JURNAL 1
Hasil Kesimpulan :
Tuntutan pekerjaan guru BK yang begitu berat dan beban kerja yang tinggi membuat guru
BK rentan mengalami burnout dan compassion fatigue. Permasalahan tersebut dan
banyaknya hambatan guru BK dalam menjalankan profesinya akan mempengaruhi tingkat
self-compassion yang dimiliki. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran self-
compassion yang dimiliki guru BK pada jenjang SMA Negeri se-DKI Jakarta. Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode survei. Sampel dalam penelitian ini
terdiri dari 191 guru BK SMA Negeri se-DKI Jakarta yang dipilih dengan menggunakan
teknik simple random sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan intrumen adaptasi selfcompassion yang dikembangkan oleh Neff yang terdiri
dari 26 butir pernyataan. Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan rata-rata self-
compassion dan persentase. Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan 86% guru BK
SMA Negeri se-DKI Jakarta memiliki self-compassion yang tinggi dan 14% guru BK
memiliki self-compassion yang sedang dengan rata-rata skor 3.92. Hasil ini
menggambarkan guru BK sudah mampu menerima diri mereka apa adanya, memahami
bahwa setiap permasalahan merupakan hal yang wajar dialami oleh manusia, tidak
melebih-lebihkan suatu permasalahan, dan tidak mudah terbawa suasana.
JURNAL 2
Hasil Kesimpulan :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh stres situasi kerja terhadap
psychological well-being. Populasi dalam penelitian ini adalah guru honorer Madrasah
Ibtidaiyah (MI) di Kota Tangerang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kuantitatif dengan sampel guru honorer MI di Kota Tangerang berjumlah 55 responden.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik cluster sampling dengan
jumlah responden sebanyak 55 orang. Penelitian ini menggunakan dua buah skala yaitu
skala psychological well-being dan skala stres yang disusun sendiri oleh peneliti
berdasarkan teoriteori stres yang dikemukakan oleh Robbins & Judge (2013), Gibson,
Ivancevich, Donnelly & Konopaske (2012) dan Newstrom & Davis (2002). Uji hipotesis
dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi satu prediktor. Berdasarkan hasil
analisis data, bahwa terdapat pengaruh antara stres situasi kerja terhadap psychological
well-being pada guru honorer Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Kota Tangerang. Pengaruh
yang dihasilkan bersifat negatif, artinya jika tingkat stres situasi kerja tinggi, maka tingkat
psychological well-being akan rendah.
JURNAL 3
Hasil Kesimpulan :
Guru Bimbingan dan Konseling diperlukan untuk memahami kondisi dan situasi siswa
dengan sepenuh hati sehingga diperlukan keterlibatan emosional yang kuat. Keterlibatan
emosional yang intens dapat menyebabkan stres kerja dan kondisi stres yang diabaikan
akan berpotensi menyebabkan kelelahan dalam bekerja. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran burnout dan faktor-faktor yang mempengaruhi burnout pada guru
BK. Sampel penelitian ini sebanyak 23 responden yang memiliki banyak siswa asuh.
Penentuan responden menggunakan teknik snowball sampling. Metode yang digunakan
adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Teknik pengumpulan data
menggunakan wawancara. Kredibilitas penelitian dilakukan dengan triangulasi pada
sumber data. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa depersonalisasi, kelelahan
emosional, dan keengganan dalam pencapaian prestasi terjadi pada guru BK. Kejenuhan
ini disebabkan oleh Sistem sekolah gratis, lemahnya peran pemimpin, kondisi lingkungan
yang tidak kondusif, beban kerja, status profesi yang tidak jelas, kualifikasi pendidikan,
krisis moral siswa, ketidakpedulian orang tua, kurangnya dukungan sosial rekan kerja.
Spiritualitas menjadi acuan dalam guru BK mengatasi stres dan burnout yang dialami.
Kesimpulannya fenomena sentral dalam penelitian ini adalah burnout sebagai akibat dari
stres yang dialami oleh guru BK.
JURNAL 4
Hasil Kesimpulan :
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris hubungan beban kerja dengan
stres kerja pada guru SMP Negeri 2 Samarinda dan guru SMP Negeri 8 Samarinda.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah 84
guru SMP Negeri 2 Samarinda dan guru SMP Negeri 8 Samarinda yang diambil dengan
teknik simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala
beban kerja dan skala stres kerja. Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan uji
korelasi product moment dan uji independent sample T-test. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat hubungan beban kerja dengan beban kerja pada guru SMP Negeri 2
Samarinda dan guru SMP Negeri 8 Samarinda dengan nilai R = 0,444 dan P = 0,000.
