Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN STUDI KASUS PKL MAGK

MANAJEMEN ASUHAN GIZI KLINIK PADA PASIEN


DIABETES MELITUS TIPE 2, HIPERTENSI DAN
ULKUS DM ET PEDIS SINISTER DI RUANG
RAWAT INAP PENYAKIT DALAM
RSUD DR. M. ZEIN PAINAN

OLEH:
Reni Safitri
NIM. 202210589

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA


POLITEKNIK KESEHATAN PADANG
TAHUN 2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika tubuh tidak dapat

menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengontrol gula darah atau glukosa) karena

gangguan pankreas, atau tubuh tidak dapat secara efisien memanfaatkan insulin yang

diproduksi.1

World Health Organization (WHO) memprediksi kenaikan jumlah penderita diabetes melitus

di Indonesia dari 8,4 juta orang pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta orang pada tahun

2030.2 Di Indonesia prevalensi diabetes melitus berada diurutan ke-4 penyakit kronis. Hal ini

dapat dilihat dari hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2018 menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan prevalensi diabetes melitus Melitus di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter

pada penduduk umur ≥ 15 tahun yaitu 2,0% pada tahun 2018 dari 1,5% pada tahun 2013. Di

Sumatera Barat, prevalensi Diabetes Melitus berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk

umur di atas 15 tahun meningkat 1,3% pada tahun 2013 menjadi 1,6% pada tahun 2018.3

Menurut data di RSUD Dr. M. Zein Painan, diabetes melitus merupakan salah satu dari 10

penyakit terbanyak rawat jalan tahun 2022 yaitu berada diurutan ke-tiga dengan jumlah pasien

sebanyak 4.556 orang.

DM tipe 2 ini merupakan penyakit yang paling banyak ditemukan di masyarakat yaitu 90-

95% dari seluruh kasus DM. DM biasa disebut dengan the silent killer karena penyakit ini dapat

mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Diabetes dapat

mempengaruhi berbagai organ sistem dalam tubuh dalam jangka waktu tertentu yang disebut

komplikasi. Komplikasi dari diabetes dapat diklasifikasikan sebagai mikrovaskuler dan

makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler termasuk kerusakan sistem saraf (neuropati),


kerusakan sistem ginjal (nefropati) dan kerusakan mata (retinopati). Sedangkan, komplikasi

makrovaskular termasuk penyakit jantung, stroke, dan penyakit pembuluh darah perifer

(Rosyada, 2013).4

Beberapa penelitian menunjukkan hipertensi paling banyak menyertai penyakit diabetes

melitus tipe II. Diabetes melitus dengan penyakit penyerta hipertensi merupakan resiko yang

sangat serius karena efek hiperglikemia menyebabkan komplikasi makrovaskular.

Pengendalian tekanan darah sangat penting dalam mencegah terjadinya infark miokard,

stroke, dan gagal ginjal.5

Empat pilar utama pengelolaan DM meliputi edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani, dan

terapi farmakologis. Terapi gizi medis melalui perencanaan makanan merupakan salah satu

langkah pertama yang harus dilakukan dalam pengelolaan DM . Pengelolaan yang tepat dan

berhasil yaitu dengan memberikan dukungan gizi yang tepat melalui pelayanan asuhan gizi

yang berkualitas. American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan suatu konsep

model standardized nutrition care process (SNCP) atau proses asuhan gizi terstandar (PAGT)

yang bertujuan agar dietisien dapat memberikan pelayanan asuhan gizi yang berkualitas tinggi,

aman, efektif serta hasil yang dicapai dapat diprediksi dan lebih terarah. Pasien akan menerima

terapi gizi berdasarkan masalah dan penyebab masalah yang berpotensi mengakibatkan

malnutrisi selama pasien dirawat di rumah sakit dan berdasarkan evidence based.6

Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin melakukan studi kasus kepada pasien dengan

diagnosa Diabetes Melitus tipe II, Ulkus DM et pedis sinister dan hipertensi. Hasil Malnutrition

Screening Tools (MST) menunjukkan bahwa total skor screening pasien 2. Oleh karena itu

perlu dilakukan asuhan gizi lanjutan pada pasien. Penatalaksanaan diet dilakukan dengan
menggunakan NCP yang dimulai dari assesment, diagnosis gizi, intervensi gizi, monitoring dan

evaluasi.

B. Rumusan Masalah

Bagaiamana proses asuhan gizi terstandar pada pasien dengan penyakit Diabetes Melitus tipe

II, Ulkus DM et pedis sinister dan hipertensi di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD Dr. M.

Zein Painan?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui proses asuhan gizi terstandar pada pasien dengan penyakit Diabetes Melitus

tipe II, Ulkus DM et pedis sinister dan hipertensi di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD

Dr. M. Zein Painan tahun 2023.

2. Tujuan Khusus

a) Diketahuinya hasil skrinning pada pasien Diabetes Melitus tipe II, Ulkus DM et pedis

sinister dan hipertensi di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD Dr. M. Zein Painan

tahun 2023.

b) Diketahuinya assessment gizi dengan melihat dan mengkaji data yang terkait pada

pasien Diabetes Melitus tipe II, Ulkus DM et pedis sinister dan hipertensi di ruang rawat

inap penyakit dalam RSUD Dr. M. Zein Painan tahun 2023.

c) Diketahuinya diagnosa gizi pasien Diabetes Melitus tipe II, Ulkus DM et pedis sinister

dan hipertensi di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD Dr. M. Zein Painan tahun

2023.

d) Diketahuinya intervensi gizi pasien dengan mencari kebutuhan gizi, tujuan diet, prinsip

dan syarat diet, preskripsi diet, implementasi diet dan perencanaan edukasi pada pasien
Diabetes Melitus tipe II, Ulkus DM et pedis sinister dan hipertensi di ruang rawat inap

penyakit dalam RSUD Dr. M. Zein Painan tahun 2023.

e) Diketahuinya monitoring dan evaluasi pada pasien Diabetes Melitus tipe II, Ulkus DM

et pedis sinister dan hipertensi di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD Dr. M. Zein

Painan tahun 2023.

D. Manfaat

1. Menambah pengetahuan penulis terhadap pelaksanaan skrinning gizi pada pasien Diabetes

Melitus tipe II, Ulkus DM et pedis sinister dan hipertensi

2. Menambah pengetahuan penulis terhadap pelaksanaan Proses Asuhan Gizi Terstandar pada

pasien Diabetes Melitus tipe II, Ulkus DM et pedis sinister dan hipertensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

adanya peningkatan kadar glukosa darah yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau keduanya.7 Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang melibatkan gangguan

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang ditandai dengan naiknya kadar glukosa darah

(hiperglikemik). Penyebabnya dapat berasal dari faktor keturunan dan pola hidup yang tidak

sehat seperti makan tidak teratur dan berlebihan, mengkonsumsi makanan cepat saji yang

berlemak tinggi, kurangnya asupan antioksidan dan serat, serta kurangnya aktifitas fisik.8

Asupan makanan dan minuman yang mengandung gula tinggi beresiko terjadinya diabetes

melitus. Demikian juga konsumsi makanan yang mengandung karbohidrat tinggi juga

mempunyai resiko yang sama. Makanan yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi dalam

proses metabolisme akan diubah menjadi gula kemudian gula akan dipecah menjadi energi

dengan bantuan insulin. Selain itu diabetes melitus juga disebabkan oleh resistensi insulin.9-10

Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh sel B pankreas untuk mengontrol glukosa

darah melalui pengaturan penggunaan dan penyimpanan glukosa. Penyebab utama kekurangan

insulin karena adanya kerusakan pada sel B 9 pankreas,yaitu sel yang berfungsi untuk

memproduksi insulin. Resistensi insulin adalah berkurangnya kemampuan insulin untuk

merangsang penggunaan glukosa atau turunnya respons sel target, seperti otot, jaringan dan hati

terhadap kadar insulin fisiologis.10


B. Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi diabetes melitus berdasarkan American Diabetes Association ada empat yaitu :11

1) Diabetes Melitus Tipe I

Diabetes melitus tipe I merupakan DM dengan pankreas sebagai pabrik insulin tidak dapat

atau kurang mampu memproduksi insulin. Selain itu terjadi kerusakan sel-sel pankreas yang

memproduksi insulin, hal ini dapat terjadi karena faktor keturunan (genetik) maupun reaksi

alergi. Akibatnya insulin dalam tubuh kurang atau tidak ada sama sekali dan gula akan

menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam sel. Tanda dan gejala

DM tipe I yaitu hiperglikemi, merasa lapar dan haus terus menerus, banyak kencing, penurunan

berat badan, lelah, lemas, mata kabur, dan nyeri hebat didaerah lambung.

