Anda di halaman 1dari 33

TUGAS TUTORIAL 3

Evalusia Pembelajaran di SD

Tutor : Jarkasih, M.Pd

Izzah Alfajri

857233888

UNIVERSITAS TERBUKA

TAHUN AJARAN 2022/2023


MODUL 1

PENGANTAR ILMU PENGETAHUAN PERUNDANG-UNDANGAN

KB 1

Konsep Dasar Penilaian Dalam Pembelajaran

Tes, pengukuran, asesmen, dan evaluasi merupakan istilah-istilah yang sering


ditemukan pada saat para pendidik atau guru membicarakan penilaian hasil belajar
siswa. Istilah yang sering digunakan tumpang tindih adalah asesmen dan evaluasi.
Secara umum alat ukur dapat dibedakan menjadi dua yaitu tes dan non-tes. Tes
merupakan sekumpulan pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk mengukur
hasil belajar siswa. Pertanyaan atau tugas dalam tes menghendaki adanya respon yang
benar atau salah dari siswa. Contoh tes adalah tes objektif dan tes uraian. Jika ada
sekumpulan pertanyaan atau tugas yang tidak memerlukan respon yang benar atau
salah dari siswa maka kelompok alat ukur tersebut dikelompokkan dalam non-tes.
Contoh non-tes adalah pedoman pengamatan, skala sikap, daftar cek dan sebagainya.

Jika alat ukur tersebut digunakan untuk mengukur atau mengamati hasil
belajar siswa maka akan menghasilkan angka-angka atau skor. Angka-angka inilah
yang merupakan penerapan dari konsep pengukuran. Angka-angka hasil pengukuran
apabila dilengkapi dengan data-data hasil pengamatan dan kemudian dari data-data
tersebut ditarik suatu kesimpulan maka akan menghasilkan apa yang disebut dengan
asesmen. Jadi asesmen merupakan suatu kegiatan untuk mengumpulkan informasi
hasil belajar siswa yang diperoleh dari berbagai jenis pengukuran atau tagihan dan
mengolah informasi tersebut untuk menilai hasil belajar dan perkembangan belajar
siswa. Berbagai jenis tagihan yang digunakan dalam asesmen antara lain: kuis,
ulangan harian, tugas individu, tugas kelompok, ulangan akhir semester, laporan kerja
dan lain sebagainya. Apabila pada akhir pembelajaran Anda ingin mengetahui
seberapa efektifkah program pembelajaran yang telah Anda laksanakan maka Anda
perlu mengumpulkan data dari semua bagian atau komponen yang menentukan
keberhasilan program pembelajaran. Data yang terkumpul kemudian diolah dan
dibandingkan dengan target yang telah Anda rencanakan untuk kemudian diambil
kesimpulan. Jika ini Anda lakukan maka Anda telah melakukan evaluasi. Pada saat
Anda melakukan penilaian maka Anda perlu memperhatikan beberapa prinsip
penilaian antara lain: menyeluruh, berkesinambungan, adil, objektif, terbuka, dan
bermakna. Selama ini penilaian hasil belajar siswa kebanyakan hanya dilakukan
dengan menggunakan alat ukur tes saja. Dengan cara ini maka kita tidak dapat
mengukur keseluruhan hasil belajar yang telah dicapai siswa. Untuk itu para ahli
pendidikan mengusulkan penilaian hasil belajar dengan menggunakan asesmen.
Dengan melakukan asesmen kita akan dapat mengukur tidak hanya hasil belajar saja
tetapi kita juga dapat mengukur proses belajar siswa. Dengan cara ini kita akan dapat
menilai hasil belajar siswa lebih menyeluruh

KB 2

Jenis Dan Fungsi Penilaian Dalam Pembelajaran

Agar proses pembelajaran yang Anda lakukan dapat berhasil secara efektif dan
efisien, terdapat beberapa jenis tes yang dapat Anda manfaatkan yaitu tes
penempatan, pre test, post test, tes diagnostik, dan tes formatif. Tes penempatan dan
pre-test dilakukan sebelum program dimulai. Tes penempatan bertujuan untuk
menempatkan peserta program pada tempat yang sesuai dengan kemampuannya.
Dengan cara ini kita akan dapat memperoleh kelompok-kelompok peserta yang lebih
homogen kemampuannya. Dengan kelompok yang homogen proses pembelajaran
yang dilakukan akan berjalan lebih baik, siswa akan belajar serius dan terhindar dari
kebosanan sehingga tujuan pembelajaran akan lebih cepat tercapai. Sedangkan pre
test bermanfaat untuk menentukan materi mana yang masih perlu atau tidak untuk
Anda ajarkan. Jika pre test ini dipadukan dengan post test pada akhir program maka
Anda akan dapat menilai efektivitas program tersebut.

Pada saat program berjalan, Anda perlu mendiagnosis kesulitan belajar setiap
siswa dengan melakukan tes diagnostik. Tujuan utama dari tes ini adalah untuk
menemukan kesulitan belajar yang dialami siswa. Kemudian Anda sebagai guru harus
berupaya untuk mencari apa penyebab kesulitan belajar siswa tersebut dan sekaligus
berupaya untuk menghilangkan penyebab kesulitan belajar tersebut. Kegiatan ini
perlu segera dilakukan agar siswa tidak gagal pada akhir program. Di samping
berupaya mendiagnosis kesulitan belajar siswa, sebagai guru Anda juga harus
memonitor proses pembelajaran yang sedang Anda lakukan untuk mengetahui apakah
tujuan pembelajaran yang sedang Anda ajarkan dapat dicapai oleh siswa. Tes formatif
sangat tepat jika Anda gunakan untuk keperluan tersebut. Jika dari hasil tes formatif
ternyata ditemukan sejumlah siswa yang belum dapat mencapai tujuan pembelajaran
yang sedang Anda ajarkan, Anda harus mencari penyebabnya, apakah bersumber pada
diri siswa atau karena proses pembelajaran Anda yang kurang tepat. Jika Anda telah
mengetahui penyebabnya Anda wajib mengajarkan kembali materi yang belum
dikuasai sampai siswa dengan memperhatikan penyebab kesulitan siswa sampai siswa
tersebut dapat mengerti. Pada akhir pembelajaran Anda dapat melakukan tes sumatif
untuk mengukur keberhasilan siswa dalam mencapai keseluruhan tujuan pembelajaran
yang telah Anda tetapkan.

Modul 2

PENGEMBANGAN TES HASIL BELAJAR

1. KEGIATAN BELAJAR 1 : KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN TES


a. Tes Objektif
KEUNGGULAN KELEMAHAN & UPAYA UNTUK MEMINIMALKANNYA
1. Tepat digunakan untuk mengukur proses berpikir rendah sampai dengan sedang
(ingatan, pemahaman, penerapan).
2. Semua/sebagian besar materi yang telah diajarkan dapat ditanyakan saat ujian
sehingga semua sebagian besar tujuan pembelajaran yang ditetapkan dalam RPP
dapat diukur ketercapaiannya.
3. Pemberian skor pada setiap siswa dapat dilakukan dengan cepat tepat, dan konsisten
karena jawaban yang benar untuk setiap butir soal sudah jelas dan pasti.
4. Memungkinkan untuk dilakukananalisis butir soal.
5. Tingkat kesukaran soal dapatdikendalikan.
6. Informasi yang diperoleh lebih kaya
a. Butir soal yang ditulis cenderung mengukur proses berpikir rendah.Upaya : agar
soal yang ditulis dapat mengukur tujuan pembelajaran yang ditetapkan penulis
harus berorintasi pada kisi-kisi soal.
b. Membuat pertanyaan tes objektif yang lebih baik lebih sukar sehingga
membutuhkan waktu lebih lama. Upaya : penulis sudah terlatih dengan baik dalam
menulis tes objektif.
c. Kemampuan anak dapat terganggu oleh kemampuannya dalam membaca dan
menerka. Upaya : menuliskan butir soal dengan baik sesuai kaidah penulisan butir
soal objektif yang telah ditentukan.
d. Anak tidak dapat mengorganisasian , menghubungkan, dan menyatakan idenya
sendiri karena semua alternatif jawaban untuk setiap pertanyaan sudah diberikan
oleh penulis soal. Upaya: menggunakan tes uraian
b. Tes Uraian
• Keunggulan :
a. Tepat digunakan untuk mengukur proses berpikir tinggi
b. Tepat digunakan untuk mengukur hasil belajar yang kompleks yang tidak dapat
diukur dengan tes objektif
c. Waktu yang digunakan untuk menulis satu set tes uraian lebih cepat dari pada waktu
yang digunakan untuk menulis satu set tes objektif Menulis tes uraian yang baik
relative lebih mudah dari pada menulis tes objektif.

