Anda di halaman 1dari 6

TUGAS PAPER

KEBIJAKAN KARET

Pengantar Agribisnis

Dosen Pengampuh :

Tifany Zia Aznur, S.P., M.Si

Disusun Oleh:

1.AFIFUDDIN KAMAL 230101001


2.NUR SYAFITRI SIREGAR 230101023
3.CHALEP SITANGGANG 230101007
4.YUSRIL AVICENNA HAFIZH 230101069
5.NURUL SALMI 230101065
6.YOAN AFFANDI 230101068
7.SAMUEL REINALDI OKTAVIAN 230101024
8.HILAL ISRA' AL-HIKMAH SIREGAR 230101012
9.M KHAIRU RIZKY SIREGAR 230101017
10.MUHAMMAD NAZRIL KHUZAIMAH 230101018
11.JIMMI FAREL HUTAPEA 230101063
12.ZACKY AL ROJAK HASIBUAN 230101029

D IV BUDIDAYA PERKEBUNAN 1A
INSTITUT TEKNOLOGI SAWIT INDONESIA

T.A. 2023/2024
KEBIJAKAN KARET SEKALA INTERNASIONAL, NASIONAL, DAN DAERAH

A. Kebijakan Karet Skala Internasional

kebijakan International Tripartite Rubber Council (ITRC) adalah kebijakan yang


membatasi kuota ekspor karet terhadap perekonomian Indonesia yang membatasi kuota ekspor
dan produksi karet selama bulan Oktober 2012 hingga Maret 2013. Pemberlakuan pembatasan
kuota ini bertujuan untuk meningkatkan harga karet alam yang sudah turun drastis sejak saat
itu. Desember 2010.

Negara yang tergabung dalam produsen karet yaitu International Tripartite Rubber
Council (ITRC) dominasi ekspor karet negara ASEAN khususnya Thailand, Indonesia dan
Malaysia membentuk organisasi kerjasama komoditas yang mengatur kebijakan untuk
mengurangi volume ekspor karet alam dari ketiga negara sebanyak 300.000 ton. Hal tersebut
dilator belakangi dengan memburuknya harga karet sepanjang 8 bulan pertama 2012 sampai
mencapai USD 2,5 /kg (dibulan Agustus) atau turun 28% (ytd) dari awal tahun 2012 di angka
USD 3,2/kg. Indonesia mendapatkan jatah pengurangan ekspor sebesar 117.000 ton, Thailand
sekitar 140.000 ton, Malaysia 43.000 ton.

Saat ini harga karet (pasar rubber Tokyo) sudah berada di level USD 3,3/kg, untuk terus
menjaga stabilitas harga karet, International Tripartite Rubber Council (ITRC) akan meminta
Vietnam untuk ikut bergabung. Pasalnya, secara statistik produksi karet Vietnam juga
mempunyai porsi yang cukup tinggi di kawasan Asia Tenggara (pada tahun 2012 mencapai
860.000 ton).

Indonesia bersama dengan negara anggota ITRC melakukan pembatasan produksi karet
selama oktober 2012 maret 2013. Pelaksanaan pembatasan produksi tersebut bertujuan untuk
meningkatkan harga jual karet alam yang turun drastis semenjak Desember 2010. Adapun
pelaksanaan pembatasan produksi tersebut telah berhasil meningkatkan harga karet alam
gabungan Indonesia, Malaysia, dan Thailand dari USD 2,54 per menjadi USD 2,9 per kg pada
awal Desember 2012. Namun dampak sebenarnya dari kegiatan pembatasan produksi tersebut
tidak signfikan.

Berbeda dengan dampak sebelumnya pelaksanaan pembatasan kuota karet yang di


berlakukan oktober 2012 maret 2013 berdampak positif dan meningkatkan harga karet alam
USD 7,5 cent per pound atau mengalami peningkatan 5% dimana harga karet alam mencapai
USD 149,85 cent per pound. Namun setelah itu turun USD 134 cent per pound pada februari
2013 dan terus menurun hingga mencapai USD 59,51 cent per pound di bulan September 2015.

Gambar 1.1 pemerintah melihat kualitas karet indonesia

Data perubahan harga karet dan pelaksanaan pembatasan kuota ternyata juga tidak
terlalu baik berdasarkan analisis regresi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pelaksanaan
kuota produksi karet selama Oktober 2012 - Maret 2013 telah meningkatkan harga karet
sebesar US$ 46 cent per pound dibandingkan harga rata-rata selama Oktober 2000-September
2015.7 Namun setelah pelaksanaan kuota produksi, harga karet alam rata-rata di Indonesia,
Malaysia dan Thailand turunsebesar US$ 3,3 cent per pound setiap bulan.