2) Diabetes Melitus Tipe II

Pada diabetes melitus tipe II, sel-sel B pankreas tidak rusak, meskipun hanya sedikit yang

normal dan dapat digunakan untuk mensekresi insulin. Namun kualitas insulinnya buruk dan

tidak dapat berfungsi dengan baik sehingga glukosa dalam darah meningkat. Kemungkinan

lainnya adalah sel-sel jaringan tubuh dan otot penderita berkurangnya sensitivitas terhadap

insulin atau sudah resisten terhadap insulin. Akibatnya, insulin tidak dapat bekerja dengan baik

dan glukosa akhirnya 10 tertimbun dalam peredaran darah. Tanda dan gejala diabetes melitus

tipe II yaitu poliuri, polidipsi, poliphagi, peningkatan berat badan, luka sukar sembuh, pruritus,

infeksi, katarak, dan gangguan serangan jantung.


3) Diabetes Gestasional

Diabetes melitus gestasional adalah diabetes melitus yang terjadi pada masa kehamilan.

DM Gestasional disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi insulin yang

cukup selama masa kehamilan. Keadaan ini diakibatkan karena adanya pembentukan beberapa

hormon pada wanita hamil yang menyebabkan resistensi insulin. DM Gestasional mempunyai

kecenderungan untuk berkembang menjadi DM tipe II. Akibat yang ditimbulkan oleh DM

gestasional adalah macrosomia (bayi lahir dengan berat badan lebih dari berat badan normal),

kecacatan janin, dan penyakit jantung bawaan. Gejala utama dari DM gestasional adalah poliuri,

polidipsi, dan poliphagi.

4) Diabetes Melitus Tipe Lain

Diabetes melitus yang lain adalah DM akibat penyakit lain yang mengganggu produksi

insulin atau mempengaruhi kerja insulin serta kelalaian pada fungsi sel beta. Contohnya seperti

radang pankreas, gangguan kelenjar adrenal, penggunaan hormon kortikosteroid, pemakaian obat

antihipertensi atau antikolesterol, malnutrisi dan infeksi.

C. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe II

Resistensi insulin pada sel otot dan hati, serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal

sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe II. Organ lain yang terlibat pada DM tipe II

adalah jaringan lemak (meningkatknya lipolysis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alfa

pankreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa) dan otak (resistensi

insulin), yang ikut berperan menyebabkan gangguan toleransi glukosa.12


Secara garis besar pathogenesis DM tipe II disebabkan oleh sebelas hal (egregious eleven)

yaitu:12

1) Kegagalan sel beta pankreas

Pada saat diagnosis DM tipe II ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat berkurang. Obat

anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinide, agonis, glucagon-

like peptide (GLP-1) dan penghambat dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4).

2) Disfungsi sel alfa pankreas

Sel alfa pankreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia. Sel alfa

berfungsi pada sintesis glucagon yang dalam keadaan puasa kadarnya didalam plasma akan

meningkat. Peningkatan ini menyebabkan produksi glukosa hati (hepatic glucose production)

dalam keadaan basal meningkat secara bermakna disbanding individu yang normal.

3) Sel lemak

Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan peningkatan

proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (free fatty acid/FFA) dalam plasma.

Peningkatan FFA akan merangsang proses gluconeogenesis, dan mencetuskan resistensi

insulin di hepar dan otot, sehingga mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan

oleh FFA ini disebut sebagai lipotoksisitas.

4) Otot

Pada pasien DM tipe 2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple di

intramioseluler, yang diakibatkan oleh gangguan fosforilasi tirosin, sehingga terjadi

gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan

oksidasi glukosa.
5) Hepar

Pada pasien DM tipe II terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu glukoneogenesis

sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh hepar (hepatic glucose production)

meningkat.

6) Otak

Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes baik yang

DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi

dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makan justru meningkat akibat adanya

resistensi insulin yang juga terjadi di otak.

7) Kolon/Mikrobiota

Perubahan komposisi mikrobiota pada kolon berkontribusi dalam keadaan hiperglikemia.

Mikrobiota usus terbukti berhubungan dengan DM tipe I, DM tipe II, dan obesitas sehingga

menjelaskan bahwa hanya sebagian individu berat badan berlebih akan berkembang menjadi

DM. probiotik dan prebiotik diperkirakan sebagai mediator untuk menangani keadaan

hiperglikemia.

8) Usus halus

Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibandingkan bila diberikan

secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon yaitu

glucagon-like 15 polypeptide-1 (GLP1) dan glucose-dependent insulinotrophic polypeptide

atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide (GIP). Pada pasien DM tipe II didapatkan

defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap hormon GIP. Hormon incretin juga segera pecah oleh

keberadaan enzim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Saluran pencernaan

juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja enzim alfa glukosidase
yang akan memecah polisakarida menjadi monosakarida, dan kemudian diserap oleh usus

sehingga berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan.

9) Ginjal

Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM tipe II. Ginjal

memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilah puluh persen dari glukosa terfiltrasi

ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co-Transporter) pada

bagian convulated tubulus proksimal dan 10% 14 sisanya akan diabsorbsi melalui peran

SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam

urin. Pada penderita DM terjadi peningkatan ekskresi gen SGLT-2, sehingga terjadi

peningkatan reabsorpsi glukosa didalam tubulus ginjal dan mengakibatkan peningkatan kadar

glukosa darah.

10) Lambung

Penurunan produksi amilin pada diabetes merupakan konsekuensi kerusakan sel beta

pankreas. Penurunan kadar amilin menyebabkan percepatan pengosongan lambung dan

peningkatan absorpsi glukosa di usus halus, yang berhubungan dengan peningkatan kadar

glukosa postprandial.

11) Sistem imun

Terdapat bukti bahwa sitokin menginduksi respon fase akut (disebut sebagai inflamasi

derajat rendah), merupakan bagian dari aktivasi sistem imun bawaan yang berhubungan erat

dengan patogenesis DM tipe II. Inflamasi sistemik derajat rendah berperan dalam induksi

stress pada endoplasma akibat peningkatan kebutuhan metabolisme untuk insulin.


D. Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe II

1) Faktor yang tidak dapat diubah

Faktor risiko DM tipe II yang tidak dapat diubah yaitu :13

a) Ras dan etnik

Ras dan etnik berhubungan erat dengan kejadian DM. Ras Asia lebih berisiko mengalami DM

dibanding Eropa. Hal ini disebabkan karena orang Asia kurang sering melakukan aktivitas

dibanding orang Eropa. Kelompok etnis tertentu seperti India, Cina, dan Melayu lebih berisiko

terkena DM. Pengaruh ras dan etnis terhadap kejadian DM tipe 2 sangat kuat pada masa 15 usia

muda. Pada berbagai studi, kasus DM tipe 2 pada pediatrik kebanyakan terjadi pada ras

noneropa. Ras dan etnis minoritas memiliki kecenderungan lebih jarang (bahkan tidak pernah)

melakukan pengontrolan kadar gula darah. Kecenderungan tersebut disebabkan oleh tiga faktor

yaitu 1) faktor pasien (kepatuhan yang rendah, biologis dan genetik, selera, penolakan

pengobatan, hambatan ekonomi, dan kurangnya akses terhadap jaminan dan pelayanan

kesehatan); 2) faktor dokter (steretotipe dan bias, managed care, dan hambatan peresepan obat);

dan 3) faktor sistem kesehatan (bahasa dan budaya, pembiayaan, dan lingkup jaminan

pemeriksaan laboratorium dan pengobatan)

b) Umur

Fungsi sel beta pada organ pankreas akan menurun seiring dengan penambahan/

peningkatan usia. Pada usia 40 tahun umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis lebih

cepat. DM lebih sering muncul pada usia setelah 40 tahun, terutama pada usia di atas 45 tahun

yang disertai dengan overweight dan obesitas. Risiko DM makin meningkat sesuai dengan

perkembangan usia. Semakin tua kecenderungan menderita diabetes semakin tinggi.


c) Riwayat keluarga dengan DM

Riwayat keluarga turut mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap diabetes. Riwayat

keluarga dengan DM pada level pertama (misalnya: orang tua) merupakan faktor risiko yang kuat

terhadap kejadian DM pada seseorang. Ada dugaan bahwa gen resesif membawa bakat diabetes

pada 16 seseorang. Artinya hanya orang dengan sifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang

menderita diabetes.