• Kelemahan:
a. Terbatasnya sampel materi yang ditanyakan
b. Sukar memeriksa jawaban siswa

• Pemberian skor yang kurang Objektif dan kurang Konsisten Dapat Disebabkan
Karena beberapa hal yaitu :
 Adanya hallo effect
 Adanya efek bawaan ( carry over effect)
 Efek urutan pemeriksaan ( order effect)
 Pengaruh penggunaan bahasa
 Pengaruh tulisan tangan
Upaya untuk meminimalkan kelemahan :
1. Upaya untuk meningkatkan jumlah sampel materi yang ditanyakan Saat Ujian Adalah
Membuat tes uraian yang dapat dijawab dengan cepat oleh siswa ( tes uraian terbatas )
2. Upaya untuk mengurangi unsur subjektivitas pemeriksa adalah dengan memeriksa
hasil ujiantanpa nama.
3. Upaya untuk mengatasi kesulitan dalam memeriksa hasil tes siswa adalah :
 Gunakan tes uraian terbatas
 Gunakan 2 pemeriksa untuk memeriksa setiap hasil tes siswa
 Sepakat tentang cara pemberian skor dengan pemeriksa kedua
 Lakukan uji coba pemeriksaan
4. Upaya untuk mengurangi hallo effect adalah dengan menghilangkan menutup nama
peserta tes
5. Upaya untuk menghindari carry over effect adalah dengan cara memeriksa jawaban
soal no 1 untuk keseluruhan siswa baru kemudian baru memeriksa soal no 2
juga Untuk keseluruh Siswa begitu seterusnya sampai butir soal terakhir
6. Upaya menghindari order effect adalah dengan berhenti memeriksa jika anda sudah
merasa lelah dalam memeriksa.

2. KEGIATAN BELAJAR 2 : MENGEMBANGKAN TES


a. Tes Objektif
1) Tes benar salah / true false item
Fungsi :
 Mengukur kemampuan siswa untuk mengidentifikasi kebenaran suatu pernyataan
mengenai fakta, definisi, prinsip, teori, hukum, dan sebagainya
 Mengukur kemampuan siswa unuk membedakan antara fakta dengan pendapat atau
opini.
 Mengukur hasil belajar yang lebih tinggi dari sekedar ingatan.
Keunggulan : mudah dikonstruksikan, dapat mennanyakan banyak sampel materi,
mudah penskoran, tepat digunakan untuk mengukur proses berpikir sederhana.
Kelemahan : probabilitas siswa dalam menebak jawaban sangat tinggi yaitu 50%,
sebagian besar soal benar salah hanya digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa
yang sederhana yaitu aspek ingatan.

2) Tes menjodohkan / matching exercise


 Yaitu tes objektif yang ditulis dalam dua kolom. Kolom pertama adalah pokok
soal/premis dan kolom kedua adalah jawaban / respon.
Keunggulan : mudah dibuat, mudah penskorannya, dapat menguji banyak materi yang
telah diajarkan pada siswa.
Kelemahan : butir soal yang dibuat cenderung mengukur hasil belajar yang
sederhana.

3) Tes pilihan ganda / multiple choice


Ragam tes pilihan ganda :
a. Melengkapi pilihan ( ragam A)
Tersusun atas pokok soal dengan empat / lima alternatif jawaban.
b. Hubungan antarhal (ragam B)
Tersusun atas pokok soal terdiri dari dua pernyataan yang independen
dipisahkan dengan kata sebab.
c. Analisi kasus (ragam C)
d. Ganda kompleks (ragam D)
e. Membaca diagram , tabel, atau grafik ( ragam E )
Mengkonstruksi tes objektif yang baik

a. Saran dalam mengkonstruksi tes B-S


 Kalimat / pernyataan harus dapat ditentukan dijawab benar/ salah. Hindari Pernyataan
yang membingungkan/ bermakna ganda.
 Hindari penulisan butir soal yang hanya mengukur hasil belajar yang tdk mengukur
kompetensi.
 Upayakan butir soal tsb menguji hasil belajar yang lebih tinggi dari sekedar ingatan.
 Hindari penggunaan pernyataan negatif apalagi pernyataan negatif ganda.
 Hindari penggunaan kalimat yang terlalu kompleks.
 Pernyataan benar dan salah harus dibuat seimbang dalam hal penulisan kalimaat.
 Jumlah jawanan untuk pernyataan benar/ salah harusnya seimbang.

b. Saran dalam mengkonstruksi tes menjodohkan


 Pernyataan pernyataan dibawah kolom pertama atau kedua harus terdiri
dari pernyataan yang homogen.
 Jumlah pernyataan kolom kedua dibuat lebih banyak dari kolom kedua.
 Penulisan kalimat pada respon hendaknya lebih pendek dari premis.
 Jika jawaban pada respon berbentuk angka penulisan harus diurutkan.
 Letakkan keseluruhan pernyataan premis dan respon pada halaman yang sama.

c. Saran dalam mengkonstruksi tes pilihan ganda


 Inti permasalahan yang ditanyakan harus dirumuskan dengan jelas.
 Hindari pengulangan kata yang sama pada alternatif jawaban.
 Hindari penggunaan kalimat berlebihan pada pokok soal.
 Alternatif jawaban hendaknya logis, homogen dari segi materi / panjang
pendek kalimat dan pengecoh menarik untuk dipilih.
 Dalam merumuskan soal hindari adanya petunjuk ke jawaban yang benar.
 Setiap soal hanya ada satu jawaban yang benar.
 Hindari penggunaan ungkapan negatif dlm penulisan soal.
 Hindari alternatif jawaban yang berbunyi semua jawaban benar / semua jawaban
salah.
 Jika alternatif jawaban berupa angka, susunlah angka tersebut berurutan.
 Dalam perumusan soal hindari penggunaan istilah teknis.
 Upayakan agar jawaban soal tidak tergantung jawaban soal yang lain.

B. Tes Uraian
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkonstruksi tes uraian yaitu :
1) Tulis tes uraian berdasarkan perencanaan tes yang dibuat.
2) Gunakan tes uraian untuk mengukur hasil belajar yang sukar.
3) Kembangkan butir soal dari suatu kasus.
4) Gunakan tes uraian terbatas.
5) Usahakan pertnyaan mengungkap pendapat siswa bukan hanya fakta.
6) Rumuskan pertanyaan dengan jelas dan tegas.
7) Rancanglah pertanyaan sesuai waktu yang disediakan dalam ujian.
8) Hindari penggunaan pernyataan pilihan.
9) Tuliskan skor maksimal yang dapat diperoleh siswa apabila ia mengerjakan
soal dg benar.
Pedoman penskoran :
1) apa jawaban terbaik dari pertanyaan tersebut? Jika ada jawaban lain maka
jawaban tersebut harus ditulis.
2) Tandai butir, kata kunci / konsep penting yang harus muncul pada jawaban
tersebut.
3) Adakah butir, kata kunci / konsep yang lebih penting dari yang lain.
4) Beri skor pada setiap butir, kata kunci / konsep yang harus muncul pada
jawaban tersebut.
5) Butir , kata kunci, atau konsep yang lebih penting dapat diberi skor lebih dari
yang lain.

