Kasus Magk Tn, Hb
Kasus Magk Tn, Hb
OLEH:
Reni Safitri
NIM. 202210589
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika tubuh tidak dapat
menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengontrol gula darah atau glukosa) karena
gangguan pankreas, atau tubuh tidak dapat secara efisien memanfaatkan insulin yang
diproduksi.1
World Health Organization (WHO) memprediksi kenaikan jumlah penderita diabetes melitus
di Indonesia dari 8,4 juta orang pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta orang pada tahun
2030.2 Di Indonesia prevalensi diabetes melitus berada diurutan ke-4 penyakit kronis. Hal ini
dapat dilihat dari hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2018 menunjukkan bahwa terjadi
pada penduduk umur ≥ 15 tahun yaitu 2,0% pada tahun 2018 dari 1,5% pada tahun 2013. Di
Sumatera Barat, prevalensi Diabetes Melitus berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk
umur di atas 15 tahun meningkat 1,3% pada tahun 2013 menjadi 1,6% pada tahun 2018.3
Menurut data di RSUD Dr. M. Zein Painan, diabetes melitus merupakan salah satu dari 10
penyakit terbanyak rawat jalan tahun 2022 yaitu berada diurutan ke-tiga dengan jumlah pasien
DM tipe 2 ini merupakan penyakit yang paling banyak ditemukan di masyarakat yaitu 90-
95% dari seluruh kasus DM. DM biasa disebut dengan the silent killer karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Diabetes dapat
mempengaruhi berbagai organ sistem dalam tubuh dalam jangka waktu tertentu yang disebut
makrovaskular termasuk penyakit jantung, stroke, dan penyakit pembuluh darah perifer
(Rosyada, 2013).4
melitus tipe II. Diabetes melitus dengan penyakit penyerta hipertensi merupakan resiko yang
Pengendalian tekanan darah sangat penting dalam mencegah terjadinya infark miokard,
Empat pilar utama pengelolaan DM meliputi edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani, dan
terapi farmakologis. Terapi gizi medis melalui perencanaan makanan merupakan salah satu
langkah pertama yang harus dilakukan dalam pengelolaan DM . Pengelolaan yang tepat dan
berhasil yaitu dengan memberikan dukungan gizi yang tepat melalui pelayanan asuhan gizi
model standardized nutrition care process (SNCP) atau proses asuhan gizi terstandar (PAGT)
yang bertujuan agar dietisien dapat memberikan pelayanan asuhan gizi yang berkualitas tinggi,
aman, efektif serta hasil yang dicapai dapat diprediksi dan lebih terarah. Pasien akan menerima
terapi gizi berdasarkan masalah dan penyebab masalah yang berpotensi mengakibatkan
malnutrisi selama pasien dirawat di rumah sakit dan berdasarkan evidence based.6
Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin melakukan studi kasus kepada pasien dengan
diagnosa Diabetes Melitus tipe II, Ulkus DM et pedis sinister dan hipertensi. Hasil Malnutrition
Screening Tools (MST) menunjukkan bahwa total skor screening pasien 2. Oleh karena itu
perlu dilakukan asuhan gizi lanjutan pada pasien. Penatalaksanaan diet dilakukan dengan
menggunakan NCP yang dimulai dari assesment, diagnosis gizi, intervensi gizi, monitoring dan
evaluasi.
B. Rumusan Masalah
Bagaiamana proses asuhan gizi terstandar pada pasien dengan penyakit Diabetes Melitus tipe
II, Ulkus DM et pedis sinister dan hipertensi di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD Dr. M.
Zein Painan?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui proses asuhan gizi terstandar pada pasien dengan penyakit Diabetes Melitus
tipe II, Ulkus DM et pedis sinister dan hipertensi di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD
2. Tujuan Khusus
a) Diketahuinya hasil skrinning pada pasien Diabetes Melitus tipe II, Ulkus DM et pedis
sinister dan hipertensi di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD Dr. M. Zein Painan
tahun 2023.
b) Diketahuinya assessment gizi dengan melihat dan mengkaji data yang terkait pada
pasien Diabetes Melitus tipe II, Ulkus DM et pedis sinister dan hipertensi di ruang rawat
c) Diketahuinya diagnosa gizi pasien Diabetes Melitus tipe II, Ulkus DM et pedis sinister
dan hipertensi di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD Dr. M. Zein Painan tahun
2023.
