Review Artikel Kel. 3
Review Artikel Kel. 3
Perspektif Syi'ah
1
Royyan abdunnashir, 2Arsandi
1
Program Studi ahwalul syakhsiyah, Universitas Muhammadiyah Palu
(Email: royanjr4.@gmail.com)
2
Program Studi Ahwalul Syakhsiyah, Universitas Muhammadiyah Palu
(Email:
arsandisandi4304.@gmail.com
)
ABSTRAK
Artikel ini membahas gagasan Al-mu’tazilah dan syi’ah dalam sejarah teologi
Islam. Keduanya memiliki pemikiran dan cara-cara menjalani pemikirannya.
Dari pertentangan keduanya, memantik pemikiran-pemikiran baru . Penelitian ini
bertujuan untuk membahas perbandingan antara pemikiran kalam aliran Al-
mu’tazilah dan aliran syi’ah. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan
kualitatif atau metode studi literatur dengan mencari referensi yang berhubungan
dengan persoalan al-mu’tazilah dan syi’ah. Objek formal penelitian ini adalah
perbandingan, sedangkan objek materialnya ialah pemikiran dalam aliran
mu’tazilah dan syi’ah. Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini adalah al-
mu’tazilah dan syi’ah dalam konsep keyakinan dari kedua aliran.
Kata Kunci: Pemikiran Kalam, al-mutazilah dan syi’ah
Abstrak:
Pemikiran kalam memiliki peran sentral dalam sejarah pemikiran Islam, memainkan
peran penting dalam mengartikulasikan keyakinan-teori tentang Tuhan, keadilan, dan
konsep-konsep lainnya yang fundamental bagi pemahaman agama Islam. Artikel ini
bertujuan untuk melakukan rekonstruksi pemikiran kalam melalui analisis perbandingan
antara dua aliran utama dalam tradisi kalam Islam, yaitu Al-Mu'tazilah dan Perspektif
Syi'ah.
Melalui pendekatan analisis perbandingan, artikel ini mengeksplorasi persamaan dan
perbedaan antara kedua aliran tersebut dalam berbagai aspek, termasuk konsepsi tentang
sifat-sifat Tuhan, hubungan antara kehendak manusia dan ketentuan ilahi, serta
pendekatan terhadap otoritas al-Quran dan hadis. Artikel ini juga memperhatikan konteks
sejarah dan sosial di mana kedua aliran ini berkembang, untuk memahami pengaruh-
pengaruh yang membentuk pemikiran kalam mereka.
Dengan menyoroti persamaan dan perbedaan antara Al-Mu'tazilah dan Perspektif Syi'ah,
artikel ini bertujuan untuk memberikan kontribusi pada pemahaman yang lebih baik
tentang keragaman dalam tradisi kalam Islam, serta relevansinya dalam konteks
kontemporer. Dengan demikian, artikel ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang
berharga bagi para pembaca yang tertarik dalam studi kalam dan pemikiran Islam.
ABSTRACK
This article discusses the ideas of Al-mu'tazilah and Shi'ah in the history of
Islamic theology. Both have their thoughts and ways of living their thoughts. From
the contradiction between the two, it sparked new thoughts. This research aims to
discuss the comparison between the kalam thought of the Al-mu'tazilah school and
the Shi'a school. This research uses a qualitative approach or literature study
method by looking for references related to al-mu'tazilah and shia issues. The
formal object of this research is comparison, while the material object is thought
in the mu'tazilah and shia schools. The results and discussion in this study are al-
mu'tazilah and shia in the concept of belief from both schools.
Seperti kita ketahui, banyak sekali firqoh yang terdapat dalam Islam. Mereka
menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya, ajaran yang mengutamakan Al-Quran
dan Hadits sebagai sumber utamanya. Contoh berbagai aliran yang akan dibahas dalam
artikel ini adalah aliran Mu'tazilah dan aliran Syiah. Aliran Mu'tazilah merupakan aliran
yang menggunakan akal sebagai sumber untuk mengenal Tuhan. Dengan demikian, aliran
Syiah merupakan aliran yang mengusung doktrin bahwa segala petunjuk agama berasal
dari Ahl al-bait. Mereka menolak petunjuk agama dari teman-teman yang bukan Ahl al-
bait atau pengikutnya. Firqoh ini dilatarbelakangi oleh politik yang kemudian berdampak
pada agama. Oleh karena itu, pemahaman hukum Islam secara mendalam dipandang
kalangan pelajar.
