SUMMARY
PENDAHULUAN
Kemacetan terjadi permasalahan utama di kota-kota besar, terutama jika tidak
diisertai dengan ketersediaan transportasi yang baik dan memadai. Kemacetan
bisa terjadi akibat kurangnya infrastruktur jalan dan kepadatan penduduk
semakin meningkat terutama yang terjadi di Kota Bandung. Penumpukan
kendaraan di jalan tidak membentuk sarana dan prasarana lalu lintas, yang
menyebabkan kendaraan terhambat dan kecepatan dalam berkendara turut
membat dan menghambat efisiensi waktu.
Bandung, sebuah kota di Indonesia, menghadapi tantangan dalam hal
transportasi karena lokasinya yang berdekatan dengan Jakarta dan Surabaya.
Pemerintah kota ini telah mengimplementasikan program-program untuk
meningkatkan transportasi, seperti pemeliharaan jalan, mengimplementasikan
rencana transportasi umum, dan mengubah infrastruktur kota. Pemerintah juga
bertujuan untuk meningkatkan transportasi umum dengan
mengimplementasikan Trans Metro Bandung, layanan transportasi umum yang
beroperasi di kota ini. Trans Metro Bandung menghubungkan wilayah Bandung
Utara dengan wilayah Bandung Selatan, Gunung Batu, dan Bandung Timur,
dengan total jalan sepanjang 56 kilometer. Tujuannya adalah untuk
mengoptimalkan transportasi umum dan meningkatkan kapasitas transportasi
kota.
DP 22 Policy Brief | 1
Pemerintah Indonesia menerapkan Trans Metro Bandung (TMB) untuk
meningkatkan layanan transportasi umum dari pusat kota sebagai hub. TMB
bertujuan untuk menyediakan layanan transportasi yang cepat, efisien,
terjangkau, dan dapat diandalkan. Pemerintah telah menerapkan berbagai
peraturan untuk memastikan kelancaran operasi TMB, termasuk tingkat layanan
minimum, aksesibilitas, dan kualitas layanan. Namun, implementasinya telah
menghadapi tantangan, seperti pandemi Covid-19 tahun 2022, yang telah
meningkatkan risiko kasus Covid-19 baru di Indonesia. Hal ini telah
menyebabkan peningkatan mobilisasi penduduk, dengan Work From Home
(WFH) menjadi kegiatan baru bagi orang-orang untuk terlibat dalam kegiatan di
luar pekerjaan, menyebabkan penggunaan transportasi umum menjadi lebih
mendesak.
Kesimpulan
Program Trans Metro Bandung dilaksanakan oleh badan legislatif dan
eksekutif, dengan DPRD Bandung bertindak sebagai badan legislatif yang
bertanggung jawab atas regulasi, monitoring, dan monitoring. Departemen
Pekerjaan Umum (LSM) dan Pemerintah Kota (DPRD) bertanggung jawab atas
implementasi program, mengoordinasikan pemangku kepentingan untuk
memastikan koordinasi antara badan eksekutif dan legislatif dalam mengevaluasi
program. Indikator pelaksanaan antara lain sub-indikator mengenai kekuatan,
kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat, Trans Metro Bandung dari segi
efisiensi dan hari tanggap, dan karakteristik program, Pemerintah Kota, dan DPRD
Bandung turut dikritik melalui media sosial. DPRD Bandung juga telah menerapkan
langkah-langkah untuk meningkatkan teknologi yang digunakan dalam program,
DP 22 Policy Brief | 3
memastikan bahwa program tersebut memenuhi standar yang diperlukan.
Rekomendasi
1) Menyeimbangkan dengan regulasi pendukung lainnya untuk memperjelas
pengaturan angkutan umum agar tidak terjadi konflik-konflik horizontal
antar sopir angkutan lainnya yang kerap terjadi.
2) Pengoptimalan penegakan hukum serta sanksi yang lebih tegas atas segala
bentukcpelanggaran demi tercapainya fungsi kebijakan.
3) Adanya penambahan armada dan menyediakan jalur khusus bagi Trans
Metro Bandung untuk memperbaiki ketepatan waktu Trans Metro Bandung
4) Memperbaiki fasilitas yang rusak demi meningkatkan kenyamanan
masyarakat sebagai pengguna Trans Metro Bandung (TMB).
5) Melakukan sosialisasi secara menyeluruh dengan memperhatikan
komunikasi interaksi bersama masyarakat. Pemerintah perlu menekankan
pentingnya penggunaan transportasi publik dalam mengurai kemacetan di
Kota Bandung. Melakukan rebranding pada sosial media agar masyarakat
dapat tertarik menggunakan transportasi publik.
6) Menyediakan fasilitas call center/hotline yang dapat dihubungi ketika
kondisi darurat terjadi dilapangan. Memperhatikan kenyamanan
penumpang untuk mencegah adanya pencurian dan kekerasan seksual
dengan meningkatkan keamanan di dalam angkutan.
Referensi/Rujukan
Winarno, Budi. (2002). Kebijakan Publik, Teori dan Proses. Yogyakarta: Media
Presindo.
Syafiie, Inu Kencana. (2013). Ilmu Pemerintahan, Jakarta: Bumi Aksara, 2013.
Agusta, I. (2003). Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Kualitatif. Pusat Penelitian
Sosial
Ekonomi. Litbang Pertanian, Bogor, 27. Anderson, James E. (1970). Public Policy
Making, New York: Reinhart and Wiston.
Mappiare, A. (2009). Dasar-dasar Metodologi Riset Kualitatif untuk Ilmu Sosial dan
Profesi. Malang: Jenggala Pustaka Utama Bersama Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Malang.
DP 22 Policy Brief | 4