2) Faktor yang dapat diubah

a) Obesitas

Semakin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan semakin resisten terhadap

kerja insulin (insulin resistance), terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul

di daerah sentral atau perut (central obesity). Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga

glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah. Tubuh yang

cenderung gemuk lebih banyak menyimpan lemak tubuh dan lemak tidak terbakar, terjadi

kekurangan hormon insulin untuk pembakaran karbohidrat, sehingga lebih berpeluang besar

terjadinya DM tipe 2.14

b) Aktivitas fisik

Seseorang yang mempunyai gaya hidup yang kurang aktif (kurang olahraga/kurang

aktivitas fisik) lebih cenderung untuk terkena DM tipe 2 dibandingkan dengan mereka yang

melakukan aktivitas fisik secara teratur. Hal ini dikarenakan, saat melakukan aktivitas fisik otot

akan lebih banyak menggunakan glukosa daripada saat tidak melakukan aktivitas fisik sehingga

glukosa dalam darah dapat menurun dan insulin dapat bekerja dengan baik. Makanan yang

mengandung nilai indeks glikemik yang tinggi akan meningkatkan gula darah penderita DM tipe
2. Untuk itu, aktivitas fisik dapat menaikkan kontrol glikemik yakni dengan menjaga indeks masa

tubuh agar 17 tetap normal dan hipertensi serta menjaga keseimbangan jumlah kalori yang masuk

dan keluar dari sel tubuh.11

c) Hipertensi

Ketidaktepatan penyimpanan garam dan air serta meningkatnya tekanan dari dalam tubuh

pada sirkulasi darah perifer merupakan penyebab tekanan darah berkaitan erat dengan resistensi

insulin sebagai penyebab kejadian diabetes.13

d) Alkohol atau Merokok

Merokok dapat meningkatkan gula darah dan menyebabkan resistensi insulin. Hal ini

disebabkan ketika merokok penyerapan glukosa oleh sel lambat, efektivitas insulin dalam darah

berkurang. Merokok diidentifikasi sebagai faktor risiko resistensi insulin yang merupakan

prekursor dari kejadian diabetes melitus tipe II. Selain itu, merokok dapat memperburuk

metabolisme dari glukosa hal ini dapat memicu terjadinya diabetes melitus tipe II. Alkohol

mengandung banyak kalori dan karbohidrat. Pengaturan glukosa dalam darah akan sulit jika

mengkonsumsi alkohol. Selain itu, konsumsi alkohol dapat menyebabkan pankreas tidak dapat

memproduksi insulin sehingga menyebabkan terjadinya diabetes melitus tipe II.11

E. Gejala Klinis Diabetes Melitus Tipe II

Gejala dari penyakit diabetes melitus yaitu antara lain :15&16

1) Poliuri

Buang air kecil lebih sering dari biasanya terutama pada malam hari, hal ini

dikarenakan kadar gula darah melebihi ambang ginjal (>180 mg/dl), 18 sehingga gula akan
dikeluarkan melalui urin. Untuk menurunkan konsentrasi urin yang dikeluarkan, tubuh akan

menyerap air sebanyak mungkin kedalam urin sehingga urin dalam jumlah besar dapat

dikeluarkan dan sering buang air kecil. Dalam keadaan normal, keluaran urin harian sekitar

1,5 liter, tetapi pada pasien diabetes melitus yang tidak terkontrol, keluaran urin lima kali lipat

dari jumlah ini.

2) Polifagi

Nafsu makan meningkat dan merasa kurang tenaga. Insulin menjadi bermasalah pada

penderita diabetes melitus sehingga pemasukan gula ke dalam sel-sel tubuh kurang dan energi

yang dibentuk pun menjadi kurang. Ini merupakan penyebab penderita diabetes melitus

merasa kurang tenaga. Selain itu, sel juga menjadi kekurangan gula sehingga otak juga berfikir

bahwa kurang energi itu karena kurang makan, maka tubuh berusaha meningkatkan asupan

makanan dengan menimbulkan rasa lapar.

3) Polidipsia

Polidipsia adalah seringnya seseorang minum karena rasa haus yang besar. Kondisi

polidipsia ini adalah akibat dari kondisi sebelumnya, yaitu poliuria. Ketika ginjal menarik

banyak cairan dari tubuh, maka secara otomatis tubuh akan merasa kehausan. Akibatnya,

penderita akan minum terus menerus untuk mengobati rasa hausnya.

4) Berat badan menurun

Ketika tubuh tidak mampu mendapatkan energi yang cukup dari gula karena

kekurangan insulin, tubuh akan mengolah lemak dan protein yang ada 19 didalam tubuh untuk

diubah menjadi energi. Dalam system pembuangan urin, penderita diabetes melitus yang tidak

terkontrol bisa kehilangan sebanyak 500 gr glukosa dalam urin per 24 jam (sama dengan 2000

kalori perhari hilang dari tubuh).


5) Kesemutan dan gatal-gatal pada tangan dan kaki

Kondisi ini disebabkan karena rusaknya urat saraf pada diabetes. Kandungan gula

darah yang tinggi menyebabkan rusaknya urat saraf. Gangguan inilah yang menyebabkan

terjadinya kesemutan dan gatal-gatal pada tangan dan kaki.

6) Mudah Lelah dan sering mengantuk

Kekurangan energi dan terganggunya metabolisme karbohidrat menyebabkan

penderita diabetes melitus menjadi mudah lelah. Seseorang yang dalam waktu terus menerus

sering merasa mudah lelah dan mengantuk walaupun tidak melakukan aktivitas berat harus

segera kedokter untuk memeriksa kesehatan.

7) Penglihatan kabur

Kadar glukosa dalam darah mendadak tinggi, lensa mata menjadi cembung dan

penderita mengeluh penglihatan kabur.

8) Pusing dan mual

Seseorang yang telah lama menderita diabetes melitus, urat saraf pada lambung akan

mengalami kerusakan, sehingga mengakibatkan fungsi lambung akan menjadi lemah dan

tidak sempurna. Keadaan ini akan menimbulkan rasa mual, perut terasa penuh, kembung dan

kadang-kadang rasa sakit di ulu hati.

F. Komplikasi Diabetes Melitus Tipe II

1) Komplikasi Mikrovaskular

Komplikasi mikrovaskular adalah penyumbatan pembuluh darah kecil akibat dari kadar

gula darah tinggi yang membentuk protein yang terikat gula seperti HbA1c, sehingga pembuluh

darah menjadi semakin lemah dan rapuh. Selain kondisi kadar gula darah yang tinggi, komplikasi

mikrovaskuler juga dipengaruhi oleh faktor genetik sehingga antar individu memiliki perbedaan
risiko komplikasi mikrovaskuler meskipun sama- sama memiliki kadar gula darah yang tinggi.