d) Diketahuinya intervensi gizi pasien dengan mencari kebutuhan gizi, tujuan diet, prinsip
dan syarat diet, preskripsi diet, implementasi diet dan perencanaan edukasi pada pasien
Diabetes Melitus tipe II, Ulkus DM et pedis sinister dan hipertensi di ruang rawat inap
e) Diketahuinya monitoring dan evaluasi pada pasien Diabetes Melitus tipe II, Ulkus DM
et pedis sinister dan hipertensi di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD Dr. M. Zein
D. Manfaat
1. Menambah pengetahuan penulis terhadap pelaksanaan skrinning gizi pada pasien Diabetes
2. Menambah pengetahuan penulis terhadap pelaksanaan Proses Asuhan Gizi Terstandar pada
pasien Diabetes Melitus tipe II, Ulkus DM et pedis sinister dan hipertensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Diabetes Melitus
adanya peningkatan kadar glukosa darah yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya.7 Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang melibatkan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang ditandai dengan naiknya kadar glukosa darah
(hiperglikemik). Penyebabnya dapat berasal dari faktor keturunan dan pola hidup yang tidak
sehat seperti makan tidak teratur dan berlebihan, mengkonsumsi makanan cepat saji yang
berlemak tinggi, kurangnya asupan antioksidan dan serat, serta kurangnya aktifitas fisik.8
Asupan makanan dan minuman yang mengandung gula tinggi beresiko terjadinya diabetes
melitus. Demikian juga konsumsi makanan yang mengandung karbohidrat tinggi juga
mempunyai resiko yang sama. Makanan yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi dalam
proses metabolisme akan diubah menjadi gula kemudian gula akan dipecah menjadi energi
dengan bantuan insulin. Selain itu diabetes melitus juga disebabkan oleh resistensi insulin.9-10
Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh sel B pankreas untuk mengontrol glukosa
darah melalui pengaturan penggunaan dan penyimpanan glukosa. Penyebab utama kekurangan
insulin karena adanya kerusakan pada sel B 9 pankreas,yaitu sel yang berfungsi untuk
merangsang penggunaan glukosa atau turunnya respons sel target, seperti otot, jaringan dan hati
Klasifikasi diabetes melitus berdasarkan American Diabetes Association ada empat yaitu :11
Diabetes melitus tipe I merupakan DM dengan pankreas sebagai pabrik insulin tidak dapat
atau kurang mampu memproduksi insulin. Selain itu terjadi kerusakan sel-sel pankreas yang
memproduksi insulin, hal ini dapat terjadi karena faktor keturunan (genetik) maupun reaksi
alergi. Akibatnya insulin dalam tubuh kurang atau tidak ada sama sekali dan gula akan
menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam sel. Tanda dan gejala
DM tipe I yaitu hiperglikemi, merasa lapar dan haus terus menerus, banyak kencing, penurunan
berat badan, lelah, lemas, mata kabur, dan nyeri hebat didaerah lambung.
Pada diabetes melitus tipe II, sel-sel B pankreas tidak rusak, meskipun hanya sedikit yang
normal dan dapat digunakan untuk mensekresi insulin. Namun kualitas insulinnya buruk dan
tidak dapat berfungsi dengan baik sehingga glukosa dalam darah meningkat. Kemungkinan
lainnya adalah sel-sel jaringan tubuh dan otot penderita berkurangnya sensitivitas terhadap
insulin atau sudah resisten terhadap insulin. Akibatnya, insulin tidak dapat bekerja dengan baik
dan glukosa akhirnya 10 tertimbun dalam peredaran darah. Tanda dan gejala diabetes melitus
tipe II yaitu poliuri, polidipsi, poliphagi, peningkatan berat badan, luka sukar sembuh, pruritus,
Diabetes melitus gestasional adalah diabetes melitus yang terjadi pada masa kehamilan.
cukup selama masa kehamilan. Keadaan ini diakibatkan karena adanya pembentukan beberapa
hormon pada wanita hamil yang menyebabkan resistensi insulin. DM Gestasional mempunyai
kecenderungan untuk berkembang menjadi DM tipe II. Akibat yang ditimbulkan oleh DM
gestasional adalah macrosomia (bayi lahir dengan berat badan lebih dari berat badan normal),
kecacatan janin, dan penyakit jantung bawaan. Gejala utama dari DM gestasional adalah poliuri,
Diabetes melitus yang lain adalah DM akibat penyakit lain yang mengganggu produksi
insulin atau mempengaruhi kerja insulin serta kelalaian pada fungsi sel beta. Contohnya seperti
radang pankreas, gangguan kelenjar adrenal, penggunaan hormon kortikosteroid, pemakaian obat
Resistensi insulin pada sel otot dan hati, serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal
sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe II. Organ lain yang terlibat pada DM tipe II
adalah jaringan lemak (meningkatknya lipolysis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alfa
yaitu:12
Pada saat diagnosis DM tipe II ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat berkurang. Obat
anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinide, agonis, glucagon-
Sel alfa pankreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia. Sel alfa
berfungsi pada sintesis glucagon yang dalam keadaan puasa kadarnya didalam plasma akan
meningkat. Peningkatan ini menyebabkan produksi glukosa hati (hepatic glucose production)
dalam keadaan basal meningkat secara bermakna disbanding individu yang normal.
3) Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan peningkatan
proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (free fatty acid/FFA) dalam plasma.
insulin di hepar dan otot, sehingga mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan
4) Otot
gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan
oksidasi glukosa.
5) Hepar
Pada pasien DM tipe II terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu glukoneogenesis
sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh hepar (hepatic glucose production)
meningkat.
6) Otak
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes baik yang
dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makan justru meningkat akibat adanya
7) Kolon/Mikrobiota
Mikrobiota usus terbukti berhubungan dengan DM tipe I, DM tipe II, dan obesitas sehingga
menjelaskan bahwa hanya sebagian individu berat badan berlebih akan berkembang menjadi
DM. probiotik dan prebiotik diperkirakan sebagai mediator untuk menangani keadaan
hiperglikemia.
8) Usus halus
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibandingkan bila diberikan
secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon yaitu
atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide (GIP). Pada pasien DM tipe II didapatkan
defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap hormon GIP. Hormon incretin juga segera pecah oleh
keberadaan enzim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Saluran pencernaan
juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja enzim alfa glukosidase
yang akan memecah polisakarida menjadi monosakarida, dan kemudian diserap oleh usus
9) Ginjal
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM tipe II. Ginjal
memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilah puluh persen dari glukosa terfiltrasi
ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co-Transporter) pada
bagian convulated tubulus proksimal dan 10% 14 sisanya akan diabsorbsi melalui peran
SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam
urin. Pada penderita DM terjadi peningkatan ekskresi gen SGLT-2, sehingga terjadi
peningkatan reabsorpsi glukosa didalam tubulus ginjal dan mengakibatkan peningkatan kadar
glukosa darah.
