Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

Filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu Philo dan Sophia, Philo yang
berarti cinta dalam artian yang luas yakni keinginan, dan karena itulah lalu
berusaha mencapai yang diinginkan itu. Adapun sophia yang memiliki arti
kebijakan yang dimaksud kebijakan disini ialah pandai, mengerti,
mendalami. Sedangkan dalam bahasa Inggris kata filsafat disebut dengan
istilah philosophy', dan dalam bahasa Arab disebut dengan istilah falsafah',
yang biasa diterjemahkan dengan 'cinta kearifan'. Jadi dari namanya saja
filsafat boleh diartikan sebagai keingin untuk mencapai kepandaian atau
cinta kepada kebijaksanaan. Akan tetapi pengertian filsafat berkembang
dari masa ke masa, dapat diartikan sebagai the love of wisdom atau love
for wisdom. Pada fase ini filsafat berarti sifat seseorang yang berusaha
menjadi orang yang bijak. Jadi, bisa disimpulkan yang pertama filsafat
sebagai sifat, dan yang kedua filsafat sebagai kerja.
Filsafat sendiri adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat
akan segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran dan ilmu pengetahuan
tentang pencarian hakikat atau inti sari dari segala sesuatu. Sedangkan
filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang menjawab beberapa
pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Filsafat ilmu juga memiliki beberapa
cabang ilmu filsafat yang berkaitan dengan dasar, metode, asumsi dan
implikasi ilmu pengetahuan dari ilmu yang termasuk didalamnya antara
lain ilmu alam dan ilmu sosial. Sering kali muncul pertanyaan sentral dari
studi ini menyangkut apa yang memenuhi syarat sebagai sains, keandalan
teori-teori ilmiah dan tujuan akhir sains. Keterkaitan filsafat ilmu sangat
erat dan saling tumpang tindih dengan metafisika, ontologi dan
epistemolgi. Filsafat akan mencari jawaban "mengapa" sesuatu hal itu
sampai ke akar-akarnya. Artinya, secara radikal filsafat terus bertanya ke
dasar dari sesuatu alasan atau persoalan sampai menemukan titik terang
dimana jawaban itu bisa diterima oleh akal sehat manusia. Filsafat
berusaha menetapkan kriteria apa yang disebut benar, apa yang disebut
baik dan apa yang disebut indah.
Berpikir secara filsafat dapat diartikan sebagai berpikir yang sangat
mendalam sampai menyentuh hakikat, atau berpikir secara
global/menyeluruh, atau berpikir yang dilihat dari berbagai sudut pandang
pemikiran atau sudut pandang ilmu pengetahuan. Berpikir yang demikian
ini sebagai upaya untuk dapat berpikir secara tepat dan benar serta dapat
diterima oleh akal sehat manusia yang mendengarnya secara logis. Filsafat
disini juga mencakup berbagai aspek diantaranya ruang lingkup dan
manfaat kajian, sejarah perkembangan filsafat, dasar-dasar dan sumber
ilmu pengetahuan, tingkatan dan jenis pengetahuan. Untuk memahami
ruang lingkup filsafat ilmu seseorang sudah harus memiliki bekal
pengetahuan tentang filsafat umum sebagai dasar pengetahuan, sebab ilmu
filsafat adalah induk dari segala ilmu pengetahuan. Filsafat menjadi “ibu”
segala ilmu. Manfaat ilmu juga sebagai titik tolak membuat kita bisa
menjelajah berbagai filsafat pengetahuan ilmu lain, termasuk di dalamnya
ilmu pendidikan. Filsafat disini merupakan pengetahuan tentang hakikat,
substansi dari hakikat adalah paradigma dasar dari pengetahuan Sejarah
karena juka beberapa aspek sejarah telah terlewati akan ada permasalahan
yang terjadi karena ketidakseimbangan manusia dalam berpikir secara
kritis satu persat.