Terdapat perbedaan stres kerja pada guru SMP Negeri 2 Samarinda dan guru SMP Negeri
8 samarinda dengan nilai T = 2,861 dan nilai P = 0,005.
JURNAL 5
Hasil Kesimpulan :
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih terdapat Guru BK/Konselor yang mengalami
kondisi kelelahan, stres dan kejenuhan dalam bekerja yang dikhawatirkan akan berujung
pada kondisi burnout. Oleh karena itu, untuk mencegah dan mengatasi kondisi tersebut di
perlukannya peran kepala sekolah sebagai pimpinan dari Guru BK/Konselor dan sebagai
penanggung jawab kegiatan BK secara keseluruhan. Penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif jenis deskriptif. Populasi penelitian adalah Guru BK/Konselor SMAN se-Kota
Pekanbaru. Sampel berjumlah 52 orang yang ditetapkan dengan teknik pengambilan
sampel total Sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner burnout dengan model
skala Likert. Temuan penelitian memperlihatkan bahwa 35,83% Guru BK/Konselor
mengalami kondisi burnout. Hal ini tentu menjadi perhatian karena akan mempengaruhi
kinerja Guru BK. Oleh karena itu, dibahas lebih lanjut peran kepala sekolah untuk
mengatasi dan mencegah kondisi burnout Guru BK/Konselor aga tidak semakin
meningkat.
JURNAL 6
Hasil Kesimpulan :
Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu bidang psikologi terapan yang digawangi
oleh konselor sebagai pengampu ahlinya. Secara yuridis, Bimbingan dan Konseling di
Indonesia dikhususkan berada pada kawasan pendidikan formal dengan niche terluasnya
adalah jenjang Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas sederajat.
Menitikberatkan pekerjaannya sebagai penolong profesional, konselor pada niche tersebut
memposisikan dirinya dalam dua kondisi yang berseberangan bagai dua sisi mata uang.
Satu sisi adalah sisi yang sangat menarik dan luhur sebab mampu memberikan manfaat
baik bagi diri sendiri maupun pihak yang dilayani. Sisi sebaliknya adalah sisi yang
menggambarkan rasa takut dan membebani dengan banyaknya aktivitas serta berbagai
tingkat kesulitan yang perlu dihadapi oleh konselor. Membaca fenomena tersebut,
merupakan hal yang krusial bagi seorang konselor sekolah untuk memiliki psychological
well-being (kesejahteraan psikologis) diri. Secara khusus psychological well-being
dimaknai sebagai sebuah status psikologis yang ditandai dengan kemampuan individu
untuk memaknai kehidupan pribadi maupun profesionalnya. Hal tersebut akan memacu
secara terus menerus untuk memperbaiki diri dan kinerja profesionalnya. Sebagai turunan
untuk dapat diobservasi langsung, psychological well-being konselor sekolah dapat
maujud dalam bentuk: a) keterampilan memahami diri dan profesi, b) kemampuan
memanfaatkan sumber daya, c) unjuk kerja konselor, d) proses refleksi diri, e) revisi unjuk
kerja, dan f) keterampilan menghargai diri sendiri. Tujuan artikel ini adalah untuk
menggambarkan bahwa betapapun bekerja sebagai konselor bukanlah hal yang mudah,
namun dengan kepemilikan psychological well-being, seorang konselor akan mampu
memberikan pelayanan yang jauh lebih baik dengan hasil yang lebih baik pula untuk
konseli yang sedang dilayaninya.