3. KEGIATAN BELAJAR 3 : PERENCANAAN TES

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat kisi-kisi antara
lain :
a. Pemilihan sampel materi yang akan diujikan. Pemilihan sampel materi harus
diupayakan serepresentatif mungkin.
b. Penentuan jenis tes yang akan digunakan. Penentuan jenis tes yang akan
digunakan apakah akan menggunakan tes pilihan ganda, tes uraian, atau
gabungan antara keduanya harus diperhitungkan terutama terkait dengan
materi, jumlah butir soal dan waktu tes yang disediakan.
c. Jenjang kemampuan berpikir yang diujikan harus sesuai dengan kemampuan
berpikir yang dilatihkan selama proses pembelajaran.
d. Sebaran tingkat kesukaran.
e. Waktu ujian yang disediakan
f. Jumlah butir soal yang akan ditanyakan tergantung waktu ujian yang
disediakan.
MODUL 3
PENGEMBANGAN ASESMEN ALTERNATIF

Kegiatan Belajar 1 : Pengembangan Asesmen Alternatif


A. LATAR BELAKANG
Pada penggunaan asesmen alternatif hanya menggunakan tes tertulis (paper
and pencil test) Test tertulis hanya dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar
dalam ranah kognitif dan ketrampilan sederhan namun tidak dapat mengukur hasil
belajar yang kompleks. Namun dalam kenyataannya tes ini dilakukan tanpa
memperhatikan proses pembelajaran . Yang membuat tes ini tidak hanya guru asli
tetapi dapat dilakukan oleh guru lain asalkan guru tersebut mengethui kompetensi
dasar yang akan dicapai dan menguasai materi. Didalam tes ini berorientasi pada
pencapaia hasil belajar siswa bukan pada proses belajar. Kelemahan yang timbul
dalam proses tes ini dalam pembelajaran yang dikenal dengan asesmen alternatif.
B. KONSEP DASAR ASESMEN ALTERNATIF
Penilaian asesmen merupakan kegiatan yang dirancang untuk mengukur
keefektifan sistem pendidikan secara keseluruhan. Ada beberapa istilah dalam
asasmen yaitu traditional assesment , performance assesment , authentic assesment ,
potofolio assesment , achievement assesment dan alternative assesment .
a) Traditional assesment mengacu pada tes tulis
b) Performance assesment yaitu siswa diminta untuk kinerja nyata dalam dalam
penyelesaian tugas.
c) Authentic Assesment yaitu penerepan siswa diluar sekolah
berdasarkan kemampuannya.
d) Portofolio assesment yaitu kumpulan hasil karya siswa.
e) Achivement assesment tes yaitu tulis untuk mengukur tingkat kemampuan
siswa.
f) Alternative assesment tes yang tidak hanya dengan tes tulis namun
merupakan alternatif dari asesmen traditional.

C. LANDASAN PSIKOLOGIS
Assesment alternatif tidak hanya menilai hasil/produk belajar saja namun
menilai proses belajarnya juga. Assesment alternatif juga mengacu dari beberapa teori
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Teori Fleksibilitas Koqnitif dari R.Spiro (1990)
Teori ini menyatakan bahwa hakikat belajar adalah kompleks dan tidak
terstruktur.
2. Teori Belajar Bruner (1996)
Mengatakan bahwa belajar ialah suatu proses aktif dilakukan siswa
dengan cara mengkontruksi sendiri gagasan baru ,pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki.Dalam teori ini diharapkan siswa dapat menerapkan
kempuannya kedalam hal yang lebih luas.
3. Generative Learning Model dari Obsorne dan Ittrock (1983)
Menjelaskan bahwa otak tidak hanya pasif menerima informasi tetapi
aktif membentuk dan menginterpretasikan sesuatu.Lebih ke fungsi otak
beserta fungsinya.
4. Experiental learning theory dari C.Rogers (1969)
Teori yang membedakan dua jenis belajar yaitu cognitive learning
(pengetahuan) dan experiental learning (pengalaman).
5. Multiple Intelligent Theory dari Howard Gardner (1983)
Suatu kemampuan seseorang yang digunakan untuk memecahkan masalah
atau kemampuan untuk menunjukkan suatu produk yang dihargai oleh suatu
budaya.
D. KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN ASESMEN ALTERNATIF
1. Keunggulan asesmen alternatif :
a. Dapat menilai hasil belajar yang kompleks
b. Menyajikan hasil penilaian yang lebih kongkrit,langsung dan lengkap.
c. Meningkatkan motivasi siswa
d. Mendorong pembelajaran dalam situasi yang nyata.
e. Siswa mampu mengevaluasi diri sendiri terhadap hasil karyanya sendiri.
f. Membantu guru untuk menilai efektifitas pembelajaran yang dilakukan.
g. Membantu memecahkan masalah yang dihadapi di kehidupan sehari hari
2. Kelemahan asesmen alternatif :
a. Membutuhkan banyak waktu
b. Adanya unsur subyektif dalam penilaian
c. Ketetapan penskoran rendah
d. Tidak tepat untuk kelas besar
MODUL 3
PENGEMBANGAN ASESMEN ALTERNATIF

Kegiatan Belajar 2 : Asesmen Kinerja


Struktur Asesmen kinerja Terdiri dari tugas (Task) dan kinerja penilaian
(Rubric). Informasi kinerja siswa dapat diperoleh dari berbagai jenis tugas atau
tagihan antara laincomputer adaptive testing , tes uraian , tugas individu , tugas
kelompok , dan sebagainya.
Langkah-langkah yang harus diperhatikan guru dalam menyusun tugas adalah :
1. Mengidentifikasi pengetahuan dan ketrampilan yang akan dimiliki siswa setelah
mereka mengerjakan tugas tersebut.
2. Merancang tugas yang memungkinkan siswa dapat menunjukkan kemampuan siswa
dalam berpikir dan ketrampilan. Setiap tugas hendaknya memiliki kedalaman dan
keluasaan yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
3. Menetapkan kriteria keberhasilan. Setelah tugas disusun dengan baik maka tugas guru
selanjutnya adalah menetapkan kriteria keberhasilan yang akan digunakan sebagai
patokan untuk menilai kinerja siswa. Kriteria keberhasilan yang dibuat sebaiknya
secara rinci sehingga dapat menilai setiap kinerja yang diharapkan. Kriteria tersebut
diperlukan agar guru dapat memberikan penilaian yang obyektif.Sebelum tugas dan
rubrik digunakan , kita perlu menilai kualitas rubrik dan tugas yang telah kita buat.
Berdasarkan jenisnya ribrik dibedakan menjadi dua yaitu , holistic rubric dan
analytic rubric. Hoslistic rubric merupakan rubrik yang dimensi atau aspek yang akan
dinilai serta deskripsinya dibuat secara umum. Karena sifatnya seperti itu,holistic rubric
dapat digunakan untuk menilai berbagai jenis kinerja. Sedangkan analitic rubric
merupakan rubric yang dimensi atau aspek kinerjanya serta deskripsi setiap aspeknya
dibuat lebih rinci. Karena sifatnya yang seperti itu , analythic rubric hanya dapat
digunakan untuk menilai kinerja tertentu.

Kegiatan Belajar 3 : Asesmen Portofolio


A. Pengertian Dan Tujuan Portofolio
Portofolio adalah kumpulan hasil karya siswa yang disusun secara sistematis
yang menunjukkan upaya, proses, hasil dan kemajuan belajar yang dilakukan siswa dari
waktu ke waktu.
Menurut Jon Mueller tujuan penggunaan portofolio adalah sebagai berikut:
1. Menunjukkan perkembangan hasil belajar siswa.
 Menunjukkan perkembangan atau perubahan kinerja siswa
 Membantu mengembangkan proses keterampilan seperti self evaluation
(evaluasi diri) dan perumusan tujuan
2. Menunjukkan kemampuan siswa
 Menunjukkan kinerja siswa pada akhir semester dan akhir tahun
 Menyiapkan hasil kerja terbaik untuk ditunjukkan kepada orang lain
3. Menilai keseluruhan hasil belajar siswa
 Menyiapakan karya siswa untuk memperoleh nilai akhir
 Menyimpan perkembangan karya siswa untuk mencapai kriteria yang
telah ditetapkan
 Sedangkan asesmen portofolio adalah asesmen yang menuntut adanya
kerja sama antara murid dengan guru.
Asesmen portofolio tidak hanya sekedar kumpulan hasil karya siswa yang
terpenting adalah proses seleksi yang dilakukan berdasar kriteria tertentu
untuk dimasukkan ke dalam kumpulan hasil karya. Kumpulan hasil karya
tersebut digunakan oleh siswa untuk melakukan refleksi sehingga siswa
mampu mengenal kelemahan dan kelebihan karya yang dihasilkan.