Dalam gelombang dinamika pemikiran Islam, telaah mendalam terhadap tradisi kalam
menjadi penting untuk memahami kompleksitas filosofi agama dalam tradisi Islam.
Dalam artikel ini, kami melakukan sebuah rekonstruksi yang teliti terhadap pemikiran
kalam, dengan memusatkan perhatian pada dua aliran yang signifikan: Al-Mu'tazilah dan
Perspektif Syi'ah. Dalam analisis perbandingan ini, kami menyelidiki akar pemikiran,
konsepsi tentang Tuhan, relasi antara kehendak manusia dan ketentuan ilahi, serta
pandangan tentang otoritas keagamaan. Dengan demikian, artikel ini bertujuan untuk
menyajikan landasan yang kuat bagi pemahaman lebih mendalam tentang perbedaan dan
persamaan esensial antara dua tradisi kalam ini, serta implikasinya dalam konteks
Nikah mut'ah, juga dikenal sebagai "nikah sementara" atau "nikah mut'ah" adalah
sebuah praktik dalam Islam yang telah menjadi bahan perdebatan di antara
berbagai mazhab dan aliran. Pandangan Syiah terhadap nikah mut'ah berbeda
dengan mayoritas mazhab Sunni. Berikut adalah beberapa pandangan dan
alasannya yang mendasari praktik ini dalam tradisi Syiah:
Pemahaman bahwa Syiah membenci Aisyah tidak sepenuhnya akurat. Prinsip Ahlul Bait,
yang menekankan penghormatan terhadap keluarga Nabi Muhammad SAW, memang
menjadi salah satu prinsip utama dalam kepercayaan Syiah. Namun, tidak benar untuk
mengatakan bahwa semua Syiah membenci Aisyah. Ada perbedaan pandangan di antara
umat Islam, termasuk di antara para pemeluk Syiah, tentang peran dan karakter tokoh-
tokoh penting dalam sejarah Islam, termasuk Aisyah.
Adapun alasan di balik ketegangan historis antara sebagian kalangan Syiah dan Aisyah,
ini dapat dijelaskan dengan beberapa faktor:
1. Perbedaan Politik dan Sejarah: Sejarah Islam mencatat adanya konflik dan
ketegangan politik di antara sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW sendiri.
Terdapat konflik politik dan pergolakan di antara kelompok-kelompok yang
berbeda setelah wafatnya Nabi. Beberapa kelompok Syiah menafsirkan sejarah ini
secara berbeda, dan ada yang menganggap bahwa Aisyah, sebagai tokoh yang
terlibat dalam peristiwa-peristiwa politik setelah kewafatan Nabi, memiliki peran
yang kontroversial.
2. Perspektif Sejarah Berbeda: Pandangan sejarah tentang peristiwa-peristiwa
seperti Perang Jamal dan Perang Siffin dapat berbeda di antara Sunni dan Syiah.
Dalam konteks ini, Aisyah terlibat dalam Perang Jamal melawan Imam Ali, yang
menjadi salah satu sumber ketegangan.
3. Konteks Politik dan Kultural: Ada faktor-faktor politik dan kultural yang
mempengaruhi persepsi terhadap tokoh-tokoh sejarah. Di beberapa komunitas
Syiah, terutama di masa lalu, terdapat narasi-narasi yang menekankan konflik
antara Ali dan Aisyah, yang dapat mempengaruhi pandangan mereka terhadapnya.
Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa tidak semua Syiah membenci Aisyah.
Banyak umat Islam, baik Sunni maupun Syiah, menghormati Aisyah sebagai salah satu
istri Nabi Muhammad SAW dan sebagai tokoh penting dalam sejarah Islam.
Keseluruhan, penting untuk memahami keragaman pandangan di antara umat Islam dan
menghindari generalisasi yang tidak akurat.
Pandangan Syiah terhadap Fatimah, putri Nabi Muhammad SAW dan istri Ali bin Abi
Thalib, umumnya sangat tinggi dan dihormati. Fatimah dianggap sebagai salah satu tokoh
sentral dalam Islam oleh umat Syiah, dan penghargaan terhadapnya mencerminkan
kedalaman kecintaan dan penghormatan mereka terhadap keluarga Nabi.