JURNAL 7
Hasil Kesimpulan :
JURNAL 8
Hasil Kesimpulan :
JURNAL 9
Hasil Kesimpulan :
Peran konselor sekolah semakin menantang dengan berbagai tuntutan permasalahan siswa
dan isu pandemi Corona Virus Disease (COVID-19) juga mempengaruhi kesejahteraan
psikososial dan mental siswa. Oleh karena itu, konselor sekolah perlu membekali diri
dengan kesejahteraan psikologis yang tinggi sebagai faktor perawatan diri untuk
menghadapi burnout, ketidakstabilan, dan stres kerja. Penelitian ini bertujuan untuk
mengembangkan Model Kesejahteraan Psikologis pada konselor sekolah. Sebanyak 330
konselor sekolah menengah dari empat kabupaten di Selangor dipilih sebagai responden
dengan menggunakan metode group random sampling. Pengumpulan data dilakukan
melalui instrumen kuesioner yang telah diterjemahkan, yaitu Skala Self Compassion,
Conseling Self Estimate Inventory, The Assesing Emotions Scale, Spiritual Involvement
and Beliefs Scale Revised, dan Psychological Well Being-Ryff. Confirmation Factor
Analysis (CFA) dan Structural Equation Modeling (SEM) menunjukkan bahwa terdapat
hubungan positif yang signifikan antara self-compassion, self-efficacy konseling,
kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan kesejahteraan psikologis konselor
sekolah. Temuan juga menunjukkan bahwa self-compassion, konseling self-efficacy,
kecerdasan emosional dan spiritual mempengaruhi 76,5% (R2 = 0,765) varians dalam
kesejahteraan psikologis. Studi ini adalah salah satu yang paling awal dalam menyajikan
model kesejahteraan psikologis konselor sekolah yang dapat berkontribusi pada
pendidikan Malaysia. Implikasi dari penelitian ini menyarankan agar unsur self-
compassion, self-efficacy konseling, kecerdasan emosional dan spiritual, dan
kesejahteraan psikologis harus diterapkan dalam kurikulum di tingkat pelatihan konselor
di universitas sehingga konselor memiliki persiapan yang memadai dalam memberikan
pelayanan yang efektif di sekolah. Kementerian Pendidikan Malaysia, di sisi lain, perlu
membudayakan intervensi kesejahteraan psikologis secara teratur agar konselor selalu
dapat mengelola berbagai masalah siswa di sekolah serta menjaga kesejahteraan
psikologis dari segi personel dan profesional.
JURNAL 10
Hasil Kesimpulan :
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran data ilmiah tentang
bagaimana tingkat burnout pada guru bimbingan dan konseling (BK) yang ada di Kota
Singkawang. Reponden dalam penelitian ini adalah seluruh guru BK kota singkawang
pada SMP/sederajat dan SMA/sederajat se-Kota Singkawang. Penelitian ini merupakan
descriptive survey research dengan menggunakan instrumen penelitian MBI-GS (Maslach
Burnout InventoryGeneral Survey). Data dianalisis dengan menggunakan descriptive
statistics. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata guru BK di Kota Singkawang
memiliki tingkat burnout yang sangat rendah (20,33%). Hasil survei menunjukkan bahwa
diantara 66 orang guru BK hanya 1 orang guru BK yang memiliki tingkat burnout Tinggi.
Kemudian, 19 orang pada kategori Rendah, dan 46 orang masuk pada kategori Sangat
Rendah. Berdasarkan survei, guru BK pria memiliki tingkat burnout yang lebih tinggi.
Kemudian, Guru BK yang lebih muda dengan usia kerja kurang dari 10 tahun memiliki
tingkat burnout yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa guru BK di kota
singkawang sudah mampu menjalankan tugas dan perannya sesuai dengan yang
seharusnya dan memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi. Penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk mengetahui lebih lanjut tentang penyebab rendahnya burnout guru BK di
Kota Singkawang.
JURNAL 11
Hasil Kesimpulan :
Penelitian ini bertolak dari fenomena di lapangan dimana profesi konselor seringkali
mengalami stres yang disebabkan oleh tuntutan dan tantangan kerja agar lebih
menampilkan keprofesionalan dalam menjalankan tugas sebagai konselor di sekolah. Stres
yang dialami dapat berdampak positif maupun negatif terhadap kehidupan konselor.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan strategi coping stress konselor guna
mereduksi dampak negatif dari stres tersebut. Jenis penelitian ini menggunakan metode
studi deskriptif yang memberikan gambaran atas suatu objek sejelas mungkin tanpa ada
perlakuan terhadap obyek yang diteliti. Populasi penelitian adalah konselor/guru
bimbingan konseling SMP Negeri Kota Bekasi. Teknik pengumpulan data menggunakan
observasi, dan angket untuk mengetahui gambaran tingkat stres dan strategi coping stress
konselor. Teknik analisis menggunakan ukuran gejala pusat, ukuran variasi dan norm
referenced. Berdasarkan hasil penelitian konselor/guru bimbingan dan konseling
mengalami stres tinggi pada aspek fisik yang disebabkan oleh aspek karakteristik
pekerjaan dibandingkan dengan aspek kognitif, emosi, perilaku, lingkungan fisik dan
sosial. Strategi coping stress yang dimiliki konselor paling tinggi pada aspek religious
coping dibandingkan dengan strategi coping problem focused coping, emotional focused
coping, social support, dan meaning making coping. Setelah mengikuti kegiatan
pengembangan strategi coping, konselor dapat mereduksi stres yang dialaminya dengan
strategi coping yang dimilikinya. Pengembangan program strategi coping stress
direkomendasikan untuk membantu konselor dalam mereduksi stres dan meningkatkan
coping stress.
