan, misalnya :
Computer Adaptive Testing
Merupakan tes berbantuan computer yang dapat digunakan untuk menilai hasil belajar siswa
seuai dengan kemampuannya. Pada prinsip computer adaptive testing akan menilai hasil
belajar siswa dari tugas yang mudah dan kemudian semakin ditingkatkan derajat kesulitannya
sampai pada titik dimana siswa tersebut tidak dapat memberikan respon dengan tepat.
Dengan cara tersebut dapat diketahui tingkat kemampuan siswa.
Tes Pilihan Ganda yang Diperluas
Dimana dalam pengerjaanya siswa tidak hanya diminta untuk memilih salah satu jawaban
yang paling tepat tetapi mereka juga diminta untuk memberikan alasan mengapa memilih
jawaban tersebut.
Tes Uraian Terbuka (Open Ended Question)
Dengan tes uraian terbuka kita dapat menilai kinerja atau kemampuan siswa dalam penalaran,
logika, serta kemampuan dalam menuanngkan ide dalam bentuk tulisan.
Tugas Individu
Tugas individu harus dikerjakan mandiri. Tugas guru adalah menilai kinerja anak selama
mengerjakan tugas dan hasil dari tugas tersebut.
Tugas Kelompok
Tugas tersebut harus dikerjakan secara kelompok. Tugas guru melakukan pengamatan
terhadap kinerja kelompok seperti pembagian kerja, tanggung jawab dan kerja sama dalam
menyelesaikan tugas.
Proyek
Tugas yang diberikan kepada siswa (individu atau kelompok) untuk menyelesaikan tugas-
tugas yang kompleks dalam jangka waktu tertentu.
Interview
Tugas yang diberikan kepada siswa baik secara individu atau kelompok untuk melakuakn
wawancara dengan orang lain kemudian membuat laporannya. Tugas guru adalah menilai
kualitas dari laporan tersebut.
Pengamatan
Tugas yang diberikan kepada siswa baik secara individu atau kelompok untuk melakukan
pengamatan sesuai dengan tugas yang diberikan guru. Tugas guru adalah menilai kualitas
laporan yang dibuat berdasarkan hasil pengamatan tersebut.

Setiap tugas yang diberikan kepada siswa harus jelas sehingga siswa mengetahui dengan
tepat apa saja yang harus dikerjakan. Langkah-langkah yang harus diperhatikan guru dalam
menyusun tugas adalah :
Mengidentifikasi pengetahuia dan keterampilan yang akan dimiliki siswa setelah mereka
mengerjakan tugas tersebut.
Merancang tugas yang memungkinkan siswa dapat menunjukkan kemampuannya dalam
berpikir dan keterampilan. Oleh karena itu hendak tugas disesuaikan dengan perkembangan
anak.
Menetapkan kritesia keberhasilan.
Setelah tugas disusun dengan baik maka tugas guru selanjutnya adalah menetapkan kriteria
keberhasilan yang akan digunakan sebagai patokan untuk menilai kinerja siswa. Kriteria
tersebut diperlukan agar guru memberikan penilaian yang objektif.

Bebarapa catatan penting yang harus diperhatikan guru pada saat merancang tugas dalam
asesmen kinerja :
Tugas-tugas yang disusun hendaknya merupakan bagian dari proses pembelajaran.
Tugas yang baik adalah tugas yang berhubungan dengan kehidupan nyata yang dihadapi
siswa sehari-hari.
Tugas harus diberikan kepada semua siswa dengan adil. Dalam hal ini tidak berarti tugas
yang diberikan sama. Yang harus dijaga oleh guru jangan sampai ada unsur subjektivitas
dalam memberikan rugas kepada anak.
Jangan memberikan tugas yang terlalu mudan karena hal itu tidak akan memotivasi siswa dan
tidak akan memberikan tantangan kepada siswa untuk melakukannya.
KRITERIA PENILAIAN (RUBRIC)
Setelah tugas disusun dengan baik maka tugas guru selanjutnya adalah menetapkan kriteria
keberhasilan yang akan digunakan sebagai patokan untuk menilai kinerja siswa. Kriteria
keberhasilan yang dibuat sebaiknya cukup rinci sehingga dapat menilai setiap kinerja yang
diharapkan. Kriteria tersebut diperlukan agar guru dapat memberikan penilaian yang objektif.
Sebelum tugas dan rubik digunakan, kita perlu menilai kualitas tugas rubik yang telah kita
buat.
Berdasarkan kegunaanya rubric dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
Holistic Rubric
Rubik yang deskripsi dimensi kinerjanya dibuat secara umum untuk menilai berbagai jenis
kinerja. Dimana aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam menilai kinerja siswa antara
lain :
Kualitas pengerjaan tugas
Kreativitas dalam mengerjakan tugas
Produk tugas.
Aspek yang perlu juga diperhatikan dalam menilai kinerja siswa yang berhubungan dengan
keterampilan mengerjakan sesuatu antaranya :
Kemampuan menggunakan prosedur kerja
Kemampuan menunjukkan fungsi dari setiap langkah sesuai dengan prosedur
Kemampuan memodifikasi prosedur yang ada tanpa menyalahi fungsi.
Setiap aspek yang akan dinilai kemusian ditenukan gradasinya dari yang paling sempurna
sampai dengan paling jelek.
Analytic Rubric
Yang dimaksud dengan analytic rubric adalah rubric yang dimensi atau aspek kinerjanya
dibuat lebih rinci, demikian pula deskripsi setiap aspek kinerjanya. Analytic rubric tepat
digunakan untuk menilai kinerja tertentu. Dimensi kinerja yang akan dinilai disesuaikan
dengan kinerja yang akan diukur.
BAB 3
KESIMPULAN
Penggunaan asesmen alternative dalam penilaian hasil belajar siswa merupakan jawaban atas
adanya kelemahan pada asesmen tradisional yang hanya menggunakan tes tertulis (paper and
pencil test). Tes tertulis tidak mampu mengukur hasil belajar siswa yang kompleks, bahwa
umumnya tes tertulis hanya mampu mengukur hasil belajar siswa dalam ranah kognitif dan
keterampilan sederhana.
Dengan menggunakan asesmen alternative, akan mampu mengukur keseluruhan hasil belajar
siswa, tidak hanya ranah kognitif tetapi juga ranah afektif dan psikomotor. Asesmen
alternative juga mampu mengukir proses pembelajaran.
Seperti halnya alat ukur yang lain, asesmen alternative seperti performance assessment,
authentic assessment dan portfolio assessment mempunyai keunggulan dan kelemahan. Yang
harus diperhatikan adalah bagaimana dapat menekan kelemahan tersebur seminimal
mungkin.
MODUL 4
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN INFORMASI HASIL BELAJAR

Kegiatan Belajar 1 : Mengumpulkan dan Mengolah Informasi Hasil Belajar


Tujuan Penilaian adalah untuk mengetahui apakah kompetensi dasar yang telah ditetapkan
sudah dapat dicapai oleh siswa atau belum.
Dalam menilai hasil belajar siswa, guru hendaknya memperhatikan berbagai pernyataan
berikut:
1. Apakah metode dan prosedur penilaiannya yang dibuat cukup valid untuk mengukur
hal-hal yang telah dipelajari siswa?
2. Apakah hasil penilaian dapat diberi skor secara adil dan menyeluruh?
3. Apakah hasil penilaian dapat menggambarkan hasil belajar siswa secara tepat?
4. Apakah penilaian yang dilakukuan sudah mencakup aspek penting dalam
pembelajaran?
Informasi hasil belajar siswa dapat dikumpulkan dengan menggunakan berbagai bentuk
penilaian, misalnya tes tertulis yangs sering digunakan adalah tes objektif dan uraian.
Sedangkan unjuk kerja siswa sering dinilai dengan cara pemberian tugasatau portofolio.
A. MEMERIKSA DAN MENGOLAH HASIL TES
1. Memeriksa Hasil Tes Objektif
Salah satu keuntungan tes objektif adalah hasil tes dapat diperiksa secara cepat dan tepat serta
mempunyai ketetapan hasil yang tinggi.
Cara pemeriksaan yang sering dilakukan adalah cara manual, yaitu dengan menggunakan
master lembar jawaban yang sama persis dengan lembar kerja siswa. Master lembar jawaban
objektif bisa dilubangi dengan menggunakan putung roko atau bara obat nyamuk. Master
inilah yang kemudian diigunakan untuk memeriksa jawaban siswa, yakni dengan cara
menempelkan master lembar jawaban dengan lembar jawaban siswa. Jika lembar jawaban
siswa tidak masuk pada lubang master lembar jawaban, maka jawaban tersebut dinilai salah.
Cara selanjutnya jika siswanya banyak, maka pemeriksaan dapat digunakan dengan
menggunakan komputer, yakni dengan cara men scan lembar jawaban siswa.
2. Memeriksa Hasil Tes Uraian
Ada lima faktor yang menjadi permasalahan ketika memeriksa hasil tes uraian yaitu:
a. Ketidaktepatan pemeriksaan dalam pemberian scor,
b. Adanya hallo effect,
c. Carry over effect,
d. Order effect,
e. Adanya efek penggunaan bahasa serta tulisan siswa.
Cara memeriksa hasil tes uraian yang baik harus memperhatikan cara-cara berikut, yakni:
a. Untuk menjaga ketepatan hasil pemeriksaan (reliabilitas), sebaiknya setiap lembar
jawaban siswa minimal diperiksa oleh dua orang pemeriksa yaitu pemeriksa 1 dan pemeriksa
2
b. Sebelum memulai memeriksa jawaban siswa, kedua pemeriksa harus duduk bersama
menyamakan persepsi untuk mencari kesepakatan-kesepakatan tentang bagaimana cara
memeriksa jawaban siswa.

B. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN INFORMASI HASIL BELAJAR DARI


UNJUK KERJA SISWA
Informasi hasil belajar yang diperoleh dari unjuk kerja siswa dikumpulkan dari tugas-tugas
yang dikerjakan siswa, baik yang berupa unjuk kerja yang langsung diamati guru, pembuatan
laporan, pengumpulan hasil karya, pengumpulan portofolio dan lain sebagainya.
Kegiatan Belajar 2 : Pendekatan dalam Pemberian Nilai
A. PENGORGANISASIAN INFORMASI HASIL BELAJAR SISWA
Informasi hasil belajar siswa yang diperoleh dari tes, pada awalnya masih berupa skor mentah
(raw score) yang berupa data terserak (belum tertata). Data hasil belajar siswa tersebut perlu
ditata agar lebih mudah dipahami. Seanjutnya data tersebut diolah dan diinterpretasikan untuk
kemudian diambil keputusan tentang bagaimana pencapaian hasil belajar siswa.
B. PENDEKATAN DALAM PENILAIAN
Ada dua buah pendekatan yang sering digunakan untuk mengintepretasikan data hasil
pengukuran yaitu Penelitian Acuan norma (PAN) dan Penelitian Acuan Kriteria (PAK)
1. Pendekatan Penilaian Acuan Norma (PAN)
Pendekatan penilaian acuan normal adalah suatu endekatan untuk menginterpretasikan hasil
belajar siswa dimana hasil belajar yang diperoleh seorang siswa dibandingkan dengan hasil
belajar yang diperoleh kelompoknya.
a. Harga rata-rata (means)
b. Simpangan baku (SB)
c. Penggunaan kurva nornal
2. Pendekatan Penilaian Acuan Kriteria (PAK)
Jika dalam pendekatan Penilaian Acuan Normal (PAN) keberhasilan setiap anak
dibandingkan dengan hasil yang diperoleh kelompoknya, maka dalam PAK keberhasilan
setiap anak tidak dibandingkan dengan hasil yang diperoleh kelompoknya tetapi keberhasilan
setiap anak akan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
3. Penilaian
Pengertian penilaian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh
informasi tentang pencapaian hasil belajar siswa dan menggunakan informasi tersebut untuk
mencapai tujuan pendidikan.
Prinsip-prinsip penilaian antara lain:
a. Berorientasi pada pencapaian kompetensi
b. Valid
c. Menyeluruh
d. Adil dan objektif
e. Berkesinambungan
f. Menyeluruh
g. Bermakna
4. Penyajian Hasil Penilaian
Bentuk penilaian yang dilakukan guru, antara lain:
a. Penilaian dengan menggunakan angka. Dalam penilaian ini hasil belajar yang diperoleh
siswa diberikan dalam bentuk angka. Rentang angka yang digunakan berupa 1 – 10 atau 1 –
100.
b. Penilaian dengan kategori. Dalam penilaian hasil belajar siswa disajikan dalam bentuk
kategori, misalnya Baik, Cukup, dan Kurang.
c. Penilaian dengan ;uraian atau narasi. Dalam hal ini penilaian hasil belajar siswa
disajikan dalam bentuk uraian atau narasi, misalnya siswa belum dapat membaca lancar
lancar dsb.
d. Penilaian kombinasi. Dalam penilaian ini hasil belajar siswa diberikan dalam bentuk
kombinasi penilaian baik berupa penilaian angka, kategori dan narasi.
5. Proses Pemberian Nilai
Untuk memperoleh data dan informasi sebagai dasar penentu tingkat keberhasilan siswa
dalam pencapaian kompetensi diperlukan alat ukur dan jenis tagian sebagai berikut:
a. Kuis: digunakan untuk menyakan hal-hal prinsip dari pelajaran yang lalu secara
singkat.
b. Pertanyaan lisan di kelas: digunakan untuk mengungkap penguasaan konsep, prinsip,
atau teori saat proses pembelajaran berlangsung.
c. Ulangan harian: digunakan secara periodik untuk mengungkap pemahaman atau
keterampilan siswa terhadap apa yang telah diajarkan oleh guru.
d. Tugas individu atau kelompok: digunakan untuk menilai kemampuan siswa dalam
menerapkan berbagai konsep, prinsip, atau teori serta melatih kerja sama dalam
menyelesaikan suatu tugas
e. Ulangan semesteran: digunakan untuk mengukur pencapaian kompetemsin siswa
setelah menyelesaikan pembelajaran selama satu semester.
f. Laporan tuas atau laporan kerja: digunakan untuk mengungkap kemampuan siswa
dalam menbuat laporan dari tugas atau kerja praktek yang diberikan.
g. Ujian praktek; digunakan untukmengungkap keterampilan siswa dalam melakukan
sesuatu.
MODUL 5
KUALITAS ALAT UKUR (INSTRUMEN)
KEGIATAN BELAJAR I
KUALITAS ALAT UKUR (INSTRUMEN)
PENDAHULUAN
Untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan belajar siswa, perlu dilakukan suatu
penilaian dengan menggunakan berbagai teknik yang tepat. Penilaian dalam pembelajaran
dilakukan tidak hanya untuk menilai hasil belajar siswa melainkan juga menilai proses belajar
siswa. Dalam melakukan penilaian pembelajaran, ada beberapa hal yang harus diperhatikan
guru, terutama yang berhubungan dengan jenis kompetensi yang akan dinilai, tujuan
penilaian yang dilakukan, teknik – teknik penilaian yang digunakan, dan jenis penilaian yang
akan digunakan. Dengan demikian kegiatan penilaian yang dilakukan menjadi tepet sasaran,
terarah, dan terencana.
Secara teoritis terdapat hubungan timbal balik antara tujuan pembelajaran, proses
pembelajaran, dan penilaian hasil belajar. Jika tujuan pembembelajaran yang dirumuskan
sudah tepat dan proses pembelajaran yang dilakukan sudah maksimal maka salah satu hal
yang perlu kita cermati adalah alat penilaian hasil belajar. pengukuran memiliki dua
karakteristik utama yaitu pertama penggunaan angka atau skala tertentu, dan kedua menurut
suatu aturan atau formula tertentu. Contoh kegiatan pengukuran adalah ketika kita mengukur
tinggi atau berat badan seseorang. Kita akan mengetahui berapa tingginya atau beratnya.
Atribut atau karakteristik yang kita cari dari contoh pengukuran tersebut yaitu tinggi atau
berat, kemudian hasil pengukuran tersebut kita akan memperoleh angka, misalkan tinggi 1,75
meter atau beratnya 70 kilogram.
-benar mampu mengukur kemampuan siswa.
apakah alat ukur yang anda gunakan ( dalam hal ini tes yang anda susun atau instrumen lain
yang anda gunakan ) mempunyai kualitas yang baik sehingga dapat digunakan untuk
mengukur tujuan pembelajaran yang telah anda tetapkan ?.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, kita akan diajak untuk mempelajari lebih rinci
berbagai cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kualitas alat ukur atau instrumen
yang anda gunakan agar benar – benar dapat mengukur apa yang ingin anda ukur. Dalam
pembahasan ini akan dibahas mengenai pengujian kualitas alat ukur atau instrumen yang
akan membahas tentang validitas dan reliabilitas hasil pengukuran dan tentang bagaimana
cara menganalisis butir soal dan bagaimana cara meningkatkan kualitas butir soal
berdasarkan hasil analisis serta bagaimana meningkatkan kualitas alat ukur non-tes.
Validitas dan Reliabilitas Hasil Pengukuran
