LAPRAK EKOFISWAN AVES IKA
LAPRAK EKOFISWAN AVES IKA
EKOFISIOLOGI HEWAN
ADAPTASI PADA AVES
OLEH :
Universitas Sriwijaya
Aves adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang
memiliki bulu dan sayap. Burung merupakan salah satu hewan yang dinilai
penting untuk ekosistem taman karena dapat membantu penyerbukan bunga,
penyebaran biji, dan mencegah kerusakan tanaman dari serangan serangga.
Sebagai salah satu komponen dalam ekosistem, keberadaan burung dapat menjadi
indikator apakah lingkungan tersebut mendukung kehidupan suatu organisme atau
tidak karena mempunyai hubungan timbal balik dan saling tergantung dengan
lingkungannya. Burung memiliki daya jelajah yang luas, bahkan banyak yang bisa
terbang jauh melintasi lautan. Kemampuan ini mempengaruhi distribusi burung.
Burung kurang endemik dibandingkan mamalia (Nurani, 2022).
Organisme yang hidup di alam memiliki tingkat dan jenis kepekaan yang
berbeda-beda terhadap suatu rangsangan. Setiap spesies yang satu dengan spesies
yang lainnya akan memberikan respon yang berbeda-beda terhadap suatu
rangsangan. Adanya respon saat terjadinya suatu rangsangan ini merupakan salah
satu cara makhluk hidup mempertahankan diri terhadap rangsangan itu sendiri.
Pertahanan diri suatu jenis makhluk hidup ini biasanya dilakukan dengan cara
penyesuaian diri terhadap lingkungan yang mengalami rangsangan. Adaptasi
dilakukan pada lingkungan yang baru, tentu lebih berbeda dari lingkungan habitat
biasanya sebagai lingkungan hidup (Widiarti, 2021).
Pada hewan terdapat tiga macam adaptasi yakni adaptasi fisiologi, adaptasi
structural, adaptasi perilaku. Ketiga adaptasi tersebut tidak dapat dipisahkan
meskipun setiap adaptasi berbeda. Akibat adaptasi yang terus berlangsung dari
generasi ke generasi mengakibatkan makhluk hidup menjadi beraneka ragam.
Adaptasi menyebabkan adanya perbedaan bentuk, warna, dan ukuran setiap hewan
berbeda – beda menurut habitat dan relung ekologisnya. Walaupun menempati
habitat yang sama, relung ekologis setiap hewan berbeda. Relung ekologis
merupakan posisi yang memiliki kondisi spesifik yang dibutuhkan spesies hewan
agar dapat melangsungkan kehidupan. Untuk terbang lebih baik, hampir setiap
elemen anatomi burung yang khas diubah dalam beberapa cara (Febriawan, 2021).
Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aves
Aves merupakan kelompok hewan vertebrata yang memiliki tulang
belakang. Burung termasuk hewan bipedal, artinya hewan yang memiliki dua kaki.
Burung memiliki karakteristik yang berbeda dari kelompok hewan lainnya dengan
adanya bulu yang merupakan modifikasi dari kulit terluarnya. Bulu pada dasarnya
berfungsi untuk pengaturan suhu dan untuk terbang. Karakteristik morfologi
lainnya yang membedakan burung dengan kelompok hewan lainnya adalah dengan
adanya paruh. Paruh burung memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi yang
disesuaikan dengan jenis. Keberagaman bentuk paruh burung membuatnya mampu
hidup dengan burung jenis lainnya tanpa adanya persaingan yang ketat terhadap
suatu sumber makanan (Nurani, 2022).
Secara umum aves memiliki ciri-ciri umum, yaitu ukuran tubuh bervariasi.
Tubuh terdiri atas bagian kepala, leher, badan, dan ekor. Mulut berparuh yang
tersusun atas zat tanduk, tidak memilki gigi, dan lidah tidak dapat dijulurkan.
Bentuk paruh bervariasi sesuai dengan jenis makanannya. Mata berkembang
dengan baik, memiliki kelopak mata, membran niktitans, dan kelenjar air mata.