JURNAL 12
Hasil Kesimpulan :
JURNAL 13
Judul Artikel PENGARUH JOB STRESS DAN JOB SATISFACTION
TERHADAP PSYCHOLOGICAL WELL-BEING
Nama Jurnal Jurnal Ilmu Manajemen
Volume dan Halaman Volume 9 Nomor 4
Tahun 2021
Nama Penulis Fellia Sakti Dewi Washinta
Reviewer Nanda Diaz Giscka
Hasil Kesimpulan :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh stres kerja dan kepuasan kerja
terhadap kesejahteraan psikologis karyawan pascasarjana di Universitas Islam Negeri
Sunan Ampel Surabaya. Metode penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif, dengan
metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah sampling jenuh. Populasi yang
digunakan adalah 41 para karyawan. Analisis penelitian ini menggunakan Analisis Regresi
Linier Berganda dengan software IBM SPSS Statistics 24.0. Penelitian ini menyimpulkan
bahwa stres kerja berpengaruh negatif dan bermakna terhadap kesejahteraan psikologis
karena beban tugas yang banyak mengakibatkan stres yang menyebabkan kesejahteraan
psikologis menurun. Karena kepuasan kerja berpengaruh positif dan bermakna terhadap
kesejahteraan psikologis, kurangnya pegawai mengakibatkan ketidakpuasan ketika
melakukan pekerjaan yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis. Sedangkan pengaruh
yang bermakna stres kerja dan kepuasan kerja terhadap kesejahteraan psikologis terjadi
karena secara simultan uji signifikansi (uji f) secara keseluruhan Ho diterima. Institusi
harus memperhatikan stres kerja yang dialami pegawainya agar kesejahteraan psikologis
pegawai dapat terjaga dengan baik dan akan berdampak baik pada kepuasan pekerjaan
pegawai.
JURNAL 14
Hasil Kesimpulan :
Survei di beberapa negara telah konsisten mencatat guru sebagai salah satu profesi dengan
kerentanan stres tertinggi. Penelitian ini adalah penelitian dasar yang bertujuan menggali
konstruk kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dan efikasi diri sebagai nilai
potensial yang nantinya dapat dikembangkan sebagai bagian intervensi penanganan stres
pada guru. Partisipan penelitian adalah 116 guru Taman Kanak-kanak (TK) di Kabupaten
Bantul Yogyakarta yang telah memiliki masa kerja minimal 2 tahun. Instrumen yang
digunakan untuk pengambilan data adalah Perceived Stress Scale (PSS-10), Psychological
Well-being Scale (PSWB), dan Teacher Sense Efficacy Scale (TSE). Ketiga skala tersebut
disebarluaskan secara online ke Kecamatan Banguntapan dan Sewon sebagai cluster
sampling. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan regresi linier berganda. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan antara psychological wellbeing
dan efikasi diri terhadap tingkat stres guru. Sumbangan efektif terhadap stres guru yang
dijelaskan oleh kedua variabel bebas sebesar 42.9% (p < .001). Studi ini menyimpulkan
bahwa psychological well-being dan efikasi diri dapat dikembangkan sebagai konstruk
intervensi untuk peningkatan kesehatan mental guru.