Untuk mengukur sesuatu kita harus dapat memilih alat ukur yang sesuai agar kita dapat
memperoleh hasil pengukuran yang tepat. Sebagai contoh, seorang pemanah akan dinyatakan
sebagai pemenang jika hasil bidikannya dapat dengan tepat mengenai sasaran yaitu daerah
lingkaran yang paling dalam atau yang paling mendekati lingkaran yang paling dalam. Jika
hasil bidikan peserta didik dapat mengenai daerah di lingkaran paling dalam maka ia akan
memperoleh skor tertinggi dan perolehan skor tersebut semakin berkurang jika hasil
bidikannya jauh dari sasaran. Karena anak panah yang harus dilepaskan tidak hanya satu
maka pemanah dituntut untuk tetap dapat melepaskan anak panahnya tepat mengenai sasaran.
Hasil bidikan dari peserta bisa tepat mengenai sasaran atau juga melesat dari sasaran. Hasil
yang sama dapat terjadi pada saat anda mengukur hasil belajar siswa. Jika alat ukur yang
anda gunakan tidak anda persiapkan dengan cermat maka skor yang anda peroleh tidak dapat
menggambarkan dengan tepat tingkat kemampuan siswa.Dari penjelasan tersebut terdapat
dua masalah pokok yang harus diperhatikan dalam menyusun alat ukur hasil belajar yang
baik yaitu masalah yang berhubungan dengan ketepatan hasil pengukuran dan ketetapan hasil
pengukuran.Masalah yang berhubungan dengan ketepatan hasil pengukuran inilah yang
dikenal dengan istilah validitas sedangkan maslah – masalah yang berhubungan dengan
ketetapan hasil pengukuran dikenal dengan istilah reliabilitas.
A. Validitas
Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang dapat dengan tepat mengukur apa yang ingin
diukur. Jika kita ingin mengukur panjang sebuah meja maka kita harus dapat memilih alat
ukur yang tepat untuk mengukur panjang meja tersebut.Untuk menghitung waktu tempuh
pelari cepat dalam perlombaan lari cepat 100 meter maka kita juga harus dapat memilih alat
ukur yang tepat untuk digunakan. Demikian juga jika kita ingin mengukur hasil belajar siswa
maka kita juga dituntut untuk menggunakan alat ukur ( dalam hal ini tes ) yang dapat dengan
tepat mengukur hasil belajar yang kita harapkan.
Pengertian validitas mengacu pada ketepatan interpretasi yang dibuat dari hasil pengukuran
atau evaluasi ( Gronlund dan Linn, 1990). Secra umum validitas ada tiga jenis :
a. Validitas isi ( concent validity ).
b. Validitas konstrak ( construct validity ).
c. Validitas yang dikaitkan dengan kriteria tertentu ( criterion related validity ).
Validitas isi diperlukan untuk menjawab pertanyaan “ sejauh mana item – item yang ada
dalam tes dapat mengukur keseluruhan materi yang telah diajarkan “. Tinggi rendahnya
validitas isi dapat ditetapkan berdasarkan analisis rasional atau pertimbangan ahli terhadap isi
tes tersebut.Hal ini merupakan tuntutan yang harus dipenuhi oleh tes hasil belajar. Tinggi
rendahnya validitas isi suatu tes dapat dilihat pada perencanaan atau kisi – kisi tes. Semakin
representatif materi yang dapat ditanyakan dalam tes tersebut menunjukkan semakin tinggi
validitas isinya.
Validitas konstrak mengacu pada sejauh mana alat ukur tersebut dapat mengungkap
keseluruhan konstrak yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan tes tersebut.Yang
dimaksud dengan konstrak disini adalah konsep hipotesis (hipotetical concept) yang
digunakan sebagai dasar dalam penyusunan alat ukur.Validitas konstrak ini banyak
digunakan terutama dalam pengukuran – pengukuran psikologi seperti pengukuran sikap,
minat, tingkah laku dan sebagainya.Campbell dan Fiske (Demari Mardapi, 2004)
mengembangkan satu pendekatan untuk menentukan validitas konstrak dengan menggunakan
teknik multi trait-multi method.Validasi dengan multi trait – multi method dilakukan dengan
menggunakan lebih dari satu metode untuk mengukur lebih dari satu acam trait ( sifat ).
Dengan menggunakan matrik korelasi sehingga interkorelasi antara trait dan metode dapat
dilihat dengan jelas.
Jika suatu tes dimaksudkan untuk memprediksi keberhasilan seseorang di masa yang akan
datang atau dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian anatar pengetahuan dengan
keterampilan yang dimiliki maka alat ukur yang digunakan harus mempunyai criterion
related validity yang tinggi.
B.. Reliabilitas
Hasil – hasil pengukuran yang berhubungan dengan aspek – aspek fisik seperti mengukur
panjang meja, tinggi almari, berat badan dan tinggi badan biasanya menghasilkan reliabilitas
yang sangat tinggi.Artinya walaupun pengukuran dilakukan lebih dari sekali tetapi tetap
memberikan hasil yang ridak jauh berbeda. Hasil pengukuran yenag berbeda akan sering kita
temukan jika kita melakukan pengukuran terhadap hal – hal yang berhubungan dengan aspek
– aspek psikologi dan sosial seperti dalam pengukuran mewakili intelegensi, sikap, dan
konsep diri. Aspek – aspek sosial-psikologi seperti itu tidak dapat diukur dengan ketepatan
dan konsistensi yang tinggi.Hal ini disebabkan karena hasil pengukuran yang diperoleh tidak
dapat lepas dari pengaruh hal - hal diluar maksud pengukuran tersebut misalnya alat ukur itu
sendiri bukan merupakan alat ukur yang tepat untuk mengukur aspek yang diinginkan.
Disamping itu karena subjek pengukurannya adalah manusia maka cara – cara penyajian tes,
emosi, motivasi. Kondisi fisik dan keadaan ruangan tes akan mempengaruhi hasil pengukuran
walaupun sebenarnya aspek – aspek yang ingin kita ukur tersebut tidak berubah. Dengan
demikian hasil pengukuran yang diperoleh menjadi kurang reliabel.
Pengertian reliabilitas mengacu pada ketetapan hasil yang diperoleh dari suatu Pengukuran
( Grondlund dan Linn, 1990 ). Salah satu cara untuk mengetahui ketetapan atau reliabilitas
suatu pengukuran, dapat diperoleh dengan cara melakukan pengukuran dua kali. Hasil
pengukuran dikatakan mempunyai reliabilitas yang tinggi jika hasil pengukuran pertama
hampir sama dengan hasil pengukuran kedua. Dan sebaliknya hasil pengukuran dikatakan
mempunyai reliabilitas yang rendah jika hasil pengukuran pertama jauh berbeda dengan hasil
pengukuran kedua. Hubungan antar skor yang diperoleh pada pengukuran pertama dengan
kedua akan menghasilkan angka korelasi bergerak antara -1 sampai dengan +1. Semakin
tinggi angka koefisien reliabilitas (mendekati 1) maka semakin tinggi reliabilitas tersebut.
Suatu perangkat tes dinyatakan cukup reliabel jika mempunyai reliabilitas lebih besar 0,5
(Fernandes, 1984).
Konsep reliabilitas dalam arti equivalent tes dimaksudkan untuk mengetahui apakah dua set
tes yang digunakan paralel atau tidak. Keparalelan dua set tes ini diperoleh dengan cara
mengembangkan dua set tes yang paralel dari kisi - kisi tes yang sama kemudian masing -