Komplikasi mikrovaskuler terdapat tiga macam yaitu diabetes yang menyerang glomerulus ginjal

(nefropati diabetik), pembuluh darah dan 21 arteriola retina (retinopati diabetik) dan saraf- saraf

perifer (neuropati diabetik).17

2) Komplikasi Makrovaskular

Komplikasi mikrovaskuler adalah komplikasi yang menyerang pembuluh darah besar.

Komplikasi makrovaskuler yang sering menyertai diabetes mellitus adalah hipertensi. Hipertensi

atau dikenal dengan “tekanan darah tinggi” adalah kondisi dimana tekanan darah seseorang

terhadap dinding pembuluh arteri secara konsisten tinggi, yakni tekanan darah ketika jantung

berkontraksi (sistolik) lebih besar sama dengan 140 mmHg dan tekanan darah ketika jantung

melemah/menguncup (diastolik) sebesar lebih besar atau sama dengan 90 mmHg.

Ketidaktepatan penyimpanan garam dan air serta meningkatnya tekanan dari dalam

tubuh pada sirkulasi darah perifer merupakan penyebab tekanan darah berkaitan erat dengan

resistensi insulin sebagai pencetus kejadian diabetes. Hipertensi sangat berhubungan dengan

risiko perkembangan diabetes melitus tipe 2, serta sebagai prediktor penting terhadap kejadian

nefropati, retinopati, dan kardiovaskuler yang menyertai Diabetes Mellitus 18.

Sebuah studi yang dilakukan di Osaka (Osaka Health Survey), risiko relatif (RR)

perkembangan diabetes melitus tipe 2 sebesar 1,76 pada pria hipertensi dibandingkan sebesar

1,39 pada pria tensi normal. Studi Nainggolan dkk (2013) menunjukkan terdapat hubungan

bermakna antara hipertensi dengan kejadian diabetes, dengan risiko diabetes pada kelompok

yang memiliki riwayat hipertensi lebih tinggi dibanding kelompok dengan tensi normal yaitu

3,41 kali. Hipertensi dan Diabetes merupakan faktor risiko yang saling berhubungan
(autokorelasi). Insiden hipertensi meningkat pada pasien Diabetes 1,5–3 kali dibanding pasien

normal. Sebuah studi menunjukkan 40% 18.

3) Neuropati

Neuropati yang terjadi pada diabetes melitus mengacu pada semua kelompok tipe saraf,

termasuk saraf perifer, otonom dan spinal. Neuropati, penyakit vaskular perifer dan penurunan

daya imunitas dapat menyebabkan komplikasi berupa diabetik foot. Diabetic foot diawali dengan

adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan

pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan

mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadi

perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selajutnya akan mempermudah terjadinya

ulkus pada kaki 19.

G. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe II

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup pasien diabetes.

Tujuan penatalaksanaan meliputi :12

1) Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan

mengurangi risiko komplikasi akut.

2) Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit

mikroangiopati dan makroangiopati.

3) Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM


Penatalaksanaan diabetes melitus dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat bersamaan

dengan intervensi farmakologis dengan obat antihiperglikemia secara oral dan/ atau suntikan.

Lima pilar penatalaksanaan diabetes melitus adalah :

1) Edukasi

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian

dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara

holistik

2) Terapi Nutrisi

Terapi nutrisi medis merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DM secara

komprehensif. Setiap pasien DM sebaiknya diberikan TNM sesuai dengan kebutuhannya agar

mecapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada pasien DM hampir sama dengan anjuran

masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi

masing-masing individu. Pasien DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan

jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat

yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri. Komposisi makanan yang

dianjurkan untuk pasien DMT2 terdiri dari karbohidrat 45-65% total asupan energi, terutama

karbohidrat yang berserat tinggi. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan

tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Kebutuhan protein sebesar 10- 20% total

asupan energi. Anjuran asupan natrium untuk pasien DM sama dengan orang sehat yaitu < 1500

mg per hari.
Prinsip pengaturan makapenderita diabetes mellitus berpedoman pada 3 J yaitu tepat

jumlah, tepat jenis, dan tepat jadwal, 20

a. Tepat Jumlah

Jumlah makanan yang disediakan bagi penderita diabetes untuk setiap kali makan

sudah ditetapkan berdasarkan kebutuhan dan kandungan zat gizi dalam makanan. Apabila

penderita tidak menghabiskan porsi makanan yang disajikan atau makan lebih banyak dari

yang boleh dimakannya akan mengakibatkan hipoglikemia atau hiperglikemia. Penderita

sebaiknya dapat mengira-ngira sendiri besar porsi makanan yang dimakanannya.

b. Tepat Jenis

Tepat jenis artinya makanan yang dikonsumsi adalah dari jenis yang dibolehkan

untuk penderita diabetes melitus. Karbohidrat diutamakan dari jenis karbohidrat kompleks

seperti nasi, talas, jagung, mie, dll. Sumber protein rendah lemak, seperti ikan, ayam tanpa

kulit, susu skim, tempe, dan kacang-kacangan. Diusahakan penggunaan lemak dari asam

lemak tidak jenuh, serta dipilih dari jenis serat larut air yang terdapat dalam sayur dan buah.

Diutamakanmenggunakan bahan makanan yang mempunyai indeks glikemik rendah.

c. Tepat Jadwal

Penderita diabetes melitus harus membiasakan diri untuk makan tepat pada waktu

yang telah ditentukan. Agar kadar gula darah lebih stabil, perlu pengaturanjadwal makanan

yang teratur pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makan ringan (10-

15%), dengan selang waktu 3 jam. Penderita harus makan makanan yang sudah disediakan

sehingga tidak terjadi perubahan kandungan gula darahnya.


3) Aktivitas Fisik

Latihan fisik merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Program latihan

fisik secara teratur dilakukan 3 - 5 hari seminggu selama sekitar 30 - 45 menit, dengan total 150

menit per minggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih 23 dari 2 hari berturut-turut. Kegiatan

sehari-hari atau aktivitas sehari-hari bukan termasuk dalam latihan fisik. Latihan fisik selain untuk

menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,

sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan fisik yang dianjurkan berupa latihan

fisik yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50- 70% denyut jantung maksimal) seperti

jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang


BAB III
DESKRIPSI KASUS
A. Gambaran Umum Pasien

No. MR 235621
Nama Tn. HB
Umur 74 tahun
Agama Islam
Jenis Kelamin Laki-laki
Alamat Batang Kapas
Status Perawatan BPJS
Tanggal Masuk RS 05/10/2023
Diagnosa Media DM tipe II, Hipertensi dan Ulkus DM et pedis
sinister

B. Form Skrining MST

Parameter Skor
1. Apakah pasien mengalami penurunan BB yang tidak diinginkan
dalam 6 bulan terakhir?
a. Tidak ada penurunan BB 0
b. Tidak yakin/ tidak tahu/ terasa baju longgar 2
c. Jika ya berapa penurunan BB tersebut
• 1-5 kg 1
• 6-10 kg 2
• 11-15 kg 3
• > 15 kg 4
2. Apakah asupan makanan berkurang karena tidak ada nafsu
makan? 0
a. Tidak 1
b. Ya
Total Skor
Pasien dalam kondisi khusus (DM/ Kemoterapi/ Hemodialisa/ 1
Geriatri/ Imunitas/ lain-lain) sebutkan …
Bila skor > 2 dilanjutkan pengkajian lebih lanjut 2
C. Proses Asuhan Gizi Terstandar

Data Pasien No. MR = 235621


Nama Pasien = Tn. HB
Jenis Kelamin = Laki-laki
Tanggal Lahir = 01/03/1949 (74 tahun)
Diagnosa = DM tipe II, Hipertensi dan Ulkus DM et pedis sinister
1. ASESSMENT

a.Antropometri ⁃ Tinggi Badan = 160 cm


⁃ LILA = 29 cm
⁃ BB = 62,26 cm
⁃ Oedema = 10%
⁃ BBK = BBA – koreksi penumpukan cairan = 62,26 – 10%
= 56,03 kg
⁃ BBI = (TB-100) -10% = 60 – 6
= 54 kg
⁃ IMT = 24,32 kg/m2
Penilaian