PEMBAHASAN

1. Ruang lingkup Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu ialah suatu pandangan filosofis terhadap hal yang


berhubungan dengan ilmu, sebagai upaya pengkajian dan penelitian
tentang ilmu seperti ilmu pengetahuan atau sains, yang menyangkut
karakteristik isinya, memperolehnya, serta manfaat ilmu dalam kehidupan
sehari hari. Pengkajian ini tidak terlepas dari acuan utama filsafat yang
termuat pada bidang Ontologi, Epistemilogi, dan Aksiologi. Ketiga itu
akan kita muat setelah ini.
A. Ontologi

Ontologi merupakan salah satu ilmu penyelidikan kefilsafatan yang


paling kuno dari kedua ilmu penyelidikan kefilsafatan yang lainya.
Ontologi sendiri menjelaskan mengenai pertanyaan “apa”, apa yang
sebenarnya terjadi, atau apa ini sebuah kebenaran. Sejak dini bangsa barat
sudah memiliki pemikiran ontologis dalam perenunganya pemikiran itu
muncul saat mereka sedang dalam keadaan merenung, bingung, atau
sedang berpikir, bagaimana sesuatu itu bisa ada begitu saja. Contohnya
sebagaimana seperti Thales, saat ia sedang merenungkan hakikat dan
mencari apa sesungguhnya hakikat sesuatu yang ada itu (manusia, hewan,
tumbuhan, alam, dll) , yang pada akhirnya ia berkesimpulan, bahwa asal
usul dari segala sesuatu (yang ada) itu adalah air. Jadi dapat disimpulkan
disini bahwasanya ontologi merupakan azas dalam menetapkan batas
ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaahan serta penafsiran
tentang hakikat realitas (metafisika). Ontologi meliputi permasalahan apa
hakikat ilmu itu, apa hakekat kebenaran dan kenyataan
yang inheren dengan pengetahuan itu, yang tidak terlepas dari pandangan
tentang apa dan bagaimana yang ada itu.
Paham idealisme atau spiritualisme, materialisme, dualisme,
pluralisme dan seterusnya merupakan paham ontologis yang akan
menentukan pendapat dan bahkan keyakinan kita masing-masing tentang
apa dan bagaimana kebenaran dan kenyataan yang hendak dicapai oleh
ilmu itu. Louis O. Kattsoff (1987 : 192) membagi ontologi dalam tiga
bagian yakni ontologi bersahaja, ontologi kuantitatif dan kualitatif,
serta ontologi monistik.
 Ontologi bersahaja ialah ontologi dimana segala sesuatu yang ada itu
dipandang dalam keadaan apa adanya atau sewajarnya.
 Ontologi kuantitatif ialah ontologi dimana tunggal dan jamaknya itu
sedang dipertanyakan, apakah kenyataan itu berbentuk tunggal atau
jamak.
 Ontologi kualitatif ialah ontologi dimana kenyataan itu
dipertanyakan, apakah kenyataan itu memiliki kualitas tertentu di
setiap kenyataan itu sendiri.
 Ontologi monistik ialah ontologi dimana jika kenyataan itu dikatakan
tunggal maka perbedaan, perubahan dan keanekaragaman itu semua
hanya dianggap semu belaka

Adapun ontologi monistik melahirkan 3 paham atau aliran pemikiran


yakni monisme atau idealisme dan materialisme. Lalu timbul lah sebuah
pertanyaan tentang ontologis yang melahirkan aliran-aliran dalam filsafat,
Salah satunya yaitu apakah yang ada itu (what is being?). dalam
memberikan jawaban dari masalah ini lahir lah empat aliran filsafat lagi,
yakni monisme, dualisme, idealisme, dan agnotisme.
 Aliran monisme. Aliran ini berpendapat, bahwa yang ada itu hanya
satu. Bagi yang berpendapat bahwa yang ada itu serba spirit, ideal,
serba roh, maka dikelompokkan dalam aliran monisme-idealisme.
Plato adalah tokoh filosuf yang bisa dikelompokkan dalam aliran ini,
karena ia menyatakan bahwa alam ide merupakan kenyataan yang
sebenarnya
 Aliran dualisme. Aliran ini menggabungkan antara idealisme dan
materialisme dengan mengatakan, bahwa alam wujud ini terdiri dari
dua hakikat sebagai sumber, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani.
Descartes bisa digolongkan dalam aliran ini
 Aliran idealisme. Aliran ini berpendapat bahwasanya hal-hal bersifat
realitas (nyata) itu seperti halnya spiritual dan mental manusia itu
nyata
 Aliran agnotisme. Aliran ini mengingkari kesanggupan manusia
untuk mengetahui hakikat materi maupun hakikat rohani. Mereka
juga menolak suatu kenyataan yang mutlak yang bersifat transenden

B. Epistimologi

Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal-muasal,


metode-metode dan sahnya ilmu pengetahuan. Terdapat tiga persoalan
pokok dalam bidang epistemologi:

1. Apakah sumber pengetahuan itu? Dari manakah datangnya


pengetahuan yang benar itu? Dan bagaimana cara mengetahuinya?
2. Apakah sifat dasar pengetahuan itu? Apa ada dunia yang benar-
benar di luar pikiran kita? Dan kalau ada, apakah kita bisa
mengetahuinya?
3. Apakah pengetahuan itu benar? Bagaimana kita dapat membedakan
yang benar dari yang salah?

Setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa,


bagaimana dan untuk apa, yang tersusun rapi dalam ontologi, epistemologi
dan aksiologi. Epistemologi selalu ada ikatannya dengan aksiologi dan
ontologi. Ujian utama yang dilawan epistemologi pada dasarnya adalah
bagaimana cara mendapatkan pengetahuan yang akurat dengan
mempertimbangkan aspek ontologi dan aksiologi ilmu. Kajian
epistemologi membahas tentang bagaimana menilai proses ilmu
pengetahuan, hal hal apa saja yang harus diperhatikan supaya
mendapatkan pengetahuan yang baik atau benar, apa yang dimaksud
kebenaran itu dan apa kriterianya.
Objek tela’ah epistemologi adalah memperdebatkan bagaimana sesuatu itu
ada, bagaimana cara datangnya sesuatu, bagaimana membedakan segala
suatu hal, dalam memperoleh ilmu pengetahuan tidak hanya berpikir
secara rasional atau empiris saja, karena keduanya memiliki keterbatasan
dalam mencapai kebenaran ilmu pengetahuan. Jadi kebenaran menurut
ilmu pengetahuan diperoleh dari metode ilmiah yang merupakan
kumpulan dari rasionalisme dan empirisme sebagai kesatuan yang saling
melengkapi. Kerangka dasar ilmu prosedur ilmu pengetahuan dapat
dibedakan menjadi enam langkah berikut :
1. Tes pengujian kebenaran
2. Deduksi dan hipotesis
3. Penyusunan atau klarifikasi data
4. Perumusan hipotesis
5. Pengumpulan data yang relevan
6. Sadar akan perumusan masalah

Keenam langkah tersebut dalam metode keilmuan masing-masing terdapat


unsur-unsur empiris dan rasional.

C. Aksiologi

Aksiologi dalam filsafat ilmu, aksiologi adalah cabang yang


mempelajari nilai-nilai dan etika yang terkait dengan ilmu pengetahuan.
Aksiologi membahas pertanyaan-pertanyaan tentang nilai dan etika dalam
konteks penelitian ilmiah, metode ilmiah, dan penggunaan ilmu
pengetahuan. Beberapa poin penting tentang aksiologi dalam filsafat ilmu
meliputi:

1. Penilaian nilai dalam penelitian: Aksiologi membantu menentukan


nilai-nilai yang mendasari penelitian ilmiah, seperti kejujuran,
objektivitas, dan integritas. Ini membantu memastikan bahwa
penelitian dilakukan dengan etika yang baik.
2. Pertimbangan etika dalam eksperimen dan penelitian: Aksiologi
membantu para ilmuwan untuk memikirkan dampak etika dari
eksperimen atau penelitian yang mereka lakukan, terutama ketika
melibatkan subjek manusia atau lingkungan.

3. Pertimbangan etika dalam aplikasi ilmiah: Aksiologi juga berperan


dalam mempertimbangkan dampak sosial dan etika dari penerapan
ilmu pengetahuan, khususnya dalam konteks teknologi dan
pengembangan ilmiah.

4. Etika dan ilmu pengetahuan dalam masyarakat: Aksiologi


membahas bagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi dapat
digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, serta bagaimana aspek-
aspek etika harus memandu penggunaan ilmu pengetahuan

2. Manfaat Kajian Filsalfat Ilmu

 Filsafat ilmu membantu agar seseorang mampu membedakan


persoalan yang ilmiah dengan yang tidak ilmiah.

 Filsafat ilmu memberikan landasan historis-filosofis bagi setiap


kajian disiplin ilmu yang ditekuni.

 Filsafat ilmu memberikan nilai dan orientasi yang jelas bagi


setiap disiplin ilmu.

 Filsafat ilmu memberikan petunjuk dengan metode pemikiran


reflektif dan penelitian penalaran supaya manusia dapat
menyerasikan antara logika, rasio, pengalaman, dan agama dalam
usaha mereka dalam pemenuhan kebutuhannya untuk mencapai
hidup yang sejahtera.

 Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode


keilmuan. Setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat
dipertanggungjawabkan secara logis-rasional, agar dapat
dipahami dan dipergunakan secara umum.
 Menghindarkan diri dari memutlakan kebenaran ilmiah, dan
menganggap bahwa ilmu sebagai satu-satunya cara memperoleh
kebenaran

 Menghidarkan diri dari egoisme ilmiah, yakni tidak menghargai


sudut pandang lain di luar bidang ilmunya

 Filsafat ilmu memberikan dasar-dasar, baik untuk hidup kita


sendiri (terutama dalam etika) maupun untuk ilmu-ilmu
pengetahuan dan lainnya, seperti sosiologi, ilmu jiwa, ilmu
mendidik, dan sebagainya.

 Filsafat ilmu mengajak untuk berpikir secara radikal, holistik dan


sistematis, hingga kita tidak hanya ikut-ikutan saja, mengikuti
pada pandangan umum, percaya akan setiap semboyan dalam
surat-surat kabar, tetapi secara kritis menyelidiki apa yang
dikemukakan orang, mempunyai pendapat sendiri, dengan cita-
cita mencari kebenaran.

 Filsafat ilmu memberikan pandangan yang luas, sehingga dapat


membendung egoisme dan ego-sentrisme (dalam segala hal hanya
melihat dan mementingkan kepentingan dan kesenangan diri
sendiri)

 Filsafat ilmu memberikan kebiasaan dan kebijaksanaan untuk


memandang dan memecahkan persoalan-persoalan dalam
kehidupan sehari-hari. Orang yang hidup secara dangkal saja,
tidak mudah melihat persoalan-persoalan, apalagi melihat
pemecahannya.

 Filsafat ilmu bermanfaat untuk membangun dir kita sendiri


dengan berpikir secara radikal (berpikir sampai ke akar-akarnya),
kita mengalami dan menyadari keberadaan kita

3. Sejarah perkembangan filsafat ilmu

Pada perkembanganya filsafat ilmu pada saat itu menjadi ilmu yang
benar benar asing bagi khalayak ramai. Pada awal rilisnya filsafat ilmu,
muncullah filosof pertama yang mengkaji tentang asal usul alam yaitu
Thales (624-546 SM). Ia mengatakan bahwa asal usul alam adalah air
karena unsur terpenting bagi setiap makhluk hidup adalah air. Air dapat
berubah menjadi gas seperti uap dan benda padat seperti es, dan bumi ini
juga berada di atas air. Ada lagi kemunculan filsuf yang baru yakni
Heracllitos (540-450 SM) berpendapat bahwa yang mendasar dalam alam
semesta ini adalah bukan bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya,
yaitu api. Api adalah unsur yang paling asasi dalam alam karena api dapat
mengeraskan adonan roti dan di sisi lain dapat melunakkan es. Artinya, api
adalah aktor pengubah dalam alam ini, sehingga api pantas dianggap
sebagai simbol perubahan itu sendiri. Dan adapun filsuf lain yang ikut
serta mengembangkan ilmu filsafat ini, yakni Permenides (540-470 SM).
Permenides lahir di kota Elea. Ia merupakan ahli filsuf yang pertama kali
memikirkan tentang hakikat tentang ada. apa ang disebut sebagai realitas
adalah bukan gerak dan perubahan. Yang ada itu ada, yang ada dapat
hilang menjadi ada, yang tidak ada adalah tidak ada sehingga tidak dapat
dipikirkan. Yang dapat dipikirkan hanyalah yang ada saja, yang tidak ada
tidak dapat dipikirkan. Dengan demikian, yang ada itu satu, umum, tetap,
dan tidak dapat di bagi-bagi karena membagi yang ada akan menimbulkan
atau melahirkan banyak yang ada, dan itu tidak mungkin. Adapun zaman
keemasan atau puncak dari filsafat Yunani Kuno atau Klasik, dicapai pada
masa Sokrates (470-400 SM), Plato (428-348 SM) dan Aristoteles (384-
322 SM).

