Anda di halaman 1dari 4

JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN

Nama : Fatkhan Ariyanto, S.Pd

CGP : Angkatan 10
Instansi : SD Negeri 1 Panggang Jepara

Kabupaten : Jepara

Assalamualaikum wr.wb
Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT,
Pada kesempatan ini saya akan menulis mengenai Jurnal Refleksi Dwi Mingguan untuk
modul 1.1 tentang Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional - Ki Hadjar Dewantara. Jurnal ini
dipergunakan sebagai refleksi diri setelah selama dua minggu saya mengikuti kegiatan Calon Guru
Penggerak. Jurnal refleksi ini sebagai tugas dalam kegiatan Calon Guru Penggerak.
Dalam penulisan jurnal refleksi ini saya menggunakan model 1 yaitu model 4F (Fact,
Feeling, Findings, dan Future, yang diprakarsai oleh Dr. Roger Greenaway. 4F disini dapat
diterjemahkan menjadi 4P yakni : Peristiwa; Perasaan; Pembelajaran; dan Penerapan. Dalam jurnal
ini saya akan memaparkan 4P ini.

1. Fact (Peristiwa)
Kegiatan pembelajaran guru penggerak dimulai dari modul 1.1. Pada pembelajaran awal
kita dipandu oleh fasilitator dan pengajar praktik. Serangkaian kegiatan yang dipelajari dalam
LMS adalah mulai dari diri , eksplorasi konsep , ruang kolaborasi, demonstrasi kontekstual,
elaborasi pemahaman diadakan melalui Google Meet oleh instruktur nasional yang ditunjuk oleh
BBGP dan memberikan materi tentang pemahaman secara mendalam konsep dasar pemikiran
Filosofis Ki Hajar Dewantara dan relevansinya dengan pendidikan abad 21, koneksi antar materi,
serta aksi nyata yang telah saya lakukan. Ketika di awal juga diadakan kegiatan lokakarya oientasi
yang dihadiri oleh CGP didampingi Kepala Sekolah maupun Guru senior. Dalam kegiatan
lokakarya Orientasi dapat disimpulkan tentang pengenalan, pemahaman dan sinkronisasi program
CGP itu sendiri dengan dikemas kegiatan yang menarik.
2. Feeling (Perasaan)
Dalam perjalanan 2 minggu saya mengikuti pembelajaran CGP, banyak hal yang saya
rasakan. Selama dua minggu mengikuti pendidikan guru penggerak ini saya merasakan berbagai
macam perasaan, antara senang, bangga, dan juga khawatir tidak dapat melaksanakan pendidikan
ini dengan baik dan maksimal, bahkan insecure atau merasa minder karena melihat teman-teman
calon guru penggerak yang hebat. Semua terasa bercampur aduk dengan keinginan dan tekad yang
kuat untuk dapat menyelesaikan Program Guru Penggerak ini.
Di awal diterima dalam program CGP ini saya merasa tidak ingin melanjutkan kegiatan ini
bahkan sampai bertanya konsekuensi yang didapat apa jika tiba-tiba mengundurkan diri. Hal yang
paling saya beratkan adalah ketika nantinya membagi waktu dengan schedule yang padat, tugas
sekolah, tugas tambahan,home visit maupun dinas luar yang jadwalnya tiba-tiba dan tidak bisa
diprediksi, bagi waktu untuk keluarga, bagi waktu untuk usaha, ditambah saya mempunyai todler
yang masih banyak membutuhkan perhatian (mengerjakan jurnal ini saja disambi momong
membantu istri hehe). Dan masih ada beberapa kekhawatiran lainnya yang terkadang membuat
saya cepat menyerah. Namun semangat untuk belajar dan berkembang membuat saya percaya diri
dan memiliki keinginan yang kuat untuk mampu menyelesaikan Program Guru Penggerak ini.
Selain itu sesama peserta juga saling memberikan dukungan sehingga menimbulkan rasa nyaman.

Perlahan saya mulai menerapkan filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara untuk menjadi
pendidik yang “menuntun” dalam pembelajaran di kelas. Saya tidak lagi memandang murid yang
sering bercanda, mengganggu teman-temannya, dan bermain-main di kelas sebagai anak yang
nakal dan harus ditegur, karena saya menyadari bahwa kodrat anak adalah bermain. Maka saya
harus mampu untuk mengemas pembelajaran yang kaku menjadi sebuah pembelajaran yang
menarik agar murid bisa mengikuti proses pembelajaran dengan menyenangkan. Saya menyadari
betul bahwa setiap individu itu unik , oleh karena itu dalam memberikan pembelajarannyapun
harus berdasarkan kebutuhan siswa itu sendiri.