Pada umumnya mata terdapat di bagian sisi kepala. Tidak memiliki daun
telinga dan pada telinga tengah terdapat sebuah osikula auditori. Aves memiliki
sepasang lubang hidung. Aves memiliki sepasang kaki untuk berjalan,
bertengger, berenang, mencakar-cakar tanah, memegang makanan, atau untuk
menangkap dan mencengkeram mangsa (Muldayanti, 2021).
Bulu pada burung berfungsi memberikan isolasi untuk pengendalian panas
tubuh, daya aerodinamis untuk terbang, dan memberikan warna sebagai alat
komunikasi dan kamuflase. Bulu yang termodifikasi juga memiliki fungsi lain,
yakni dalam berenang menghasilkan suara, pendengaran, kebersihan, ketahanan
terhadap air, transpor air, sensasi sentuhan, dan dukungan. Bulu pada burung
tersusun secara utama oleh beta-keratin. Keratin merupakan jaringan ikat
berprotein yang dihasilkan di dalam sel khusus yang disebut keratinosit. Burung
memiliki cakar tajam untuk mencengkram mangsanya, cakar pemanjat pohon,
Universitas Sriwijaya
cakar penggali tanah dan sarasah, cakar berselaput untuk berenang. Burung
berkembang biak dengan bertelur (Vegasari et al., 2021).
Universitas Sriwijaya
2.3.2 Adaptasi Fisiologi
Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian fungsi alat tubuh suatu makhluk hidup
terhadap keadaan lingkungannya. Adaptasi ini tidak dapat dilihat langsung oleh
mata. Karena pada adaptasi fisiologi menyangkut tentang fungsi organ-organ
bagian dalam tubuh makhluk hidup dengan lingkungannya. Misalnya pada burung
masa kini yang telah berkembang sehingga terspesialisasi untuk terbang jauh,
dengan perkecualian pada beberapa jenis yang primitif (Muldayanti, 2021).
Bulu-bulunya, terutama di sayap, telah tumbuh semakin lebar, ringan, kuat
dan bersusun rapat. Bulu-bulu ini juga bersusun demikian rupa sehingga mampu
menolak air, dan memelihara tubuh burung tetap hangat di tengah udara dingin.
Tulang belulangnya menjadi semakin ringan karena adanya rongga-rongga udara
di dalamnya, namun tetap kuat menopang tubuh. Tulang dadanya tumbuh
membesar dan memipih dan juga sebagai tempat perlekatan otot-otot terbang yang
kuat (Widiarti, 2021).
Universitas Sriwijaya
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 18 April 2024 pukul 10.00
WIB sampai dengan selesai. Bertempat di Laboratorium Fisiologi dan Perkembangan
Hewan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Sriwijaya.
Universitas Sriwijaya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :
Jenis
No. Jenis Hewan Keterangan
Adaptasi
1. Burung weris Morfologi 1. Bobot badan, panjang
(Gallirallus philippensis) paruh, lebar paruh dari
G. philippensis jantan
lebih tinggi dibanding
dengan betina.
2. Warna bulu burung weris
tidak dapat dibedakan
antara burung jantan dan
betina.
3. Burung weris jantan
memiliki panjang sayap
yang hampir sama dengan
betina.
4. Panjang ekor burung weris
jantan cenderung lebih
pendek dibandingkan
betina.
5. Bulu leher mengalami
perubahan secara perlahan
dari warna hitam menjadi
warna abu-abu selanjutnya
muncul bintik/spot putih
bercampur dengan warna
kecoklatan.
6. Burung weris memiliki
paruh berwarna merah
muda sampai warna
kehitaman.
Universitas Sriwijaya
2. Spesies burung Eropa Fisiologi Burung mengumpulkan
cadangan lemak dan protein
dalam jumlah besar untuk
bahan bakar penerbangan
jarak jauh.
3. Burung Pelikan Tingkah 1. Jumlah aktvitas individu
(Pelecanus laku (A) tertinggi adalah
Conspicilatus) menelisik bulu sebanyak
110 kali (41,6%) diikuti
tingkah laku berenang
sebanyak 72 kali (26,8%)
dan istirahat 31 kali
(11,7%) dan prilaku
terendah adalah makan
sebanyak 5 kali (1,8%)
diikut prilaku melompat di
air sebanyak 9 kali (3,4%)
dan tidur 11 kali (4,1%).