1. Kedudukan Khusus:
Fatimah dianggap sebagai salah satu tokoh terpenting dalam sejarah Islam
oleh Syiah. Mereka menganggapnya sebagai tokoh yang paling mulia
setelah Nabi Muhammad SAW.
Fatimah juga dianggap sebagai sumber inspirasi spiritual dan moral bagi
umat Islam, terutama bagi umat Syiah.
2. Kedalaman Penghargaan:
Syiah meyakini bahwa Fatimah memiliki peran yang penting dalam
melindungi dan menyebarkan ajaran Islam setelah wafatnya Nabi
Muhammad SAW.
Mereka menekankan pengorbanan dan kesetiaan Fatimah terhadap ajaran
Islam, serta ketabahannya dalam menghadapi cobaan dan kesulitan.
3. Kisah Tragis Wafatnya:
Syiah mengenang dengan penuh duka cita kisah tragis wafatnya Fatimah.
Mereka percaya bahwa dia meninggal dunia dalam keadaan tertekan
akibat peristiwa pengepungan pintu rumahnya yang menyebabkan
kematian anaknya yang belum lahir dan cedera berat pada dirinya sendiri.
Peristiwa ini, yang dikenal sebagai peristiwa Pengepungan pintu Fatimah,
menjadi salah satu peristiwa penting yang disorot dalam sejarah Syiah.
4. Sumber Inspirasi dan Keteladanan:
Bagi umat Syiah, Fatimah adalah sumber inspirasi bagi perempuan
Muslim dan umat Islam pada umumnya. Mereka meneladani
ketabahannya, keberanian, dan kesetiaannya terhadap ajaran Islam.
Sementara pandangan Syiah terhadap Fatimah sangat tinggi, penting untuk memahami
bahwa perbedaan pandangan antara Syiah dan Sunni bukan berarti ada kebencian
terhadap tokoh-tokoh yang dianggap penting dalam Islam. Meskipun terdapat perbedaan
interpretasi sejarah dan hadis, kebencian terhadap tokoh-tokoh tertentu tidak selalu
mencerminkan pandangan resmi dari salah satu mazhab tersebut.
METODE
adalah ringkasan tertulis mengenai artikel dari jurnal, buku, dan dokumen
pustaka ke dalam topik dan dokumen yang dibutuhkan (Creswell, John W. 2007).
Selain itu penulis juga menggunakan metode studi pemikiran tokoh. Metode
pengumpulan data berasal dari buku ataupun jurnal yang sesuai dengan tema
bahasan sebagai sumber primer, jurnal-jurnal terkait berasal dari Google Scholar
syi’ah telah dilakukan oleh sejumlah peneliti. Antara lain laporan penelitian
dilakukan oleh Andi safri bactiar (2013), “Analisis Pemikiran Harun Nasution:
teologi islam,” UI jakarta. Penelitian ini memiliki tujuan mengkaji mu’tazilah dan
syi’ah dalam sebuah analisis pemikiran. Hal ini didasarkan pada pemikiran
aliran pecahan dari islam yang kerap menjadi bahan diskusi panjang di kalangan
pemikir dan cendekiawan, salah satunya adalah pernyataan menolak semua tafsir
dan hadist dan lebih mementingkan akal dalam memahami agama serta pernyataan
bahwa ali yang lebih pantas menggantikan rasulullah. Pemikiran ini mendapat
memahami agamam hanya menggunakan akal dan syiah adalah sekte orang-orang
pandangan syi’ah..