B. Kebijakan Karet Skala Nasional

Kepedulian terhadap pengembangan karet alam nasional yang berkelanjutan akan


mendapatkan wadah yang jelas melalui Sustainable Natural Rubber Platform of Indonesia
(SNARPI). Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian Musdhalifah Machmud mengumumkan SNARPI dalam soft-launching yang
diselenggarakan Jumat (30/4). Acara ini dilaksanakan sebagai langkah awal untuk menggalang
segenap unsur-unsur masyarakat baik dari industri, pelaku usaha, akademisi, lembaga swadaya
mandiri dan juga Pemerintah.
Pemerintah terus berupaya meningkatkan mutu dan daya saing produk karet alam SIR,
antara lain dengan menerapkan SNI 1903:2017 dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 26
tahun 2021. Kedua peraturan tersebut diharapkan dapat meningkatkan mutu karet alam SIR
sehingga berdampak pula pada kesejahteraan petani karet alam di daerah sentra produksi.

Isi Permendag No 26 tahun 2021 Tentang Penetapan Standar kegiatan Usaha dan
Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Perdagangan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1963


TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN-PERUSAHAAN PERKEBUNAN KARET
NEGARA :

Dan PP No 39 Tahun 1963 tentang Pendirian Perusahaan-Perusahaan Perkebunan

Pasal 1:

Ayat (1) Untuk perusahaan perkebunan karet tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah
ini didirikan suatu perusahaan negara sebagai termaksud dalam pasal 3 ayat (1) Undang-
undang No. 19 Prp tahun 1960 dibidang perkebunan karet

Ayat (2) tentang Perusahaan perkebunan karet tercantum dalam lajur lampiran Peraturan
Pemerintah ini beserta segala hak kewajiban kekayaan dan perlengkapan termasuk segenap
pegawai/pekerja serta usaha dari perusahaan itu dengan ini diserahkaan beralih kepada
perkebunan karet negara yang tersebut dalam lajur 6 lampiran Peraturan Pemerintah ini.

Ayat (3) tentang soal-soal yang timbul dalam melaksanakan ketentuan dalam ayat (2) diatur
oleh Menteri Pertanian dan Agraria.

C. Kebijakan Karet Skala Daerah

Kegiatan Peremajaan Perkebunan Karet merupakan produk kebijakan yang dikeluarkan


oleh pemerintah, yaitu serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh seseorang,
kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-
hambatan dan kemungkinan-kemungkinan dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna
dalam mengatasinya.
Kabupaten Sijunjung merupakan salah satu daerah yang ditetapkan oleh pemerintah
Provinsi Sumatera Barat sebagai tempat pengimplementasian kebijakan, yaitu Kegiatan
Peremajaan Tanaman Karet. Daerah ini memiliki perkebunan karet rakyat seluas 33.688 Ha,
dimana 1.541 Ha berstatus tanaman rusak sedangkan sisanya 27.834 Ha merupakan tanaman
menghasilkan dan 4.313 Ha merupakan tanaman belum menghasilkan. Produksi setiap tahunya
sebesar 31.772 ton dengan produktivitas sebesar 1.141 kg/Ha, dimana keseluruhan lahan karet
tersebut diusahakan oleh 28,229 KK tani (Dinas Perkebunan Provinsi Sumbar, 2014)

Gambar 1.2 pemerintah membagikan bibit berkualitas kepada masyarakat

Permasalahan usaha tani karet pada perkebunan rakyat di Kabupaten Sijunjung antara
lain adalah rendahnya produktivitas tanaman apabila dibandingkan dengan potensi
produktivitas. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain dikarenakan penerapan paket
teknologi baku antara lain penggunaan benih unggul, bermutu dan bersertifikat yang masih
rendah yaitu hanya 15% (berdasarkan informasi dari petugas perkebunan di Dinas Tanaman
Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Sijunjung). Selain itu pemupukan dan
pengendalian organisme penggangu tanaman belum dilaksanakan menurut rekomendasi karena
biayanya tidak terjangkau oleh petani.

Permasalahan teknis lainnya adalah rusaknya bidang sadap karena kesalahan dalam
melakukan penyadapan pada tanaman karet. Disamping permasalahan teknis tersebut,
perkebunan karet rakyat juga mengalami tantangan seperti luas lahan petani terbatas, tuntutan
kebutuhan terus meningkat, merupakan usaha monokultur yang rawan terhadap penurunan
harga, kebutuhan pangan di wilayah perkebunan karet didatangkan dari luar wilayah,
infrastruktur belum memadai (jalan, pelabuhan).

Anda mungkin juga menyukai