Anda di halaman 1dari 9

FILSAFAT, PEMIKIRAN FILSAFAT, DAN PRODUK PEMIKIRAN

FILSAFAT

OLEH
MIZWAN AMRUL KHAIRI 19728251027
AKHMAD ZAENUDDIN JAZULI 19728251028
ASYARI NURUL FITRI 19728251033
ULFA RAHMA AINUL FIKRIA 19728251036

PENDIDIKAN KIMIA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2019
A. Filsafat
Kata Filsafat berasal dari kata Yunani Philosophia, yang terdiri dari kata Philos yang
berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan, kearifan atau pengetahuan. Secara harfiah
artinya cinta kebijaksanaan atau cinta pada pengetahuan. Filsafat membawa kita kepada
Pemahaman dan Tindakan, hal ini berarti bahwa tujuan filsafat adalah mengumpulkan
pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik dan menilai pengetahuan ini,
menemukan hakekatnya, dan menerbitkan serta mengatur semuanya itu di dalam bentuk yang
sistematis. Filsafat membawa kita kepada pemahaman, dan pemahaman membawa kita
kepada tindakan yang lebih layak.
Terdapat tiga filsuf besar yang pandangannya dianggap penting sehingga kemudian
dikembangkan oleh para filsuf setelah mereka.
1. Sokrates
Menurutnya jiwa manusia merupakan azas hidup yang paling dalam, jadi jiwa
merupakan hakekat manusia yang memiliki arti sebagai penentu kehidupan manusia.
Berdasarkan pandangannya itu, ia tidak mempunyai niat untuk memaksa orang lain
menerima ajaran atau pandangan tertentu. Ia justru mengutamakan agar orang lain dapat
menyampaikan pandangan mereka sendiri. Untuk itu ia menggunakan metoda dialektik,
yaitu dengan cara melakukan dialog dengan orang lain, dimana nanti akan terbentuk
sebuah pendapat atau tesis, yang kemudian tesis itu ditanggapi atau disangkal oleh
pendirian atau pendapat lain (antitesis). Sokrates meyakini bahwa argumentasi yang kuat
antara tesis dan antitesis ini akan terjadi sintesis, yaitu hasil akhir yang merupakan
pernyataan tentang aspek yang dibahas.
2. Plato
Plato mengemukakan pandangannya bahwa realitas yang mendasar adalah ide.
Dunia yang kita lihat ini menurutnya hanya merupakan bayangan dari ide-ide yang
bersifat abadi atau immaterial. Ia menyatakan bahwa ada dunia tangkapan inderawi atau
dunia nyata, dan dunia ide. Untuk bisa masuk ke dalam dunia ide, diperlukan adanya
tenaga kejiwaan yang besar dan untuk itu manusia harus meninggalkan kebiasaan
hidupnya, mengendalikan nafsu serta senantiasa berbuat kebajikan. Ia juga
mengemukakan bahwa jiwa manusia terdiri dari tingkatan, yaitu bagian tertinggi adalah
akal budi, bagian tengah diisi oleh rasa atau keinginan, dan bagian terakhir adalah nafsu.
Akal budilah yang dapat digunakan untuk melihat ide serta menertibkan jiwa-jiwa yang
ada pada bagian tengah dan bawah.
3. Aristoteles
Ilmu menurut pandangannya terdiri atas teori, praktek dan produksi. Teori adalah
pengetahuan yang bersifat tidak memihak, praktek mengandung pedoman tingkah laku,
sedangkan produksi merupakan pendoman dalam bidang kesenian. Aristoteles
berpendapat bahwa ada dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan inderawi dan
pengetahuan akal. Berbeda dengan Plato, Aristoteles berpendapat bahwa keuda
pengetahuan tersebut sifatnya adalah nyata. Pengetahuan inderawi mengarah pada ilmu,
namun ia sendiri bukan ilmu. Ilmu hanya terdiri atas pengetahuan akal. Karenanya tidak
mungkin ada ilmu mengenai hal-hal yang kongkrit, sebab yang adalah ilmu mengenai
hal-hal yang bersifat umum dan yang diperoleh dengan cara abstraksi. Menurutnya, akal
tidak mengandung ide-ide asli, tetapi merupakan abstraksi dari ide-ide yang dipunyai oleh
benda-benda sebagai hasil pengamatan inderawi.
Filsafat adalah ilmu yang digunakan untuk memahami hakekat segala sesuatu dalam
alam atau hakekat dari realitas yang ada dengan menggunakan akal serta nurani mereka
karenanya mereka dapat dikatakan pula sebagai ahli-ahli filsafat alam. Kegiatan kefilsafatan
adalah pemikiran secara ketat, hal ini berarti filsafat merupakan suatu analisa secara hati-hati