1. Pemikiran
mu’tazilah
Secara harafiah kata Mu’tazilah berasal dari kata I’tazala yang berarti
respons politik. Kelompok ini tumbuh sebagai kelompok yang netral secara
politik, terutama dalam arti moderasi dalam mendukung konflik antara Ali bin Abi
Zubair. Menurut penulis, kelompok ini awalnya disebut Mu tazilah karena mereka
menarik diri dari konflik khilafah. Kelompok ini netral secara politik, tanpa hinaan
pasca tahkim. Kelompok ini muncul karena mereka mempunyai pandangan yang
untuk memberi kepada orang-orang yang telah melakukan dosa berat hingga
bin Ubaid, dan Hasan Al-Basri di Basra pada abad kedua hijriah tahun 105-1010 H
pada masa khalifah abdul malik bin Marwah dan hisyam bin abdul malik. Ketika
Wasil mengikuti majelis yang diberikan Hasan Al Basri di masjid basra. Ada
berbuat dosa besar itu bukanlah orang yang beriman dan tidak pula kafir, namun
dia berada pada kedudukan di antara keduanya, dia bukanlah orang yang beriman
atau kafir. dia bangkit dan meninggalkan Hasan Al Basri, dan pergi ke bagian lain
Basri berkata: “Wasil meninggalkan kami (I'tazaala' anna)..” . Maka dia dan
'Amr ibn Ubaid Ibn Bab o;eh hasan al basri karena perselisihan di antara mereka
mengenai masalah Qadr dan pendosa besar. Mereka berdua menjauhkan diri dari
Hasan Al-Bashri. dan mereka serta para pengikutnya disebut Mu'tazilah. karena
mereka menjauhkan diri dari pemahaman umat Islam mengenai persoalan orang-
nama Mu’tazilah sudah ada sebelum kejadian Wasil dan Hasan Al Basri serta
tersebut.mereka orang-orang yang tidak mau terlibat dalam politik yang terjadi
pada masa Usman Ibnu Affan dan Ali bin Abi Thalib. Mereka menjauhkan diri
kata al mu’tazilah.
Mencari asal muasal nama Mu'tazilah sungguh sulit. Yang jelas nama
Mu'tazila adalah aliaran teologi yang rasional dan mementingkan akal sehat dalam
Basra dan jauh sebelum itu terjadi di Basra, dan ada kata I'tazalah, al- Mu'tazilah.
tapi apa hubungannya antara Mu'tazilah pertama dan Mu'tazilah kedua, fakta yang
1. At-tauhid
dia, tidak ada massa, tidak ada jauhar, tidak ada 'aradl, waktu tidak
bersesuaian dengan-Nya, dia tidak menempati ruang atau tempat, dia tidak
dapat dicirikan oleh sifat-sifat yang ada pada makhluk, tidak melahirkan
2. Al-Adl
adil dalam sudut pandang manusia, karena pada hakikatnya alam semesta
hanya berbuat baik (ash-shalah) dan yang terbaik (al-ashalah) dan bukan
yang tidak baik. Begitu pula Tuhan itu adil jika tidak mengingkari
a.perbuatan manusia
Artinya sudah menjadi kewajiban Tuhan untuk berbuat baik, bahkan lebih
baik lagi, bagi umat manusia. Tuhan tidak bisa jahat dan menganiaya
karena hal itu akan memberikan kesan bahwa Tuhan adalah penjahat.
Tuhan adalah penjahat yang berbuat sesuatu yang tidak layak bagi Tuhan.
3. . Al-Wa’d wa al-Wa’id
artinya janji dan ancaman. Tuhan Yang Maha Adil dan Bijaksana tidak
akan mengingkari janjinya. Tindakan Tuhan terikat dan dibatasi oleh janji-
berbuat baik (al-muthni) dan ancaman siksa neraka kepada orang yang
yang bertobat adalah benar adanya. Hal ini sesuai dengan asas keadilan:
Siapapun yang berbuat jahat akan menerima hukuman yang sangat pedih.
