Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

MEMBANGUN SMART AND GOOD CITIZEN DI ERA DIGITAL MELALUI


PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

TUTOR PEMBIMBING
SYAIFUL MARWAN, M.Pd.

DISUSUN OLEH :
NAMA : INDAH HUMAYYAH
NIM : 051554062
MATA KULIAH : MKWU4109.1592

UNIVERSITAS TERBUKA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN MANAJEMEN
UPBJJ JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji Syukur pada Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan untuk dapat
menyelesaikan tugas ini sesuai dengan waktu yang ditentukan. Adapun tema dari makalah ini
adalah “ Membangun Smart And Good Citizen di Era Digital melalui Pendidikan
Kewarganegaraan “

Pada Kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada Bapak
Syaiful Marwan selaku dosen mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan . kami juga mengucapkan terima
kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini .

Kami jauh dari sempurna. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka
kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat
berguna bagi saya pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya ,

Jakarta, 24 Oktober 2023

Indah Humayyah
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kita tahu bahwa pemuda adalah generasi penerus bangsa yang memiliki
kemampuanberfikir yang lebih matang dari fase sebelumnya, mulai dari tanggung jawab
social, karakter individu dan potensi diri yang berbeda – beda. Perjalanan setiap remaja tidak
sama ada yang masih menempuh Pendidikan, ada yabg sudah bekerja atau bahkan ada yang
sudah berkeluarga. Namun secara social kehidupan mereka tidak akan lepas dari kondisi dan
interaksi dengan Masyarakat.

Sebagai pemuda yang menempuh Pendidikan dan berstatus mahasiswa pasti lebih
memahami terkait kondisi dan peran mereka dalam kehidupan Masyarakat, karena
mahasiswa adalah Gerakan perubahan yang pastinya sudah mempunyai analisis sisal
terutama dalam berinteraksi dengan teman dan orang sekitar .

Pemuda adalah sumber daya manusia yag begitu penting, bukan cuma sebagai penerus
sebuah tradisi atau kebiasaan Masyarakat generasi tua. Melainkan sebagai Gerakan
perubahan yang dituntut untuk bisa berperan dalam mengembangkan wawasan serta
keberanian untuk menjawab dinamika kehidupan terutama dalam membangun Masyarakat
yang berdaya.