JURNAL 15
JURNAL 16
Hasil Kesimpulan :
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran self-care guru Bimbingan dan
Konseling di SMA Negeri se-DKI Jakarta. Sampel penelitian ini berjumlah 195 guru BK
dengan menggunakan teknik convenience sampling. Metode yang digunakan adalah
pendekatan kuantitatif dengan metode survey. Pengumpulan data dilakukan secara online
dengan menggunakan instrumen Professional Self-Care Scale. Hasil penelitian
menunjukan pada umumnya self-care guru BK di SMA Negeri se-DKI Jakarta berada
pada kategori tinggi dengan rerata sebesar 123.14. Sebanyak 184 guru BK (94.36%)
memiliki self-care tinggi, terdapat 11 guru BK (5.64%) memiliki self-care sedang, dan
tidak ada satupun guru BK yang memiliki self-care rendah. Pengembangan profesional
mendapat rerata paling tinggi sebesar 6.20, sedangkan keseimbangan harian mendapat
rerata terendah dengan skor 5.10. Strategi kognitif mendapati rerata sebesar 6.10,
dukungan profesional mendapat rerata sebesar 5.90, dan keseimbangan hidup mendapat
rerata sebesar 5.80. Hasil ini menunjukan bahwa guru BK mampu mencari peluang untuk
pertumbuhan profesional dan keterlibatan dalam kegiatan profesional yang
menyenangkan, dapat memantau stres serta reaksi di tempat kerja, mampu menumbuhkan
hubungan saling mendukung dengan rekan kerja, mampu membina hubungan dan kegiatan
di luar pekerjaan, namun mereka masih membutuhkan pengembangan tentang mengelola
tuntutan pekerjaan serta mengelola kegiatan seharihari.
JURNAL 17
Hasil Kesimpulan :
Pada dasarnya setiap manusia dapat mengalami burnout, termasuk konselor, hal ini terjadi
karena setiap manusia pasti mengalami tekanan dalam hidupnya seperti dalam kehidupan
pekerjaannya. Burnout adalah suatu kondisi pada individu yang mengalami kelelahan
fisik, mental, emosional dan kurangnya motivasi untuk bekerja akibat tuntutan pekerjaan
yang semakin meningkat. Jika dibiarkan akan mempengaruhi kinerja konselor di sekolah,
sehingga burnout pada konselor harus ditindaklanjuti dengan solusi yang tepat dan sehat.
JURNAL 18
Hasil Kesimpulan :
Konselor sekolah merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari pendidikan di sekolah
(Lunenburg, 2010; ASCA, 2015; Omoniyi & Iyabo, 2016). Layanan bimbingan dan
konseling konselor sekolah harus komprehensif untuk semua siswa. Dalam menjalankan
tugasnya, konselor perlu memiliki kesejahteraan psikologis yang memadai (Meyer &
Ponston, 2006; Merryman, Martin, & Martin, 2015; Ismail, Jamaludin, & Sumari, 2017;
Thomas & Morris, 2017). Studi fenomenologis ini bertujuan untuk mengungkap
pemahaman mendalam tentang kesejahteraan psikologis konselor sekolah dari perspektif
mereka. Subyek penelitian dipilih melalui metode wawancara dan observasi. Lima
konselor sekolah di SMA negeri di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia, dipilih sebagai
subjek penelitian karena memenuhi kriteria yang ditentukan oleh penelitian. Pengumpulan
data dilakukan melalui wawancara mendalam dan narasi subjek. Studi ini menemukan
bahwa: a) enam dimensi kesejahteraan psikologis teridentifikasi meskipun ada tingkat
yang berbeda untuk setiap subjek, b) untuk subjek penelitian, kesejahteraan psikologis
mendukung peran dan fungsinya sebagai konselor. Seorang konselor dengan kesejahteraan
psikologis yang tinggi mampu menyeimbangkan kondisinya baik sebagai konselor
maupun sebagai individu. Sehingga stres kerja dapat diminimalisir, c) faktor pendukung
kesejahteraan psikologis konselor sekolah meliputi konsep diri yang positif, religiusitas,
perhatian, penetapan tujuan, dan dukungan sosial, d) upaya peningkatan kesejahteraan
psikologis konselor dilakukan dengan mengembangkan dan mengoptimalkan faktor-faktor
pendukung yang tersedia. Disarankan agar penelitian kuantitatif dilakukan di masa depan
dengan mencakup sampel yang lebih besar dalam situasi yang sama. Oleh karena itu,
diharapkan ada konfirmasi atau kemungkinan generalisasi atas kesimpulan penelitian ini.
Disarankan untuk mengelola calon konselor melalui pendidikan dan pelatihan yang
memperhatikan pengembangan faktor pendukung kesejahteraan psikologis.