keadilan. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari keimanan yang hanya
untuk berbuat baik dan mencegahnya dari berbuat maksiat. Salah satu isi
Salain 5 landasan pokok aliran ini, mereka juga memiliki pemikiran lain seperti;
Kedua aliran ini memiliki pemikiran dan konsep yang berbeda,tetapi keduanya adalah
aliran yang eksrem.dari Konsep takdir dan keadilan: Meski sama-sama menekankan
keadilan Allah, Mu'tazilah cenderung lebih menekankan kebebasan manusia dari takdir
ketuhanan, sedangkan kaum Syi'ah menjaga keseimbangan antara takdir ketuhanan dan
kebebasan manusia.Mu'tazilah lebih menekankan pada akal sebagai alat untuk
memahami agama, sementara kaum Syi'ah juga menghargai tradisi dan otoritas para
imam.dari segi keyakinan Kaum Syi'ah percaya bahwa kepemimpinan umat Islam
setelah Nabi Muhammad harus dilanjutkan oleh para imam yang dipilih oleh Allah dan
percaya pada konsep imamah.sementara Mu'tazilah berpendapat bahwa akal dan
rasionalitas harus digunakan untuk memahami ajaran agama. Mereka mengutamakan
akal dan nalar ketika menafsirkan Al-Quran. Kaum Mutazilah tidak mempunyai konsep
imamah seperti kaum Syi’ah. Mereka lebih fokus pada keadilan Tuhan dan
menggunakan akal untuk memahami agama.sementara Syiah tidak mengakui otoritas
khalifah yang dipilih oleh mayoritas umat Islam. Mereka meyakini bahwa hanya imam-
imam yang dipilih oleh Allah yang memiliki hak untuk memimpin umat. Perbedaan
keyakinan ini menyebabkan kaum Mu'tazilah dan Syi'ah mempunyai praktik ibadah dan
pandangan agama yang berbeda. Baik kelompok Mu'tazilah maupun Syi'ah terus
mempengaruhi pemikiran Islam kontemporer. Pemikiran rasional kaum Mu'tazilah
masih diperdebatkan dalam kajian Islam modern, sedangkan Syi'ah tetap menjadi salah
satu mazhab Islam yang memiliki jumlah pengikut signifikan di seluruh dunia. Oleh
karena itu, pengaruh dan relevansi kelompok Mu'tazilah dan Syi'ah tidak hanya sebatas
sejarah saja, namun juga terus berdampak pada perkembangan pemikiran dan
pengamalan keagamaan dalam Islam hingga saat ini.
KESIMPULAN
Aliran mu’tazilah merupakan aliran yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih
mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan-persoalan yang dibawa kaum khawarij dan
Murji’ah .mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama “kaum Rasionalitas
islam”.sedangkan aliran Syi’ah merupakan aliran pertama yang muncul di kalangan umat Islam.
Aliran ini dilatarbelakangi oleh pendukung ahlul bait yang tetap menginginkan pengganti Nabi
adalah dari ahlul bait sendiri yaitu Ali bin Abi Thalib. Mereka mempunyai doktrin sendiri dalam
alirannya, salah satunya tentang Imamah. Mereka berpendapat bahwa pengganti Nabi yang pantas
menjadi pemimpin adalah seseorang yang ma’shum(terhindar dari dosa). Bahkan dalam sekte yang ekstrim
yaitu Syi’ah Ghulat, mereka telah menuhankan Ali. Mereka menganggap bahwa Ali lebih tinggi daripada
Nabi Muhammad SAW. Di antara mereka juga ada golongan Rafidhah yang suka mencac
Sayidina Abu Bakar dan Umar radhiyallahuanhuma., membenci para sahabat nabi dan
berlebihan dalam mencintai Sayidina Ali da anggota keluarganya, semoga Allah meridhai
mereka semua. Berkata Sayyid Muhammad dalam Syarah Qamus, sebagian mereka
bahkan sampai pada tingkatan kafir dan zindiq, semoga Allah melindungi kita dan umat
Islam dari aliran ini.
Berkata Al Qadhi Iyadh dalam kitab AsySyifa bi Ta’rif Huquq Al Musthafa, dari
Abdillah ibn Mughafal, Rasulullah shallallahul’aihiwasallam bersabda: Takutlah kepada
Allah, takutlah kepada Allah mengenai sahabat-sahabatku. Janganlah kamu menjadikan
mereka sebagai sasaran caci maki sesudah aku tiada. Barangsiapa mencintai mereka,
maka semata-mata karena mencintaiku. Dan barangsiapa membenci mereka, maka berarti
semata-mata karena membenciku. Dan barangsiapa menyakiti mereka berarti dia telah
menyakiti aku, dan barangsiapa menyakiti aku berarti dia telah menyakiti Allah. Dan
barangsiapa telah menyakiti Allah dikhawatirkan Allah akan menghukumnya. (Hadits
riwayat Tirmidzi dalam Sunan At-Tirmidzi Juz V hal. 696 hadits no.3762).
DAFTAR PUSTAKA
Sidik. (2016). “Refleksi Paham Jabariyah dan Qadariyah. IAIN Palu, Fakultas
Ushuluddin Adab dan Dakwah.” Rausyan Fikr 12: 273–87.