Salah satu mata pelajaran yang mengemban misi ini adalah Pendidikan Pancasila dan
Masyarakat (PPKn). PPKn dalam pendidikan sekolah diberikan mulai dari sekolah dasar
hingga sekolah menengah atas. Oleh karena itu, guru PKn menjadi tulang punggung untuk
mewujudkan misi tersebut. Singkatnya, profesionalisme guru PPKn adalah salah satu faktor
keberhasilan misi. Namun demikian, terdapat perbedaan baik secara konseptual maupun
praktis terkait dengan konsep kewarganegaraan, termasuk upaya pembentukan
kewarganegaraan melalui lembaga formal yang disebut sekolah. Konsep kewarganegaraan
yang baik dan upaya untuk mewujudkannya telah lama diperdebatkan di kalangan
profesional pendidikan kewarganegaraan (PKn). Secara garis besar, ada tiga dimensi:
pengetahuan dan pemahaman untuk menjadi warga negara yang berpengetahuan,
pengembangan penelitian dan pendekatan, dan pengembangan perilaku partisipatif dan
bertanggung jawab.
Pendidikan politik merupakan salah satu bidang kajian dalam konteks tersebut.
pendidikan nasional. Pendidikan dalam Heterogenitas Masyarakat Indonesia
Kewarganegaraan memainkan peran strategis dalam membentuk karakter suatu bangsa.
prinsip Bhineka Tunggal Ika mencerminkan realitas keberagaman, Heterogenitas. Tentunya
untuk menyelenggarakan pendidikan kewarganegaraan yang baik Kami membutuhkan guru
dengan keterampilan dan proses pembelajaran yang meliputi: persiapan pelajaran,
komunikasi, kepribadian guru, terutama perkembangan teknologi di era Revolusi Industri 4.0
serta arus globalisasi (Yolandha, Dewi 2021).
Krisis moral yang melanda bangsa Indonesia seperti bentuk kekerasan, pelanggaran lalu
lintas, kebohongan publik, keangkuhan kekuasaan, korupsi kolektif, kolusi seragam kerja,
nepotisme kedaerahan dan kelembagaan, penyalahgunaan wewenang, konflik Di kalangan
pemeluk agama, pemalsuan dokumen, konflik buruh dan majikan, konflik antara masyarakat
dan penguasa, demonstrasi yang cenderung merugikan, koalisi kontekstual dan musiman
antar partai politik, kecurangan politik dalam penyelenggaraan pemilu dan pilkada, serta
otonomi daerah, yang mempengaruhi tumbuhnya etnosentrisme. Branson (1999) mencatat
bahwa telah lama ada fokus pada pengembangan karakter dan pendidikan kewarganegaraan
di Amerika Serikat. Tugas pengembangan pendidikan karakter dan pendidikan
kewarganegaraan dilakukan secara bersama-sama dan bertujuan untuk mengembangkan
karakter pribadi dan publik. Ciri-ciri karakter pribadi meliputi tanggung jawab moral, disiplin
pribadi, dan menghormati orang lain serta martabat manusia. Ciri-ciri publik termasuk
semangat publik, kesopanan, menghormati hukum, kemampuan untuk bersikap kritis, dan
kemauan untuk bernegosiasi dan berkompromi. Karakter publik ini sering disebut karakter
kolektif atau nasional. Tetapi pendidikan karakter pada hakekatnya merupakan kewajiban,
bukan hanya pendidikan kewarganegaraan, tetapi semua mata pelajaran dan seluruh elemen
masyarakat yang saling bahu membahu dan saling mendukung (Octavia, Rube’i 2017).
Meskipun dengan kondisi zaman yang serba teknologi namun bukan berarti kita sebagai
pemuda harus tutup mata, dengan hanya menikmati setiap perkembangan yang ada. Tanpa
adanya berfikir ada banyak orang yang kondisinya mmasih tertinggal dan membutuhkan
segala kemampuan berfikir remaja dalam mengembangkan daerah yang memang akses
teknologinya kurang memadai seperti di wilayah pedesaan. Maka dari itu sangat rugi jika kita
sebagai remaja hanya berdiam diri tanpa adanya aksi nyata khususnya dalam memberdayakan
Masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimana membangun smart good citizen di era digital melalui Pendidikan
kewarganegaraan.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Instrumen HAM di Indonesia
Beberapa instrumen HAM yang dimiliki NKRI yaitu :
1) Undang-undang Dasar 1945. Terdapat dalam pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal
UUD 1945 yaitu pasal 28A sampai dengan 28J.
2) Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM terdapat 8 bab yang mengatur
tentang HAM.
3) Undang-undang No.39 tahun 1999. Undang-undang ini mengatur tentang HAM
seperti hak hidup, hak berkeluarga dan lain-lain. Undang-undang sini juga mengatur
tentang kewajiban asasi manusia seperti kewajiban setiap warga untuk mematuhi
peraturan perundang-undangan.
4) Undang-undang No.26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM. Pengadilan HAM
digunakan untuk menyelesaikan masalah pelanggaran HAM berat dan
mengembalikan keamanan dan perdamaian Indonesia.
2.2 Macam – macam Hak Asasi Manusia
Menurut dua instrumen HAM internasional (Konvenan Internasional tentang Hak-hak
Sipil dan Politik/ ICCPR dan konvenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, sosial, dan
budaya/ ICESCR) :
1) HAM berkenaan dengan kehidupan sipil dan politik. Hak ini mewajibkan suatu negara
agar menahan diri dari tidakan dan campur tangan terhadap kehidupan individu-
individu atau kelompok masyarakat, misalnya hak hidup.
2) HAM berkenaan dengan kehidupan dibidang ekonomi, sosial dan budaya. Hak ini
mewajibkan suatu negara agar menyediakan sarana - prasarana karen individu tidak
mampu menyediakan sendiri, misalnya hak untuk memperoleh pekerjaan.
Menurut Franz Magnis - Suseno :
1) Hak asasi negatif atau liberal. Hak ini pada dasarnya menuntut agar kemandirian setiap
orang atas dirinya sendiri dihormati oleh pihak lain. Yang termasuk dalam hak ini
antara lain : hak untuk hidup.
2) Hak asasi aktif atau demokratis. Inti dari hak ini adalah bahwa setiap orang memiliki
hak untuk turut serta menentukan arah perkembangan masyarakat tempat ia hidup.
Termasuk dalam hak ini antara lain : memilih wakil rakyat.
3) Hak asasi positif. Menuntut prestasi-prestasi tertentu dari negara. Yang termasuk dalam
hak ini antara lain : hak atas perlindungan keamanan.
4) Hak asasi sosial. Hak ini pada dasarnya merupakan hak warga negara memperoleh
keadilan dibidang ekonomi, sosial dan budaya. Yang termasuk dalam hak ini antara
lain hak atas jaminan sosial.