masing tes tersebut diujikan pada dua kelas yang mempunyai tingkat kemampuan yang sama.
Hasil kedua tes tersebut dikorelasikan, jika hasil korelasinya tinggi, hal ini menunjukan kedua
tes paralel.koefisien korelasinya dapat dihitung dengan menggunakan formula product-
moment.
konsep reliabilitas dalam arti konsistensi internal dimaksudkan untuk mengetahui apakah
kumpulan butir soal yang ada dalam satu set tes tersebut mengukur dimensi hasil belajar yang
sama atau tidak. Konsep reliabilitas dalam asrti konsistensi dapat dihitung menggunakan
formula Kuder-Richardson (KR-20 atau KR-21). Jika hasil korelasinya tinggi, hal ni
menunjukan bahwa antara butir soal dalam satu set tes tersebut adalah konsisten dengan yang
lain.
C. Hubungan antara validitas dan reliabilitas
Ketepatan hasil pengukuran ( validitas ) sangat diperlukan untuk memperoleh alat ukur yang
dapat memberikan hasil pengukuran yang tepat ( valid ). Walaupun demikian alat ukur yang
mempunyai reliabilitas tinggi belum tentu secara otomatis mempunyai validitas yang tinggi.
Karena tingginya reliabilitas yang dihasilkan oleh suatu alat ukur jika tidak dibarengi dengan
tingginya validitas dapat memberikan informasi yang salah tentang apa yang ingin kita ukur.
D. Meningkatkan Reliabilitas Tes
Reliabilitas suatu tes dapat ditingkatkan dengan menambah jumlah butir kedalam tes tersebut.
Penambahan butir soal pada tes akan meningkatkan reliabilitas jika butir soal yang
ditambahkan adalah butir soal yang homogen dengan butir soal – soal yang ada.
KEGIATAN BELAJAR 2
ANALISIS DAN PERBAIKAN INSTRUMEN
A.ANALISIS BUTIR SOAL
Menurut Nitko (1983), analisis butir soal menggambarkan suatu proses pengambilan data dan
penggunaan informasi tentang tiap - tiap butir soal terutama tentang respon siswa terhadap
setiap butir soal. Lebih Lnjut dikatakan bahwa arti penting penggunaan analisis butir soal
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apakah butir soal – butir soal yang disusun sudah berfungsi sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh penyusun soal. Untuk menentukan apakah soal – soal
yang kita susun telah berfungsi sebagaimana seharusnya maka kita harus memperhatikan hal
– hal sebagai berikut :
a. Apakah soal – soal yang disusun sudah sesuai untuk mengukur perubahan tingkah laku
seperti telah dirumuskan dalam tujuan instruksional khusus ?
b. Apakah tingkat kesukaran sudah kita perhatikan ?
c. Apakah soal tersebut sudah mampu membedakan antara siswa yang pandai dengan
siswa yang kurang pandai ?
d. Apakah kunci soal yang kita buat sudah benar sesuai dengan maksud soa ?
e. Jika menggunakan tes pilihan berganda, apakah pengecoh yang kita pilih sudah
berfungsi dengan baik ?
f. Apakah soal tersebut dapat ditafsirkan ganda atau tidak ?
2. Sebagai umpan balik bagi siswa untuk mengetahui kemampuan mereka dalam
menguasai suatu materi.
3. Sebagai umpan balik bagi guru untuk mengetahui kesulitan – kesulitan yang dialami
siswa dalam memahami suatu materi.
4. Sebagai acuan untuk merevisi soal.
5. Untuk memperbaiki kemapuan kita dalam menulis soal.
Pada saat kita engujikan suatu set soal untuk mengambil keputusan penting tentang hasil
belajar siswa maka idealnya kita harus yakin bahwa set soal tersebut adalah valid dan
reliabel. Validitas set soal dapat diketahui dari kisi – kisi soal sedangkan reliabelitas soala
baru dapat diketahui setelah uji coba. Dalam rangka memperoleh reliabilitas set soal inilah
analisis butir soal dilakukan. Dalam menganalisis butir soal paling tidak ada dua karakteristik
butir soal yang perlu diperhatikan yaitu tingkat kesukaran dan daya beda butir – butir soal.
B. KAPAN ANALISIS BUTIR SOAL DILAKUKAN ?
1) Tingkat kesukaran butir soal
Besarnya tingkat kesukaran butir soal, dapat dihitung dengan memperhatikan proporsi peserta
tes yang menjawab benar terhadap setiap butir soal. Secara matematis tingkat kesukaran butir
soal dapat dihitung dengan rumus :
P=
Keterangan :
P adalah indeks kesukaran butir soal
B adalah jumlah peserta tes yang menjawab benar
N adalah jumlah peserta tes
Menurut Fernandes (1984), kategori kesukaran butir soal adalah sebagai berikut :
P > 0,75 : mudah
0,25 ≤ P ≤ 0,75 : sedang
P < 0,24 : sukar
Butir soal yang baik adalah butir soal yang memiliki tingkat kesukaran dalam kategori
sedang.
2) Daya beda
Daya beda butir soal memiliki pengertian seberapa jauh butir soal tersebut dapat
membedakan kemampuan individu peserta tes. Daya beda butir soal dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
D=PA – PB
dimana,
D = indeks daya beda butir soal
PA = proporsi kelompok atas yang menjawab benar
PB = proporsi kelompok bawah yang menjawab salah
Secara teoritis indeks beda soal (D) = 1 akan tercapai apabila semua siswa dalam kelompok
atas menjawab benar dan semua siswa dalam kelompok bawah menjawab salah. Indeks daya
beda soal (D) = -1 jika semua sisa dalam kelompok atas menjawab salah dan semua siswa
dalam kelopok bawah justru menjawab benar. Sedangkan indeks daya beda soal (D) = 0
apabila proporsi siswa yang menjawab benar dalam kelompok atas dan kelompok bawah
adalah sama. Menurut Fernandes (1984) kategori indeks daya beda butir soal adalah :
D ≥ 0,40 = sangat baik
0,30 ≤ D ≤ 0,40 = baik
0,20 ≤ D < 0,30 = sedang
D < 0,20 = tidak baik
Butir soal yang perlu diperbaiki adalah butir soal yang terlalu sukar atau terlalu mudah dan
butir soal yang pengecohnya mempunyai daya beda positif atau kuncinya mempunyai daya
beda negatif. Perbaikan butir soal dapat dilakukan pada pokok soal atau pada alternatif
jawaban.
C. Menganalisis Tes Uraian
Cara menganalisis tes uraian menurut Whitney dan Sabers (Mehrens dan Lehmann, 1984)
adalah : (1) tentukan jumlah siswa yang termasuk kelompok atas (25%) dan kelompok bawah
(25%), (2) hitung jumlah skor kelompok atas dan jumlah skor kelompok bawah, dan (3)
hitung tingkat kesukaran dan daya beda setiap butir soal dengan rumus berikut :
Dimana
SA : jumlah skor kelompok atas
SB : jumlah skor kelompok bawah
N : 25% peserta didik
Skor maks : skor maksimal tiap buti tes
Skor min : skor minimal tiap butir tes
D. Memperbaiki Butir Soal
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memperbaiki butir soal antara lain : a)
perhatikan tingkat kesukaran soal. Butir soal dianggap baik jika mempunyai tingkat
kesukaran (P) antara 0,25 sampai dengan 0,75 atau mendekati angka tersebut, b) perhatikan
daya beda butir soal. Butir soal dianggap baik jika kunci atau jawabannya dianggap benar
mempunyai beda positif tinggi dan pengecohnya mempunyai daya beda negatif.

E. Memperbaiki Non-Tes
Prosedur memperbaiki instrument non-tes sama dengan prosedur memperbaiki tes.
Penyempurnaan butir yang lemah dapat dilaksanakan dengan memperbaiki butir yang kurang
baik atau mengganti butir yang lama dengan butir yang baru. Penyebab butir soal kurang
baik, antara lain: a) penggunaan bahasa kurang komunikatif, b) kalimat dapat ditafsirkan
ambiguous (dapat ditafsirkan ganda), c) pertanyaan / pernyataan yang dibuat menyimpang
dari indikator, dan d) pertanyaan / pernyataan tidak mengukur tarif (sifat) yang akan diukur.

MODUL 6
PEMBERIAN NILAI DAN TINDAK LANJUT HASIL PENILAIAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyempurnaan kurikulum adalah salah satu upaya peningkatan mutu pendidikan. Upaya itu
berhasil jika ada perubahan pola kegiatan pembelajaran, dari yang berpusat pada guru kepada
yang berpusat pada siswa, serta orientasi penilaian dari yang berorientasi diskriminasi siswa
kepada yang berorientasi diferensiasi siswa. Keseluruhan perubahan itu akan menentukan
hasil pendidikan. Ketepatan penilaian yang dilakukan sekolah, terutama yang berkaitan
dengan penilaian kelas, memperlihatkan pencapaian hasil belajar siswa. Penilaian tersebut
mempengaruhi pendekatan, kegiatan, dan sumber belajar yang diterapkan guru dalam proses
pembelajaran.
Penilaian dan kegiatan pembelajaran bermuara pada penguasaan kompetensi yang
diharapkan. Selama ini pelaksanaan penilaian di kelas kurang mampu menggambarkan
kemampuan siswa yang beragam karena cara dan alat yang digunakan kurang sesuai dan
kurang bervariasi. Karena keterbatasan kemampuan dan waktu, penilaian cenderung
dilakukan dengan menggunakan cara dan alat yang lebih menyederhanakan tuntutan
perolehan siswa. Hasil evaluasi pelaksanaan Kurikulum menunjukkan bahwa penilaian yang
dilakukan di kelas kurang mampu memperlihatkan tuntutan hasil belajar siswa.
Di samping itu, penilaian dilakukan tidak hanya untuk mengungkapkan hasil belajar ranah
kognitif, tetapi juga diharapkan mampu mengungkapkan hasil belajar siswa dalam lingkup
ranah afektif dan psikomotor. Diharapkan penilaian kelas mampu mengatasi permasalahan
penilaian yang ada sehingga hasil belajar siswa dapat dinilai sesuai dengan tuntutan
kompetensi.
Melihat dasar permasalahan di atas, maka penulis mencoba membuat makalah dengan
mengakaji tentang penilaian.

B. Rumusan Masalah
Untuk membatasi makalah ini, pembahasan yaitu meliputi antara lain :
1. Bagaimana prinsip-prinsip pemberian nilai?
2. Bagaimana penilaian di berbagai jenjang pendidikan?
3. Apa tindak lanjut penilaian untuk meningkatkan kualitas pembelajaran?

C. Tujuan Makalah
Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain sebagai berikut :
1. Mengetahui prinsip-prinsip pemberian nilai.
2. Mengetahui bagaimana cara penilaian di berbagai jenjang pendidikan.
3. Memahami dan melaksanakan tindak lanjut penilaian untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran.
PEMBERIAN NILAI DAN TINDAK LANJUT HASIL PENILAIAN
A. KB 1 : PRINSIP-PRINSIP PEMBERIAN NILAI
Sistem penilaian yang digunakan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah
Penilaian Kelas Otentik (Authentic Assesment) atau disebutkan Penilaian Kelas(saja).
Penilaian Kelas adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan
pencapaian pembelajaran yang dilakukan anak didik melalui berbagai teknik yang mampu
mengungkapkan, membuktikan, dan menunjukan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran
dan kemampuan (kompetensi) telah benar-benar dikuasai dan dicapai.
Dalam melakukan penilaian, guru hendaknya selalu berpedoman pada prinsip-prinsip
penilaian kelas. Sebelum membahas tentang prinsip-prinsip penilaian kelas, berikut ini
diuraikan tujuan dan fungsi penilaian kelas, dan pada bagian akhir dipaparkan juga metode-
metode penilaian kelas.
1. TUJUAN PENILAIAN KELAS
Penilaian kelas hendaknya diarahkan pada empat tujuan berikut:
a. Penelusuran (keeping track) yaitu bahwa penilaian bertujuan untuk menelusuri agar
proses pembelajaran anak didik tetap sesuai dengan rencana. Guru mengumpulkan informasi
sepanjang semester dan tahun pelajaran melalui berbagai bentuk penilaian kelas agar
memperoleh gambaran tentang pencapaian kompetensi siswa.
b. Pengecekan ( checking-up) yaitu bahwa peniliaian bertujuan untuk mengecek apakah
ada kelemahan-kelemahan yang dialami anak didik dalam proses pembelajaran. Melalui
penilaian kelas, baik yang bersifat formal maupun informal, guru melakukan pengecekan
kemampuan (kompetensi) apa yang telah dikuasai siswa dan apa yang belum dikuasai.
c. Pencarian (finding-out) yaitu penilaian bertujuan untuk mencari dan menemukan hal-
hal yang menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran.
Guru harus selalu merefleksikan hasil penilaian kelas dan mencari hal-hal yang menyebabkan
proses pembelajaran tidak berjalan secara efektif. Berdasarkan temuan tentang penyebab
itulah guru dapat menentukan tindakan apa yang perlu dilakukan dalam mengatasinya.
d. Penyimpulan (summing-up) yaitu penilaian bertujuan untuk menyimpulkan apakah
anak didik telah menguasai seluruh kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum.
Penyimpulan sangat penting khususnya pada saat guru diminta melaporkan hasil kemajuan
belajar anak kepada orang tua, sekolah, atau pihak lain di akhir semester atau tahun pelajaran,
baik dalam bentul rapor maupun bentuk lainnya.
2. FUNGSI PENILAIAN KELAS
Penilaian kelas yang disusun secara terencana dan sistematis oleh guru memiliki fungsi
motivasi, belajar tuntas, efektifitas pengajaran, dan umpan balik.
a. Fungsi Motivasi, berarti bahwa penilaian yang dilakukan oleh guru di kelas harus
dapat mendorong motivasi siswa untuk belajar. Latihan dan tugas yg diberikan guru harus
mendorong siswa untuk melakukan proses pembelajaran baik secara individu atau kelompok.
Dan tugas atau latihan tersebut harus dirancang guru agar membuat siswa menyenangkan dan
menjadi kebutuhannya.
b. Fungsi Belajar Tuntas, yaitu penilaian kelas harus diarahkan untuk memantau
ketuntasan belajar siswa. Penilaian harus terus dilakukan sampai sebagian besar siswa
mencapai atau menguasai kemampuan yg sudah ditetapkan.
c. Fungsi sebagai Indikator Efektivitas Pengajaran, berarti bahwa disamping untuk
memantau kemajuan belajar siswa, penilaian kelas juga digunakan untuk melihat seberapa
jauh proses belajar-mengajar telah berhasil. Apabila sebagian besar siswa sudah mampu
menguasai semua kemampuan yang ditetapkan maka dapat disimpulkan bahwa proses
belajar-mengajar telah berhasil sesuai dengan rencana. Tetapi apabila masih banyak siswa
yang belum menguasai kemampuan yang sudah ditetapkan, maka guru perlu melakukan
analisis dan refleksi untuk meningkatkan efektifitas pengajaran.
d. Fungsi Umpan Balik, yaitu bahwa hasil penilaian harus dianalisis oleh guru sebagai
bahan umpan balik bagi siswa dan guru. Umpan balik bagi siswa akan bermanfaat untuk
mengetahui kelemahan yang dialaminya dalam mencapai kemampuan yang diharapkan. Guru
perlu memberikan tugas atau latihan baik secara individu atau kelompok. Dan manfaat bagi
guru adalah untuk melihat hal-hal yang perlu diperhatikan secara serius dalam proses belajar-
mengajar.
3. PRINSIP PENILAIAN KELAS
Agar penialaian dapat memberikan fungsi secara optimal, dalam melakukan penilaian
hendaknya guru selalu berpedoman kepada prinsip-prinsip penilaian kelas sebagai berikut.
a. Proses Penilaian merupakan Bagian dari Pembelajaran
Penilaian kelas yang baik mempersyaratkan adanya keterkaitan langsung dengan aktivitas
proses belajar-mengajar. Demikian pula proses belajar akan efektif apabila didukung oleh
penialaian kelas yang efektif. Penilaian dilakukan pada proses pembelajaran dari awal
sampai akhir. Penilaian harus digunakan sebagai proses untuk mengukur dan menentukan
tingkat ketercapaian kompetensi, dan sekaligus untuk mengukur efektifitas proses
pembelajaran.
b. Penilaian Mencerminkan Masalah Dunia Nyata
Penilaian harus mengarah pada pengungkapan kemampuan siswa dalam memecahkan
persoalan yang ada dalam masyarakat dan dunia kerja.
Kemampuan yang dimiliki siswa harus dapat diaplikasikan dalam memecahkan masalah-
masalah kehidupan yang nyata.
c. Menggunakan Berbagai Ukuran, Metode dan Kriteria
Berbagai aspek kemampuan belajar siswa memiliki karakteristik tersendiri. Untuk dapat
mengungkapkan hal tersebut diperlukan penilaian yang mencakup ukuran, metode, kriteria
dan teknik yang sesuai agar tepat dan terpecaya atau valid dan reliable. Teknik-teknik
tersebut meliputi tes tertulis, tes praktek (performance test), penilaian produk, penialaian
proyek, peta perkembangan, evaluasi diri, penilaian sikap, dan portofolio.
d. Penilaian Harus Bersifat Holistik
Sesuai dengan tujuan pendidikan yang mengembangkan kemampuan kognitif, apektif, dan
psikomotor, maka untuk mengetahui pencapaian kemampuan siswa secara utuh diperlukan
penilaian yang mencakup seluruh aspek tersebut. Dengan prinsip seperti itu dapat dietahui
pula karakteristik siswa dalam setiap aspek kemampuan, serta hubungan setiap aspek
kemampuan dalam diri siswa.
e. Penilaian Kelas Mengacu Kepada Kemampuan (Competency Referenced)
Penilaian dilakukan untuk mengetahui kemajuan belajar dan ketuntasan penguasaan
kompetensi siswa. Materi penugasan atau ulangan harus benar-benar merefleksikan setiap
kemampuan syang ditargetkan untuk dikuasai siswa. Hasil penialaian harus memberikan
informasi pencapaian siswa terhadap standar kompetensi yang telah ditetapkan. Penyampaian
hasil belajar siswa disampaiakan dalam bentuk chart.
f. Berkelanjutan
Penilaian harus merupakan proses yang berkelanjutan dalam rangkaian rencana menagajar
guru selama satu semester dan tahun ajaran. Rangkaian penialaian melalui pemberian tugas,
pekerjaan rumah, ulangan harian, ulangan tengah dan akhir semester, serta akhir tahun ajaran
merupakan proses yang berkesinambungan dan berkelanjutan selama satu tahun ajaran.
Penialaian dilakukan dengan berbagai teknik baik tes maupun non-tes sesuai dengan
karakteristik aspek yang diukur.
Penilaian tidak hanya dilakukan pada akhir pembelajaran, melainkan dari awal dan saat
proses pembelajaran. Selain itu harus juga dilakukan analisis terhadap hasil penilaian dan
merumuskan umpan balik yang berfungsi sebagai masukan dalam perencanaan proses
pembelajaran berikutnya.
g. Didaktis
Hasil penilaian diharapkan dapat digunakan untuk mendorong dan membina siswa dalam
meningkatkan kualitas hasil belajar. Dalam hal ini guru dapat melakukan berbagai upaya
yang bersifat konstruktif. Seperti pemberian hadiah bagi siswa yang berprestasi, tetapi hadiah
yg dberikan tdk harus selalu dalam bentuk material, tetapi bisa juga dalam bentuk tindakan
psikologis. Namun dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah pemberian hadiah dalam
bentuk material juga sangat dimungkikn. Asalkan tidak berpengaruh negatif berupa sikap
materialistik dan selalu adanya imbalan dalam setiap berbuat.
Hal lain adalah alat dalam penilaian kelas berupa tes maupun non-tes harus dirancang agar
siswa menyenangi dan menikmati kegiatan penilaian.
h. Menggali informasi
Penilaian kelas yang baik harus dapat memberikan informasi yang cukup bagi guru untuk
mengambil keputusan dan umpan balik. Pemilihan metode, teknik, dan alat penilaian yang
tepat sangat menentukan jenis informasi yang ingin digali dan diproses penilaian kelas.
Penilaian diarahkan agar dapat menggali informasi lebih mendalam. Oleh karenanya bentuk
soal dan penugasan harus yang berbentuk soal uraian atau pemecahan masalah.
i. Melihat yang Benar dan yang Salah
Dalam melaksanakan penilaian guru hendaknya melakukan analisis terhadap hasil penilaian
dan kerja siswa secara seksama untuk melihat adanyakesalahan secara umum terjadi pada
siswa dan sekaligus melihat hal-hal positif yang diberikan siswa. Dalam pelaksaannya
terkadang ada siswa yang sudah menguasai kemampuan yang ditetapkan, sehingga dalam
memberikan jawaban uraian atau pemecahan masalah terkadang tidak sama dengan jawaban
tersedia dalam bahan jar di kelas. Nah penilaian ini hanya dapat dilakukan jika penilaian
didukung dengan penilaian yang sahih (valid) dan handal (terpercaya).
4. PROSEDUR/METODE PENILAIAN KELAS
Agar tujuan penialain dapat tercapai dengan efektif, guru harus menggunakan berbagai
metode dan teknik penilaian yang beragam sesuai dengan tujuan pembelajaran dan
karakteristik pengalaman belajar yang dialami siswa.
Metode-metode tersebut meliputi:
a. Penilaian tertulis (paper pencil test) baik berupa soal pilihan maupun uraian
b. Tes praktek (performance test)
c. Penilaian produk
d. Penilaian proyek
e. Peta perkembangan
f. Evaluasi diri siswa
g. Penilaian afektif, dan
h. Portofolio
Dalam mencapai tujuan pembelajaran tidak hanya dilakukan dengan satu tes tetapi harus
dengan bermacam-macam tes. Selain itu penggunaan metode serta teknik pun harus
bervariasi. Karena tiap mata pelajaran mempunyai tujuan yang berbeda.
Disamping itu, tujuan utama dari penilaian berbasis kelas yang dilakukan oleh guru adalah
untuk memantau kemajuan dan pencapaian belajar siswa sesuai dengan matriks kompetensi
belajar yang telah ditetapkan, guru atau wali kelas diharapkan mengembangkan sistem
portofolio individu siswa (student portofolio) yang berisi kumpulan yang sistematis tentang
kemajuan dan hasil belajar siswa.
Portofolio siswa dapat berupa :
a. rekaman perkembangan belajar dan psikososial siswa (developmental),
b. catatan prestasi khusus yang dicapai siswa (showcase),
c. catatan menyeluruh kegiatan belajar siswa dari awal sampai akhir (comprehensive),
atau
d. kumpulan tentang kompetensi yang telah dikuasai siswa secara kumulatif.
Portofolio sangat berguna baik bagi sekolah maupun orang tua siswa serta pihak-pihak lain
yang memerlukan informasi secara rinci tentang perkembangan belajar siswa dan aspek
psikososialnya sehingga mereka dapat memberikan bimbingan dan bantuan yang relevan bagi
keberhasilan belajar siswa.
B. KB 2 : PENILAIAN DI BERBAGAI JENJANG PENDIDIKAN
1. Pedoman Pelaksanaan Penilaian di jenjang pendidikan dasar dan menengah
Landasan hukum pelaksanaan penilaian di jenjang pendididkan dasar dan menengah adalah
UU No. 2 Tahun 1989 tentang Standar Nasional Pendidikan.
PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 63 menyebutkan bahwa
penilaian pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik
Bertujuan untuk memantau proses kemajuan, dan perbaikan hasil dilakukan secara
berkesinambungan dalam bentuk ulangan harian, tugas ulangan tengah semester, ulangan
akhir semester dan ulangan kenaikan kelas, pengamatan terhadap perubahan prilaku dan
sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian serta ekspresi psikomotorik
peserta didik, dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai.
b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan
Bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran.

c. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah


Bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran
tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan tekhnologi dan dilakukan dalam
bentuk ujian nasional.
Bentuk-bentuk penilaian yang digunakan untuk menilai hasil belajar siswa, yaitu:
1) Ulangan harian
2) Tugas-tugas
3) Ulangan Tengah Semester
4) Ulangan Akhir Semester
5) Ulangan kenaikan kelas
6) Pengamatan terhadap perubahan prilaku/sikap dan psikomotorik
7) Bentuk penilaian lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai
8) Ujian sekolah
9) Ujian Nasional
Bentuk penilaian lain yang digunakan antara lain penilaian diri, kuesioner, penilaian proyek,
dan fortofolio.
Dalam pedoman KTSP yang panduannya dikembangkan oleh BNSP, antara lain ditetapkan
tentang:
a) Ketuntasan Belajar
Prinsip ketuntasan belajar merupakan suatu keharusan dengan diterapkannya kurikulum
berbasis kompetensi. Pelaksanaannya diwujudkan dengan adanya ketentuan Standar
Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM).
b) Kenaikan Kelas
Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun pelajaran. Kriteria kenaikan kelas
adalah sbb:
1) Siswa dinyatakn naik setelah menyelesaikan semua program pembelajaran pada dua
semester di kelas yang diikuti
2) Tidak terdapat nilai dibawah SKBM
3) Memiliki nilai minimal baik untuk semua aspek kepribadian.
c) Kriteria kelulusan
Kriteria kenaikan kelas adalah sbb:
1) Menyelesaikan seluruh program pembelajaran
2) Memperolen nilai minimal baikpada penilaian akhir seluruh kelompok mata pelajaran
3) Lulus ujian sekolah untuk mata pelajaran ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
4) Lulus ujian nasional.
Pelaksanaan penilaian hasil pembelajaran berbasis kompetensi dapat dijelaskan sbb:
1) Alat penilaian
a. Aspek kognitif
Alat penilaian aspek kognitif adalah tes berupa tes objektif, tes uraian, dan berbentuk soal
terbuka.
b. Aspek psikomotorik
Alat penilaian psikomotorik dapat berupa tes tertulis, tes simulasi, dan tes contoh kerja.
c. Aspek afektif
Alat penilaian afektif berupa non tes yiatu penilaian sikap dan penilaian diri, baik secara
kuesionr, pengamatan, maupun laporan diri.
2) Penyekoran
a. Skor tes objektif
- Penyekoran tanpa faktor koreksi

Keterangan: B = Jumlah jawaban benar


N = Jumlah seluruh butir soal
K = Skor maksimum skala penilaian
- Penyekoran dengan menyertakan faktor koreksi
Keterangan: B = Jumlah jawaban benar
S = Jumlah jawaban salah
P = Banyaknya pilihan jawaban setiap butir soal
N = Jumlah seluruh butir soal
K = Skor maksimum skala penilaian
b. Skor tes uraian
Skor uraian ditentukan berdasarkan pedoman penyekoran. Dalam pedoman penyekoran skor
diberikan berdasarkan kecocokan jawaban terhadap kunci jawaban. Selanjutnya skor total
adalah jumlah seluruh skor.
c. Skor tes afektif
Pemberian skor penilaian aspek afektif didasarkan pada kriteria penilaian dalam skala
tertentu.
d. Skor aspek psikomotorik
Skor penilaian aspek psikomotorik ditentukan berdasarkan kriteria penilaian yang ditetapkan
pada pedoman penyekoran. Hasil skor akhir dapat ditentukan sbb:

P = Skor setiap aspek penilaian


M = Skor maksimum setiap aspek penilaian
T = Bobot setiap aspek penilaian
M = Maksimum rentang skor
2. Pedoman Pelaksanaan Penilaian di perguruan tinggi
Pedoman pelaksanaan penilaian di perguruan tinggi berpedoman pada:
1. UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 1989,
2. Peraturan pemerintah No. 60 Tahun 1999
3. SK Mendiknas No. 233/U/2000 Tahun 2000
4. Surat Keputusan Mendiknas Bab V Pasal 12, 14, 15, dan 16.
Penilaian dan hasil ujian dilaksanakan diatur pada pasal 12 berikut:
1. Kegiatan kemajuan belajar mahasiswa dilakukan penilaian secara berkala yang dapat
berbentuk ujian, pelaksanaan tugas, dan pengamatan oleh dosen.
2. Ujian dapat dilaksanakan melalui UTS, UAS, Ujian akhir program studi, ujian skripsi,
ujian tesis, dan ujian disertasi
3. Penilaian hasil belajar dinyatakan dalam A,B, C, D dan E yang masing-masing bernilai
4, 3, 2, 2, 1 dan 0
Persyaratan untuk lulus program seperti jumlah SKS yang harus ditempuh dan minimal IPK
yang harus dicapai tercantum pada pasal 14 berikut:
1. Syarat kelulusan program pendidikan ditentukan atas pemenuhan jumlah SKS yang
disyaratkan dan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) minimum
2. Perguruan tinggi menetapkan jumlah SKS yang harus ditempuh
3. IPK minimum ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi.
Aturan predikat kelulusan dan syarat yang harus dipenuhi, diatur pada pasal 15 berikut:
1. Predikat kelulusan terdiri atas 3 tingkat yaitu: memuaskan, sangat memuaskan, dan
dengan pujian yang dinyatakan pada transkip akademik.
2. IPK sebagai dasar penentuan predikat kelulusan program sarjana dan diploma adalah:
a. IPK 2, 00 – 2, 75 : memuaskan
b. IPK 2, 76 – 3, 50 : sangat memuaskan
c. IPK 3,51 – 4, 00 : dengan pujian
3. Predikat kelulusan untuk program magister:
a. IPK 2, 75 – 3, 40 : memuaskan
b. IPK 3, 41 – 3, 70 : sangat memuaskan
c. IPK 3,71 – 4, 00 : dengan pujian
4. Predikat kelulusan dengan pujian ditentukan pula dengan memperhatikan masa studi
maksimum
5. Predikat kelulusan untuk program doktor diatur oleh perguruan tinggi yang
bersangkutan.
Ruang lingkup penilaian serta upaya untuk meningkatkan motivasi mahasiswa dalam rangka
peningkatan kualitas lulusan diatur dalam pasal 16 berikut:
1. Penilaian terhadap hasil belajar mahasiswa dilakukan secara menyeluruh dan
berkesinambungan dengan cara yang sesuai dengan karakteristik pendidikan yang
bersangkutan.
2. Untuk mendorong pencapaian prestasi akademik yang lebih tinggi dapat
dikembangkan sistem penghargaan mahasiswa dan lulusan yang memperoleh prestasi tinggi.
C. KB. 3 : PEMANFAATAN HASIL TES UNTUK MENINGKATKAN PROSES
PEMBELAJARAN
Agar proses pembelajaran yang kita lakukan dapat berhasil dengan baik, maka persiapan
mengajar merupakan hal yang sangat mutlak harus dibuat. Sebelum kita mengajar di depan
kelas, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran harus sudah kita persiapkan terlebih dahulu.
Setelah membuat RPP dan melaksanakan Proses Pembelajaran, untuk mengetahui efektivitas
proses pembelajaran adalah dengan melakukan tes, baik berupa pre-test post-test, tes
formatif, maupun tes diagnostik. Selanjutnya kita lakukan analisis terhadap hasil tes
tersebut.
1. Memanfaatkan hasil Pre Test dan Post test
Pre-test adalah tes yang dilaksanakan pada awal proses pembelajaran, sedangkan post-test
dilaksanaan setelah prses pembelajaran.
Pre-test bertujuan untuk mengetahui pengetahuan siswa terhadap materi yang akan diajarkan.
Pengembangan butir soal pre-test didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan
dalam rencana pembelajaran. Cakupan materi pre-test meliputi seluruh materi yang akan
disampaikan dalam proses pembelajaran.
Dengan melakukan pre-test maka aka nada kemungkinan bahwa kita tidak mengajarkan
konsep suatu materi dari awal tetapi dapat dimulai dengan konsep yang memang belum
dikuasai oleh siswa. Jika kita tetap mengajarkan konsep yang telah dikuasai dengan baik oleh
siswa maka besar kemungkinan siswa tidak akan memperhatikan lagi apa yang kita jelaskan
dan mereka cenderung membuat kegaduhan yang tentu saja akan sangat mengganggu proses
pembelajaran.
Untuk mengetahui keberhasilan proses pembelajaran maka kita dapat melakukan post-test.
Post-test adalah set tes yang pararel yaitu tes yang disusun dari kisi-kisi tes yang sama. Set
tes untuk post-test harus mengukur indikator yang sama dengan soal pre-test.
Untuk melihat apakah ada perbedaan atau tidak antara hasil pre-test dan post-test, dapat
dilihat dari sekor tertinggi, sekor terendah, rentang skor, dan skor rata-rata kedua hasil test
tersebut.
2. Memanfaatkan Hasil Tes formatif
Test formatif merupakan salah satu jenis test yang diberikan kepada siswa setelah siswa
menyelesaikan satu unit pembelajaran. Test formatif digunakan untuk memonior apakah
proses pembelajaran yang telah dilakukan telah mencapai tujuan pemelajaran yang di
tetapkan.
Test formatif merupakan alat untuk melihat efektifitas proses pembelajaran. Jika dari hasil
test formatif ternyata terdapat sejumlah kompetensi yang belum dkuasai siswa, maka guru
harus mencari penyebabnya. Penyebab tidak dikuasainya kompetensi tersebut dapat berasal
dari diri siswa mapun dari pelaksanaan proses pembelajaran, seperti penggunaan metode dan
media pembelajaran yang tidak tepat. Titik berat test formatif adalah pada pencapaian
kompetensi siswa bukan mencari penyebab kesulitan belajar siswa.
Apabila kita perhatikan test formatif yang ada pada setiap modul Universitas Terbuka, Pada
setiap akhir kegiatan belajar terdapat kurang lebih 10 butir soal test formatif. Test formatif
tersebut dimaksudkan untuk mengukur ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan pada setiap
modul. Apabila tingkat penguasaan mahasiswa sama dengan atau lebih besar dari 80%,
Mahasiswa dapat melanjutkan untuk melakukan kegiatan belajar berikutnya.
Perbaikan proses pembelajaran dilakukan dengan memperbaiki metode Pembelajaran
misalnya dengan lebih banyak melibatkan siswa pada hal-hal yan konkret dan contoh-contoh
untuk menuju pada kesimpulan konsep yang lebih abstrak. Perbaikan dapat pula dengan lebih
meningkatkan penggunaan alat bantu dan media yang sesuai sehingga siswa dapat lebih
mudah memahami konsep-konsep yang dipelajari. Perbaikan pula dapat dlakukan secara
klasikal dan individual sampai siswa dapat menguasai kompetensi yang di tetapkan.