2. Aktivitas individu (B)
tertinggi adalah menelisik
bulu sebanyak 111 kali
(42,04%) diikuti perilaku
berenang sebanyak 72 kali
(27,2%) dan istirahat
sebanyak 28 kali (10,6%)
dan perilaku terendah
adalah makan sebanyak 5
kali (1,8%) diikuti
perilaku melompat di air
sebanyak 10 kali (3,7%)
dan berjemur sebanyak 11
kali (4,1%).
3. Pelikan dapat terbang
dalam waktu yang lama
dan sering terbang
Universitas Sriwijaya
membentuk garis panjang.
Kadang-kadang mereka
juga terbang dengan
membentuk huruf “V”.
4. Perilaku menelisik bulu
pada pelikan disebabkan
karena cuaca panas,
sehingga memaksa pelikan
untuk terus berenang dan
akan melakukan aktivitas
menelisik bulu pada saat
sebelum dan sesudah
berenang.
Universitas Sriwijaya
4.1 Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, pada tiga jurnal mengenai
adaptasi dari aves didapatkan hasil bahwa pada adaptasi morfologi contohnya ada
pada burung, bentuk adaptasi morfologi burung yang ditunjukkan oleh data
tersebut adalah penyusutan ukuran tubuh dan pemanjangan sayap. Pemanjangan
sayap dianggap sebagai salah satu respon kompensasi adaptif terhadap penyusutan
tubuh untuk memungkinkan terbang lebih efisien. Menurut Vegasari et al. (2020),
bentuk kaki ini terdiri dari tiga jari depan yang menghadap ke depan dan satu jari
belakang yang menghadap ke belakang. Burung pemangsa seperti elang, rajawali,
dan burung hantu memiliki kaki cakar yang kuat dan berotot.
Adaptasi morfologi (bentuk fisik) merupakan penyesuaian bentuk tubuh
makhluk hidup terhadap lingkungannya. Adaptasi morfologi dapat dilihat dengan
jelas. Contohnya, kaki berselaput pada bebek dan bentuk paruh pada burung.
Menurut Widiarti (2021), hal ini sebagai adaptasi morfologi yang dimana
menyesuaikan bentuk tubuh makhluk hidup atau alat-alat tubuh makhluk hidup
terhadap lingkungan tempat tinggalnya.
Fisiologis ini juga contohnya ada pada ayam kirin dan ayam tiga warna,
bentuk adaptasi fisiologi ayam terhadap panas ekstrem terutama terlihat pada
perubahan suhu tubuh, respon protein kejut panas, respon sistem kekebalan, serta
kerusakan jaringan akibat panas yang diukur melalui perubahan histopatologi.
Menurut Afitah et al. (2020), mata dari burung serak jawa tidak berupa bola mata
namun lebih menyerupai tabung. Retina pada burung ini memiliki banyak “rod sel”
seperti pada nokturnal lainnya yang akan sensitif terhadap cahaya.
Adaptasi dari mata hewan nokturnal dipengaruhi oleh adanya sinar
matahari, di mana sinar matahari ini dapat menghambat penglihatan dari hewan
nokturnal. Sehingga pada hewan nokturnal cenderung baik saat melihat di malam
hari. Menurut Kurniawan et al. (2021), adaptasi penglihatan pada hewan nokturnal
khususnya terjadi di retina matanya, karena retina merupakan bagian dari mata yang
berperan dalam melihat warna. Aktivitas yang merupakan kebalikan dari perilaku
manusia. Hewan nokturnal umumnya memiliki kemampuan pendengaran dan
penciuman serta penglihatan yang tajam. Hewan nokturnal sebagai istilah untuk
jenis dari hewan yang beraktivitaslebih banyak pada malam hari.
Universitas Sriwijaya
Hewan nokturnal ini terkenal dengan aktifnya saat malam dan tidur saat
siang hari. Berbagai kegiatan pada hewan nokturnal dilakukan pada malam
hari. Menurut Afitah et al. (2020), kegiatan tersebut seperti mencari makanan,
melakukan kegiatan reproduksi sekaligus berperan sebagai mekanisme yang
membantu dalam mempertahankan diri terhadap lingkungan bersuhu rendah.