10) Lambung
Penurunan produksi amilin pada diabetes merupakan konsekuensi kerusakan sel beta
peningkatan absorpsi glukosa di usus halus, yang berhubungan dengan peningkatan kadar
glukosa postprandial.
Terdapat bukti bahwa sitokin menginduksi respon fase akut (disebut sebagai inflamasi
derajat rendah), merupakan bagian dari aktivasi sistem imun bawaan yang berhubungan erat
dengan patogenesis DM tipe II. Inflamasi sistemik derajat rendah berperan dalam induksi
Ras dan etnik berhubungan erat dengan kejadian DM. Ras Asia lebih berisiko mengalami DM
dibanding Eropa. Hal ini disebabkan karena orang Asia kurang sering melakukan aktivitas
dibanding orang Eropa. Kelompok etnis tertentu seperti India, Cina, dan Melayu lebih berisiko
terkena DM. Pengaruh ras dan etnis terhadap kejadian DM tipe 2 sangat kuat pada masa 15 usia
muda. Pada berbagai studi, kasus DM tipe 2 pada pediatrik kebanyakan terjadi pada ras
noneropa. Ras dan etnis minoritas memiliki kecenderungan lebih jarang (bahkan tidak pernah)
melakukan pengontrolan kadar gula darah. Kecenderungan tersebut disebabkan oleh tiga faktor
yaitu 1) faktor pasien (kepatuhan yang rendah, biologis dan genetik, selera, penolakan
pengobatan, hambatan ekonomi, dan kurangnya akses terhadap jaminan dan pelayanan
kesehatan); 2) faktor dokter (steretotipe dan bias, managed care, dan hambatan peresepan obat);
dan 3) faktor sistem kesehatan (bahasa dan budaya, pembiayaan, dan lingkup jaminan
b) Umur
Fungsi sel beta pada organ pankreas akan menurun seiring dengan penambahan/
peningkatan usia. Pada usia 40 tahun umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis lebih
cepat. DM lebih sering muncul pada usia setelah 40 tahun, terutama pada usia di atas 45 tahun
yang disertai dengan overweight dan obesitas. Risiko DM makin meningkat sesuai dengan
keluarga dengan DM pada level pertama (misalnya: orang tua) merupakan faktor risiko yang kuat
terhadap kejadian DM pada seseorang. Ada dugaan bahwa gen resesif membawa bakat diabetes
pada 16 seseorang. Artinya hanya orang dengan sifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang
menderita diabetes.
a) Obesitas
Semakin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan semakin resisten terhadap
kerja insulin (insulin resistance), terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul
di daerah sentral atau perut (central obesity). Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga
glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah. Tubuh yang
cenderung gemuk lebih banyak menyimpan lemak tubuh dan lemak tidak terbakar, terjadi
kekurangan hormon insulin untuk pembakaran karbohidrat, sehingga lebih berpeluang besar
b) Aktivitas fisik
Seseorang yang mempunyai gaya hidup yang kurang aktif (kurang olahraga/kurang
aktivitas fisik) lebih cenderung untuk terkena DM tipe 2 dibandingkan dengan mereka yang
melakukan aktivitas fisik secara teratur. Hal ini dikarenakan, saat melakukan aktivitas fisik otot
akan lebih banyak menggunakan glukosa daripada saat tidak melakukan aktivitas fisik sehingga
glukosa dalam darah dapat menurun dan insulin dapat bekerja dengan baik. Makanan yang
mengandung nilai indeks glikemik yang tinggi akan meningkatkan gula darah penderita DM tipe
2. Untuk itu, aktivitas fisik dapat menaikkan kontrol glikemik yakni dengan menjaga indeks masa
tubuh agar 17 tetap normal dan hipertensi serta menjaga keseimbangan jumlah kalori yang masuk
c) Hipertensi
Ketidaktepatan penyimpanan garam dan air serta meningkatnya tekanan dari dalam tubuh
pada sirkulasi darah perifer merupakan penyebab tekanan darah berkaitan erat dengan resistensi
Merokok dapat meningkatkan gula darah dan menyebabkan resistensi insulin. Hal ini
disebabkan ketika merokok penyerapan glukosa oleh sel lambat, efektivitas insulin dalam darah
berkurang. Merokok diidentifikasi sebagai faktor risiko resistensi insulin yang merupakan
prekursor dari kejadian diabetes melitus tipe II. Selain itu, merokok dapat memperburuk
metabolisme dari glukosa hal ini dapat memicu terjadinya diabetes melitus tipe II. Alkohol
mengandung banyak kalori dan karbohidrat. Pengaturan glukosa dalam darah akan sulit jika
mengkonsumsi alkohol. Selain itu, konsumsi alkohol dapat menyebabkan pankreas tidak dapat
1) Poliuri
Buang air kecil lebih sering dari biasanya terutama pada malam hari, hal ini
dikarenakan kadar gula darah melebihi ambang ginjal (>180 mg/dl), 18 sehingga gula akan
dikeluarkan melalui urin. Untuk menurunkan konsentrasi urin yang dikeluarkan, tubuh akan
menyerap air sebanyak mungkin kedalam urin sehingga urin dalam jumlah besar dapat
dikeluarkan dan sering buang air kecil. Dalam keadaan normal, keluaran urin harian sekitar