Status Gizi Pasien tergolong normal

b. Biokimia Data Laboratorium

Data Biokimia Hasil Nilai Normal Penilaian


Hematokrit 35,7% 40-48% Rendah
Hemoglobin 13 g/Dl 13 – 16 g/dL Normal
Leukosit 19.300 /mm3 5.000 – 10.000 /mm3 Tinggi
Trombosit 263.000 /mm3 150.000 – 400.000 /mm3 Normal
GDS 242 mg/dL <200 mg/ dL Tinggi
Ureum 26,5 mg/ dL 10-50 mg/ dL Normal
Kreatinin 1,3 mg/ dL 0,6 – 1,3 mg/ dL Normal
Natrium 136 mmol/L 136-145 mmol/L Normal
Kalium 3,5 mmol/L 3,5-5,1 mmol/L Normal
Klorida 98 mmol/L 97-111 mmol/L Normal
Penilaian

Berdasarakan data laboratorium, dapat diketahui pasien mengalami


leukositosis dan hiperglikemia
c. Fisik/Klinis Fisik:

▪ Pasien mengalami penurunan kesadaran 4 jam sebelum masuk rumah sakit


▪ Pasien merasakan batuk 2 hari sebelum masuk rumah sakit
▪ Pasien mengalami demam 1 hari sebelum masuk rumah sakit
▪ Pasien merasakan badan lemah 1 hari sebelum masuk rumah sakit
▪ Terdapat ulkus pada kaki kiri pasien
▪ Ada odema pada perut pasien
▪ Pasien terlihat pucat saat datang kerumah sakit
Klinis:

Tanda Vital Hasil Standar Penilaian


Tekanan Darah 159/89 mmHg <120/80 mmHg Tinggi
Nadi 100 x/i 60-100 x/i Normal
RR 20 x/i 16-20 x/i Normal
Suhu 36℃ <37℃ Normal
Penilaian

Berdasarakan data fisik/klinis, dapat diketahui pasien mengalami hipertensi

d. Riwayat Gizi 1. Perhitungan Kebutuhan Gizi

• Energi
BMR = 30 kal x BBI = 30 x 54 = 1.620 kal

FA = 20% x 1.620 = 324

FS = 20% x 1.620 = 324 +

= 2.268

FU = 20% x 2.268 = 453,6 -


TEE = 1.814,4 kkal

• Protein = 10% x1.814,4 kkal = 181,44/ 4 = 45,36gr


• Lemak = 20% x 1.814,4 kkal = 362,88/ 9 = 40,32 gr
• Karbohidrat = 60% x 1.814,4 = 1.088,64/ 4 = 272,16 gr

2. Riwayat gizi dahulu

• Pasien makan 2- 3x sehari dengan porsi yang sedikit


• Pasien tidak suka ikan laut
• Pasien suka minum kopi dengan gula pasir dan tidak terlalu manis 3x
sehari
• Pasien suka makanan yang bersantan
• Pasien sering makan sayur dan buah

3. Riwayat gizi 1 hari lalu

• Pasien mengeluhkan mengalami penurunan nafsu makan dari 3 hari


sebelum masuk rumah sakit dan menjadi tambah parah satu hari
sebelum masuk rumah sakit
SMRS pasien mengonsumsi:

• Pagi : nasi ( 1 sndk nasi), tahu goreng


• Siang : nasi (1 sdnk nasi), sayur kangkung
• Sore : roti gabin 2 keping
Waktu Bahan URT Berat Energi Protein Lemak KH
Makan Makanan (gr) (Kal) (gr) (gr) (gr)

Pagi Nasi 1 sndk 50 85 0,05 0,05 20,3


nasi
(nasi, Tahu 1 bh 30 24 3,27 1,41 0,24
tahu kl
goren)
Minyak 1 sdt 5 45,1 - 5 -

Siang Nasi 1 sndk 50 85 0,05 0,05 20,3


(nasi, nasi
sayur
kangku
ng )

Kangkung 2 sdm 20 5,6 0,68 0,14 0,78

Minyak ½ sdt 3 26,52 - 3 -

Malam Roti 2 22 100 1 3 16


(Roti kepin
gabin) g

Total 371,22 5,05 12,38 57,6


2
Hasil anamnesa asupan makan pasien

Asupan Kebutuhan %
Energi (Kkal) 371,22 1.814,4 kkal 20,45
Protein (gr) 5,05 45,36 gr 11,13
Lemak (gr) 12,38 40,32 gr 30,7
KH (gr) 57,62 272,16 gr 21,17
Penilaian:

Berdasarkan data riwayat gizi, dapat diketahui asupan oral pasien inadekuat
dan kebiasaan makan pasien yang kurang baik.

f. Riwayat Riwayat penyakit sekarang


Personal
DM tipe II, Hipertensi dan Ulkus DM et pedis sinister dan leukositosis
Riwayat penyakit dahulu
- Hipertensi
- DM
Riwayat penyakit keluarga
-

Riwayat Personal

- Pasien sudah pernah dirawat inap sebelumnya dengan diagnose DM tipe II


- Pasien suka merokok seitap hari
Sosial-ekonomi

- Pasien seorang petani

Penilaian:
Berdasarkan data riwayat personal, dapat diketahui pasien mengalami DM tipe
II, Hipertensi dan Ulkus DM et pedis sinister dan leukositosis

2.DIAGNOSA a. Domain Intake


GIZI - NI 2.1 Asupan oral inadekuat (P) berkaitan dengan penurunan nafsu makan
pasien (E) ditandai dengan hasil anamnesa asupan energi 20,45%, protein
11,13%, lemak 30,7 dan karbohidrat 21,17% dari kebutuhan (S)

b. Domain Klinis
- NC 2.2 Perubahan nilai laboratorium terkait gizi (P) berkaitan dengan
gangguan fungsi endokrin (E) ditandai dengan tingginya kadar GDS yaitu
242 mg/dL (S).

c. Domain Behaviour
- NB 1.6 Kurang patuh untuk mengikuti anjuran gizi (P) berkaitan dengan
pasien tidak mau menerapkan informasi yang telah diberikan (E) ditandai
dengan pasien suka minum kopi, merokok dan makanan yang bersantan (S)
3.INTERVENSI a. Tujuan
GIZI
1. Meningkatkan asupan oral sesuai kebutuhan dan kemampuan pasien untuk
mempertahankan BB optimal pasien
2. Membantu memantau hasil laboratorium terkait gizi
3. Memberikan edukasi terkait pengetahuan tentang makanan yang baik/tepat
terkait diet yang diberikan yang sesuai dengan penyakit kepada pasien dan
keluarga pasien untuk meningkatkan kesadaran pasien dan keluarga pasien
terhadap pentingnya asupan makann bergizi untuk penyembuhan penyakit
pasien

b. Prinsip dan Syarat Diet


1. Energi 30 kal/kg BBI yaitu 1.814,4 kkal
2. Protein 10% dari kebutuhan energi total yaitu 45,36 gr
3. Lemak cukup, 25% dari kebutuhan energi total yaitu 40,32 gr
4. Karbohidrat cukup, 65% dari kebutuhan energi total yaitu 272,16 gr
5. Vitamin dan mineral cukup
6. Makanan diberikan dalam bentuk mudah dicerna
7. Jumlah natrium disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam atau air
dan/ hipertensi.
8. Kolesterol <300 mg
9. Kalium dibatasi hingga 1600-2800 mg
10. Serat 20-35 g/hari

c. Perskripsi Diet
Diet = DM V 1900 kkal dan Garam rendah III (1000-1200 mg Na)
Makanan = Makanan Lunak
Frekuensi = 3x Utama 2x selingan
Rute = Oral

d. Implementasi Diet
- Memberikan asupan oral pasien menurut diet yang diberikan, sesuai
kebutuhan dan keamampuan berdasarkan jumlah, jenis, dan bentuk
makanan.
- Pemberian diet diabetes melitus dan garam rendah dikomunikasikan
dengan pasien, keluarga pasien, dan tenaga medis lainnya.

e. Perencanaan Edukasi
Tujuan = Memberikan pengetahuan dan keterampilan tentang penerapan Diet
diabetes melitus dan garam rendah terkait penyakit yang di derita
pasien
Sasaran = Pasien dan Keluarga Pasien

Metode = Konseling/Konsultasi

Materi =

1. Pengaturan diet pada DM tipe II, Hipertensi dan Ulkus DM et pedis sinister
dan leukositosis dalam ukuran rumah tangga.
2. Penjelasan prinsip dan syarat diet diabetes melitus dan garam rendah bahan
makanan dan minuman yang dianjurkan dan tidak dianjurkan
Media = Leaflet, Daftar Bahan Penukar, dan Buku Foto Makanan.