terhadap penalaran-penalaran mengenai suatu masalah, dan penyusunan secara sengaja serta
sistematis suatu sudut pandangan yang menjadi dasar suatu tindakan. Kegiatan kefilsafatan
itu, sesungguhnya merupakan perenungan atau pemikiran.
Pemikiran jenis ini berupa meragukan segala sesuatu, mengajukan pertanyaan,
menghubungkan gagasan yang satu dengan lainnya, menanyakan “mengapa”, mencari
jawaban yang lebih baik dibandingkan dengan jawaban yang tersedia pada pandangan
pertama.
Terdapat beberapa pandangan mengenai filsafat:
1. Idealisme
Kelompok yang mengikuti pandangan idealisme, cenderung menghormati
kebudayaan dan tradisi, sebab mereka mempunyai pandangan bahwa nilai-nilai
kehidupan itu memiliki tingkat yang lebih tinggi dari sekedar nilai kelompok individu.
Ini menunjukkan kekuatan idealisme terletak pada segi mental dan spiritual kehidupan.
2. Humanisme
Humanisme memiliki dua arah, yaitu humanisme individu dan humanisme sosial.
Humanisme individu mengutamakan kemerdekaan berpikir, mengemukakan pendapat,
dan berbagai aktivitas yang kreatif. Sedangkan humanisme sosial mengutamakan
Pendidikan bagi masyarakat keseluruhan untuk kesejahteraan sosial dan perbaikan
hubungan antar manusia.
3. Rasionalisme
Penganut pandangan ini berpandangan bahwa satu-satunya sumber pengetahuan
yang dapat dipercaya adalah rasio (akal) seseorang.
4. Empirisme
Empirisme berpandangan bahwa pernyataan yang tidak dapat dibuktikan melalui
pengalaman adalah tidak berarti. Ilmu harus dapat diuji melalui pengalaman. Sehingga
kebenaran yang diperoleh bersifat aposteriori, yang berarti setelah pengalaman (post to
experience)
5. Kritisisme
Pandangan yang menjembatani dua pandangan, rasionalisme dan empirisme. Baik
empirisme dan rasionalisme masing-masing masih kurang memadai, karena masih ada
pernyataan yang bersifat sintetik analitik, misalnya: pernyataan “semua kejadian ada
sebabnya”
6. Konstruktivisme
Pengetahuan seseorang itu merupakan hasil konstruksi individu melalui
interaksinya dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pandangan ini
merupakan penerapan teori pengetahuan ke dalam ilmu-ilmu sosial, dalam arti lain ia
menghubungkan ide-ide teoritis dengan fakta yang ada di masyarakat.
Terdapat beberapa bidang studi filsafat menurut para ahli, yaitu:
1. Epistemologi
Berasal dari Bahasa Yunani, yaitu episteme yang berarti pengetahuan dan logos
yang berarti ilmu. Dalam hal ini, yang dibahas pada epistemologi adalah asal mula,
bentuk atau struktur, dinamika, validitas dan metodologi, yang secara bersama-sama
membentuk pengetahuan manusia.
2. Metafisika
Berasal dari Bahasa Yunani meta physika yang berarti “setelah fisika”. Cabang
filsafat ini membahas tentang dasar-dasar realitas. Metafisika umum sering disebut
ontologi. Dapat dikatakan bahwa metafisika adalah cabang filsafat yang membahas
seluruh realitas atau tentang segala sesuatu yang ada secara komprehensif.
3. Logika
Cabang filsafat yang menyusun, mengembangkan dan membahas azas-azas, aturan-
aturan formal dan prosedur-prosedur normatif, serta kriteria yang sahih bagi penalaran
dan penyimpulan demi mencapai kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara
rasional.
4. Etika
Seringkali disebut Filsafat Moral, karena cabang filsafat ini membahas baik dan
buruk tingkah laku manusia. Dapat dikatakan pula bahwa etika adalah ilmu tentang
kesusilaan, yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat.
5. Estetika
Cabang filsafat ini menelaah persoalan seni dan keindahan. Adapun yang dibahas
mengenai keindahan adalah kaidah maupun sifat hakiki dari keindahan; cara menguji
keindahan dengan perasaan dan pikiran manusia; penilaian dan apresiasi terhadap
keindahan.
6. Filsafat Ilmu
Cabang filsafat yang membahas tentang hakekat ilmu, penerapan berbagai metode
filsafat dalam upaya mencari akar persoalan dan menemukan azas realitas yang
dipersoalkan oleh bidang ilmu tersebut untuk mendapatkan kejelasan yang lebih pasti.