1,5 liter, tetapi pada pasien diabetes melitus yang tidak terkontrol, keluaran urin lima kali lipat
2) Polifagi
Nafsu makan meningkat dan merasa kurang tenaga. Insulin menjadi bermasalah pada
penderita diabetes melitus sehingga pemasukan gula ke dalam sel-sel tubuh kurang dan energi
yang dibentuk pun menjadi kurang. Ini merupakan penyebab penderita diabetes melitus
merasa kurang tenaga. Selain itu, sel juga menjadi kekurangan gula sehingga otak juga berfikir
bahwa kurang energi itu karena kurang makan, maka tubuh berusaha meningkatkan asupan
3) Polidipsia
Polidipsia adalah seringnya seseorang minum karena rasa haus yang besar. Kondisi
polidipsia ini adalah akibat dari kondisi sebelumnya, yaitu poliuria. Ketika ginjal menarik
banyak cairan dari tubuh, maka secara otomatis tubuh akan merasa kehausan. Akibatnya,
Ketika tubuh tidak mampu mendapatkan energi yang cukup dari gula karena
kekurangan insulin, tubuh akan mengolah lemak dan protein yang ada 19 didalam tubuh untuk
diubah menjadi energi. Dalam system pembuangan urin, penderita diabetes melitus yang tidak
terkontrol bisa kehilangan sebanyak 500 gr glukosa dalam urin per 24 jam (sama dengan 2000
Kondisi ini disebabkan karena rusaknya urat saraf pada diabetes. Kandungan gula
darah yang tinggi menyebabkan rusaknya urat saraf. Gangguan inilah yang menyebabkan
penderita diabetes melitus menjadi mudah lelah. Seseorang yang dalam waktu terus menerus
sering merasa mudah lelah dan mengantuk walaupun tidak melakukan aktivitas berat harus
7) Penglihatan kabur
Kadar glukosa dalam darah mendadak tinggi, lensa mata menjadi cembung dan
Seseorang yang telah lama menderita diabetes melitus, urat saraf pada lambung akan
mengalami kerusakan, sehingga mengakibatkan fungsi lambung akan menjadi lemah dan
tidak sempurna. Keadaan ini akan menimbulkan rasa mual, perut terasa penuh, kembung dan
1) Komplikasi Mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular adalah penyumbatan pembuluh darah kecil akibat dari kadar
gula darah tinggi yang membentuk protein yang terikat gula seperti HbA1c, sehingga pembuluh
darah menjadi semakin lemah dan rapuh. Selain kondisi kadar gula darah yang tinggi, komplikasi
mikrovaskuler juga dipengaruhi oleh faktor genetik sehingga antar individu memiliki perbedaan
risiko komplikasi mikrovaskuler meskipun sama- sama memiliki kadar gula darah yang tinggi.
Komplikasi mikrovaskuler terdapat tiga macam yaitu diabetes yang menyerang glomerulus ginjal
(nefropati diabetik), pembuluh darah dan 21 arteriola retina (retinopati diabetik) dan saraf- saraf
2) Komplikasi Makrovaskular
Komplikasi makrovaskuler yang sering menyertai diabetes mellitus adalah hipertensi. Hipertensi
atau dikenal dengan “tekanan darah tinggi” adalah kondisi dimana tekanan darah seseorang
terhadap dinding pembuluh arteri secara konsisten tinggi, yakni tekanan darah ketika jantung
berkontraksi (sistolik) lebih besar sama dengan 140 mmHg dan tekanan darah ketika jantung
Ketidaktepatan penyimpanan garam dan air serta meningkatnya tekanan dari dalam
tubuh pada sirkulasi darah perifer merupakan penyebab tekanan darah berkaitan erat dengan
resistensi insulin sebagai pencetus kejadian diabetes. Hipertensi sangat berhubungan dengan
risiko perkembangan diabetes melitus tipe 2, serta sebagai prediktor penting terhadap kejadian
Sebuah studi yang dilakukan di Osaka (Osaka Health Survey), risiko relatif (RR)
perkembangan diabetes melitus tipe 2 sebesar 1,76 pada pria hipertensi dibandingkan sebesar
1,39 pada pria tensi normal. Studi Nainggolan dkk (2013) menunjukkan terdapat hubungan
bermakna antara hipertensi dengan kejadian diabetes, dengan risiko diabetes pada kelompok
yang memiliki riwayat hipertensi lebih tinggi dibanding kelompok dengan tensi normal yaitu
3,41 kali. Hipertensi dan Diabetes merupakan faktor risiko yang saling berhubungan
(autokorelasi). Insiden hipertensi meningkat pada pasien Diabetes 1,5–3 kali dibanding pasien
3) Neuropati
Neuropati yang terjadi pada diabetes melitus mengacu pada semua kelompok tipe saraf,
termasuk saraf perifer, otonom dan spinal. Neuropati, penyakit vaskular perifer dan penurunan
daya imunitas dapat menyebabkan komplikasi berupa diabetik foot. Diabetic foot diawali dengan
adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan
pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadi
perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selajutnya akan mempermudah terjadinya
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup pasien diabetes.
1) Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan
dengan intervensi farmakologis dengan obat antihiperglikemia secara oral dan/ atau suntikan.
1) Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian
dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara
holistik
2) Terapi Nutrisi
komprehensif. Setiap pasien DM sebaiknya diberikan TNM sesuai dengan kebutuhannya agar
mecapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada pasien DM hampir sama dengan anjuran
masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat
yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri. Komposisi makanan yang
dianjurkan untuk pasien DMT2 terdiri dari karbohidrat 45-65% total asupan energi, terutama
karbohidrat yang berserat tinggi. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan
tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Kebutuhan protein sebesar 10- 20% total
asupan energi. Anjuran asupan natrium untuk pasien DM sama dengan orang sehat yaitu < 1500
mg per hari.
Prinsip pengaturan makapenderita diabetes mellitus berpedoman pada 3 J yaitu tepat
a. Tepat Jumlah
Jumlah makanan yang disediakan bagi penderita diabetes untuk setiap kali makan
sudah ditetapkan berdasarkan kebutuhan dan kandungan zat gizi dalam makanan. Apabila
penderita tidak menghabiskan porsi makanan yang disajikan atau makan lebih banyak dari
b. Tepat Jenis
Tepat jenis artinya makanan yang dikonsumsi adalah dari jenis yang dibolehkan
untuk penderita diabetes melitus. Karbohidrat diutamakan dari jenis karbohidrat kompleks
seperti nasi, talas, jagung, mie, dll. Sumber protein rendah lemak, seperti ikan, ayam tanpa
kulit, susu skim, tempe, dan kacang-kacangan. Diusahakan penggunaan lemak dari asam
lemak tidak jenuh, serta dipilih dari jenis serat larut air yang terdapat dalam sayur dan buah.
c. Tepat Jadwal
Penderita diabetes melitus harus membiasakan diri untuk makan tepat pada waktu
yang telah ditentukan. Agar kadar gula darah lebih stabil, perlu pengaturanjadwal makanan
yang teratur pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makan ringan (10-
15%), dengan selang waktu 3 jam. Penderita harus makan makanan yang sudah disediakan
Latihan fisik merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Program latihan
fisik secara teratur dilakukan 3 - 5 hari seminggu selama sekitar 30 - 45 menit, dengan total 150
menit per minggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih 23 dari 2 hari berturut-turut. Kegiatan
sehari-hari atau aktivitas sehari-hari bukan termasuk dalam latihan fisik. Latihan fisik selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan fisik yang dianjurkan berupa latihan
fisik yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50- 70% denyut jantung maksimal) seperti
No. MR 235621
Nama Tn. HB
Umur 74 tahun
Agama Islam
Jenis Kelamin Laki-laki
Alamat Batang Kapas
Status Perawatan BPJS
Tanggal Masuk RS 05/10/2023
Diagnosa Media DM tipe II, Hipertensi dan Ulkus DM et pedis
sinister
Parameter Skor
1. Apakah pasien mengalami penurunan BB yang tidak diinginkan
dalam 6 bulan terakhir?
a. Tidak ada penurunan BB 0
b. Tidak yakin/ tidak tahu/ terasa baju longgar 2
c. Jika ya berapa penurunan BB tersebut
• 1-5 kg 1
• 6-10 kg 2
• 11-15 kg 3
• > 15 kg 4
2. Apakah asupan makanan berkurang karena tidak ada nafsu
makan? 0
a. Tidak 1
b. Ya
Total Skor
Pasien dalam kondisi khusus (DM/ Kemoterapi/ Hemodialisa/ 1
Geriatri/ Imunitas/ lain-lain) sebutkan …
Bila skor > 2 dilanjutkan pengkajian lebih lanjut 2
C. Proses Asuhan Gizi Terstandar
• Energi
BMR = 30 kal x BBI = 30 x 54 = 1.620 kal
= 2.268
Asupan Kebutuhan %
Energi (Kkal) 371,22 1.814,4 kkal 20,45
Protein (gr) 5,05 45,36 gr 11,13
Lemak (gr) 12,38 40,32 gr 30,7
KH (gr) 57,62 272,16 gr 21,17
Penilaian:
Berdasarkan data riwayat gizi, dapat diketahui asupan oral pasien inadekuat
dan kebiasaan makan pasien yang kurang baik.
Riwayat Personal
Penilaian:
Berdasarkan data riwayat personal, dapat diketahui pasien mengalami DM tipe
II, Hipertensi dan Ulkus DM et pedis sinister dan leukositosis
b. Domain Klinis
- NC 2.2 Perubahan nilai laboratorium terkait gizi (P) berkaitan dengan
gangguan fungsi endokrin (E) ditandai dengan tingginya kadar GDS yaitu
242 mg/dL (S).
c. Domain Behaviour
- NB 1.6 Kurang patuh untuk mengikuti anjuran gizi (P) berkaitan dengan
pasien tidak mau menerapkan informasi yang telah diberikan (E) ditandai
dengan pasien suka minum kopi, merokok dan makanan yang bersantan (S)
3.INTERVENSI a. Tujuan
GIZI
1. Meningkatkan asupan oral sesuai kebutuhan dan kemampuan pasien untuk
mempertahankan BB optimal pasien
2. Membantu memantau hasil laboratorium terkait gizi
3. Memberikan edukasi terkait pengetahuan tentang makanan yang baik/tepat
terkait diet yang diberikan yang sesuai dengan penyakit kepada pasien dan
keluarga pasien untuk meningkatkan kesadaran pasien dan keluarga pasien
terhadap pentingnya asupan makann bergizi untuk penyembuhan penyakit
pasien
c. Perskripsi Diet
Diet = DM V 1900 kkal dan Garam rendah III (1000-1200 mg Na)
Makanan = Makanan Lunak
Frekuensi = 3x Utama 2x selingan
Rute = Oral
d. Implementasi Diet
- Memberikan asupan oral pasien menurut diet yang diberikan, sesuai
kebutuhan dan keamampuan berdasarkan jumlah, jenis, dan bentuk
makanan.