B. Perencanaan Portofolio
Menurut Shaklee (1997) delapa pedoman yang harus diperhatikan saat
merencanakan portofolio adalah:
1. Menentukan kriteria atau standar yang digunakan sebagai dasar asesmen
portofolio.
2. Menerjemahkan kriteria atau standar tersebut ke dalam rumusan hasil
belajar yang dapat diamati. Kriteria atau standar tersebut harus sesuai
dengan umur, kelas dan materi yang akan dinilai
3. Menggunakan kriteria, memeriksa ruang lingkup dan urutan materi
dalam kurikulum.
4. Menentukan orang yang berkepentingan secara langsung (stakeholder)
dengan portofolio siswa. Stakeholders yang terpenting dalam portofolio
siswa adalah guru, siswa, teman sekelas dan orang tua siswa.
5. Menentukan jenis – jenis bukti yang harus dikumpulkan
6. Menentukan cara yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan
berdasar bukti yang dikumpulkan
7. Menetukan sistem yang akan digunakan untuk membahas hasil
portofolio, pelaporan informasi dan asesmen portofolio.
8. Mengatur bukti – bukti portofolio berdasar umur, kelas atau isi agar kita
dapat membandingkan.

Pelaksanaan Portofilo
Berdasarkan perencanaan yang telah dibuat dan disepakati dengan siswa maka
tugas guru kemudian adalah melaksanakan asesmen portofolio sesuai dengan apa
yang telah direncanakan. Dalam pelaksanaan tersebut, tugas guru adalah:
1. Mendorong dan memotivasi siswa.
Memberi dorongan, semangat dan motivasi kepada siswa untuk menghasilkan
karya terbaik. Tugas portofolio merupakan tugas yang diberikan sesuai dengan
kondisi yang nyata pada kehidupan siswa.
2. Memonitor pelaksanaan tugas.
Guru perlu melakukan pertemuan rutin dengan siswa guna mendiskusikan
permasalahan yang dihadapi siswa. Berilah komentar terhadap karya siswa.
Mintalah juga siswa untuk memberi komentar terhadap hasil karyanya sendiri.
Komentar yang diberikan oleh siswa sendiri terhadap hasil karyanya diharapkan
dapat digunakan utuk memperbaiki kelemahan dan hambatan yang dialami siswa.
Hasil monitoring yang dilakukan oleh guru akan dapat dijadikan sebagai bahan
bagi pembelajaran berikutnya. Agar guru memperoleh gambaran yang utuh
mengenai kemampuan siswa, guru perlu juga mengadakan pertemuan dengan
orang tua siswa. Guru dapat meminta siswa masukkan dari orang tua siswa
tentang aktivitas siswa di rumah. Orang tua daoat memberikan masukkan tersebut
secara lisan atau tertulis.
3. Memberikan umpan balik.
Umpan balik dapat berupa komentar terhadap karya sswa yang bersifat kritis
dengan tujuan untuk memperbaiaki atau meningkatkan kemampuan siswa.
4. Memamerkan hasil portofolio siswa
Pamerkanlah hasil karya siswa yang mengundang stakeholders yang
berhubungan langsung dengan fortofolio.
Pengumpulan Bukti Portofolio
Beberapa guru memilih untuk menyimpan dua portofolio untuk setiap siswa.
Satu portofolio disimpan sebagai bukti akhir pencapaian hasil belajar siswa dan satu
lagi digunakan sebagai portofolio yang terus dikembangakan oleh siswa. Setiap satu
minggu sekali atau dua minggu sekali, guru dan siswa mereview karya siswa
kemudian memperbaikinya. Setelah itu guru dan siswa menyeleksi atau memilih hasil
perbaikan pekkerjaan untk dikumpulkan dan disimpan ke dalam folder sebagai bukti
perkembangan karya siswa.

Tahap peilaian
1. Penilaian dimulai dengan menetapkan kriteria penilaian yang disepakati bersama
antara guru dengan siswa pada awal pembelajaran
2. Kriteria penilaian yang telah disepakati diterapkan secara konsisten. Bila ada
perubahan atau ada persepsi yang berbeda dalam menerjemahkan kriteria tersebut
maka masalah tersebut harus dibicarakan bersama – sama antara guru dengan
murid pada waktu pertemuan berkala yang telah dirancang.
3. Hasil penilaian selanjutnya digunakan sebagai penentuan tujuan pembelajaran
berikutnya.
4. Penilaian dalam asesmen portofolio pada dasarnya dilakukan secara terus menerus
dan berkesinambungan.

Kegiatan Belajar 4 : Penilaian Ranah Afektif

A. Konsep dasar

Kemampuan efektif meruapakan bagian dari hasil belajar siswa yang sangat
penting. Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor sangat
ditentukan oleh kondisi afektif siswa. Siswa yang memiliki minat belajar dan sikap
positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tersebut
sehingga mereka akan dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para
guru sadar akan hal ini tetapi belum banyak tindakan yang dilakukan guru untuk
meningkatakan minat dan mengembangkan sikap positif terhadap mata pelajaran. Fakta
yang ada sampai saat ini pembelajaran masih di dominasi pada pengembangan ranah
kognitif. Menurut Krathwohl (dalam Groundlund and Linn, 1990), ranah fektif terdiri
atas 5 level yaitu:
1. Receiving merupakan keinginan siswa untuk memperhatikan suatu gejala atau
stimulus misalnya aktifvitas dalam kelas, buku atau musik.
2. Responding merupakan partisipasi aktif siswa untuk merespon gejala yang
dipelajari. Hasil pembelajaran pada level ini menekankan pada perolahan respon,
leinginan memberi respon, atau kepuasan dalam memberi respon.
3. Valuing merupakan kemampuan siswauntuk memberikan nilai, keyakinan atau sikap
dan menunjukkan suatu derajat internalisasi dan komitmen.
4. Organization merupakankemampuan anaka untuk mengorganisasi nilai yang satu
dengan yang lain dan konflik antar nilai internal dan konsisten.
5. Characterization merupakan level tertinggi dalam ranah afektif. Pada level ini siswa
sudah memiliki sistem sudah memiliki sistem nilai yang mampu mengendalikan
perilaku sampai pada waktu tertentu hingga menjadi pola hidupnya.

Karakteristik yang penting dalam ranah afektif adalah sikap, minat, konsep diri, dan
nilai.

1) Sikap
Proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila pihak sekolah mampu mengubah
sikap siswa dari sikap negatif menjadi sikap positif.
2) Minat
Menurut Getzel, minat adalahsuatu disposisi yang terorganisir melaluipegalaman
yang mendorong sesorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman,
dan keterampilan untuk tujuan memperoleh sesuatu.

3) Konsep diri

Dengan mengetahui informasi konsep diri setiap siswa, sekolah diharapkan mampu
menyediakan lingkungan belajar yang kondusif serta memotivasi siswa dengan
tepat.

4) Nilai
Sekolah perlu membantu siswa untuk menentukan dan menguatkan nilai yang
bermakna bagi siswa agar siswa mampu mencapai kebahagiaan diri dan mampu
memberikan hal yang positif bagi masyarakat.

B. Beberapa Cara Penilaian Ranah Afektif

Menurut Ericson, penilaian afektif dapat dilakukan dengan cara:


1. Pengamatan langasung
Yaitu dengan memperhatikan dan mencatat sikap dan tingkah laku siswa
terhadap sesuatu, benda, orang, gambar atau kejadian.
2. Wawancara
Dilakukan dengan memberikan pertanyaan terbuka atau tertutup.
3. Angket atau kuisioner
Merupakan suatu perangkat pertanyaan atau isian yang sudah disediakan
pilihan jawaban baik berupa pilihan petanyaan atau pilihan bentuk angka
4. Teknik proyektil
Merupakan tugas atau pekerjaan yang belum pernah dikenal siswa. Para
siswa diminta untuk mendiskusikan hal tersebut menurut penafsirannnya.
5. Pengukuran terselubung.
Merupakan pengamatan tentag sikap dan tingkah laku sesorang dimana yang
diamati tidak tahu bahwa ia sedang diamati.

C. Langkah – Langkah Pengembangan Instrumen Afektif

Sama seperti dengan cara pengembangan alat ukur pada umumnya, pengembangan
alat ukur afektif dimulai dengan:
1. Merumuskan tujuan pengukuran afektif

Pengembangan alat ukur afektif bertujuan untuk mengungkap nilai dan


keyakinan siswa. Hasil pengukuran nilai berupa nilai dan keyakinan siswa
yang positif dan negatif. Sekolah berkewajiban mengembangkan nilai dan
keyakinan siswa yang positif dan menghilangkan nilai dan keyakinan yang
negatif.
2. Mencari definisi konseptual dari afektif yang akan diukur
Pencarian definisi konseptual dapat anda lakukan dengan mencari buku teks
yang relevan.
3. Menentukan definisi operasioan dari setiap afektif yang akan diukur

Penentuan definisi oprasional dimaksudkan untukl menentukan cara


pengukuran definisi konseptual
4. Menjabarkan definisi operasioan variabel sesuai dengan jumlah indikator

Ketepatan pengukuran ranah afektif sangat ditentukan oleh kemamouan


penyusun instrumen (guru atau peneliti) dalam membuat atau merumuskan
indikator

5. Menggunakan indikator sebagai acuan menulis pertanyaan dalam instrumen

Penulisan instrumen dapat dilakukan dengan menggunakan skla pengukuran.


Skala pengukuran yang paling banyak digunakan adalah skala pengukuran
Liekert. Skala liekert merupakan salah satu jenis skala pengukuran rafnah
afektif yang terdiri dari sejimlah pertanyaan yang diikutu dengan penilaian
responden terhadap setiap pertanyaan dengan menggnakan lima skala mulai
dari yang paling sesuai sampai dengan yang paling tidak sesuai.
6. Mengukir kembali setiap butir pertanyaan

Penelitian kembali instrumen yang selesai ditulis sebaiknya dilakukan oleh


orang yang telah memiliki banyak pengalaman dalam mengembangkan alat
ukur afektif minimal 2 orang. Berdassarkan masukan dari kedua ahli tersebut
kita sempurnakan instrumen tersebut. Jika langkah ini selesai dilakukan maka
kita siap untk melakukan uji coba lapangan
7. Melakukan uji coba

Tujuan uji coba adalah untuk mengetahui apakah perangkat alat ukur tersebut
sudah dapat memberikan hasil pengukuran seperti yang kita inginkan.
8. Menyempurnakan Instrumen

Pada saat ini sudah banyak program analisis data yang beredar di pasaran yang
dapat kita manfaatkan untuk mengolah data. Berdasarkan data hasil uji coba
kita akan dapat memperbaiki butir 0 butur pertanyaan yang dianggap lemah.
9. Mengadministrasikan Instrumen
Artinya adalah pengambilan data di lapangan. Untuk mengambil data di
lapangan perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu:
a. Kesiapan perangkat instrumen

b. Tenaga lapangan

c. Kesiapan responden

MODUL 4
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN INFORMASI HASIL BELAJAR

KB.1. Mengumpulkan dan Mengolah Informasi Hasil Belajar

Tujuan utama dari kegiatan penilaian adalah untuk mengetahui apakah kompetensi dasar
yang telah ditetapkan sudah dapat dicapai oleh siswa atau belum. Untuk keperluan tersebut
guru perlu menyusun prosedur penilaian dalam bentuk kisi-kisi pengukuran.

Kisi-kisi pengukuran tersebut antara lain berisi :


(a) aspek yang akan diukur : kognitif, afektif, atau psikomotor,
(b) jenis alat ukur yang digunakan : tes atau non-tes,
(c) teknik atau cara pengukurannya : tertulis, lisan, atau perbuatan
(d) cara penskoran serta pengolahannya.

Informasi hasil belajar siswa dalam upaya mencapai kompetensi yang telah ditentukan
dapat dikumpulkan dengan menggunakan berbagai bentuk penilaian, masalnya dari tes
tertulis serta panilaian unjuk kerja. Informasi hasil belajar yang diperoleh dari tes tertulis
dikumpulkan dari hasil tes tertulis yang telah dikerjakan siswa, baik yang berasal dari
ulangan harian, tes tengah semester, ataupun tes akhir semester. Jenis tes yang sering
digunakan di lapangan adalah tes objektif dan tes uraian.

A. Memeriksa dan Mengolah Hasil Tes


1. Memeriksa Hasil tes Objektif
Cara yang paling umum dilakukan oleh para praktisi pendidikan di lapangan adalah
dengan pemeriksaan secara manual. Cara ini tepat dilakukan jika jumlah peserta tesnya tidak
terlalu banyak. Caranya dengan membuat master kunci jawaban pada lembar jawaban
kosong. Master jawaban digunakan untuk memeriksa hasil jawaban siswa.
Jika jumlah peserta tes sangat besar, maka pemeriksaan secara manual dirasa tidak
efektif lagi. Jika peserta tes dalam jumlah besar maka dapat menggunakan fasilitas komputer
untuk menskor dan mengolahnya. Pembacaan jawaban siswa dapat dilakukan dengan
menggunakan bantuan mesin pembaca (scanner machine) dan untuk mengolah data
selanjutnya dapat digunakan komputer.
Prinsip kerja pemeriksaan jawaban dengan fasilitas komputer:
a. Semua jawaban siswa di-scan.
b. Identitas data siswa yang terisi benar dipisahkan dari yang terisi salah
melalui proses editing.
c. Data yang salah diperbaiki melalui proses up-dating.
d. Setelah semua identitas siswa benar, kunci jawaban dimasukkan ke dalam
komputer.
e. Menghitung jawaban yang benar dari setiap siswa melalui proses scoring.

2. Memeriksa Hasil Tes Uraian


Pemberian skor atau scoring merupakan masalah serius dalam pemeriksaan hasil
tes uraian. Menurut Hopkins dan kawan-kawan (1990) terdapat lima faktor yang menjadi
permasalahan pada saat memeriksa hasil tes uraian yaitu ketidaktetapan pemeriksa dalam
memberikan skor, adanya hallo effect, carri over effect, order effect, dan adanya efek
penggunakan bahasa serta tulisan siswa.

Untuk memeriksa hasil tes uraian sebaiknya mengikuti cara-cara berikut:


 Setiap lembar jawaban siswa sebaiknya diperiksa oleh dua orang pemeriksa
 Prosedur Pemeriksaan:
 Kedua pemeriksa menyamakan persepsi untuk mencari kesepakatan cara
memeriksa jawaban siswa.
 Pemeriksa mengujicobakan pedoman penskoran yang sudah disepakati
dengan memeriksa 5 – 10 lembar jawaban siswa.
 Pemeriksaan jawaban siswa dilaksanakan setelah uji coba pemeriksaan
menunjukkan hasil pemeriksaan yang baik.
 Pemeriksa menentukan skor yang diperoleh setiap siswa.

3. Mengolah Data Hasil Tes


Skor mentah perlu diolah agar mudah dipahami oleh murid atau orang tua. Cara yang
paling mudah dan umum diguynakan untuk mengolah hasil tes adalah dengan mengubah skor
tersebut dalam bentuk presentase sebagai berikut:

a. Untuk tes objektif


Jumlah Jawaban yang Benar
Persentase Penguasaan = ----------------------------------------- x 100%
Jumlah Butir Soal

b. Untuk tes uraian


Jumlah Skor yang Diperoleh Siswa
Persentase Penguasaan = ------------------------------------------ x 100%
Jumlah Skor Maksimal

B. Pengumpulan dan Pengolahan Informasi haisl Belajar dari Unjuk Kerja Siswa
Informasi hasil belajar yang diperoleh dari unjuk siswa kerja siswa, baik yang berupa
unjuk kerja yang langsung diamati guru, pembuatan laporan, pengumpulan hasil karya,
pengumpulan portofoio dan lain sebagianya. Satu hal yang tidak kalah penting adalah
informasi yang berkenaan dengan proses selama menghasilkan karya tersebut. Untuk
memperoleh informasi tersebut sudah barang tentu guru harus mempersiapkan pedoman
pengamatan yang dilengkapi dengan kriteria penskoran. Inilah yang dikenal dengan rubrik
Pengolahan Data dari Pengukuran Unjuk Kerja Siswa (melalui Skala Rating atau Skala
Sikap dari Likert), dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
 Hitung jumlah skor maksimal dan minimal yang mungkin diperoleh siswa untuk semua
indikator.
 Jumlahkan skor yang diperoleh setiap siswa.
 Bandingkan skor yang diperoleh dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan atau
 Membagi jumlah skor yang diperoleh siswa dengan skor maksimal kali 100%.