2.1 Pengertian Pendidikan Pancasila

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau Civics menurut Stanley E. Dimond


& Elmer F. Pliger adalah studi yang berhubungan dengan tugas-tugas pemerintahan dan hak
kewajiban warganegara. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, dalam pengertian yang
luas adalah tugas yang penting di dalam semua masyarakat masa ini. Pendapat tersebut
diperkuat lagi oleh Budimansyah (2012:180) bahwa: Secara kurikuler, PPKN dirancang
sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan agar peserta didik mampu : (a) berfikir secara
kritis, rasional, kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; (b) berpartisipasi secara aktif
dan bertanggungjawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan masyarakat, berbangsa
dan bemegara serta anti korupsi; (c) berkembang secara positif dan demokratis untuk
membentuk diri berdasarkan karakter karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup
bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; dan (d) berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain
dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi. Pada bagian lain Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
menurut Cogan (1998:13) adalah Citizenship education has been described as ‘the
contribution of education to the development of those characteristics of being a citizen.
Dengan demikian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan digambarkan sebagai
‘kontribusi pendidikan untuk pengembangan karaktenistik-karakteristik warganegara.

Berbagai ahli dalam bidang Pendidikan Kewarganegaraan seperti Cogan (1994)


memberikan pendapat tentang pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (civic education),
pendapat mereka pada prinsipnya sama, dimana Pendidikan Kewarganegaraan dipandang
sebagai mata pelajaran atau mata kuliah yang bertujuan untuk mempersiapkan warganegara
agar mampu berpartisipasi secara efektif, demokratis dan bertanggung jawab. Disamping itu
ada ahli seperti Cogan (1994) mengatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dalam
pengertian citizenship education diartikan lebih luas. Artinya Pendidikan Kewarganegaraan
bukan hanya sebagai suatu mata pelajaran, tapi mencakup berbagai pengalaman belajar yang
membantu pembentukan totalitas warganegara agar mampu berpartisipasi secara efektif dan
bertanggung jawab baik yang terjadi di sekolah, masyarakat, organisasi kemasyarakatan,
maupun media massa. Dalam hal ini, Cogan (1994 : 4) memberikan pengertian Pendidikan
Kewarganegaraan (civic education) sebagai “…the foundation course work in school
designed to prepare young citizens for an active role in their communities in their adult
lives”. Sedangkan Citizenship Education or Education for Citizenship diartikan sebagai “…
both these in school experiences as well as out of school or non formal/informal learning
which takes place in the family, the religious organization, community organizations, the
media, etc which help to shape the totality of the citizen”. Sejalan dengan Cogan,
Winataputra (2007 : 70) mengartikan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai citizenship
education, dimana menurut beliau bahwa Pendidikan Kewarganegaraan secara substantif dan
pedagogis didesain untuk mengembangkan warganegara yang cerdas dan baik untuk seluruh
jalur dan jenjang pendidikan. Sampai saat ini bidang itu sudah menjadi bagian inheren dari
instrumentasi serta praksis pendidikan nasional Indonesia. Dalam kaitan ini Pendidikan
Kewarganegaraan di Indonesia memiliki lima status, yaitu : a. Pertama, sebagai mata
pelajaran di sekolah. b. Kedua, sebagai mata kuliah di perguruan tinggi. c. Ketiga, sebagai
salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka program
pendidikan guru. d. Keempat, sebagai program pendidikan politik yang dikemas dalam
bentuk Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Penataran P4) atau
sejenisnya yang pernah dikelola oleh Pemerintah sebagai suatu crash program. e. Kelima,
sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan kelompok pakar terkait,
yang dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai pendidikan
kewarganegaraan dalam status pertama, kedua, ketiga, dan keempat.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan


hasil seluruh program sekolah, bukan merupakan program tunggal ilmu-ilmu sosial, dan
bukan sekedar rangkaian pelajaran tentang kewarganegaraan, tetapi Pendidian
Kewarganegaraan mempunyai fungsi penting, yaitu menghadapkan remaja, dan peserta didik
pada pengalaman di sekolahnya tentang pandangan yang menyeluruh terhadap fungsi
kewarganegaraan sebagai hak dan tanggung jawab dalam suasana yang demokratis.