- Pemberian diet diabetes melitus dan garam rendah dikomunikasikan
dengan pasien, keluarga pasien, dan tenaga medis lainnya.
e. Perencanaan Edukasi
Tujuan = Memberikan pengetahuan dan keterampilan tentang penerapan Diet
diabetes melitus dan garam rendah terkait penyakit yang di derita
pasien
Sasaran = Pasien dan Keluarga Pasien
Metode = Konseling/Konsultasi
Materi =
1. Pengaturan diet pada DM tipe II, Hipertensi dan Ulkus DM et pedis sinister
dan leukositosis dalam ukuran rumah tangga.
2. Penjelasan prinsip dan syarat diet diabetes melitus dan garam rendah bahan
makanan dan minuman yang dianjurkan dan tidak dianjurkan
Media = Leaflet, Daftar Bahan Penukar, dan Buku Foto Makanan.
Waktu = ± 30 Menit
Fisik/Klinis
Fisik
Batuk Tidak Terjadi Terjadi
Demam Tidak Terjadi Terjadi
Badan lemah Tidak Terjadi Terjadi Setiap hari
Ulkus pada Tidak Terjadi Terjadi
kaki
Odema perut Tidak Terjadi Terjadi
Pucat Tidak Terjadi Terjadi
Klinis
Tekanan darah < 120/80 mmHg 159/89 mmHg
Nadi 60-100 x/i 100 x/i Setiap hari
Pernafasan 16-20 x/i 20 x/i
Suhu < 37ºC 36 ºC
Biokimia
GDS <200 mg/dl 242 mg/dl Setiap hari
Behavior
Pengetahuan Memahami jumlah
terkait asupan dan jenis
makanan dan makanan yang tepat dan
Kurang
gizi seimbang benar sesuai dengan Setiap Hari
Memahami
yang sesuai kondisi pasien.
dengan kondisi
pasien
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Pengamatan studi kasus ini dilakukan diruang rawat inap interne, kasus yang dipilih dalam
studi ini adalah pasien dengan diagnose medis DM tipe II, Hipertensi dan Ulkus DM et pedis
tanggal 05 Oktober 2023. Berat badan pasien 62,6 kg dan Tinggi badan 160 cm. Maka dari
data tersebut didapatkan status gizi pasien normal dengan IMT 24,32 kg/m2.
Berdasarkan dari tabel diatas, hasil pengukuran antropometri pada saat assessment awal
sampai akhir monitoring adalah sama. Berat badan dan tinggi badan pasien tidak
Perkembangan data pemeriksaan nilai laboratorium dapat dilihat pada tabel berikut :
darah pasien dilakukan sebanyak 2 kali. Kadar GDS pasien saat assessment awal yaitu 242
mg/dL dan pada intervensi kedua sudah terkontrol menjadi 88 mg/dL. Pada pemeriksaan
labor yang lainnya hanya dilakukan 1 kali saja yaitu pada saat awal masuk rumah sakit.
Selain GDS nilai labor yang bermasalah yaitu kadar leukosit tinggi (19.300/ mm3).
Terkontrolnya kadar gula darah pasien di karenenakan pasien pada intervensi hari
pertama dan kedua diberikan insulin. Menurut Gklinis (2004) pasien D M Tipe 2 yang
memiliki kontrol glukosa darah yang tidak baik dengan penggunaan obat antidiabedk oral
perlu dipertimbangkan untuk penambahan insulin sebagai terapi kombinasi dengan obat
oral atau insulin tunggal. Insulin yang diberikan lebih dini dan lebih agresif menunjukkan
hasil klinis yang lebih baik terutama berkaitan dengan masalah glukotoksitas. Hal tersebut
diperlihatkan oleh perbaikan fungsi sel beta pancreas. Insulin juga memiliki efek lain yang
menguntungkan dalam kaitannya dengan komplikasi DM . Terapi insulin dapat mencegah
memperbaiki profil lipid. Dengan demikian, secara ringkas dapat dikatakan bahwa luaran
Pada penderita DM bahwa kadar gula darah yang tinggi dalam waktu yang lama
dapat menurunkan fungsi fagositosis oleh sel leukosit dan menyebabkan rentan terkena
infeksi dan inflamasi. Leukosit merupakan unit sistem pertahanan tubuh yang bergerak dan
berperan dalam infeksi tubuh. Telah banyak studi yang meneliti bahwa jumlah total
leukosit digunakan untuk diagnosis pradiabetes dan Diabetes melitus. Resistensi insulin
dan disfungsi sel β pada DM akan memproduksi proinflamasi sitokin, kemokin, dan
aktivasi sinyal inflamasi sebagai respon meningkatnya glukosa dan asam lemak bebas.
Pada penderita DM mengalami peningkatan pada sitokin proinflamasi seperti IL-6 dan IL-
Hasil monitoring laboratorium pada tabel diatas diketahui bahwa pada hari pertama
pasien diberikan 8 unit insulin pada jam makan pagi dengan kadar GDS yang masih dalam
kategori tinggi, pada jam makan siang insulin diberikan lagi sebanyak 8 unit tetapi kadar
GDS pasien masih tinggi dan meningkat dari pada saat jam makan pagi. Pada hari kedua
pasien diberikan lagi insulin sebanyak 10 unit dan kadar GDS pasien sudah terkontrol dan
dalam rentang normal yaitu 88 mg/dl sehingga pemberian insulin pada pasien dihentikan.