 Sokrates merupakan anak dari seorang pemahat Sophroniscos, ibunya


bernama Phairmarete yang bekerja sebagai seorang bidan. Istrinya
bernama Xantipe yang terkenal galak dan keras. Socrates adalah
seorang guru. Setiap kali socrates mengajarkan pengetahuannya,
Socrates tidak pernah memungut bayaran kepada murid-muridnya.
Oleh karena itulah, kaum sofis menuduh dirinya memberikan ajaran
baru yang merusak moral dan menentang kepercayaan negara kepada
para pemuda. Kemudian ia ditangkap dan dihukum mati dengan
minum racun pada umur 70 tahun yakni pada tahun 399 SM.
Pemikiran filsafatnya untuk menyelidiki manusia secara keseluruhan
yaitu dengan menghargai nilai-nilai jasmaniah dan rohaniah yang
keduanya tidak dapat dipisahkan karena dengan keterkaitan kedua hal
tersebut banyak nilai yang dihasilkan.

 Plato lahir di Athena, dengan nama asli Aristocles. Ia belajar filsafat


dari Socrates, Pythagoras, Heracleitos, dan elia. Sebagai titik tolak
pemikiran filsafatnya, ia mencoba untuk menyelesaikan permasalahan
lama yakni mana yang benar yang berubah-ubah (Heracleitos) atau
yang tetap (Parmenidas). Pengetahuan yang diperoleh lewat indera
disebutnya sebagai pengetahuan indera dan pengetahuan yang
diperoleh lewat akal disebutnya sebagai pengetahuan akal. Plato
menerangkan bahwa manusia itu sesungguhnya berada dalam dua
dunia yaitu dunia pengalaman yang bersifat tidak tetap dan dunia ide
yang bersifat tetap. Dunia yang sesungguhnya atau dunia realitas
adalah dunia ide.

 Sedangkan Aristoteles sebagai murid Plato, dalam banyak hal sering


tidak setuju/berlawanan dengan apa yang diperoleh dari gurunya
(Plato). Aristoteles lahir di Stageira, bangsa Yunani Utara pada tahun
384 SM. Bagi Aristoteles “ide” bukanlah terletak dalam dunia “abadi”
sebagaimana yang dikemukakan oleh Plato, tetapi justru terletak pada
kenyataan atau benda-benda itu sendiri. Setiap benda mempunyai dua
unsur yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi (“hylé”) dan bentuk
(“morfé”). Lebih jauh bahkan dikatakan bahwa “ide” tidak dapat
dilepaskan atau dikatakan tanpa materi, sedangkan presentasi materi
mestilah dengan bentuk. Dengan demikian maka bentuk-bentuk
“bertindak” di dalam materi, artinya bentuk memberikan kenyataan
kepada materi dan sekaligus adalah tujuan (finalis) dari materi. Karya-
karya Aristoteles meliputi logika, etika, politik, metafisika, psikologi,
ilmu alam, Retorica dan poetika, politik dan ekonomi. Pemikiran-
pemikirannya yang sistematis tersebut banyak menyumbang kepada
perkembangan ilmu pengetahuan

4. Dasar-dasar dan sumber ilmu pengetahuan filsafat ilmu

Sumber dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai asal,


sebagai contoh, sumber mata air, yang berarti asal dari air yang berada di
mata air itu. Dengan demikian, sumber ilmu pengetahuan adalah asal dari
ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan tidak dibedakan karena dalam
sumber pengetahuan juga terdapat ilmu pengetahuan.

4.1 Rasionalisme

Paham rasionalisme ini beranggapan bahwa sumber pengetahuan


manusia adalah rasio. Jadi, dalam proses perkembangan ilmu
pengetahuan yang dimiliki oleh manusia harus dimulai dari rasio.
Tanpa rasio, mustahil manusia dapat memperoleh ilmu pengetahuan.
Rasio itu adalah berpikir. Oleh karena itu, berpikir inilah yang
kemudian membentuk pengetahuan. Manusia yang berpikirlah yang
akan memperoleh pengetahuan. Semakin banyak manusia itu
berpikir maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapat.
Berdasarkan pengetahuanlah manusia berbuat dan menentukan
tindakannya sehingga nanti ada perbedaan perilaku, perbuatan, dan
tindakan manusia sesuai dengan perbedaan pengetahuan yang
didapat tadi

Namun demikian, rasio juga tidak bisa berdiri sendiri. Ia juga


butuh dunia nyata sehingga proses pemerolehan pengetahuan ini
ialah rasio yang bersentuhan dengan dunia nyata di dalam berbagai
pengalaman empirisnya. Dengan demikian, seperti yang telah
disinggung sebelumnya kualitas pengetahuan manusia ditentukan
seberapa banyak rasionya bekerja. Semakin sering rasio bekerja dan
bersentuhan dengan realitas sekitar maka semakin dekat pula
manusia itu kepada kesempurnaan

4.2 Empirisme

Secara epistimologi, istilah empirisme barasal dari kata Yunani yaitu


emperia yang artinya pengalaman.