MODUL 5
KEGIATAN BELAJAR I
KUALITAS ALAT UKUR (INSTRUMEN)
PENDAHULUAN
Untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan belajar siswa, perlu dilakukan suatu
penilaian dengan menggunakan berbagai teknik yang tepat. Penilaian dalam pembelajaran
dilakukan tidak hanya untuk menilai hasil belajar siswa melainkan juga menilai proses belajar
siswa. Dalam melakukan penilaian pembelajaran, ada beberapa hal yang harus diperhatikan
guru, terutama yang berhubungan dengan jenis kompetensi yang akan dinilai, tujuan
penilaian yang dilakukan, teknik – teknik penilaian yang digunakan, dan jenis penilaian yang
akan digunakan. Dengan demikian kegiatan penilaian yang dilakukan menjadi tepet sasaran,
terarah, dan terencana.
Secara teoritis terdapat hubungan timbal balik antara tujuan pembelajaran, proses
pembelajaran, dan penilaian hasil belajar. Jika tujuan pembembelajaran yang dirumuskan
sudah tepat dan proses pembelajaran yang dilakukan sudah maksimal maka salah satu hal
yang perlu kita cermati adalah alat penilaian hasil belajar. pengukuran memiliki dua
karakteristik utama yaitu pertama penggunaan angka atau skala tertentu, dan kedua menurut
suatu aturan atau formula tertentu. Contoh kegiatan pengukuran adalah ketika kita mengukur
tinggi atau berat badan seseorang. Kita akan mengetahui berapa tingginya atau beratnya.
Atribut atau karakteristik yang kita cari dari contoh pengukuran tersebut yaitu tinggi atau
berat, kemudian hasil pengukuran tersebut kita akan memperoleh angka, misalkan tinggi 1,75
meter atau beratnya 70 kilogram.
-benar mampu mengukur kemampuan siswa.
apakah alat ukur yang anda gunakan ( dalam hal ini tes yang anda susun atau instrumen
lain yang anda gunakan ) mempunyai kualitas yang baik sehingga dapat digunakan untuk
mengukur tujuan pembelajaran yang telah anda tetapkan ?.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, kita akan diajak untuk mempelajari lebih rinci
berbagai cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kualitas alat ukur atau instrumen
yang anda gunakan agar benar – benar dapat mengukur apa yang ingin anda ukur. Dalam
pembahasan ini akan dibahas mengenai pengujian kualitas alat ukur atau instrumen yang
akan membahas tentang validitas dan reliabilitas hasil pengukuran dan tentang bagaimana
cara menganalisis butir soal dan bagaimana cara meningkatkan kualitas butir soal
berdasarkan hasil analisis serta bagaimana meningkatkan kualitas alat ukur non-tes.

Validitas dan Reliabilitas Hasil Pengukuran


Untuk mengukur sesuatu kita harus dapat memilih alat ukur yang sesuai agar kita dapat
memperoleh hasil pengukuran yang tepat. Sebagai contoh, seorang pemanah akan dinyatakan
sebagai pemenang jika hasil bidikannya dapat dengan tepat mengenai sasaran yaitu daerah
lingkaran yang paling dalam atau yang paling mendekati lingkaran yang paling dalam. Jika
hasil bidikan peserta didik dapat mengenai daerah di lingkaran paling dalam maka ia akan
memperoleh skor tertinggi dan perolehan skor tersebut semakin berkurang jika hasil
bidikannya jauh dari sasaran. Karena anak panah yang harus dilepaskan tidak hanya satu
maka pemanah dituntut untuk tetap dapat melepaskan anak panahnya tepat mengenai sasaran.
Hasil bidikan dari peserta bisa tepat mengenai sasaran atau juga melesat dari sasaran.
Hasil yang sama dapat terjadi pada saat anda mengukur hasil belajar siswa. Jika alat ukur
yang anda gunakan tidak anda persiapkan dengan cermat maka skor yang anda peroleh tidak
dapat menggambarkan dengan tepat tingkat kemampuan siswa.Dari penjelasan tersebut
terdapat dua masalah pokok yang harus diperhatikan dalam menyusun alat ukur hasil belajar
yang baik yaitu masalah yang berhubungan dengan ketepatan hasil pengukuran
dan ketetapan hasil pengukuran.Masalah yang berhubungan dengan ketepatan hasil
pengukuran inilah yang dikenal dengan istilah validitas sedangkan maslah – masalah yang
berhubungan dengan ketetapan hasil pengukuran dikenal dengan istilah reliabilitas.

A. Validitas
Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang dapat dengan tepat mengukur apa yang
ingin diukur. Jika kita ingin mengukur panjang sebuah meja maka kita harus dapat memilih
alat ukur yang tepat untuk mengukur panjang meja tersebut.Untuk menghitung waktu tempuh
pelari cepat dalam perlombaan lari cepat 100 meter maka kita juga harus dapat memilih alat
ukur yang tepat untuk digunakan. Demikian juga jika kita ingin mengukur hasil belajar siswa
maka kita juga dituntut untuk menggunakan alat ukur ( dalam hal ini tes ) yang dapat dengan
tepat mengukur hasil belajar yang kita harapkan.
Pengertian validitas mengacu pada ketepatan interpretasi yang dibuat dari hasil
pengukuran atau evaluasi ( Gronlund dan Linn, 1990). Secra umum validitas ada tiga jenis :
a. Validitas isi ( concent validity ).
b. Validitas konstrak ( construct validity ).
c. Validitas yang dikaitkan dengan kriteria tertentu ( criterion related validity ).
Validitas isi diperlukan untuk menjawab pertanyaan “ sejauh mana item – item yang
ada dalam tes dapat mengukur keseluruhan materi yang telah diajarkan “. Tinggi rendahnya
validitas isi dapat ditetapkan berdasarkan analisis rasional atau pertimbangan ahli terhadap isi
tes tersebut.Hal ini merupakan tuntutan yang harus dipenuhi oleh tes hasil belajar. Tinggi
rendahnya validitas isi suatu tes dapat dilihat pada perencanaan atau kisi – kisi tes. Semakin
representatif materi yang dapat ditanyakan dalam tes tersebut menunjukkan semakin tinggi
validitas isinya.
Validitas konstrak mengacu pada sejauh mana alat ukur tersebut dapat mengungkap
keseluruhan konstrak yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan tes tersebut.Yang
dimaksud dengan konstrak disini adalah konsep hipotesis (hipotetical concept) yang
digunakan sebagai dasar dalam penyusunan alat ukur.Validitas konstrak ini banyak
digunakan terutama dalam pengukuran – pengukuran psikologi seperti pengukuran sikap,
minat, tingkah laku dan sebagainya.Campbell dan Fiske (Demari Mardapi, 2004)
mengembangkan satu pendekatan untuk menentukan validitas konstrak dengan menggunakan
teknik multi trait-multi method.Validasi dengan multi trait – multi method dilakukan dengan
menggunakan lebih dari satu metode untuk mengukur lebih dari satu acam trait ( sifat ).
Dengan menggunakan matrik korelasi sehingga interkorelasi antara trait dan metode dapat
dilihat dengan jelas.
Jika suatu tes dimaksudkan untuk memprediksi keberhasilan seseorang di masa yang
akan datang atau dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian anatar pengetahuan dengan
keterampilan yang dimiliki maka alat ukur yang digunakan harus mempunyai criterion
related validity yang tinggi.
B.. Reliabilitas
Hasil – hasil pengukuran yang berhubungan dengan aspek – aspek fisik seperti
mengukur panjang meja, tinggi almari, berat badan dan tinggi badan biasanya menghasilkan
reliabilitas yang sangat tinggi.Artinya walaupun pengukuran dilakukan lebih dari sekali tetapi
tetap memberikan hasil yang ridak jauh berbeda. Hasil pengukuran yenag berbeda akan
sering kita temukan jika kita melakukan pengukuran terhadap hal – hal yang berhubungan
dengan aspek – aspek psikologi dan sosial seperti dalam pengukuran mewakili intelegensi,
sikap, dan konsep diri. Aspek – aspek sosial-psikologi seperti itu tidak dapat diukur dengan
ketepatan dan konsistensi yang tinggi.Hal ini disebabkan karena hasil pengukuran yang
diperoleh tidak dapat lepas dari pengaruh hal - hal diluar maksud pengukuran tersebut
misalnya alat ukur itu sendiri bukan merupakan alat ukur yang tepat untuk mengukur aspek
yang diinginkan. Disamping itu karena subjek pengukurannya adalah manusia maka cara –
cara penyajian tes, emosi, motivasi. Kondisi fisik dan keadaan ruangan tes akan
mempengaruhi hasil pengukuran walaupun sebenarnya aspek – aspek yang ingin kita ukur
tersebut tidak berubah. Dengan demikian hasil pengukuran yang diperoleh menjadi kurang
reliabel.
Pengertian reliabilitas mengacu pada ketetapan hasil yang diperoleh dari suatu
Pengukuran ( Grondlund dan Linn, 1990 ). Salah satu cara untuk mengetahui ketetapan atau
reliabilitas suatu pengukuran, dapat diperoleh dengan cara melakukan pengukuran dua kali.
Hasil pengukuran dikatakan mempunyai reliabilitas yang tinggi jika hasil pengukuran
pertama hampir sama dengan hasil pengukuran kedua. Dan sebaliknya hasil pengukuran
dikatakan mempunyai reliabilitas yang rendah jika hasil pengukuran pertama jauh berbeda
dengan hasil pengukuran kedua. Hubungan antar skor yang diperoleh pada pengukuran
pertama dengan kedua akan menghasilkan angka korelasi bergerak antara -1 sampai dengan
+1. Semakin tinggi angka koefisien reliabilitas (mendekati 1) maka semakin tinggi reliabilitas
tersebut. Suatu perangkat tes dinyatakan cukup reliabel jika mempunyai reliabilitas lebih
besar 0,5 (Fernandes, 1984).
Konsep reliabilitas dalam arti equivalent tes dimaksudkan untuk mengetahui apakah
dua set tes yang digunakan paralel atau tidak. Keparalelan dua set tes ini diperoleh dengan
cara mengembangkan dua set tes yang paralel dari kisi - kisi tes yang sama kemudian masing
- masing tes tersebut diujikan pada dua kelas yang mempunyai tingkat kemampuan yang
sama. Hasil kedua tes tersebut dikorelasikan, jika hasil korelasinya tinggi, hal ini menunjukan
kedua tes paralel.koefisien korelasinya dapat dihitung dengan menggunakan formula product-
moment.
konsep reliabilitas dalam arti konsistensi internal dimaksudkan untuk mengetahui
apakah kumpulan butir soal yang ada dalam satu set tes tersebut mengukur dimensi hasil
belajar yang sama atau tidak. Konsep reliabilitas dalam asrti konsistensi dapat dihitung
menggunakan formula Kuder-Richardson (KR-20 atau KR-21). Jika hasil korelasinya tinggi,
hal ni menunjukan bahwa antara butir soal dalam satu set tes tersebut adalah konsisten
dengan yang lain.
C. Hubungan antara validitas dan reliabilitas
Ketepatan hasil pengukuran ( validitas ) sangat diperlukan untuk memperoleh alat
ukur yang dapat memberikan hasil pengukuran yang tepat ( valid ). Walaupun demikian alat
ukur yang mempunyai reliabilitas tinggi belum tentu secara otomatis mempunyai validitas
yang tinggi. Karena tingginya reliabilitas yang dihasilkan oleh suatu alat ukur jika tidak
dibarengi dengan tingginya validitas dapat memberikan informasi yang salah tentang apa
yang ingin kita ukur.

D. Meningkatkan Reliabilitas Tes


Reliabilitas suatu tes dapat ditingkatkan dengan menambah jumlah butir kedalam tes
tersebut. Penambahan butir soal pada tes akan meningkatkan reliabilitas jika butir soal yang
ditambahkan adalah butir soal yang homogen dengan butir soal – soal yang ada.

KEGIATAN BELAJAR 2
ANALISIS DAN PERBAIKAN INSTRUMEN

A. ANALISIS BUTIR SOAL


Menurut Nitko (1983), analisis butir soal menggambarkan suatu proses pengambilan data
dan penggunaan informasi tentang tiap - tiap butir soal terutama tentang respon siswa
terhadap setiap butir soal. Lebih Lnjut dikatakan bahwa arti penting penggunaan analisis butir
soal adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apakah butir soal – butir soal yang disusun sudah berfungsi sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh penyusun soal. Untuk menentukan apakah soal – soal
yang kita susun telah berfungsi sebagaimana seharusnya maka kita harus memperhatikan hal
– hal sebagai berikut :
 Apakah soal – soal yang disusun sudah sesuai untuk mengukur perubahan tingkah
laku seperti telah dirumuskan dalam tujuan instruksional khusus ?
 Apakah tingkat kesukaran sudah kita perhatikan ?
 Apakah soal tersebut sudah mampu membedakan antara siswa yang pandai dengan
siswa yang kurang pandai ?
 Apakah kunci soal yang kita buat sudah benar sesuai dengan maksud soa ?
 Jika menggunakan tes pilihan berganda, apakah pengecoh yang kita pilih sudah
berfungsi dengan baik ?
 Apakah soal tersebut dapat ditafsirkan ganda atau tidak ?
 Sebagai umpan balik bagi siswa untuk mengetahui kemampuan mereka dalam
menguasai suatu materi.
 Sebagai umpan balik bagi guru untuk mengetahui kesulitan – kesulitan yang dialami
siswa dalam memahami suatu materi.
 Sebagai acuan untuk merevisi soal.
 Untuk memperbaiki kemapuan kita dalam menulis soal.
Pada saat kita engujikan suatu set soal untuk mengambil keputusan penting tentang
hasil belajar siswa maka idealnya kita harus yakin bahwa set soal tersebut adalah valid dan
reliabel. Validitas set soal dapat diketahui dari kisi – kisi soal sedangkan reliabelitas soala
baru dapat diketahui setelah uji coba. Dalam rangka memperoleh reliabilitas set soal inilah
analisis butir soal dilakukan. Dalam menganalisis butir soal paling tidak ada dua karakteristik
butir soal yang perlu diperhatikan yaitu tingkat kesukaran dan daya beda butir – butir soal.

B. KAPAN ANALISIS BUTIR SOAL DILAKUKAN ?


1) Tingkat kesukaran butir soal
Besarnya tingkat kesukaran butir soal, dapat dihitung dengan memperhatikan proporsi
peserta tes yang menjawab benar terhadap setiap butir soal. Secara matematis tingkat
kesukaran butir soal dapat dihitung dengan rumus :
P=
Keterangan :
P adalah indeks kesukaran butir soal
B adalah jumlah peserta tes yang menjawab benar
N adalah jumlah peserta tes
Menurut Fernandes (1984), kategori kesukaran butir soal adalah sebagai berikut :
P > 0,75 : mudah
0,25 ≤ P ≤ 0,75 : sedang
P < 0,24 : sukar
Butir soal yang baik adalah butir soal yang memiliki tingkat kesukaran dalam kategori
sedang.
2) Daya beda
Daya beda butir soal memiliki pengertian seberapa jauh butir soal tersebut dapat
membedakan kemampuan individu peserta tes. Daya beda butir soal dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
D=PA – PB
dimana,
D = indeks daya beda butir soal
PA = proporsi kelompok atas yang menjawab benar
PB = proporsi kelompok bawah yang menjawab salah

Secara teoritis indeks beda soal (D) = 1 akan tercapai apabila semua siswa dalam
kelompok atas menjawab benar dan semua siswa dalam kelompok bawah menjawab salah.
Indeks daya beda soal (D) = -1 jika semua sisa dalam kelompok atas menjawab salah dan
semua siswa dalam kelopok bawah justru menjawab benar. Sedangkan indeks daya beda soal
(D) = 0 apabila proporsi siswa yang menjawab benar dalam kelompok atas dan kelompok
bawah adalah sama. Menurut Fernandes (1984) kategori indeks daya beda butir soal adalah :
D ≥ 0,40 = sangat baik
0,30 ≤ D ≤ 0,40 = baik
0,20 ≤ D < 0,30 = sedang
D < 0,20 = tidak baik
Butir soal yang perlu diperbaiki adalah butir soal yang terlalu sukar atau terlalu mudah
dan butir soal yang pengecohnya mempunyai daya beda positif atau kuncinya mempunyai
daya beda negatif. Perbaikan butir soal dapat dilakukan pada pokok soal atau pada alternatif
jawaban.