3. Hasil Monitoring Evaluasi Fisik Klinis
Hasil pemeriksaan klinis pasien kasus yang dilakukan selama intervensi adalah sebagai
berikut:
Dari data klinis pasien, diketahui bahwa pasien mengalami hipertensi. Gejala klinis yang
dialami pasien diatasi dengan pemberian obat-obatan dan pemberian diet yang
ditambahkan yaitu diet rendah garam untuk mengatasi hipertensi pada pasien. Dari hari
pertama monitoring sampai hari ketiga tekanan darah pasien tidak terkontrol. GDS
mempunyai hubungan yang kuat terhadap perubahan tekanan darah pada pasien DM Tipe
II. Ada beberapa mekanisme menjelaskan frekuensi tinggi hipertensi di antara pasien
dengan DM Tipe II, termasuk efek stimulasi dari hiperinsulinemia pada dorongan simpatik,
pertumbuhan otot polos, dan retensi natrium-cairan dan efek rangsang. hiperglikemia pada
Banyak literatur menjelaskan efek hiperglikemia pada dinding pembuluh darah. Melalui
peningkatan jumlah produk akhir glikasi, oksigen reaktif, dan sorbitol, hiperglikemia dapat
menyebabkan vasokonstriksi (melalui perubahan endotelin dan oksida nitrat) dan deposisi
berikut :
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik selama 4 hari, kondisi fisik pasien menunjukkan
adanya peningkatan dari hari pertama pengumpulan data sampai hari terakhir monitoring.
Pada hari pertama pengumpulan data (05/10/2023), pasien mengeluhkan batuk, demam,
badan lemah, ulkus pada kaki, odema pada perut dan pucat. Pada monitoring hari pertama
(06/10/2023), pasien tidak lagi merasakan sakit demam namun, batuk, badan lemah, ulkus
pada kaki, odema pada perut dan pucat masih terasa. Pada monitoring hari kedua
(07/10/2023), kondisi badan pasien sudah mulai membaik tidak lagi merasakan sakit
demam, batuk, badan lemah namun, ulkus pada kaki dan odema pada perut masih ada. Pada
hari terakhir monitoring (08/10/2023), kondisi badan pasien sudah membaik, namun, ulkus
jumah asupan pasien sebelum masuk rumah sakit diketahui melalui metode recall. Berikut
hasil recall asupan pasien sebelum masuk rumah sakit sebagai berikut:
Dapat diketahui dari tabel diatas yaitu asupan pasien termasuk in adekuat baik dari segi
asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat karena kurang dari 80% dari total kebutuhan
pasien. Hal ini dapat disebabkan karena pasien mengalami penurunan nafsu makan. Oleh
karena itu dilakukan monitoring asupan pasein selama 3 hari. Berikut hasil monitoring
penurunan. Dapat dilihat dari rata rata asupan makan pasien selama 3 hari intervensi sudah
menunjukkan target asupan terpenuhi yaitu >80% kecuali rata rata asupan karbohidrat.
Untuk pemantauan asupan pasien tidak semua zat gizi terpenuhi 80% karena pemantauan
120
100
80
60
40
20
0
Pemenuhan Pemenuhan Pemenuhan pemenuhan pemenuhan
Awal hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4
Berdasarkan diagnosa dokter dan hasil laboratorium pasien didagnosis mengalami DM tipe
II, hipertensi dan ulkus DM et pedis sinister. Oleh karena itu, diet yang diberikan harus
disesuaikan dengan keadaan pasien yaitu diet DM V 1900 dan garam rendah III. Diet DM V
1900 diberikan karena terkait GDS pasien >200 mg/dl yaitu 242 mg/dl dan karena
stress dan factor aktivitas. Diet rendah garam diberikan karena terkait dengan penyakit
asupan oral agar adekuat. Melalui terapi gizi hendaknya dapat memberikan diet yang sesuai
dan dapat mengedukasi pasien dan keluaga pasien tentang diet yang diberikan sesuai
kebutuhan dan kemampuan pasien. Kebutuhan energi pasien dihitung menggunakan rumus
perkeni 2019. Tujuan dari diet ini adalah memberikan makanan mudah cerna dan membantu
memperbaiki kebiasaan makan pasien. Prinsip dan syarat diet yang diberikan pada pasien
diabetes melitus, hipertensi adalah memberikan makanan dengan energi cukup sesuai
dengan kebutuhan energi dan kemampuan pasien, protein rendah dan lemak cukup serta
Bentuk makanan yang diberikan yaitu makanan lunak hingga monitoring hari ketiga. Pada
monitoring hari pertama, ketika dilakukan recall pasien hanya menghabiskan ½ porsi dari
nasi lunak, protein hewani ¾ porsi dan sayur ½ porsi. Protein hewani pada makan malam
yaitu ikan tidak dimakan pasien dikarenakan pasien tidak menyukai ikan laut. Pada
intervensi hari kedua pasien mengalami penurunan nafsu makan kembali sehingga banyak
makanan yang bersisa. Pada intervensi hari ketiga pasien sudah mau makan kembali karena
sudah diberikan edukasi sebelumnya sehingga asupan perlahan mulai meningkat dan sudah
mencapai standar kecuali pada asupan lemak. Keadaan pasien sudah membaik dan tidak ada
keluhan lagi.