Berbeda dengan rasionalisme yang memberikan kedudukan bagi


rasio sebagai sumber pengetahuan, empirisme memilih pengalaman
sebagai sumber utama pengenalan, baik pengalaman lahiriah
maupun pengalaman batiniah. Thomas Hobbes menganggap bahwa
pengalaman indrawi sebagai permulaan segala pengenalan.
Pengenalan intelektual tidak lain dari semacam perhitungan
(kalkulus), yaitu penggabungan data-data indrawi yang sama dengan
cara yang berlainan. Dunia dan materi adalah objek pengenalan yang
merupakan sistem materi dan merupakan suatu proses yang
berlangsung tanpa hentinya atas dasar hukum mekanisme. Atas
pandangan ini, ajaran Hobbes merupakan sistem materialistis
pertama dalam sejarah filsafat modern.

Prinsip-prinsip dan metode empirisme pertama kali diterapkan


oleh
Jhon Locke. Penerapan tersebut terhadap masalah-masalah
pengetahuan dan pengenalan. Langkah yang utama adalah Locke
berusaha menggabungkan teori emperisme seperti yang telah
diajarkan Bacon dan Hobbes dengan ajaran rasionalisme Descartes.
Penggabungan ini justru menguntungkan empirisme. Ia menentang
teori rasionalisme mengenai ide-ide dan asas-asas pertama yang
dipandang sebagai bawaan manusia. Menurutnya, segala
pengetahuan datang dari pengalaman dan tidak lebih dari itu dan
akal manusia adalah pasif pada saat pengetahuan itu didapat. Akal
tidak bisa memperoleh pengetahuan dari dirinya sendiri. Akal tidak
lain hanyalah seperti kertas putih yang kosong, ia hanyalah
menerima segala sesuatu yang datang dari pengalaman. Locke tidak
membedakan antara pengetahuan indrawi dan pengetahuan akali,
satu-satunya objek pengetahuan adalah ide-ide yang timbul karena
adanya pengalaman lahiriah dan karena pengalaman batiniah.
Pengalaman lahiriah berkaitan dengan hal-hal yang berada di luar
kita. Sementara pengalahan batiniah berkaitan dengan hal-hal yang
ada dalam diri/psikis manusia itu sendiri.

PENUTUP

Filsafat ilmu ialah yang memiliki arti cinta atas kebijaksanaan atau
seseorang yang ingin mendekati atau ingin menjadi bijaksana, filsafat ilmu
memiliki 3 ruang lingkup yakni ontologi, epistimologi, dan aksiologi.
Awal mula penemuan ilmu filsafat ini di mulai pada zaman yunani kuno
yang dipelopori atau didahului oleh thales dan di susul oleh heraclitos lalu
di teruskan lagi oleh permenides, Ia merupakan ahli filsuf yang pertama
kali memikirkan tentang hakikat tentang ada. Filsafat ilmu memiliki
zaman keemasan yakni pada zaman nya ke-3 filsuf yaitu sokrates, plato
dan aristoteles. Mereka bertiga lah yang menjadikan filsafat menjadi ilmu
yang masih dipelajari sampai saat ini. Adapun manfaat dari filsafat ilmu
bagi yang mempelajarinya ialah salah satunya Menghidarkan diri dari
egoisme ilmiah, yakni tidak menghargai sudut pandang lain di luar bidang
ilmunya dan dapat membantu agar seseorang mampu membedakan
persoalan yang ilmiah dengan yang tidak ilmiah. Disamping itu dasar-
dasar dan sumber ilmu pengetahuan filsafat itu ada 2 yaitu rasionalisme
dan empirisme yang setiap definisinya sangat bertolak belakang satu sama
lain

Nama : Luqman Hakim H. Dosen Pengampu : Ernu


Widodo,SH.,M.Hum.
NIM : 230203110009 Mata Kuliah : Filsafat Ilmu
Kelas : HTN (A)

😊BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM😊

😊KELAS A😊

NILAI JUGA A:)

Anda mungkin juga menyukai