3. Findings (Pembelajaran)
Banyak pembelajaran yang saya terima dari filosofis Ki Hajar Dewantara yang sangat
berguna untuk meningkatkan kompetensi sebagai seorang pendidik, diantaranya:

Sebagai seorang pendidik saya harus menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya
baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat dengan mengacu pada trilogi pendidikan yaitu
ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso dan tut wuri handayani.
Dari pembelajaran ini, saya baru mengetahui bahwa pengajaran dan pendidikan harus
selaras dengan penghidupan dan kehidupan bangsa agar semangat cinta tanah air dapat terus
terpelihara. Ki Hajar Dewantara menekankan agar pendidikan selalu memperhatikan; a) Kodrat
Alam, b) Kemerdekaan, c) Kemanusiaan, d) Kebudayaan, dan e) Kebangsaan.

Sebagai pendidik saya harus senantiasa menghamba kepada anak atau dengan kata lain
berpihak pada mereka. Menjadikan mereka subyek bukan obyek. Saya juga harus memandang
murid bukanlah kertas yang bisa digambar sesuai kemauan saya , karena mereka lahir dengan
kodrat yang samar. Tugas kita adalah menebalkan garis-garis samar itu agar dapat memperbaiki
lakunya untuk menjadi manusia seutuhnya. Menerapkan budi pekerti yang luhur merupakan
keharusan yang tidak terbantahkan dengan cara mengintegrasikan setiap proses pembelajaran
dengan pencapaian profil pelajar Pancasila yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri , bernalar kritis dan
kreatif.
Sebagai seorang pendidik diibaratkan seorang petani yang menanam jagung misalnya.
Hanya dapat menuntun tumbuhnya jagung tersebut, memperbaiki kondisi tanah, memelihara
tanaman jagung , memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat dsb. Agar tanaman itu tumbuh
dengan subur dan menghasilkan buah yang berkualitas tinggi.
Artinya dalam melaksanakan pembelajaran guru harus selalu memperhatikan perbedaan
individu dan juga melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada anak. Jangan memaksakan
metode atau strategi yang menurut guru baik namun belum tentu memperhatikan setiap perbedaan
individu.

Sebaiknya kita sebagai guru harus melakukan asessmen diagnostik awal untuk mengetahui
kebutuhan, profil, gaya belajar, metode belajar seperti apa yang mereka inginkan, sehingga kita
sebagai guru dapat merancang pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan yang dibutuhkan anak
atau dikenal dengan sebutan ‘berhamba pada anak’.

4. Future (Penerapan)
Modul 1.1 Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional - Ki Hadjar Dewantara menyadarkan
saya bahwa apa yang selama ini beberapa sudah sesuai dengan dengan tujuan Pendidikan yang
dimaksudkan oleh Ki Hajar Dewantara, akan tetapi masih banyak pula yang harus dibenahi dalam
praktik pembelajarannya.

Pembelajaran yang diisi dengan metode ceramah, maupun metode itu-itu saja harus segera
diganti dan pembelajaran yang berpusat pada murid , serta memerdekakan murid harus segera
diterapkan dalam kesehariannya. Ciptakan suasana yang menyenangkan agar siswa nyaman dan
kelas menjadi hidup. Dalam proses pembelajaran murid diberikan kebebasan untuk menggali
potensi yang dimiliki sehingga dapat menemukan jati diri dan menjadi manusia seutuhnya. Sebagai
guru juga harus menyadari bahwa kita tidak hanya dengan mengarahkan namun menuntun murid
sesuai dengan kodrat alam maupun zaman. Gali potensi diri murid, dan arahkan sesuai dengan
perkembangannya yang dalam praktiknya mengikuti perkembangan zaman.

Karena apabila kita masih menggunakan cara terdahulu biasanya model pembelajarannya
tidak akan cocok dan cenderung membuat anak di zaman Gen Z ini bosan bahkan bingung. Semua
aitu diharapkan dapat mempermudah murid dalam mengatasi persoalan hidup baik masa kini
ataupun masa mendatang sehingga mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-
tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota Masyarakat.

Demikian refleksi diri ini saya tuliskan, semoga dapat bermanfaat dan menjadikan
pengalaman ini menjadi pelajaran yang berharga.

Semangat jangan pantang menyerah.

Guru Penggerak, Tergerak, Bergerak, Menggerakkan.


Wassalamualaikum wr.wb

Anda mungkin juga menyukai