5. Hasil Monitoring Evaluasi Edukasi dan Konseling Gizi
Pada saat melakkukan wawancara kepada pasien terkait dengan asupan makanan dan
riwayat gizi diketahui bahwa pasien tidak bisa memonitor diri terkait diet yang telah
diberikan karena pasien sebelumnya sudah pernah dirawat inap dengan diagnosa DM tipe II
juga sehingga diperlukan edukasi dengan cara konseling gizi yang dilakukan dan
Pemahaman pasien yang salah terkait makanan dan gizi dengan penyakit yang diderita
mulai mengarah pada pemahaman yang tepat hal ini berdampak pada peningkatan keinginan
pasien untuk makan sehingga berat badan pasien akan tetap dalam rentang normal serta
1. Pasien masuk rumah sakit dengan total skor skrining 2 sehingga perlu dilakukannya
pengkajian gizi.
2. Pada Assesmen diketahui bahwa pasien dengan inisial Tn. HB masuk rumah sakit dengan
diagnosis diabetes melitus tipe 2, hipertensi dan ulkus DM et pedis sinister. Asupan makan
SMRS pasien kurang dari kebutuhan asupan total sehari dan kebiasaan makan yang kurang
baik, serta pasien tidak pasien kurang patuh untuk mengikuti anjuran gizi. Status gizi pasien
3. Terdapat tiga diagnosis gizi pasien, yaitu asupan oral inadekuat, perubahan nilai lab terkait
4. Intervensi gizi dilakukan dengan merencanakan diet dan memberikan edukasi gizi kepada
pasien dengan metode konseling gizi, rancangan diet yang diberikan yaitu diet diabetes
melitus 1900, diet rendah garam III dengan bentuk makanan makanan lunak yang diberikan
5. Monitoring dan evaluasi dilakukan sesuai dengan tanda dan gejala yang dialami pasien,
monitoring fisik klinis. Monitoring dilakukan selama tiga hari berturut-turut dengan hasil
monitoring pasien yang mulai membaik, meskipun pada monitoring klinis tekanan darah
Setelah pulang dari rumah sakit, Tn HB diharapkan untuk dapat menerapkan konseling
1. Mengkonsumsi makanan dengan zat gizi seimbang dan disesuaikan dengan kondisi yang
2. Memperbaiki kebiasan makan terutama yang membahayakan kondisi dan menerapkan pola
hidup sehat
3. Dianjurkan untuk berkonsultasi ke poli gizi jika tidak memahami terkait diet diabetes
1. Azis WA, Muriman LY, Burhan SR. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Gaya Hidup
2. Al-Hadi H, Zurriyani Z, Saida SA. Prevalensi Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Kejadian
2020;4(4):291–7.
3. Kemenkes RI. Laporan Riskesdas 2018 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Vol. 53,
4. Dzaki Rif I, Hasneli YN, Indriati G. Gambaran Komplikasi Diabetes Melitus Pada Penderita
2021;14(2):63–9.
6. Yunita Y, Asdie AH, Susetyowati S. Pelaksanaan proses asuhan gizi terstandar (PAGT)
terhadap asupan gizi dan kadar glukosa darah pasien diabetes melitus tipe 2. J Gizi Klin
Indones. 2013;10(2):82.
7. Briawan D, Heryanda MF, Sudikno S. Kualitas diet dan kontrol glikemik pada orang
dewasa dengan diabetes melitus tipe dua. J Gizi Klin Indones. 2021;18(1):8.
8. Djunaidi CS, Affandi DR, Praseptiangga D. Efek hipoglikemik tepung komposit (ubi jalar
ungu, jagung kuning, dan kacang tunggak) pada tikus diabetes induksi streptozotocin. J Gizi
Terhadap Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus. Literasi Kesehat Husada.
2020;4:23–34.
11. Gayatri RW, Kistianita AN, dkk. Diabetes Mellitus Dalam Era 4 . 0. Vol. 6, Jurnal
12. Soelistijo S. Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di
14. Ritonga N, Annum R. Analisis Determinan Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe II Di
15. Lestari, Zulkarnain, Sijid SA. Diabetes Melitus: Review Etiologi, Patofisiologi, Gejala,
Penyebab, Cara Pemeriksaan, Cara Pengobatan dan Cara Pencegahan. UIN Alauddin
Makassar 2021;(November):237–41.
16. Rahayu A. Senam Kaki Pada Diabetes Melitus. Qalby N, editor. pustaka taman ilmu; 2021.
1–37 p.
17. Sujarwo W, Keim AP, Arifah FH. Lawan Diabetes Melitus dengan Kedondong Hutan.
18. Elvira C. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan
Menjalankan Diet Pada Pasien Diabetes Melitus Rawat Jalan di RSUD dr. Rasidin Padang
tahun 2017. DIII Gizi. 2017.
19. Brunner, Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12 Volume I. Jakarta:
EGC; 2015.
21. Guntur ., Ongkowijaya J, Wantania FE. Hubungan asam urat dan HbA1c pada penderita
diabetes melitus tipe 2 yang dirawat inap di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. e-
CliniC. 2016;4(2):29–37.
22. Tiana C, Suparlan Hadi, Frida Octavia Purnomo. Hubungan Leukosit Dengan Glukosa
23. Cita EE. Tekanan darah pada pasien diabetes melitus tipe 2. J Ilmu Kedokt dan Kesehat.
2021;(DIABETES MELITUS):3–6.