C. Menganalisis Tes Uraian


Cara menganalisis tes uraian menurut Whitney dan Sabers (Mehrens dan Lehmann, 1984)
adalah : (1) tentukan jumlah siswa yang termasuk kelompok atas (25%) dan kelompok bawah
(25%), (2) hitung jumlah skor kelompok atas dan jumlah skor kelompok bawah, dan (3)
hitung tingkat kesukaran dan daya beda setiap butir soal dengan rumus berikut :
Dimana
SA : jumlah skor kelompok atas
SB : jumlah skor kelompok bawah
N : 25% peserta didik
Skor maks : skor maksimal tiap buti tes
Skor min : skor minimal tiap butir tes

D. Memperbaiki Butir Soal


Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memperbaiki butir soal antara lain : a)
perhatikan tingkat kesukaran soal. Butir soal dianggap baik jika mempunyai tingkat
kesukaran (P) antara 0,25 sampai dengan 0,75 atau mendekati angka tersebut, b) perhatikan
daya beda butir soal. Butir soal dianggap baik jika kunci atau jawabannya dianggap benar
mempunyai beda positif tinggi dan pengecohnya mempunyai daya beda negatif.
E. Memperbaiki Non-Tes
Prosedur memperbaiki instrument non-tes sama dengan prosedur memperbaiki tes.
Penyempurnaan butir yang lemah dapat dilaksanakan dengan memperbaiki butir yang kurang
baik atau mengganti butir yang lama dengan butir yang baru. Penyebab butir soal kurang
baik, antara lain: a) penggunaan bahasa kurang komunikatif, b) kalimat dapat ditafsirkan
ambiguous (dapat ditafsirkan ganda), c) pertanyaan / pernyataan yang dibuat menyimpang
dari indikator, dan d) pertanyaan / pernyataan tidak mengukur tarif (sifat) yang akan diukur.
MODUL 6
PEMBERIAN NILAI DAN TINDAK LANJUT HASIL PENILAIAN
KEGIATAN BELAJAR 1PRINSIP-PRINSIP PEMBERIAN NILAI
Dalam melakukan penilaian, guru hendaknya selalu berpedoman kepada prinsip-
prinsip penilaian kelas.
A. TUJUAN PENILAIAN KELAS
1. Penelusuran (keeping track)
Penilaian bertujuan untuk menelusuri agar proses pembelajaran anak didik tetap sesuai
dengan rencana.
2. Pengecekan (checking-up)
Penilaian bertujuan untuk mengecek apakah ada kelemahan-kelemahan yang dialami anak
didik dalam proses pembelajaran.
3. Pencarian (finding out)
Penilaian bertujuan untuk mencari an menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya
kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran.
4. Penyimpulan (summing up)
Penilaian bertujuan untuk menyimpulkan apakah anak didik telah menguasai seluruh
komptensi yang ditetapkan kurikulum.

B. FUNGSI PENILAIAN KELAS


1. Fungsi motivasi
Penilaian yang dilakukan guru harus bisa memotivasi siswa untuk belajar.
2. Fungsi belajar tuntas
Penilaian kelas harus diarahkan untuk memantau ketuntasan belajar siswa.
3. Fungsi sebagai indicator efektivitas pengajaran
Penilaian kelas juga digunakan untuk melihat seberapa jauh proses belajar mengajar
telah berhasil.
4. Fungsi umpan balik
Penilaian harus diananlisis oleh guru sebagai bahan umpan balik bagi siswa dan guru.
C. PRINSIP PENILAIAN KELAS
1. Proses penilaian merupakan bagian dari pembelajaran
Penilaian baik dilakukan pada saat proses belajar mengajar berlangsung, pada akhir
setiap pertemuan, maupun pada akhir pembelajaran atas kompetensi tertentu.
2. Penialaian mencerminkan masalah dunia nyata
Penilaian harus megarah pada pengungkapan kemampuan siswa dalam memecahkan
persoalan yang ada dalam masyarakat dan dunia kerja.
3. Menggunakan berbagai ukuran, metode, dan kriteria
Penggunaan ukuran, metode dan teknik harus sesuai agar penilaian dapat memberikan
hasil yang tepat dan terpercaya.
4. Penilaian harus bersifat holistk
Untuk mengetahui pencapaian kemampuan siswa secara utuh diperlukan penilaian
yang mencakup seluruh aspek, baik kognitif, afektif dan psikomotor.
5. Penilaian kelas mengacu kepada kemampuan
Burir-butir yang dicakup dalam penialain harus terkait secara langsung dengan
indikator pencapaian.
6. Berkelanjutan
Penilaian harus merupakan proses yang berkelanjutan dalam rangkaian rencana
mengajar guru selama satu semester dan tahun ajaran.
7. Didaksis
Hasil penilaian diharapkan dapat digunakan untuk mendorong dan membina siswa
dalam meningkatkan kualitas hasil belajar.
8. Menggali informasi
Penilaian kelas yang baik harus dapat memberikan informasi yang cukup bagi guru
untuk mengambil keputusan dan umpan balik.
9. Melihat yang benar dan yang salah
Dalam melaksanakan penilaiaan guru hendaknya melakukan analisis terhadap
penilaian dan kerja siswa secara seksama untuk melihat adanya kesalahan yang uum
terjadi pada siswa dan sekaligus melihat hal-hal positf yang diberikan siswa.

D. PROSEDUR/METODE PENILAIAN KELAS


 Penilaian tertulis
 Tes praktek
 Penilaian produk
 Penilaian proyek
 Peta perkembangan
 Evaluasi diri siswa
 Penilaian afektif
 Portofolio

KEGIATAN BELAJAR 2
PENILAIAN DI BERBAGAI JENJANG PENDIDIKAN
A. PEDOMAN PELAKSANAAN PENILAIAN DI JENJANG PENDIDIKAN DASAR
DAN MENENGAH
1. Ketuntasan belajar
Prinsip Ketuntasan Belajar merupakan suatu keharusan dengan diterpkannya
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Pelaksanaannya diwujudkan dengan adanya ketentuan
Standar ketuntasan Minimal.
2. Kenaikan kelas
Kenaikan kelas dilaksanakan pada stiap akhir tahun pelajaran.
3. Kriteria kululusan
Peserta didik dapat dikatan lulus dari satuan pendidikan dasar dan menengah setelah:
 Menyelesaikan seluruh program pembelajaran
 Memperoleh nilai minimal
 Lulus ujian sekolah
 Lulus ujian nasional

Selanjutnya pelaksanaan penilaian hasil pembelajaran berbasis kopetensi dapat dijelaskan


sebagai berikut:
 Alat penilaian
 Pensekoran
o Skor tes objektif
o Skor tes uraian
o Skor aspek afektif
o Skor aspek psikomotorik
B. PEDOMAN PELAKSANAAN PENILAIAN DI PERGURUAN TINGGI
Untuk mengetahui kapan dan bagaimana penilaian dilaksankan dan bagaiamana hasil
ujian dilaksanakan, diatur pada pasal 12:
 Penilaian dilakukan secara berkala
 Ujian diselenggarakan melalui ujian tengah semester, ujian ahir semester, ujian akhir
program studi, uian skripsi, ujian tesis, ujian desetasi
 Penilaian hasil belajar dinyatakan dalam A, B,, C, D dan E yang masing-masing
bernilai 4, 3, 2, 1 dan 0.
Untuk persyaratan kelulusan adalah sebagai berikut:
 Kelulusan ditetapkan atas pemenuhan jumlah SKS
 Setiap perguruan tingi memiliki jumlah SKS tersendiri
 Harus diatas IPK minimum
Aturan mengenai predikat kelulusan adalah sebagai berikut:
 Memuaskan ditujukkan IPK 2.00-2.75, sangat memuaskan ditujukkan IPK 2,76-3.50,
dengan pujian 3.51-4.00 (untuk diploma dan sarjana)
 Memuaskan ditujukkan IPK 2.75-3.40, sangat memuaskan ditujukkan IPK 3.41-3.70,
dengan pujian 3.71-4.00 (untuk diploma dan sarjana)
 Predikat kelulusan dengan pujian ditentukan dengan memperhatikan masa studi
maksimum
 Predikat untuk kelulusan program doctor diatur oleh perguruan tinggi yang
bersangkutan

Anda mungkin juga menyukai