Adaptasi tingkah laku pada aves contohnya pada ayam. Aktivitas makan
dan minum, untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan hidrasi ayam. Aktivitas
makan dan minum mendominasi tingkah laku ayam KUB. Aktivitas lokomosi dan
grooming. Kedua aktivitas ini merupakan bentuk adaptasi ayam untuk
mengeksplorasi lingkungan dan membersihkan diri, sehingga dapat beradaptasi
dengan lingkungan kandang. Aktivitas bertengger. Merupakan sifat alami ayam
untuk bertengger di tempat tinggi. Aktivitas istirahat. Menurut Nurani (2022),
dilakukan ayam ketika dalam kondisi aman dan nyaman untuk mengembalikan
energi. Aktivitas agonistik. Merupakan bentuk pertahanan diri dan kompetisi
ayam untuk merebutkan sumberdaya, seperti pakan.
Selain itu, burung kasuari juga memiliki waktu untuk minum yang
dilakukan hampir sepanjang hari terutama menjelang tengah hari dan mencapai
puncaknya pada waktu cuaca panas, kemudian berangsur-angsur menurun
hingga sore hari menjelang tidur. Menurut Manik et al. (2022), sumber air
diperoleh dari kolam air yang disediakan dan bekas tumbuh pohon yang sudah
mati yang menjadi tempat tergenangnya air hujan. Waktu yang diperlukan burung
kasuari berkisar satu sampai lima menit. Untuk memperoleh air minum, burung
tersebut mencelupkan paruhnya ke dalam sumber air lalu diangkat.
Adaptasi morfologi, fisiologis dan tingkah laku akan membantu burung
tersebut bertahan hidup, seperti mencari makanan atau mendeteksi kehadiran
pemangsa. Hal ini karena, keadaan lingkungan di mana burung itu tinggal
sesungguhnya akan mengalami perubahan. Menurut Nurani (2022), perubahan-
perubahan yang ada di lingkungan tersebut dapat menjadi penyeleksi terhadap
spesies apa yang akan masih dapat menghuni tempat tersebut. Jika spesies
tersebut mampu menyesuaikan dengan keadaan yang baru maka akan tetap
bertahan, sedangkan spesies yang tidak mampu menyesuaikan diri akan hilang
dari tempat tersebut.
Universitas Sriwijaya
BAB 5
KESIMPULAN
Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA
Afitah., Alifia, R. dan Eliva, D. (2020). Strategi Adaptasi Retina Mata Hewan
Nokturnal Terhadap Kemampuannya Melihat dalam Gelap. Jurnal
Pendidikan Biologi. 1(2): 14-20.
Arif, A. R., Ngakan, M. S., Rakhmad, A. dan Endang, A. (2022). Diversitas Aves
Diurnal di Agroforestry, Hutan Sekunder, dan Pemukiman Masyarakat
sekitar Rowo Bayu, Kecamatan Songgon, Banyuwangi. Jurnal Biotropika.
4(2): 49-56.
Febriawan, S. (2021). Perilaku Harian Burung Nuri Kepala Hitam (Lorius Lory)
di Penangkaran Eco Green Park Kota Batu Jawa Timu. Jurnal Ilmu Hayat.
2(2): 84-94.
Manik, H., Irba, U. dan Freddy, P. (2022). Pola Tingkah Laku Harian Burung
Kasuari (Casuarius sp.) di Taman Burung Biak. Jurnal Ilmu Peternakan.
8(1): 34-39.
Nurani, I. (2022). Pola Adaptasi Lingkungan Penghuni Dolina Kidang pada Masa
Prasejarah di Kabupaten Blora. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Arkeologi. 66-80.
Vegasari, M., Siti, M. dan Enny, Y. (2022). Tingkah Laku Makan dan Minum Itik
Magelang (Anas javanica) setelah Pemberian Cahaya Merah dan Putih serta
Kurkumin dalam Pakan. Jurnal Biologi. 7(1): 26-34.
Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN
Jurnal Adaptasi Morfologi pada Aves Jurnal Adaptasi Fisiologi pada Aves