Waktu = ± 30 Menit

Tempat = Ruang Rawat Inap Interne


4.MONITORING Monitoring Standar Awal Waktu
Dietary
EVALUASI
Asupan Energi ≥ 80% - 100% (1814,4 20,45% (371,22
kkal) kkal)
Asupan Protein ≥ 80% - 100% 11,13% (5,05 gr)
(45,36 gr) Setiap hari
Asupan Lemak ≥ 80% - 100% 30,7% (12,38 gr)
(40,32 gr)
Asupan KH ≥ 80% - 100% (272,16 21,17% (57,62 gr)
gr)
Antropometri
Berat badan BBI 54 kg 62,26 kg 1x
IMT 18,50 – 24,99 kg/m2 24,32 kg/m2 seminggu

Fisik/Klinis
Fisik
Batuk Tidak Terjadi Terjadi
Demam Tidak Terjadi Terjadi
Badan lemah Tidak Terjadi Terjadi Setiap hari
Ulkus pada Tidak Terjadi Terjadi
kaki
Odema perut Tidak Terjadi Terjadi
Pucat Tidak Terjadi Terjadi
Klinis
Tekanan darah < 120/80 mmHg 159/89 mmHg
Nadi 60-100 x/i 100 x/i Setiap hari
Pernafasan 16-20 x/i 20 x/i
Suhu < 37ºC 36 ºC
Biokimia
GDS <200 mg/dl 242 mg/dl Setiap hari
Behavior
Pengetahuan Memahami jumlah
terkait asupan dan jenis
makanan dan makanan yang tepat dan
Kurang
gizi seimbang benar sesuai dengan Setiap Hari
Memahami
yang sesuai kondisi pasien.
dengan kondisi
pasien
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Pengamatan studi kasus ini dilakukan diruang rawat inap interne, kasus yang dipilih dalam

studi ini adalah pasien dengan diagnose medis DM tipe II, Hipertensi dan Ulkus DM et pedis

sinister. Pasien bernama Tn.HB dan berusia 74 tahun.

1. Hasil Monitoring Evaluasi Data Antropometri

Sebelum melakukan intervensi dilakukan pengukuran antropometri terlebih dahulu pada

tanggal 05 Oktober 2023. Berat badan pasien 62,6 kg dan Tinggi badan 160 cm. Maka dari

data tersebut didapatkan status gizi pasien normal dengan IMT 24,32 kg/m2.

Tanggal Berat Badan Tinggi Badan Status Gizi


Pemeriksaan
05 oktober 62,6 160 Normal
06 oktober 62,6 160 Normal
07 oktober 62,6 160 Normal
08 oktober 62,6 160 Normal

Berdasarkan dari tabel diatas, hasil pengukuran antropometri pada saat assessment awal

sampai akhir monitoring adalah sama. Berat badan dan tinggi badan pasien tidak

mengalami perubahan dan tetap pada status gizi normal.


2. Hasil Monitoring Evaluasi Nilai Laboratorium

Perkembangan data pemeriksaan nilai laboratorium dapat dilihat pada tabel berikut :

Data Nilai Hasil Pemeriksaan


Biokimia Normal Assesment Intervensi Intervensi Intervensi
Awal ke-I ke-II ke-III
(05/10/2023) (06/10/2023) (07/10/2023) (08/10/2023)
Hematokrit 40-48% 35,7% - - -
Hb 13-16 13-16 g/dL - - -
g/dL
Leukosit 5.000- 19.300/ mm3 - - -
10.000/
mm3
GDS <200 242 mg/dL - 88 mg/dL -
mg/dL
GD 2 jam < 140 101 mg/dL
PP mg/dL
HBA1C 4,8- 10,1%
6,8%

Berdasarkan data laboratorium pasien diatas diketahui bahwa pemeriksaan gula

darah pasien dilakukan sebanyak 2 kali. Kadar GDS pasien saat assessment awal yaitu 242

mg/dL dan pada intervensi kedua sudah terkontrol menjadi 88 mg/dL. Pada pemeriksaan

labor yang lainnya hanya dilakukan 1 kali saja yaitu pada saat awal masuk rumah sakit.

Selain GDS nilai labor yang bermasalah yaitu kadar leukosit tinggi (19.300/ mm3).

Terkontrolnya kadar gula darah pasien di karenenakan pasien pada intervensi hari

pertama dan kedua diberikan insulin. Menurut Gklinis (2004) pasien D M Tipe 2 yang

memiliki kontrol glukosa darah yang tidak baik dengan penggunaan obat antidiabedk oral

perlu dipertimbangkan untuk penambahan insulin sebagai terapi kombinasi dengan obat

oral atau insulin tunggal. Insulin yang diberikan lebih dini dan lebih agresif menunjukkan

hasil klinis yang lebih baik terutama berkaitan dengan masalah glukotoksitas. Hal tersebut

diperlihatkan oleh perbaikan fungsi sel beta pancreas. Insulin juga memiliki efek lain yang
menguntungkan dalam kaitannya dengan komplikasi DM . Terapi insulin dapat mencegah

kerusakan endotel, menekan proses inflamasi, mengurangi kejadian apoptosis, dan

memperbaiki profil lipid. Dengan demikian, secara ringkas dapat dikatakan bahwa luaran

klinis pasien yang diberikan terapi insulin akan lebih baik21

Pada penderita DM bahwa kadar gula darah yang tinggi dalam waktu yang lama

dapat menurunkan fungsi fagositosis oleh sel leukosit dan menyebabkan rentan terkena

infeksi dan inflamasi. Leukosit merupakan unit sistem pertahanan tubuh yang bergerak dan

berperan dalam infeksi tubuh. Telah banyak studi yang meneliti bahwa jumlah total

leukosit digunakan untuk diagnosis pradiabetes dan Diabetes melitus. Resistensi insulin

dan disfungsi sel β pada DM akan memproduksi proinflamasi sitokin, kemokin, dan

aktivasi sinyal inflamasi sebagai respon meningkatnya glukosa dan asam lemak bebas.

Pada penderita DM mengalami peningkatan pada sitokin proinflamasi seperti IL-6 dan IL-

8 yang akan memicu sel leukosit meningkat.22

Berikut hasil monitoring selama 3 hari terhadap nilai GDS pasien :

Hari monitoring Jam Hasil lab Peberian insulin


Hari ke-1 06.00 WIB 322 mg/dl 8 Unit
12.00 WIB 460 mg/dl 8 Unit
Hari ke-2 88 mg/dl 10 Unit

Hasil monitoring laboratorium pada tabel diatas diketahui bahwa pada hari pertama

pasien diberikan 8 unit insulin pada jam makan pagi dengan kadar GDS yang masih dalam

kategori tinggi, pada jam makan siang insulin diberikan lagi sebanyak 8 unit tetapi kadar

GDS pasien masih tinggi dan meningkat dari pada saat jam makan pagi. Pada hari kedua

pasien diberikan lagi insulin sebanyak 10 unit dan kadar GDS pasien sudah terkontrol dan

dalam rentang normal yaitu 88 mg/dl sehingga pemberian insulin pada pasien dihentikan.
3. Hasil Monitoring Evaluasi Fisik Klinis

Hasil pemeriksaan klinis pasien kasus yang dilakukan selama intervensi adalah sebagai

berikut:

Pemeriksaan Nilai Satuan Hasil Pemeriksaan


Normal Awal Hari 1 Hari 2 Hari 3
TD <120/80 mmHg 159/89 136/82 134/76 162/91
Nadi 60-100 x/i 100 92 86 83
RR 16-20 x/i 20 20 20 20
Suhu <37 ℃ 36 36,7 36 36,5

Dari data klinis pasien, diketahui bahwa pasien mengalami hipertensi. Gejala klinis yang

dialami pasien diatasi dengan pemberian obat-obatan dan pemberian diet yang

ditambahkan yaitu diet rendah garam untuk mengatasi hipertensi pada pasien. Dari hari

pertama monitoring sampai hari ketiga tekanan darah pasien tidak terkontrol. GDS

mempunyai hubungan yang kuat terhadap perubahan tekanan darah pada pasien DM Tipe

II. Ada beberapa mekanisme menjelaskan frekuensi tinggi hipertensi di antara pasien

dengan DM Tipe II, termasuk efek stimulasi dari hiperinsulinemia pada dorongan simpatik,

pertumbuhan otot polos, dan retensi natrium-cairan dan efek rangsang. hiperglikemia pada

sistem renin-angiotensin Dalam hal ini, hiperglikemia meningkatkan jaringan angiotensin

II, yang menginduksi stres oksidatif dan kerusakan endotel.

Banyak literatur menjelaskan efek hiperglikemia pada dinding pembuluh darah. Melalui

peningkatan jumlah produk akhir glikasi, oksigen reaktif, dan sorbitol, hiperglikemia dapat

menyebabkan vasokonstriksi (melalui perubahan endotelin dan oksida nitrat) dan deposisi

matriks ekstraseluler. Hiperglikemia dapat menyebabkan perubahan fungsi dan struktur

vaskular yang menyebabkan hipertensi.23


Hasil pemeriksaan fisik pasien kasus yang dilakukan selama intervensi adalah sebagai

berikut :

Pemeriksaan Hari/ tanggal


Fisik Kamis Jumat Sabtu Minggu
05/10/2023 06/10/2023 07/10/2023 08/10/2023
Batuk Terjadi Masih terjadi Masih terjadi Sudah
membaik
Demam Terjadi Sudah Sudah membaik Sudah
membaik membaik
Badan lemah Terjadi Masih terjadi Masih terjadi Sudah
membaik
Ulkus pada Terjadi Masih terjadi Masih terjadi Masih terjadi
kaki
Odema perut Terjadi Masih terjadi Masih terjadi Masih terjadi
Pucat Terjadi Masih terjadi Sudah membaik Sudah
membaik

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik selama 4 hari, kondisi fisik pasien menunjukkan

adanya peningkatan dari hari pertama pengumpulan data sampai hari terakhir monitoring.

Pada hari pertama pengumpulan data (05/10/2023), pasien mengeluhkan batuk, demam,

badan lemah, ulkus pada kaki, odema pada perut dan pucat. Pada monitoring hari pertama

(06/10/2023), pasien tidak lagi merasakan sakit demam namun, batuk, badan lemah, ulkus

pada kaki, odema pada perut dan pucat masih terasa. Pada monitoring hari kedua

(07/10/2023), kondisi badan pasien sudah mulai membaik tidak lagi merasakan sakit

demam, batuk, badan lemah namun, ulkus pada kaki dan odema pada perut masih ada. Pada

hari terakhir monitoring (08/10/2023), kondisi badan pasien sudah membaik, namun, ulkus

pada kaki dan odema pada perut masih ada.

4. Hasil Monitoring Evaluasi Asupan Makanan


Data dari Riwayat gizi pasien sebelum masuk rumah sakit didapatkan dari Assesment dan

jumah asupan pasien sebelum masuk rumah sakit diketahui melalui metode recall. Berikut

hasil recall asupan pasien sebelum masuk rumah sakit sebagai berikut:

Data Riwayat Asupan %


Gizi
Energi (Kkal) 371,22 20,45
Protein (gr) 5,05 11,13
Lemak (gr) 12,38 30,7
KH (gr) 57,62 21,17

Dapat diketahui dari tabel diatas yaitu asupan pasien termasuk in adekuat baik dari segi

asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat karena kurang dari 80% dari total kebutuhan

pasien. Hal ini dapat disebabkan karena pasien mengalami penurunan nafsu makan. Oleh

karena itu dilakukan monitoring asupan pasein selama 3 hari. Berikut hasil monitoring

terhadap asupan pasien :

Monitoring Hari Monitoring


Asupan hari ke 1 Hari ke 2 hari ke 3
Energi 1.366,64 kkal 909,17 kkal 1.525,56 kkal
Protein 50,64 gr 31,3 gr 52,67 gr
Lemak 34,53 gr 23,59 gr 30,37 gr
Karbohidrat 198,09 gr 146,73 gr 267,62 gr

Monitoring Hari Monitoring


Asupan hari ke 1 Hari ke 2 hari ke 3
Energi 75,32% 50,10% 84,08%
Protein 111,64% 69% 116,11%
Lemak 85,63% 58,50% 75,32%
Karbohidrat 72,78% 53,91% 98,33%
Dari tabel diatas diketahui bahwa hasil recall asupan makan pasien saat dilakukan

intervensi mengalami peningkatan walaupun pada hari kedua intervensi mengalami

penurunan. Dapat dilihat dari rata rata asupan makan pasien selama 3 hari intervensi sudah

menunjukkan target asupan terpenuhi yaitu >80% kecuali rata rata asupan karbohidrat.

Untuk pemantauan asupan pasien tidak semua zat gizi terpenuhi 80% karena pemantauan

asupan makanan pasien hanya dilakukan selama 3 hari.

120

100

80

60

40

20

0
Pemenuhan Pemenuhan Pemenuhan pemenuhan pemenuhan
Awal hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4

Energi Protein Lemak Karbohidrat

Berdasarkan diagnosa dokter dan hasil laboratorium pasien didagnosis mengalami DM tipe

II, hipertensi dan ulkus DM et pedis sinister. Oleh karena itu, diet yang diberikan harus

disesuaikan dengan keadaan pasien yaitu diet DM V 1900 dan garam rendah III. Diet DM V

1900 diberikan karena terkait GDS pasien >200 mg/dl yaitu 242 mg/dl dan karena

perhitungan kebutuhan pasien didapatkan 1.814,4 dalam perhitungan memperhatikan factor

stress dan factor aktivitas. Diet rendah garam diberikan karena terkait dengan penyakit

hipertensi yaitu 136,82 mmHg.


Rencana dan implementasi terapi gizi yang dilakukan pada pasien bertujuan meningkatkan

asupan oral agar adekuat. Melalui terapi gizi hendaknya dapat memberikan diet yang sesuai

dan dapat mengedukasi pasien dan keluaga pasien tentang diet yang diberikan sesuai

kebutuhan dan kemampuan pasien. Kebutuhan energi pasien dihitung menggunakan rumus

perkeni 2019. Tujuan dari diet ini adalah memberikan makanan mudah cerna dan membantu

memperbaiki kebiasaan makan pasien. Prinsip dan syarat diet yang diberikan pada pasien

diabetes melitus, hipertensi adalah memberikan makanan dengan energi cukup sesuai

dengan kebutuhan energi dan kemampuan pasien, protein rendah dan lemak cukup serta

pemberian karbohidrat cukup.