3. Memanfaatkan Hasil Test Diagnostik


Dengan tes diagnostik guru dapat mengetahui penyebab kesulitan belajar yang dialami siswa
selama proses pembelajaran. Karena tes dianostik akan digunakan untuk untuk menemukan
kesulitan pemahaman konsep yang dialami siswa, maka materi tes diagnostik dikembangkan
dari konsep-konsep yang sulit dipahami siswa.
Kesulitan belajar siswa dapat disebabkan karena proses pembelajaran yang kurang tepat dan
dapat pula diseabkan oleh berbagai factor di luar pembelajaran.
Factor diluar pembelajaran yang dapat menjadi peyebab kesulitanbelajar siswa antara lain
adanya hambatan fisik, psikologis, dan social.
Kemungkinan-kemungkinan hambatan proses belajar lainnya dapat saja terjadi dalam
berbagai mata pelajaran. Hambatan/kesulitan dalam proses pembelajaran dapat diungkap
dengan jelas dengan menggunakan tes diagnostik. Tes diagnostik memang disusun untuk
dapat mengungkap penyebab kesulitan belajar siswa. Dengan mengetahui hasil tes diagnostik
maka guru dapat mengambil keputusan tindakan atau perlakuan yang tepat untuk mengatasi
kesulitan belajar siswa.
4. Pemanfaatan Hasil penilaian Non-Tes
Teknik penilaian non-tes dapat memberikan informasi umpan balik bagi proses pembelajaran.
Hasil penilaian sikap, penilaian diri, dan portofolio dapat dianalisis untuk menjadi masukan
bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Teknik non-tes yang digunakan antara
lain penilaian diri, penilaian sikap, dan portofolio.
Manfaat utama penilaian sikap adalah untuk memperoleh masukan dan umpan balik bagi
peningkatan profesionalisme guru, perbaikan proses pembelajaran dan pembinaan sikap
siswa. Hasil penilaian sikap dapat dimanfaatkan untuk meminimalisir kecenderungan sikap
negatif siswa secara umum terhadap bahasan materi atau mata pelajaran tertentu. Berdasarkan
hasil penilaian sikap seperti itu, selanjutnya guru berupaya mengkaji lebih dalam
penyebabnya, sehingga dapat dilakukan tindakan mengatasi sikap negatif tersebut. Dengan
demikian pembelajaran akan lebih efektif.
Selain itu, berdasarkann hasil penilaian sikap, guru dapat memperoleh informasi tentang
kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya berdasarkan persepsi siswa. Informasi tersebut
sangat berguna untuk peningkatan kualitas pribadi dan profesionalisme guru.
Portofolio merupakan rangkaian atau kumpulan karya atau hasil kerja siswa yang dilakukan
dalam kurun waktu tertentu, misalnya satu semester atau tahun ajaran, bahkan selama siswa
mengikuti pendidikan pada suatu jenjang tertentu.
Penilaian portofolio menekankan pada penilaian proses dan hasil. Oleh karena itu penilaian
portofolio diharapkan dapat memberikan informasi yang menyeluruh mengenai :
1) Perkembangan pemahaman dan pemikiran siswa dalam kurun waktu tentang konsep,
topik dan isi
2) Hasil karya siswa yang berkaitan dengan bakat dan keterampilan khusus
3) Dokumen kegiatan siswa selama periode waktu tertentu
4) Refleksi nilai siswa sebagai individu dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Dengan cakupannya yang lebih komprehensif, penilaian portofolio memberikan manfaat bagi
siswa, guru, dan orang tua siswa. Bagi siswa penilaian portofolio berguna sebagai :
1) Umpan balik penguasaan dan kemampuannya dalam kurun waktu tertentu
2) Pendorong peningkatan pembelajaran pada aspek kemampuan yang masih lemah
melalui bahan yang dikumpulkannya
3) Pemahaman tentang keterbatasan kemampuan di bidang tertentu.
Bagi guru, penilaian portofolio berguna sebagai :
1) Umpan balik penguasaan siswa selama kurun waktu tertentu
2) Kemampuan yang belum dikuasai siswa
3) Gambaran tingkat pencapaian keberhasilan proses belajar
4) Strategi pembelajaran dan penilaian siswa
5) Pertimbangan penempatan siswa dalam jurusan/program studi
6) Kecenderungan perilaku belajar siswa.
Berdasarkan hasil analisis terhadap penilaian portofolio yang dilakukannya, guru dapat
membuat langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan proses pembelajaran.
Dengan informasi yang komprehensif dari hasil penilaian, guru dapat memahami faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran sehingga dapat lebih mampu
menentukan langkah yang paling tepat dalam melaksanakan pembelajaran. Di sisi lain siswa
dapat lebih memahami dirinya dan perilaku belajarnya, sehingga lebih dapat mempersiapkan
diri dalam mengikuti proses pembelajaran .
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Sistem penilaian yang digunakan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah
Penilaian Kelas Otentik (Authentic Assesment) atau disebutkan Penilaian Kelas (saja).
Penilaian Kelas adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan
pencapaian pembelajaran yang dilakukan anak didik melalui berbagai teknik yang mampu
mengungkapkan, membuktikan, dan menunjukan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran
dan kemampuan (kompetensi) telah benar-benar dikuasai dan dicapai.
Landasan hukum pelaksanaan penilaian di jenjang pendididkan dasar dan menengah adalah
UU No. 2 Tahun 1989 tentang Standar Nasional Pendidikan dan PP No. 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 63.
Agar proses pembelajaran yang kita lakukan dapat berhasil dengan baik, maka persiapan
mengajar merupakan hal yang sangat mutlak harus dibuat. Sebelum kita mengajar di depan
kelas, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran harus sudah kita persiapkan terlebih dahulu.
Setelah membuat RPP dan melaksanakan Proses Pembelajaran, untuk mengetahui efektivitas
proses pembelajaran adalah dengan melakukan tes, baik berupa pre-test post-test, tes
formatif, maupun tes diagnostik. Selanjutnya kita lakukan analisis terhadap hasil tes tersebut.
B. SARAN
Sebagai seorang guru, hendaknya melaksanakan penilaian sesuai dengan rencana penilaian,
laksanakan penilaian dengan objektif agar siswa mengetahui keberhasilan sesungguhnya
dalam mengikuti pelajaran yang telah diberikan guru.

Anda mungkin juga menyukai