2.2 Kontribusi PPKN Dalam Membentuk Generasi Muda

Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung di dalam diri seseorang yang akan
membawa perubahan pada tingkah lakunya, baik tingkah laku dalam berpikir, bersikap
maupun berbuat (Gulo dalam Pebriyenni, 2002:23). Pada dasarnya belajar merupakan
tahapan perubahan perilaku yang relatif positif dan mantap sebagai hasil interaksi dengan
lingkungan yang melibatkan proses kognitif (Syah, 2003). Perubahan perilaku itu juga
termasuk dari belajar tentang Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn ) atau
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPPKn ). Belajar PPKn pada dasarnya adalah
belajar tentang keindonesiaan. Belajar untuk menjadi manusia yang berkepribadian
Indonesia, membangun rasa kebangsaan, dan mencintai tanah air Indonesia. Karena itu,
seorang sarjana atau profesional sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang terdidik
perlu memahami tentang Indonesia, memiliki kepribadian Indonesia, memiliki rasa
kebangsaan Indonesia, dan mencintai tanah air Indonesia. Warga negara inilah yang disebut
warga negara yang baik dan terdidik (smart and good citizen) dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Hal itu berarti PPKn bersifat
penting dalam pengembangan kemampuan utuh sarjana atau profesional. Dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi tercantum
bahwa program sarjana merupakan jenjang pendidikan akademik bagi lulusan pendidikan
menengah atau sederajat sehingga mampu mengamalkan ilmu pengetahuan dan teknologi
melalui penalaran ilmiah. Lulusan program sarjana diharapkan akan menjadi intelektual
dan/atau ilmuwan yang berbudaya, mampu memasuki dan/atau menciptakan lapangan kerja,
serta mampu mengembangkan diri menjadi profesional. Namun, agar memperoleh input
(mahasiswa) yang memadai bagi perguruan tinggi, perlu pula proses pembelajaran yang
optimal pada tingkat pendidikan menengah atau sederajat. Untuk itu diperlukan pembelajaran
yang bermakna. Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik
dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Tugas
guru/dosen adalah mengkoordinasikan lingkungan belajar agar menunjang terjadinya
perubahan perilaku bagi siswa atau mahasiswa.

KESIMPULAN

Dengan demikian tujuan yang hendak dicapai pendidikan kewarganegaraan ialah


untuk mengembangkan kemampuan perserta didik agar tumbuh menjadi warga negara yang
baik (good citizen), selain itu mendorong berpikir kritis dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan, berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab dan bertindak secara
cerdas dalam masyarakat, berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia, berinteraksi dengan bangsa-bangsa
lain dalam peraturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi. Dengan melihat tujuan PPKn (Pendidikan
Kewarganegaraan) diatas dapat disimpulkan bahwa di dalamnya memuat aspek, kognitif,
afektif dan psikomotorik, untuk dapat mencapai tujuan tersebut secara maksimal.
(Wuryandani & Fathurrohman, 2012: 9-10)

A. Saran
Upaya yang dapat dilakukan oleh generasi muda untuk membentuk smart and good
citizen yaitu dengan selalu memberikan contoh yang baik menjadi warga negara,
senantiasa mengingatkan atau menyosialisasikan kepada generasi muda lainnya
untuk menjadi warga negara yang pintar dan baik melalui media sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Yolandha, W., & Dewi, D. A. (2021). Perkembangan Teknologi di Era Revolusi Industri 4.0
serta arus Globalisasi

Branson, S, Margaret. 1999. Belajar Civic Education dari Amerika.

Cogan, (1994) Center for Civic Education.

Winataputra. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran

Gulo Pebriyenni, 2002:23 Peran Guru Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Layanan


Bimbingan Dan Konseling Untuk Mengembangkan Karakter Bangsa

Muhibbin Syah, 2003 Psikologi dalam belajar

Wuryandani, Wuri, Fathurrohan dan Unik Ambarwati. 2016. “Implementasi Pendidikan


Karakter Kemandirian di Muhammadiyah Boarding School.” Jurnal Cakrawala Pendidikan,
No. 2 Juni 2016.

Maftuh dan Sapriya (2005, hlm. 320), menyatakan bahwa tujuan negara mengembangkan
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Anda mungkin juga menyukai