Bentuk makanan yang diberikan yaitu makanan lunak hingga monitoring hari ketiga. Pada

monitoring hari pertama, ketika dilakukan recall pasien hanya menghabiskan ½ porsi dari

nasi lunak, protein hewani ¾ porsi dan sayur ½ porsi. Protein hewani pada makan malam

yaitu ikan tidak dimakan pasien dikarenakan pasien tidak menyukai ikan laut. Pada

intervensi hari kedua pasien mengalami penurunan nafsu makan kembali sehingga banyak

makanan yang bersisa. Pada intervensi hari ketiga pasien sudah mau makan kembali karena

sudah diberikan edukasi sebelumnya sehingga asupan perlahan mulai meningkat dan sudah

mencapai standar kecuali pada asupan lemak. Keadaan pasien sudah membaik dan tidak ada

keluhan lagi.
5. Hasil Monitoring Evaluasi Edukasi dan Konseling Gizi

Pada saat melakkukan wawancara kepada pasien terkait dengan asupan makanan dan

riwayat gizi diketahui bahwa pasien tidak bisa memonitor diri terkait diet yang telah

diberikan karena pasien sebelumnya sudah pernah dirawat inap dengan diagnosa DM tipe II

juga sehingga diperlukan edukasi dengan cara konseling gizi yang dilakukan dan

dimonitoring setiap harinya. Berikut hasil monitoring terhadap pengetahuan pasien :

Monitoring Hari Monitoring


Pengetahuan Hari ke-1 Hari ke- 2 Hari ke-3
Pengetahuan terkait Sudah mulai Sudah mulai Sudah memahami
makanan dan gizi memahami memahami dan menerapkan
seimbang yang
sesuai dengan
kondisi pasien

Pemahaman pasien yang salah terkait makanan dan gizi dengan penyakit yang diderita

mulai mengarah pada pemahaman yang tepat hal ini berdampak pada peningkatan keinginan

pasien untuk makan sehingga berat badan pasien akan tetap dalam rentang normal serta

kadar GDS pasien dapat berada dalam kadar yang normal.


BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Pasien masuk rumah sakit dengan total skor skrining 2 sehingga perlu dilakukannya

pengkajian gizi.

2. Pada Assesmen diketahui bahwa pasien dengan inisial Tn. HB masuk rumah sakit dengan

diagnosis diabetes melitus tipe 2, hipertensi dan ulkus DM et pedis sinister. Asupan makan

SMRS pasien kurang dari kebutuhan asupan total sehari dan kebiasaan makan yang kurang

baik, serta pasien tidak pasien kurang patuh untuk mengikuti anjuran gizi. Status gizi pasien

normal dan pasien mengalami hiperglikemia.

3. Terdapat tiga diagnosis gizi pasien, yaitu asupan oral inadekuat, perubahan nilai lab terkait

gizi, dan kurang patuh untuk mengikuti anjuran gizi.

4. Intervensi gizi dilakukan dengan merencanakan diet dan memberikan edukasi gizi kepada

pasien dengan metode konseling gizi, rancangan diet yang diberikan yaitu diet diabetes

melitus 1900, diet rendah garam III dengan bentuk makanan makanan lunak yang diberikan

sebanyak 3x makanan utama.

5. Monitoring dan evaluasi dilakukan sesuai dengan tanda dan gejala yang dialami pasien,

meliputi monitoring dietary, monitoring antropometri, monitoring biokimia dan

monitoring fisik klinis. Monitoring dilakukan selama tiga hari berturut-turut dengan hasil

monitoring pasien yang mulai membaik, meskipun pada monitoring klinis tekanan darah

belum berada dalam kadar normal .


B. Saran

Setelah pulang dari rumah sakit, Tn HB diharapkan untuk dapat menerapkan konseling

yang terlah diberikan selama asuhan gizi, diantaranya :

1. Mengkonsumsi makanan dengan zat gizi seimbang dan disesuaikan dengan kondisi yang

dialami saat ini

2. Memperbaiki kebiasan makan terutama yang membahayakan kondisi dan menerapkan pola

hidup sehat

3. Dianjurkan untuk berkonsultasi ke poli gizi jika tidak memahami terkait diet diabetes

melitus 1900 dan diet rendah garam III yang dijalani.


DAFTAR PUSTAKA

1. Azis WA, Muriman LY, Burhan SR. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Gaya Hidup

Penderita Diabetes Mellitus. J Penelit Perawat Prof. 2020;2(1):105–14.

2. Al-Hadi H, Zurriyani Z, Saida SA. Prevalensi Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Kejadian

Hipertensi Di Poliklinik Penyakit Dalam Rs Pertamedika Ummi Rosnati. J Med Malahayati.

2020;4(4):291–7.

3. Kemenkes RI. Laporan Riskesdas 2018 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Vol. 53,

Laporan Nasional Riskesdas 2018. 2018.

4. Dzaki Rif I, Hasneli YN, Indriati G. Gambaran Komplikasi Diabetes Melitus Pada Penderita

Diabetes Melitus. J Keperawatan Prof. 2023;11.

5. Musnelina L, Mutiara W, Rianti A. Pengukuran Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus

Tipe 2 dengan Penyakit Penyerta Hipertensi Menggunakan SF-36. Sainstech Farma.

2021;14(2):63–9.

6. Yunita Y, Asdie AH, Susetyowati S. Pelaksanaan proses asuhan gizi terstandar (PAGT)

terhadap asupan gizi dan kadar glukosa darah pasien diabetes melitus tipe 2. J Gizi Klin

Indones. 2013;10(2):82.

7. Briawan D, Heryanda MF, Sudikno S. Kualitas diet dan kontrol glikemik pada orang

dewasa dengan diabetes melitus tipe dua. J Gizi Klin Indones. 2021;18(1):8.

8. Djunaidi CS, Affandi DR, Praseptiangga D. Efek hipoglikemik tepung komposit (ubi jalar

ungu, jagung kuning, dan kacang tunggak) pada tikus diabetes induksi streptozotocin. J Gizi

Klin Indones. 2014;10(3):119.


9. Titirlolobi DM, Aryani HP, Hendarti ES. Pengaruh Pemberian Jus Buah Naga Merah

Terhadap Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus. Literasi Kesehat Husada.

2020;4:23–34.

10. Hardianto D. Telaah Komprehensif Diabetes Melitus: Klasifikasi, Gejala, Diagnosis,

Pencegahan, Dan Pengobatan. J Bioteknol Biosains Indones. 2021;7(2):304–17.

11. Gayatri RW, Kistianita AN, dkk. Diabetes Mellitus Dalam Era 4 . 0. Vol. 6, Jurnal

Endurance. 2022. 213–220 p.

12. Soelistijo S. Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di

Indonesia 2021. Glob Initiat Asthma 2021;46.

13. Heryana A. Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2. 2018;1–18.

14. Ritonga N, Annum R. Analisis Determinan Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe II Di

Puskesmas Batunadua Tahun 2019. J Kesehat Ilm Indones 2019;4(2):140–5.

15. Lestari, Zulkarnain, Sijid SA. Diabetes Melitus: Review Etiologi, Patofisiologi, Gejala,

Penyebab, Cara Pemeriksaan, Cara Pengobatan dan Cara Pencegahan. UIN Alauddin

Makassar 2021;(November):237–41.

16. Rahayu A. Senam Kaki Pada Diabetes Melitus. Qalby N, editor. pustaka taman ilmu; 2021.

1–37 p.

17. Sujarwo W, Keim AP, Arifah FH. Lawan Diabetes Melitus dengan Kedondong Hutan.

Buku Kompas; 2020. 1–138 p.

18. Elvira C. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan

Menjalankan Diet Pada Pasien Diabetes Melitus Rawat Jalan di RSUD dr. Rasidin Padang
tahun 2017. DIII Gizi. 2017.

19. Brunner, Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12 Volume I. Jakarta:

EGC; 2015.

20. Campbell NA, Dkk. Biologi. Jakarta: Erlangga; 2004.

21. Guntur ., Ongkowijaya J, Wantania FE. Hubungan asam urat dan HbA1c pada penderita

diabetes melitus tipe 2 yang dirawat inap di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. e-

CliniC. 2016;4(2):29–37.

22. Tiana C, Suparlan Hadi, Frida Octavia Purnomo. Hubungan Leukosit Dengan Glukosa

Darah Pada Pasien Kaki Diabetik. Binawan Student J. 2021;3(3):21–8.

23. Cita EE. Tekanan darah pada pasien diabetes melitus tipe 2. J Ilmu Kedokt dan Kesehat.

2021;(DIABETES MELITUS):3–6.

Anda mungkin juga menyukai