B. Pemikiran Filsafati: Peretas Pengetahuan


Filsafat bertujuan untuk menetapkan dasar-dasar yang dapat digunakan dan diandalkan.
Dalam hal ini berarti filsafat memiliki tujuan mencari tahu segala sesuatu yang ada dan belum
dijelaskan sehingga dapat menjadi pengetahuan dan diantaranya terdapat ilmu. Kemudian dari
ilmu tersebut dapat berkembang untuk membuka pengetahuan-pengetahuan lain. Dalam hal
ini ketika pemikiran sudah sampai pada ilmu pengetahuan, filsafat tidak lagi dikenal. Sebagai
contoh nama asal ilmu fisika berasal dari filsafat alam (natural philosophy), dan nama asal
ilmu ekonomi berasal dari filsafat moral (moral philosopy).
Menurut Poedjawijatna (1991), objek (materi) dari filsafat ialah yang ada dan mungkin
ada. Sehingga secara umum apa yang ditelaah dalam filsafat ialah seuatu yang ada, hal ini
dikarenakan dasar dari segala sesuatu yang ada ialah keberadaannya, itulah titik pertemuan
dan dasar sedalam-dalamnya. Sifat dari suatu hal (benda, fenomena, dll) mungkin saja tidak
dihiraukan/diketahui oleh sebagian orang akan tetapi keberadaan suatu hal tidak mungkin
dapat dilepaskan dari pandangan seseorang (benda, fenomena, dll).
Berfikir filsafat timbul karena adanya sesuatu hal yang dipikirkan atau dipertanyakan
terhadap sesuatu hal atau objek, bahkan bisa saja karena adanya keheran terhadap objek yang
ada di sekeliling kita. Dari hal-hal tersebut maka seseorang akan mencari jawaban dari
pertanyaan atau rasa keheran secara mendalam sampai hal tersebut terjawab sesuai dengan
kepuasan yang diinginkan, di dalam menjawab pertanyaan tersebut dibutuhkan suatu pola
berpikir agar pertanyaan tersebut terjawab dan hasil jawaban itu dapat
dipertanggungjawabkan, seperti halnya di atas pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak akan
terjawab jikalau tidak ada pemikiran/berpikir serta pengetahuan yang ilmiah dalam menjawab
sehingga dibutuhkan suatu ilmu dalam menjawab sehingga dapat dikatakan bahwasanya
produk dari pemikiran filsafat adalah ilmu serta ilmu tersebut akan muncul cabang-cabang
ilmu yang lain yang membidangi dari setiap permasalahan yang dikaji.
Berpikir filsafat dimulai dari adanya sesuatu hal yang selanjutnya menimbulkan
pertanyaan melalui intuisi, kemudian mencoba memahami secara empirik, sehingga
meninbulkan kepercayaan, dan pada akhirnya akan diperoleh penjelasan secara rasional.

C. Produk Pemikiran Filsafat


Berbicara masalah filsafat tidak lepas dari pemikiran filsafat itu sendiri, karena
pemikiran filsafat adalah buah fikiran yang tak pernah berhenti, mulai memakai rasio kita
(alur thinking), kemudian menggunakan seluruh panca indera yang kita miliki (alur sensing),
menggunakan perasaan (alur feeling) sampai batas mereka menemukan satu kebenaran dan
pembenaran yang hakiki (alur believing).
Produk pemikiran filsafati merupakan sekumpulan hasil pemikiran filsafati yang harus
melalui alur rasional (thinking), alur empirik (sensing), alur intuisi (feeling), dan alur
autoritariat atau kepercayaan (believing). Jadi, setiap manusia bisa menghasilkan produk
pemikiran filsafati yang berbeda-beda mengenai sebuah objek. Misalnnya: objeknya sebuah
kursi, apabila seorang yang biasa menggunakan kursi sebagai tempat duduk, pasti akan
mengatakan bahwa kursi adalah tempat duduk; ketika seorang menghadapi kejahatan, kursi
itu dapat dipakai sebagai alat pukul; atau ketika seorang yang hidup di hutan menjelaskan
tentang kursi, dia mengatakan kursi adalah sebongkah kayu, dan sebagainya. Produk
pemikiran filsafati menghasilkan makna yang sangat luas, artinya setiap produk pemikiran
filsafati tidak bisa dikatakan benar atau salah, tergantung cara pandang pola pikir seseorang
setiap orang.
Seorang yang mau berfikir filsafat akan menghasilkan pemikiran yang filsafati yang
artinya selama dia mencari makna dan kebenaran, dasar pemikirannya itu harus secara
rasional, empirik, intuisi, dan kepercayaan. Oleh karna itu dalam berpikir filsafati setiap orang
akan memiliki pemikiran tentang kebenaran yang berbeda-beda.
Filsafat merupakan cara berfikir dengan rasional yang menghasilkan sebuah nilai
sehingga menghasilkan pemikiran. Pemikiran adalah sebuah kekayaan yang tak ternilai
harganya yang dimiliki dalam kehidupan bahkan pemikiran dapat dijadikan peninggalan yang
akan diwarisi oleh generasi penerusnya.
Hasil dari pemikiran yang maju merupakan peninggalan yang sangat berharga bagi
manusia setelahnya, hal ini merupakan sesuatu yang terbukti dalam kehidupan kita sekarang.
Bagaimana pemikiran-pemikiran zaman dahulu seperti Ibnu Sina, Al-Farabbi, Aristoteless,
Plato, Talles, Adam Smith, dan lain-lain, atau bagaimana akibat dari penemuan-penemuan
mereka. Seperti Ibnu Sina dengan konsep ilmu kedokterannya, Thomas Alva Edison dengan
bola lampu listriknya yang mengakibatkan dunia menjadi terang sampai dengan sekarang, dan
Adam Smith dengan konsep ekonominya yang mengakibatkan perubahan kemajuan ekonomi
di dunia. Semua itu akibat dari hasil proses berpikir yang rasional dan inovatif sehingga
memunculkan kekayaan yang bersifat materi dari hasil pemikiran.
Berpikir akan menghasilkan kekayaan yang bersifat materi seperti, penemuan-
penemuan ilmiah, perekayasaan industri serta hal lainnya. Yang semuanya itu sangat
bermanfaat bagi kehidupan manusia. Namun yang terpenting dari kekayaan yang bersifat
materi itu adalah kekayaan berpikir. Menurut Taqyudin an-Nabhani kekayaan sebuah bangsa
yang bersifat materi hancur, maka dengan segera akan bisa dipulihkan kembali, selama bangsa
itu melestarikan kekayaan berikir mereka. Namun apabila kekayaan berpikir mereka telah
terabaikan, dan sebaliknya, mereka malah melestarikan kekayaan materi, maka kekayaan itu
pun akan segera sirna dan mereka akan kembali menjadi miskin, mundur peradabannya.
D. Contoh Alur Perolehan Pengetahuan
Air Laut Asin
Intuisi
Intuisi adalah istilah yang menunjukan kemampuan seseorang dalam memahami situasi
tanpa berdasarkan pemikiran yang rasional atau pemikiran intelektual, atau dengan kata lain
intuisi seringkali terjadi secara tiba-tiba. Misalnya, pada mulanya manusia menganggap air
laut sama halnya dengan air pada umumnya akhirnya timbul pertanyaan “mengapa air laut
rasanya bisa asin?”
Empirik
Empirik adalah suatu keadaan yang bergantung pada bukti yang telah dialami oleh
seseorang, dengan kata lain empirik adalah pengetahuan yang didapatkan setelah seseorang
melalui pengalaman. Misalnya, seseorang yang mencoba membandingkan berbagai jenis air
(danau, sungai, sumur, laut, air kelapa, air tebu) ternyata menunjukkan perbedaan rasa.
Kepercayaan
Kepercayaan adalah sikap keyakinan seseorang akan suatu hal dimana seseorang
tersebut menganggap suatu hal tersebut sebagai sebuah kebenaran dan dapat diterima.
Kepercayaan diperoleh seseorang ketika ia merasa cukup tahu dan mencapai sesuatu yang
dianggapnya sebagai kebenaran. Misalnya, orang tersebut mempercayaai bahwa air di dunia
memiliki rasa yang bermacam-macam. Selanjutnya, keingintahuannya meningkat, akan ada
di dalam benaknya timbul pertanyaan-pertanyaan “mengapa rasanya bisa berbeda? Apakah
dari sumbernya, atau dari kandungan di dalam air-air tersebut.”
Rasionalisme
Rasionalisme menyatakan bahwa suatu kebenaran harus didapatkan melalui
pembuktian, logika dan analisisnya berdasarkan fakta-fakta sesungguhnya, dalam artian
bukan berasal dari individu. Pemikiran rasionalisme harus dapat dibuktikan secara nyata.
Misalnya, selanjutnya, untuk menjelaskan fenomena tersebut, sampel dari beberapa air akan
dibawa ke laboratorium untuk diteliti kandungan dari air-air tersebut. Dari hasil penelitian,
ternyata di dalam air laut diketahui terdapat garam-garam yang menjadikan sifat air laut
menjadi asin.
DAFTAR PUSTAKA

Kattsoff, Louis O. 1992. Pengantar Filsafat. Diterjemahkan oleh: Soejono. Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Poedjiadi, Anna. 2001. Pengantar Filsafat Ilmu Bagi Pendidik. Bandung: Yayasan Cendrawasih.
Suriasumantri, J. S., 1988. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengentar Populer. Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai