Anda di halaman 1dari 63

Laporan Pengabdian Berbasis Riset

DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM


KEMENTERIAN AGAMA RI

UMKM Sebagai Sektor


Penggerak Ekonomi
Desa

2018 Muhdar HM - Sudirman

DIREKTORAT PENDIDIKAN TINGGI KEAGAMAAN ISLAM


DIREKTORATi JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM
KEMENTERIAN AGAMA RI
No. Reg : 173010000001092

Laporan Hasil
Pengabdian Berbasis Riset

PERAN PELATIHAN DALAM PENGEMBANGAN UMKM TERNAK


SAPI POTONG SEBAGAI SEKTOR PENGGERAK EKONOMI DESA
PULUBALA KEC. PULUBALA KAB. GORONTALO

Tim Peneliti:

Dr. Muhdar HM. ST., SE., MM (LP2M IAIN Gorontalo)


Nip. 197307272002121005

Dr. Sudirman, SE., M.Si (LP2M IAIN Gorontalo)


Nip. 197610012009011008

DIREKTORAT PENDIDIKAN TINGGI KEAGAMAAN ISLAM


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM
KEMENTERIAN AGAMA RI
TAHUN 2018

ii
LEMBAR IDENTITAS PENGESAHAN
HASIL PENGABDIAN BERBASIS RISET
DIREKTORAT PENDIDIKAN TINGGI KEAGAMAAN ISLAM

1 a Judul Penelitian : Peran Pelatihan dalam Pengembangan


UMKM Ternak Sapi Potong Sebagai sektor
Penggerak Ekonomi Desa Pulubala
Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo
b. Jenis Penelitian : Lapangan
c. Tahun Penelitian : 2018
2. Team Peneliti :
2.1 a. Nama Lengkap dan Gelar : Dr. Muhdar HM, ST., SE., MM
Akademik
b. Jenis Kelamin : Laki-Laki
c. NIP/ Jabatan Fungsional : 197307272002121005 / Lektor Kepala IV.a
d. Jabatan : Ketua Peneliti
2.2 a. Nama Lengkap dan Gelar :
Akademik Dr. Sudirman, SE., M.Si
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. NIP/Jabatan Fungsional. : 197610012009011008/ Lektor III.c
d. Jabatan : Anggota Peneliti
3. a. Jumlah Peneliti
(Termasuk Pembantu Peneliti) : 4 Orang
b. Pembantu Peneliti : 2
4. Lokasi Penelitian : Kabupaten Gorontalo
5. Jangka Waktu Penelitian : 4 Bulan
6. Biaya Yang Digunakan :
7. Sumber Dana : DIPA DIREKTORAT PENDIDIKAN
TINGGI KEAGAMAAN ISLAM 2018

Gorontalo, 16 Desember 2018


Mengetahui
Ketua Peneliti

Dr. Muhdar HM., ST., SE., MM


NIP. 19730727 200212 1 005

iii
ABSTRAK

Tujuan pengabdian berbasis riset ini adalah menganalisis dan menggambarkan


problematika pengembangan UMKM ternak sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan
Pulubala Kabupaten Gorontalo; menganalisis dan menggambarkan potensi peternakan
Desa Pulubala serta menggambarkan peran pelatihan dalam pengembangan UMKM
ternak sapi potong dalam menggerakkan sektor ekonomi Desa Pulubala Kecamatan
Pulubala Kabupaten Gorontalo.
Rancangan kegiatan pengabdian berbasis riset dikelompokkan menjadi dua
bagian, pertama, mengidentifikasikan berbagai permasalahan yang ada serta membahas
solusinya dengan metode Focus Group Discussion (FGD), melalui metode ini akan
diketahui persoalan yang dihadapi yang kemudian didiskusikan solusinya. Kedua, short
course, kegiatan ini diberikan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan komunitas
UMKM ternak sapi potong dalam hal metode penyusunan proposal pengajuan
pembiayaan. Data primer dan sekunder yang terkumpul melalui angket, observasi,
wawancara dan dokumentasi, secara simultan akan dianalisis dengan analisis statistik
deskriptif yaitu memberikan uraian mengenai identitas responden dan bagaimana
penilaian responden terhadap peran pelatihan sebagai sarana pengembangan UMKM.
Hasil penelitian menujukkan bahwa pertama, problematika yang diahadapi oleh
para komunitas ternak sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten
Gorontalo untuk mengembangkan usahanya yaitu: (1) Masalah teknis pelaksanaan
peternakan sapi potong, (2) Masalah kesehatan (penyakit) ternak, (3) Masalah
lingkungan, (4) Masalah Pendidikan dan keterampilan masyarakat, (5) Masalah
Ketersediaan bibit yang tidak memadai, (6) Masalah Pakan, (7) Masalah Modal yang
terbatas, (8) Masalah kelembagaan (Kelompok usaha peternakan sapi), (9) Belum
maksimalnya usaha untuk mengambil kesempatan mengambil peluang memperoleh nilai
tambah dari rantai peternakan sapi potong untuk memproduksi daging sapi untuk
keperluan dalam negeri maupun ekspor, (10) Jaringan pemasaran produk sapi potong
yang belum mantap. Kedua, potensi pengembangan Ternak Sapi Potong Desa Pulubala
Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo adalah sangat potensial. Hal ini ditandai
dengan peningkatan jumlah populasi ternak dari tahun ke tahun, potensi lahan dengan
jumlah produksi segar, produksi kering dan produksi bahan kering masing-masing
sebesar 1.904.854 ton, 294.463 ton dan 221.664 ton, dengan produksi hijauan rumput
tertinggi terdapat di Kec. Pulubala. Ketiga, pelatihan-pelatihan yang telah diikuti oleh
para peternak memiliki peran penting dalam pengembangan UMKM ternak sapi potong
di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo. Hal ini di tandai dengan
nilai rata-rata (mean) sebesar 4,13 atau 82,6% berada dalam kategori bagus/berperan.
Kata Kunci: Pelatihan, Pengembangan, Ternak Sapi Potong.

iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL -----------------------------------------------------------------------------i
ABSTRAK ------------------------------------------------------------------------------------------ii
DAFTAR ISI ----------------------------------------------------------------------------------------iii
BAB I PENDAHULUAN -----------------------------------------------------------------------1
A. Latar Belakang --------------------------------------------------------------------------1
B. Rumusan Masalah ----------------------------------------------------------------------4
C. Tujuan Penelitian -----------------------------------------------------------------------4
D. Signifikansi Penelitian -----------------------------------------------------------------5
BAB II KERANGKA KONSEP --------------------------------------------------------------6
A. Gambaran Umum Lokasi Pengabdian ----------------------------------------------6
B. Kondisi Saat Ini Masyarakat Dampingan ------------------------------------------14
C. Kondisi Yang Diharapkan------------------------------------------------------------16
D. Metode/Strategi Pelaksanaan -------------------------------------------------------17
E. Kajian Teori ---------------------------------------------------------------------------18
BAB III. PELAKSANAAN PENGABDIAN BERBASIS RISET -----------------------29
A. Tahap Pelaksanaan FGD -------------------------------------------------------------23
B. Tahap Pelaksanaan Pelatihan -------------------------------------------------------32
C. Tahap Pelaksanaan Tindak Lanjut (Pendampingan) ----------------------------33
BAB IV. DISKUSI KEILMUAN -------------------------------------------------------------35
A. Problematika Pengembangan UMKM Ternak Sapi Potong Desa Pulubala --35
B. Potensi Pengembangan UMKM Ternak Sapi Potong ---------------------------36
C. Ternak Sapi Potong Sebagai Sektor Penggerak Ekonomi Desa Pulubala ----41
D. Peran Pelatihan dalam Pengembangan UMKM Ternak Sapi Potong ---------43
BAB V PENUTUP -------------------------------------------------------------------------------55
A. Kesimpulan -----------------------------------------------------------------------------55
B. Rekomendasi --------------------------------------------------------------------------56

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di tengah perlambatan ekonomi dunia saat ini, Indonesia dengan sektor Usaha Mikro,

Kecil dan Menengah (UMKM) senantiasa tampil sebagai penyelamat sehingga peran dan

kontribusinya harus makin ditingkatkan. Karena itu, isu tentang UMKM menjadi menarik

untuk dikaji. Data menunjukkan terdapat sekitar 58 juta kegiatan usaha secara mandiri, dan

sekitar 1,65 persen penduduk telah menjadi pengusaha yang dulunya berasal dari bisnis

pemula dan mampu mengembangkan usahanya. Peran strategis UMKM dalam struktur

perekonomian Indonesia makin nyata di mana sekitar 99,9% unit bisnis di Indonesia

merupakan UMKM dan menyerap hampir 97% tenaga kerja Indonesia. Laporan Credit

Suisse Research Institute ke-7 tahun 2016 merilis data perekonomian Indonesia dengan

kenyataan bahwa kesenjangan ekonomi di tanah air masih sangat lebar. Disebutkan, total

kekayaan rumah tangga Indonesia tumbuh 6,4 persen pada 2016 yang mencapai USD 1,8

triliun. Masalahnya, 1 persen dari 164 juta populasi dewasa Indonesia menguasai 49,3 persen

dari total kekayaan rumah tangga yang senilai USD 1,8 triliun dan menempatkan Indonesia

menjadi negara dengan distribusi kekayaan paling senjang ke-4 di dunia.1

Disinilah peran penting keberadaan UMKM yang mampu menggerakkan ekonomi

masyarakat sekitar dan menghidupkan usaha-usaha lokal pendukung lainnya. Hadirnya

sentra-sentra UMKM menjadi salah satu solusi yang mampu menyelesaikan ketimpangan

antar desa dan kota serta menggerakkan ekonomi daerah pada umumnya. Namun demikian,

beberapa permasalahan utama yang dihadapi oleh sektor UMKM pada umumnya adalah

Pertama rendahnya kualitas SDM. Kedua, keterbatasan akses UMKM kepada sumber daya

1
UMKM Outlook 2017, http://fokus-umkm.com/umkm-outlook-2017/
2
Abdul Aziz, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah hal. 10-13
1
produktif. Ketiga, kurangnya informasi. Keempat, kurangnya modal. Kelima, keterbatasan

teknologi2. Hal senada yang disampaikan Sukidjo (2004) permasalahan UMKM antara lain

kekurangan dana baik modal kerja maupun investasi, kesulitan pemasaran disebabkan oleh

keterbatasan informasi mengenai perubahan dan peluang pasar, kesulitan dalam pengadaan

bahan baku, keterampilan sumber daya manusia rendah, teknologi yang digunakan masih

tradisional, kesulitan administrasi pembukuan3, sistem pencatatan keuangan yang

tradisional4.

Masalah-masalah utama yang di hadapi oleh UMKM sebagaimana fenomena diatas, juga

terjadi pada komunitas UMKM ternak sapi potong di Kabupaten Gorontalo Provinsi

Gorontalo seperti keterampilan SDM masih rendah, pemanfaatan teknologi internet sebagai

sarana pemasaran tidak digunakan, fasilitas pembiayaan bantuan modal tidak dimanfaatkan

karena keterbatasan kemampuan dalam penyusunan proposal pembiayaan, administrasi

pembukuan dan pencatatan keuangan masih tradisional5. Padahal, ternak sapi potong di

Provinsi Gorontalo telah menjadi komoditas unggulan subsektor peternakan sejak tahun

2007. Tekad ini, didukung oleh seluruh Kabupaten/Kota se-Provinsi Gorontalo termasuk

Kabupaten Gorontalo. Kabupaten Gorontalo sebagai daerah tropis dengan potensi

sumberdaya alam yang melimpah sangat berpotensi untuk pengembangan ternak sapi potong.

Dengan luas wilayah hanya 17,24 persen dari seluruh wilayah Provinsi Gorontalo,

berdasarkan Sensus Pertanian 2013 Kabupaten Gorontalo mempunyai populasi ternak sapi

2
Abdul Aziz, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah hal. 10-13
3
Ortina Rezki, Analisis Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Sebagai Penggerak
Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Studi kasus pada Kota Mojokerto). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Brawitjaya, Vol. 2 No. 2. 2014, http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article
4
Lilya Andriani, Anantawikrama Tungga Atmadja, Ni Kadek Sinarwati, Analisis Penerapan Pencatatan
Keuangan Berbasis Sak Etap Pada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) (Sebuah Studi Intrepetatif Pada
Peggy Salon). e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1. Vol:2 No:1
Tahun 2014.
5
Obervasi dan Wawancara kepada ketua dan sekretaris UMKM Ternak Sapi Potong kelompok Marga
Makmur Kec. Pulubala dan Mitra Utama Kec. Limboto Barat pada tanggal 20 Juni 2017

2
potong terbanyak, yakni sebesar 40,56 persen dari seluruh populasi sapi potong di Provinsi

Gorontalo6.

Melihat potensi yang ada tersebut, didukung adanya permintaan komoditas sapi potong

baik dari dalam maupun luar wilayah serta masih adanya impor daging sapi secara nasional,

maka Kabupaten Gorontalo berpotensi sebagai salah satu pemasok sapi potong. Di sisi lain,

kapasitas kemampuan komunitas pelaku peternak sapi potong relatif belum memadai untuk

meningkatakan kapasitas produksi sapi. Berikut ini data UMKM ternak sapi potong di

Kabupaten Gorontalo tahun 2016.

Tabel 1.1: UMKM Peternak Sapi Potong menurut Kelompok


di Kabupaten Gorontalo 2016

Kecamatan Klaster/Kelompok Peternak Sapi Potong


Limboto Lamahu 12
Limboto Barat Mitra Utama 26
Tibawa Aspuri 22
Pulubala Marga makmur 63
Jumlah 123
Sumber: Bank Indonesia Provinsi Gorontalo, 2016

Data ini tentu masih perlu dikembangkan baik dari kuantitas maupun pengetahuan

peternak dalam mengelolah usahanya agar dapat menjadi salah satu faktor pendorong

pertumbuhan ekonomi yang dimulai dari gerakan ekonomi masyarakat Desa melalui

pengembangan UMKM ternak sapi potong di Kabuapten Gorontalo. Untuk itu, short course

atau pelatihan dan pengembangan menjadi penting dilakukan dalam upaya meningkatkan

pengetahuan pelaku UMKM.7 Karenanya, perlu dilakukan suatu pengabdian yang berbasis

riset kepada para komunitas UMKM ternak sapi potong di Desa Kabupaten Gorontalo dengan

6
BPS Provinsi Gorontalo dalam Rini Widiastuti, Strategi Pengembangan Sapi Potong di Kabupaten
Gorontalo (Tesis, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor , 2014), hal. 2
7
http://study-succes.blogspot.co.id/2013/12/perkembangan-umkm-dari-sisi-teori.html. Dikutip tanggal 04-
12-2016

3
judul “Peran Pelatihan dalam Pengembangan UMKM Ternak Sapi Potong sebagai Sektor

Penggerak Ekonomi Desa di Kabupaten Gorontalo”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Problematika dalam pengembangan UMKM ternak sapi potong di Desa

Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo?

2. Bagaimana Potensi Peternakan Desa Pulubala dan bagaimana peran pelatihan dalam

Pengembangan UMKM ternak sapi potong dalam menggerakkan ekonomi Desa di

Kabupaten Gorontalo?

3. Materi prioritas bagaimanakah yang harus diberikan dalam kegiatan pelatihan kepada

komunitas UMKM ternak sapi potong dengan potensi sumber daya terbatas dapat

menggerakkan ekonomi Desa di Kabupaten Gorontalo?

C. Tujuan

1. Menganalisis dan menggambarkan problematika dalam pengembangan UMKM

ternak sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo.

2. Menganalisis dan menggambarkan potensi peternakan Desa Pulubala serta

menggambarkan peran pelatihan dalam pengembangan UMKM ternak sapi potong

dalam menggerakkan sektor ekonomi Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten

Gorontalo.

3. Memberikan materi pelatihan yang tepat kepada komunitas UMKM ternak sapi

potong dalam menggerakkan sektor ekonomi Desa Pulubala Kecamatan Pulubala

Kabupaten Gorontalo. Desain pelatihan ini merupakan tindak lanjut temuan dari

rumusan masalah pertama dan kedua.

4
D. Signifikansi

1. Menambah wawasan ilmiah, daya kritis dan nalar serta referensi terhadap

pengembangan literatur UMKM ternak sapi potong.

2. Sebagai bahan informasi yang dapat bermanfaat implementatif bagi pemerintah dan

komunitas UMKM ternak sapi potong, dan stakeholder lainnya untuk melakukan

perbaikan dan penyempurnaan pelaksanaan di masa yang akan datang.

3. Menggugah kesadaran masyarakat dalam berwirausaha dan menumbuhkan daya

kreativitas, keterampilan dan kemampuan para komunitas UMKM ternak sapi potong

untuk menghasilkan ternak berkualitas.

5
BAB II
KERANGKA KONSEP

A. Gambaran Umum Lokasi Pengabdian

Lokasi pengabdian berbasis riset ini dilaksankan pada Desa Pulubala Kecamatan Pulubala

Kabupaten Gorontalo yang gambaran umumnya akan di uraikan sebagaimana berikut:

1. Sejarah Desa

Setelah berakhir perang saudara Raja Popa Eyato Tahun 1987 kedua Raja meninjau

perbatasan Gorontalo dan Teluk Tomini.Pada waktu di perjalanan kedua Raja Iistrirahat di

salah satu Desa/Dusun Balahu,waktu itu Raja Popa menyuruh Raja Eyato meninjau

perempatan kalau aman,kalau aman Isimu Ilomai sehingga namanya menjadi Isimu.

Kemudian mereka melanjutkan perjalanan sampai diperbatasan Gorontalo.Mereka

sepakat menentukan Popayato yang artinya Popa dan Eyato.Kemudian membuka kota kecil

yamg namanya Kota Raja sampai sekarang disebut Kota Raja.setelah itu mereka pulang ke

Gorontalo sampai mereka disuatu tempat.Ditempat ini kedua Raja membuat Doa dan

mengundang pemangku adat dari lima daerah yaitu Suwawa,Atinggola,Limutu,Hulontalo dan

Uwenengo,mereka bersama-sama mengepulu-mengepulu dengan bahas Adat Gorontalo

Buwatulo Toulongo yaitu Pemerintah, Sara, Mayulu menentukan waktu hari upacara

Doa.Setelah selesai Doa kemudian menentukan nama Desa tempat upacara Doa yang telah

disepakati oleh dua Raja bersama pemangku adat dari lima daerah tersebut.Jadi nama Desa

Pulubala diambil dari kata MONGOPULU BALA-BALA yang artinya pada saat

mengepuluh-mengepuluh dikelilingi oleh pemangku-pemangku adat oleh lima Daerah yaitu

Suwawa,Atinggola,Limutu,Hulontalo dan Uwanengo.

Dalam perkembangan selanjutnya kini Desa Pulubala terbagi dalam enam Dusun yaitu
Dusun Titilea,Dusun Gunung Potong,Dusun Diata,Dusun Tomulo,Dusun Bontula dan Dusun
Kamiri.

6
2. Kondisi Geografis

Desa Pulubala berjarak 300 M dari pusat pemerintahan Kecamatan Pulubala dan 31 KM dari

Ibukota Kabupaten Gorontalo. Adapun batas–batas administrasi wilayah Desa Pulubala yaitu:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pongongaila dan Desa Tridarma.

 Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Rekso Negoro

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Ilomata.

 Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bakti.

Desa Pulubala Kecamatan Pulubala merupakan bagian integral dari sistem perwilayahan

Kecamatan Pulubala, secara geografis Desa Pulubala ini merupakan Potensi Pertanian. Luas

wilayah Desa Pulubala secara keseluruhan adalah 10.100 Ha. Berdasarkan data profil desa

tahun 2015 maka diperoleh data komposisi peruntukan lahan sebagai berikut:

Tabel 2.1: Luas Wilayah Menurut Penggunaan


No Uraian Luas (Ha)
1 Pemukiman 57,79
2 Persawahan 182
3 Perkebunan/Peternakan 165,5
4 Rawa 0
5 Hutan 0
6 Perkantoran 0,0625
7 Pekuburan 0,5
8 Penggunaan lainnya
Sumber : Data Profil Desa Tahun 2015 (Diolah)

3. Kondisi Demografi

Penduduk Desa Pulubala pada tahun 2015 tercatat sebanyak 3.188 jiwa yang terdiri dari

1.642 jiwa atau 50,6% penduduk laki-laki, dan 1.546 jiwa atau 49,4% penduduk perempuan.

Dengan demikian jumlah penduduk hampir berimbang antara jumlah penduduk perempuan

dengan jumlah penduduk laki-laki.

7
Pertumbuhan penduduk Desa Pulubala pada kurun waktu tahun 2011 sampai dengan

tahun 2015, bertambah sebanyak 80 jiwa, atau rata-rata bertambah sebanyak 24 jiwa per

tahun, atau mengalami rata-rata laju pertumbuhan sebesar 3,11% per tahun. Adapun deskripsi

penduduk Desa Pulubala pada periode tahun 2011-2015 dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.2: Penduduk di Desa Pulubala Tahun 2011-2015

Rincian 2011 2012 2013 2014 2015

Jumlah Penduduk 794 818 842 866 3188


a. Laki-Laki (jiwa) 1602 1611 1620 1635 1642
b. Perempuan (jiwa) 392 1547 1542 1543 1546
Pertumbuhan per tahun (%) - - - - 3,11
Sumber : Data Profil Desa Tahun 2015 (Diolah)

Bila dilihat dari kelompok umur, penduduk anak-anak (usia 0-14 tahun) jumlahnya

mencapai 28,05%, sedangkan penduduk usia produktif mencapai 65,40% dan penduduk usia

lanjut terdapat 6,55% dari jumlah penduduk di Desa Pulubala. Secara keseluruhan penduduk

Desa Pulubala berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.3 : Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2017


Kelompok Jenis Kelamin
Jumlah
Umur Laki-Laki Perempuan
0–4 44 51 95
5–9 36 39 75
10 – 14 40 34 74
15 – 19 32 34 66
20 – 24 39 41 80
25 – 29 43 29 72
30 – 34 31 32 63
35 – 39 41 44 85
40 – 44 27 27 54
45 – 49 29 23 52
50 – 54 22 20 42
55 – 59 22 33 55
60 + 29 24 53
Jumlah 1642 1546 3188
Sumber : Data Profil Desa Tahun 2017 (Diolah)

8
Secara umum mata pencaharian warga masyarakat Desa Pulubala dapat teridentifikasi

ke dalam beberapa bidang mata pencaharian, seperti: petani, buruh-tani, peternak, tukang

kayu, penjahit, PNS, pensiunan, pedagang/wirausaha. Mayoritas mata pencaharian penduduk

adalah petani dan buruh tani.

Tabel 2.4: Matapencaharian Penduduk

NO MATA 2016 2017


PENCAHARIAN
1 Petani 555 568
2 Buruh 30 35
3 Peternak 2 3
4 Pedagang/wiraswasta 47 52
5 Tukang kayu 21 25
6 Tukang Batu 49 58
7 Penjahit 8 10
8 TNI/Polri 1 2
9 PNS 32 45
10 Pensiunan 8 12
Jumlah 753 810
Sumber : Data Profil Desa Tahun 2018 (Diolah)

Penduduk Desa Pulubala mayoritas beragama Islam yang memiliki jiwa dan semangat

pengabdian kepada masyarakat dengan dilandasi pada ketaatan dalam melaksanakan ajaran

dan nilai-nilai agama. jumlah penduduk beragama Islam sebanyak 3121 jiwa, Kristen

sebanyak 67 orang.

4. Infrastruktur Dasar dan Pemukiman

Sarana transportasi atau akses jalan di seluruh wilayah Desa Pulubala hanya jalan tanah. Jalan

aspal adalah satu-satunya ruas jalan yang menghubungkan ke Ibu Kota Kecamatan dan

Kabupaten serta propinsi sepanjang 2.500 m. Kondisi jalan Poros Desa yang menghubungkan

9
desa keluar dalam kondisi kurang baik. Sedangkan kondisinya jalan tanah banyak yang

mengalami kerusakan dan kurang perawatan. Lokasi jalan-jalan tersebut terdapat di seluruh

lingkungan Dusun. Transportasi yang masuk ke desa adalah kendaraan bermotor dan

kendaraan truk pengangkut. Sedangkan transportasi lokal adalah kendaraan pribadi berupa

sepeda motor dan bentor.

Tabel 2.5: Infrastruktur Perhubungan dan Irigasi


No Jenis prasarana & sarana Desa Tahun 2018
1 Jalan Ber aspal 2500 M
2 Jalan Rabat Beton 0
3 Jalan berbatu/tanah 10.000 M
4 Jembatan Kecil 1
5 Jembatan sedang/besar 0
6 Bendungan 0
7 Jaringan irigasi 0
Sumber : Data Profil Desa Tahun 2018

Selain pembangunan/pemeliharan jalan dan jaringan irigasi paling mendapatkan

perhatian dari pemerintah Desa Pulubala. Pembangunan rumah tidak layak huni pun

merupakan salah satu perhatian dari Pemerintah Desa Pulubala. Kondisi rumah penduduk

digambarkan dalam tabel berikut :

Tabel 2.6: Kondisi Rumah Penduduk di Desa Pulubala


No Uraian Jumlah
1 Rumah Layak Huni 216
2 Rumah Tidak Layak Huni 70
3 Jumlah Rumah 286
Sumber : Data Profil Desa Tahun 2018 (Diolah)

10
Cakupan air bersih merupakan persentasi dari jumlah rumah tangga yang

menggunakan air bersih terhadap jumlah rumah tangga yang ada di Desa Pulubala. Persentasi

cakupan air bersih tahun 2018 yakni sebesar 82,2%. Adapun cakupan air bersih dapat dilihat

dalam tabel berikut :

Tabel 2.7: Persentasi Cakupan Air Bersih di Desa Pulubala


No Uraian 2018
1 Jumla Rumah Tangga Pengguna Air Bersih 235
2 Jumlah Rumah Tangga 286
3 Persentase cakupan air 82,2 %
Sumber : Data Profil Desa Tahun 2018

Kepemilikan jamban di desa Pulubala Tahun 2017 dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 2.8: Kepemilikan Jamban di Desa Pulubala


No Uraian Jumlah
1 Total Rumah Tangga mempunyai Jambang/WC 205
2 Total Rumah Tangga yang Tidak Mempunyai Jamban/WC 70
3 Pengguna MCK 11
Sumber: Data Profil Desa Tahun 2017

5. Ekonomi Dan Sumber Daya Alam

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan merupakan salah satu sarana untuk

mencapai kehidupan yang layak bagi penduduk suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi dapat

tercermin dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan

dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi yang terus mengalami peningkatan diharapkan

dapat dirasakan secara merata oleh masyarakat luas sehingga tujuan untuk menciptakan

masyarakat yang hidup makmur sejahtera dapat tercapai.

Sektor pertanian masih menunjukkan dominasinya terhadap perekonomian Desa

Pulubala. Komoditi sektor pertanian yang ada di desa Pulubala berupa padi sawah, tanaman

11
perkebunan berupa Kelapa, Kakao,Tebu, tanaman holtikultura berupa Mangga, Nangka,

Pisang, Pepaya, Cabe, Tomat, Terong, Kacang Panjang.

Untuk sektor peternakan, perlu lebih diperhatikan lagi mengingat mayoritas penduduk

Desa Pulubala adalah petani sehingga ternak tidak bisa dipisahkan dari kegiatan para petani

dan potensi yang cukup memadai untuk sektor peternakan, didukung oleh kemauan

masyarakat dan potensi lahan yang cukup memadai. Populasi ternak yang dikembangkan

secara umum berupa, Sapi, Kambing, Ayam Ras, Ayam Buran, Itik.

6. Kelembagaan Dan Struktur Desa

Struktur kepemimpinan Desa Pulubala tidak dapat lepas dari struktur adminitratif

pemerintahan Kabupaten Gorontalo. Jumlah aparatur pemerintah Desa Pulubala ada 6 orang,

yaitu Kepala Desa, Sekretaris Desa,Bendahara , Kepala Urusan Pemerintahan, Kepala Urusan

Pembangunan, Kepala Urusan Umum dan 5 orang Kepala Dusun.

Pemerintahan desa terdiri dari pemerintah desa dan BPD. Kepala desa memimpin

penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kegiatan yang ditetapkan bersama BPD.

Kepala desa memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati,

memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD serta menginformasikan

laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat. Gambaran lembaga

pemerintahan Desa Pulubala dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.9: Pemerintahan Desa


NO URAIAN JUMLAH
1 Aparat Desa
- Kepala Desa 1
- Sekretaris Desa 1
- Bendahara Desa 1
- Kaur 3
- Kepala Dusun 6
2 BPD 5
Sumber : Data Profil Desa Tahun 2017 (Diolah)

12
Bagan Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Pulubala Kecamatan Pulubala

sebagai berikut :

BPD KEPALA
DESA

SEKRETARIS
DESA

KAUR KAUR KAUR UMUM


PEMERINTAHAN PEMBANGUNAN

KADUS KADUS GONUNG KADUS DIATA KADUS


TITILEA POTONG TOMULA

KADUS KADUS
BONTULA KAMIRI

Dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan, pembangunan dan

kemasyarakatan, kepala desa dapat dibantu lembaga kemasyarakatan desa yang ada. Hasil

pemetaan kelembagaan yang dilakukan pada waktu proses pengkajian potensi dan masalah

menunjukkan lembaga kemasyarakatan yang eksis dan memiliki pengaruh langsung dalam

menggerakkan masyarakat dapat disimak sebagaimana berikut:

Tabel 2.10: Lembaga Kemasyarakatan Desa

NO Lembaga Kemasyarakatan Jumlah Pengurus Dan Anggota

1 LPM 5
2 Karang Taruna 12
3 PKK Desa 37

13
- Kelompok Kerja (Pokja) 4
- Kelompok Dasa wisma 19
4 Kelompok Yasinan 80
5 Kelompok Tani 150
6. Majelis Taklim 60
Sumber : Data Profil Desa Tahun 2018 (Diolah)

B. Kondisi Saat Ini Masyarakat Dampingan

Kondisi masyarakat dampingan saat ini akan dijabarkan berdasarkan tingkat pendidikan,

kesehatan dan kesejahteraan.

1. Pendidikan

Pada tahun 2015 penduduk usia 15 tahun keatas berjumlah 1407, dari jumlah tersebut yang

bisa membaca dan menulis berjumlah 758, hal ini berarti angka melek huruf di Desa Pulubala

sebesar 85,9%.

Di Desa Pulubala hanya terdapat 1 (satu) sarana dan prasarana infrastruktur

pendidikan yakni SD, namun kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan berdampak

pada tingginya jumlah anak yang bersekolah. Jumlah penduduk usia 7-15 tahun masih

sekolah sebanyak 758 orang dan yang putus sekolah hanya 1 orang.

Tingkat pendidikan masyarakat Pulubala sebagaimana terlihat pada tabel sebagai


berikut :

Tabel 2.11: Tingkat Pendidikan Masyarakat


NO URAIAN 2014 2015
1 2 3 4
1 Buta Huruf
2 Tidak Tamat SD/Sederajat
3 Tamat SD/Sederajat 452 479
4 Tamat SLTP/Sederajat 137 142
5 Tamat SLTA/Sederajat 65 75

14
6 Tamat Diploma (D-1,2,3) 21 31
7 Tamat Sarjana (S-1,2,3) 25 31
Sumber: Data Profil Desa Tahun 2018 (Diolah)

2. Kesehatan

Pada tahun 2014 di Desa Pulubala terjadi 2 kematian bayi dari 23 jumlah kelahiran hidup.

Kematian bayi ini disebabkan oleh Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), Gangguan Fungsi

Multi Organ.

Balita dengan status gizi buruk dihitung berdasarkan berat badan balita dibandingkan

dengan tinggi badan balita (BB/TB). Pada tahun 2014 tidak terdapat anak balita yang

memiliki status gizi buruk atau 100% dari keseluruhan jumlah anak balita sebanyak 48 anak

pada tahun 2014. Gambaran tentang angka bayi dan balita dengan status gizi buruk di Desa

Pulubala dapat dilihat pada tabel :

Tabel 2.12: Angka Balita Dengan Status Gizi Buruk


JUMLAH
NO URAIAN
2013 2014
1 2 3 4
1 Jumlah Bayi Lahir 19 orang 23 orang
2 Jumlah Bayi Mati 0 orang 2 orang
3 Jumlah Balita 49 orang 48 orang
4 Jumlah Balita Gizi Buruk 0 orang 0 orang
5 Jumlah Balita Gizi Baik 48 Orang 48 orang
6 Jumlah Balita Mati 0 Orang 0 orang
Sumber : Data Profil Desa Tahun 2018 (Diolah)

3. Kesejahteraan

Jumlah KK Miskin di Desa Pulubala adalah sebanyak 50 Kepala Keluarga hal ini menurut

data BPS Tahun 2014. Gambaran kondisi tingkat kesejahteraan keluarga dapat dilihat pada

tabel berikut :

15
Tabel 2.13: Tingkat Kesejahteraan
No Uraian Jumlah
1 Jumlah Keluarga 286
2 Jumlah Keluarga Prasejahtera 50
3 Jumlah Keluarga Sejahtera 1 148
4 Jumlah Keluarga Sejahtera 2 70
5 Jumlah Keluarga Sejahtera 3 15
6 Jumlah Keluarga Sejahtera 3 plus 3
Sumber : Data Profil Desa Tahun 2014

C. Kondisi Yang Di Harapkan

Pada kegiatan pengabdian yang berbasis riset ini, difokuskan pada masyarakat sebagai pelaku

UMKM ternak sapi potong. Seperti diketahui bahwa rata-rata tingkat pendidikan masyarakat

di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo adalah berpendidikan SD

dengan tingkat kesejahteraan rata-rata berada pada tingkat sejahtera 1. Oleh karena itu,

dengan keterbatasan tingkat pendidikan ini, tentunya pengetahuan dan keterampilan yang

dimiliki terhadap pekerjaannya juga terbatas. Dengan kondisi yang dimiliki ini, maka

diharapkan:

1. Dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dibidang pekerjaannya.

2. Mampu menyusun proposal pembiayaan modal yang baik dan benar.

3. Dengan proposal pembiayaan modal tersebut, diharapkan dapat dijadikan sebagai

instrument untuk menambah modal usaha.

4. Mampu meningkat modal usaha dan hasil usaha

D. Metode / Strategi Pelaksanaan

Rancangan kegiatan pengabdian berbasis riset dapat dikelompokkan menjadi dua bagian,

pertama, mengidentifikasikan berbagai permasalahan yang ada serta membahas solusinya

dengan metode Focus Group Discussion (FGD), melalui metode ini akan diketahui persoalan

16
yang dihadapi yang kemudian didiskusikan solusinya. Kedua, short course atau pelatihan.

Kegiatan ini diberikan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan komunitas UMKM

ternak sapi potong dalam hal manajemen dan akuntansi, metode penyusunan proposal

pengajuan pembiayaan, dan pengenalan pembuatan website serta pemasaran melalui

media online. Materi pelatihan tersebut akan disampaikan oleh peneliti dan mitra kerja

(praktisi dan pemerintah) yang dianggap kompoten. Sedangkan peserta pelatihan adalah

komunitas UMKM ternak sapi potong yang ada di desa Kab. Gorontalo yang berjumlah 30

orang yang diplih dengan metode purposive sampling.

Data primer dan sekunder yang terkumpul melalui angket, observasi, wawancara dan

dokumentasi, secara simultan akan dianalisis dengan analisis statistik deskriptif. Analisis ini

diawali dengan menggolongkan, mengurutkan dan menyederhanakan data sehingga muda

dibaca dan diinterpretasikan. Bentuk intepretasi tersebut berupa tabel frekuensi, grafik dan

teks. Analisis statistik deskriptif akan memberikan uraian mengenai identitas responden dan

bagaimana penilaian responden terhadap peran pelatihan sebagai sarana pengembangan

UMKM. Hasil analisis deskriptif tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) rangkuman

statistik yang menunjukkan identitas atau karakteristik responden dan (2) rangkuman yang

menunjukkan ukuran pemusatan yang merupakan penilaian responden terhadap pertanyaan

yang diajukan. Sedangkan untuk wawancara mendalam, akan dilakukan analisis dengan

analisis transkrip wawancara dan catatan lapangan yang kemudian dikategorisasikan dalam

rangka penyederhanaan informasi yang didapat. Kemudian dilakukan penyimpulan sementara

yang akan digabungkan dengan informasi lainnya. Hasil analisis tersebut kemudian

diintegrasikan menjadi informasi komprehensif yang menggambarkan peran pelatihan dan

pengembangan komunitas UMKM ternak sapi potong sebagai sektor penggerak ekonomi

desa. Hasil analisis ini, juga memberikan informasi tentang materi yang tepat untuk diberikan

pada kegiatan short course atau pelatihan.

17
Kemudian, materi tersebut dijadikan sebagai acuan untuk menyusun “Strategi Aksi” atau

“Rencana Tindak Lanjut (RTL)” pengabdian berbasis riset. Olehnya itu, RTL disusun dalam

2 siklus. Siklus I adalah pelaksanaan pelatihan yang diawali dengan persiapan, pelaksanaan,

monitoring dan evaluasi serta refleksi. Siklus II adalah pendampingan yang juga diawali

dengan persiapan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta refleksi. Outputnya adalah

meningkatnya kemampuan dan keterampilan komunitas UMKM ternak sapi potong dalam

mengelolah usahanya dalam upaya menggerakkan ekonomi desa di Kab. Gorontalo.

E. Kajian Teori

Pada bagian ini akan menjelaskan beberapa teori dan penelitian terdahulu yang terkait dengan

pelatihan dan pengembangan UMKM ternak sapi potong.

1. Pelatihan dan Pengembangan

Dalam kamus Bahasa Indonesia Pelatihan diartikan sebagai pelajaran untuk

membiasakan atau memperoleh sesuatu keterampilan dan instruksi Presiden No. 15 Tahun

1974, pengertian pelatihan dirumuskan sebagai berikut: Pelatihan adalah bagian pendidikan

yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar

sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat, dengan menggunakn

metode yang lebih mengutamakan praktik daripada teori. Wexley dan Yulk dalam buku

Anwar Prabu Mangkunegara mengemukakan bahwa: “Training and depelopment are term is

referring to planned efforts designed facilitate the acquisition of relevant skills, knowledge

and attitudes by organizations members. Development focuces more on improving the

decision making and human relations skills and the presentation of a more factual and

narrow subject matter”.

Pendapat Wexley dan Yulk menjelaskan bahwa pelatihan dan pengembangan adalah

sesuatu yang mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan usaha-usaha berencana yang

18
dilaksanakan untuk mencapai pengusaan keterampilan, pengetahuan, dan sikap

karywan/pelaku usaha dalam anggota organisasi. Pengembangan lebih difokuskan pada

peningkatan keterampilan dalam mengambil keputusan dan hubungan manusia (human

relations).8

Menurut Carrel dkk, tujuan umum pelatihan dan pengembangan bagi karyawan atau

pelaku usaha adalah:9

a. Meningkatkan kinerja (improve performance). Karyawan yang kinerjanya kurang

memuaskan kerena minimnya kecakapan merupakan target utama dalam program

pelatihan dan pengembangan.

b. Memperbarui keterampilan karyawan (update employee’s skill). Manajer diharuskan

tangkap pada perkembangan teknologi yang akan membuat fungsi organisasinya lebih

efektif. Perubahan teknologi berarti perubahan lingkup pekerjaan yang menandakan

bahwa harus adanya pembaruan pengetahuan yang telah sebelumnya.

c. Menghindari keusangan manajerial (avoid managerial absolescence). Banyak ditemukan

sebagai kegagalan alam mengikuti proses dan metode baru. Perubahan teknis dan

lingkungansosial yang cepat berpengaruh pada kinerja. Bagi karyawan yang gagal

menyesuaikan diri maka apa yang mereka miliki sebelumnya menjadi „usang‟.

d. Memecahkan permasalahan organisasi (solve organizational problems). Di setiap

organisasi tentulah banyak sekali konflik yang terjadi dan pastinya dapat diselesaikan

dengan beragam cara. Pelatihan dan pengembangan memberikan keterampilan kepada

karyawan guna mengatasi konflik yang terjadi.

e. Mempersiapkan diri untuk promosi dan sukses manajerial (preparefor promotion, and

managerial succession). Hal ini penting guna menarik, mempertahankan dan memotivasi

8
Wexley & Yulk, Pelatihan dan Pengembangan: Sumber Daya Manusia, Bandung: Mandar Maju,
1991, hal. 61
9
Ibid, hal. 20

19
karyawan yaitu: dengan program pengembangan karier. Dengan mengikuti program

pelatihan dan pengembangan keryawan dapat memperoleh keterampilan-keterampilan

yang diperlukan untuk promosi, dan memudahkan dalam perpindahan untuk tanggung

jawab yang lebih tinggi.

f. Memenuhi kebutuhan kepuasan pribadi (satisfy personal growth needs). Banyak

karyawan yang berorientasi lebih kepada prestasi dan butuh tantangan baru pada

pekerjaannya.

Tujuan pelatihan dan pengembangan yang dilakukan oleh perusahaan adalah untuk

meningkatkan produktivitas, kualitas, mendukung perencanaan SDM, meningkatkan moral

anggota, memberikan kompensasi yang tidak langsung, meningkatkan kesehatan dan

keselamatan kerja, mencegah kadaluarsa kemampuan dan pengetahuan personel,

meningkatkan perkembangan kemampuan SDM.

Indikator pelatihan terbagi atas lima antara lain: Analisis kebutuhan, merencanakan

intruksi, validasi, menerapkan program, dan evaluasi sebagai berikut:

1. Analisis Kebutuhan, yaitu mengetahui keterampilan kerja spesifik yang dibutuhkan,

menganalisis keterampilan dan kebutuhan calon pelaku usaha yang akan dilatih,

kemudian mengembangakan pengetahuan khusus yang terukur serta tujuan prestasi.

2. Merencanakan Intruksi, yaitu memutuskan, menyusun, dan menghasilkan isi program

pelatihan, termasuk buku kerja, latihan, dan aktivitas; yang menggunakan teknik seperti

yang telah dibahas dalam bab ini, dengan pelatihan kerja langsung dan mempelajarinya

dibantu dengan computer.

3. Validasi, yaitu di mana orang-orang yang terlibat membuat sebuah program pelatihan

dengan menyajikannya kepada beberapa pemirsa yang dapat mewakili.

4. Menerapkan Program, yaitu dengan melatih karyawan atau pelaku usaha yang

ditargetkan.

20
5. Tindak lanjut, dimana manajemen menilai keberhasilan atau kegagalan dalam program

usaha yang digeluti.10

2. Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memiliki definisi berbed-beda yang

dikeluarkan oleh beberapa instansi pemerintah yaitu:

1. Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Usaha Kecil (Termasuk

Mikro) merupakan entitas usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.

200.000.000. Di dalamnya tidak termasuk tanah dan bangunan tempat uaha, dan

memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha

Menengah adalah entitas usaha milik warga Negara Indonesia yang memiliki kekayaan

bersih lebih besar dari Rp. 200.000.000 hingga Rp. 1.000.000.000, tidak termasuk tanah

dan bangunan

2. Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UMKM berdasarkan kuantitas tenaga

kerja. Usaha Kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5

hingga 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitas usaha yang memiliki

tenaga kerja 20 hingga 99 orang.

3. Menurut Keputusan Mentri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994, pada tanggal 27

Juni 1994, Usaha Kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah

melakukan kegiatan, dengan penjualan tahun setinggi-tinggihnya Rp. 600.000.000 atau

asset/aktiva setinggi-tinggihnya Rp. 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang

ditempati). Usaha Kecil tersebut terdiri dari:

4. Badan usaha, termasuk di dalamnya Fa/Firma, CV, PT, dan koperasi.

10
Gary Dessler, Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Ke-10, PT. Indeks, Jakarta Barat: 2010, hlm.
281

21
5. Perorangan, yang termasuk perorangan di sini adalah pengrajin/industri rumah

tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang

dan jasa.

4. Word Bank (Bank Dunia) meiliki definisi tersendirimengenai UMKM, dimana

definisinya sebagai berikut:

1) Medium Enterprise (Usaha Menengah). Usaha ini memiliki kriteria jumlah karyawan

maksimal 300 orang, mempunyai pendapatan sebesar hingga US$ 15 Juta; serta

memiliki jumlah asset hingga sejumlah US$ 15 Juta.

2) Small Enterprise. Usaha ini memiliki kriteria jumlah karyawan kurang dari 30 orang,

dimana pendapatan selama setahun tidak melebihi US$ 3 Juta, dan memiliki total

asset tidak melebihi US$ 3 Juta.

3) Micro Enterprise. Usaha ini memiliki criteria jumlah karyawan kurang dari 10 orang,

dimana pendapatan setahun tidak melebihi US$ 100 ribu, seangkan jumlah asset

tidak melebihi US$ 100 ribu.11

Adapun difinisi atau kriteria UMKM berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang berlaku saat ini

didasarkan kepada nilai kekayaan bersih dan nilai hasil penjualan sebagaimana pada tabel

2.14 sebagai berikut:

Tabel 2.14: Definisi atau Kriteria UMKM

Skala Usaha Kriteria

Usaha Mikro  Memiliki kekayaan bersih maksimal Rp. 50 juta (tidak termasuk

tanah dan bangunan tempat usaha)

 Memiliki hasil penjualan tahunan sampai dengan Rp. 300 juta

Usaha Kecil  Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50 juta sampai dengan

11
Solehuddi Murpi, Op CIT, hal.1

22
Rp. 500 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha)

 Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300 juta sampai

dengan Rp. 2,5 milyar

Usaha Menengah  Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500 juta sampai dengan

Rp. 10 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha)

 Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2,5 miliar

sampai dengan Rp. 10 milyar

Dilihat dari karakteristiknya, beberapa studi menunjukan bahwa usaha mikro, usaha-

usaha kecil, dan menengah memiliki karakteristik yang berbeda sehingga perlu dilakukan

pemisahan pengelompokan ketiga jenis usaha tersebut, terutama untuk kebutuhan pemberian

jenis bantuan atau pembinaan yang diperlukan oleh masing-masing usaha. Secara umum,

usaha kecil dan menengah memiliki kemampuan yang lebih baik dari usaha mikro, terutama

dalam menciptakan kesempatan kerja. Perusahaan-perusahaan dengan skala usaha kecil dan

menengah pada umumnya memiliki potensi yang besar dalam pertumbuhan tenaga kerja

karena potensinya untuk memperluas usahanya cukup besar, dan usaha menengah dipandang

sebagai cikal bakal atau embrio dari usaha besar. Di lain pihak usaha mikro, umumnya

dengan tingkat pertumbuhan yang relatif terbatas, dari waktu ke waktu hampir jarang yang

berkembang menjadi usaha kecil dan menengah. Aspek lain, yang dapat diketahui dari

karakteristik UMKM, adalah bahwa usaha mikro dan kecil, biasanya memberikan kontribusi

utama dalam penghasilan rumah tangga, pemilikan perusahaan secara pribadi, belum

memiliki struktur organisasi dan perencanaan yang memadai, tingkat pendidikan dan kualitas

23
tenaga kerja yang relatif rendah, dan dalam pengelolaan perusahaan masih menggunakan

teknologi sederhana (penelitian Biro Kredit, Bank Indonesia 2005)12.

3. UMKM Sebagai sektor Penggerak Ekonomi Desa

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah penggerak dapat diartikan sebagai

orang yang menggerakan atau alat yang menggerakkan13. Sedangkan dalam Apaarti.com

penggerak memiliki dua arti. Penggerak berasal dari kata dasar gerak. Penggerak adalah

sebuah homonim karena arti-artinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya

berbeda. Penggerak memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda

sehingga penggerak dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan

segala yang dibendakan14. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penggerak merupakan

sesuatu yang dapat menggerakkan.

Konsep ekonomi masyarakat atau rakyat dalam konteks permasalahan sederhana,

ekonomi rakyat merupakan strategi “bertahan hidup” yang dikembangkan oleh penduduk

masyarakat miskin baik di kota maupun di desa-desa15. Meningkatkan kesejahteraan,

ekonomi merupakan kegiatan dalam pemberdayaan di masyarakat. Ekonomi dapat diartikan

sebagai upaya dalam mengelola rumah tangga. Tujannya adalah untuk kebutuhan hidup

melalui tiga kegiatan utama yaitu Produksi, distribusi, dan konsumsi. Pemenuhan hidup

dengan kendala terbatasnya sumber daya, erat kaitannya dengan upaya meningkatkan

kemakmuran dan kesejahteraan.16

Produksi, distribusi, dan konsumsi, merupakan rangkaian kegiatan yang berlangsung

secara terus menerus dan sering disebut sebagai proses yang berkesinambungan. Proses ini

12
Abdul Aziz, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah Op Cit, hal.3-5
13
https://kbbi.web.id/gerak
14
https://www.apaarti.com/penggerak.html
15
Mubyarto, Ekonomi Rakyat dan Program IDT, (Yogyakarta: Aditya Media,1996), hal. 4
16
Gunawan Sumodiningrat, Membangun Perekonomian Rakyat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998),
hal. 24

24
berjalan secara alamiah sejalan dengan perkengembangan masyarakat dibidang sosial,

ekonomi, budaya dan politik. Secara ekonomi, proses alamiah yaitu bahwa yang

menghasilkan (produksi) harus menikmati (konsumsi), dan sebalikna yang menikmati harus

menghasilkan.17

Dengan demikian penggerak ekonomi masyarakat adalah kegiatan ekonomi yang

dilakukan oleh masyarakat yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya apapun yang

dapat dikuasainya, dan ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya.18

Upaya pembangunan ekonomi masyarakat mengarah pada perubahan struktur yaitu

memperkuat kedudukan dan peran ekonomi rakyat dalam perekonomian nasional.

Dalam konteks ekonomi masyarakat desa, Setidaknya dikenal dua pendekatan teori

pertumbuhan ekonomi. Pertama, berpandangan bahwa pertumbuhan ekonomi desa akan

berjalan maksimal jika kondisi tenaga kerja berada dalam kondisi penuh. Posisi pemerintah

dalam hal ini menjamin kemanan dan ketertiban serta memberikan kepastian hukum bagi

para pelaku ekonomi desa. Berarti posisi sumber daya desa, secara spesifik tenaga kerja

mendapatkan tempat utama dalam proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di

wilayahnya. Kedua, berpandangan bahwa pertumbuhan ekonomi desa dipengaruhi oleh

persediaan faktor-faktor produksi, akumulasi modal serta tingkat kemajuan teknologi di desa

tersebut. Varian lain adalah pertumbuhan jalur cepat. Secara ringkas teori ini mengatakan

bahwa setiap desa perlu melihat sektor atau komoditas apa yang memiliki potensi besar dan

dapat dikembangkan dengan cepat.19 Karena itu, teori basis dan non basis menjadi penting

untuk dilakukan. Menurut teori ini, bila fokusnya adalah desa, maka sektor basis adalah

sektor yang berorientasi ke luar desa. Menurut pandangan ini, semakin banyak barang yang

diproduksi dan di jual ke desa/luar desa lain maka akan semakin maju pertumbuhan ekonomi

17
Ibid
18
Mubyarto, Ekonomi Rakyat dan Program IDT, (Yogyakarta: Aditya Media, 1996), hal. 1
19
Moh. Ikhsan, Kerangka Gagasan Potensi Ekonomi Desa, http://www.berdesa.com/kerangka-
gagasan-potensi-ekonomi-desa/

25
di desa tersebut. Sementara itu, sektor non basis adalah sektor yang menyediakan barang dan

jasa untuk masyarakat di dalam batas wilayah perekonomian desa tersebut. Ruang lingkupnya

bersifat lokal. Jadi sektor non basis ini mempunyai orientasi yang berbeda dengan sektor

basis. Sektor non basis ini lebih ke dalam.20

Selanjutnya untuk menentukan kriteria basis dan non basis di sebuah wilayah, digunakan

analisis Location Quotion (LQ). Dalam teknik LQ ini menerangkan bahwa pada intinya arah

pertumbuhan suatu desa ditentukan oleh distribusi suatu desa ke luar wilayahnya. Teknik LQ

ini dapat membagi kegiatan ekonomi suatu desa menjadi dua golongan yaitu sebagai berikut :

1. Kegiatan produksi yang melayani pasar di desa itu sendiri maupun di luar desa yang

bersangkutan dengan produksi basis

2. Kegiatan ekonomi atau produksi yang melayani pasar di desa tersebut yang dinamakan

produksi non basis.

Dengan demikian dapat ditemukan sebuah pergeseran hasil pembangunan ekonomi

desa disebuah wilayah. Pertanyaan-pertanyaan apakah kemajuan pembangunan di satu desa

lebih lambat atau lebih cepat dibandingkan dengan desa lainnya dalam satu wilayah, dapat

terjawab oleh analisis ini.

4. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai acuan utama dan pembanding,

diantaranya: Penelitian Idris dan Sijabat (2011) menemukan bahwa potensi/unggulan

komuditas seperti sapi dan jagung perlu dikembangkan dalam peningkatan peran KUMKM di

kawasan perbatasan Kabupaten Belu (NTT), disamping itu, juga berhasil memetakan peran

koperasi kecil dalam pemberdayaan kawasan perbatasan, merancang model yang diharapkan

20
Arsyad (2002) dalam Moh. Ikhsan, Kerangka Gagasan Potensi Ekonomi Desa,
http://www.berdesa.com/kerangka-gagasan-potensi-ekonomi-desa/

26
untuk peningkatan share KUMKM kawasan perbatasan dalam jangka waktu 5 tahun

kedepan.21 Kusdiana dan Gunardi (2014) menemukan bahwa potensi produk unggulan

UMKM di setiap sektor setelah dilakukan analisis AHP berdasarkan kriteria keunikan,

potensi pasar, dan manfaat ekonomi, maka dapat diidentifikasi potensi produk unggulan

UMKM prioritas adalah manggis, pengolahan logam, dan jasa perbengkelan.22 Chabib, dkk

(2016) mengungkap bahwa berbagai masalah seperti fasilitas terbatas dalam proses produksi

sehingga tidak dapat menghasilkan banyak produk dalam jumlah maksimum; tidak bisa

menjual produk mereka di pasar karena keterbatasan keterampilan dan sosialisasi produk.

Dengan masalah ini peneliti melakukan program untuk pengadaan peralatan yang dibutuhkan

dan mentoring motivasi kewirausahaan, peningkatan kualitas produk, kemasan produk,

kualitas kemasan, jaringan dan kerjasama. Program ini dilakukan dengan cara melakukan

pendampingan inovasi kualitas produk; perbaikan manajemen UKM; pengenalan pembuatan

website dan pelatihan pemasaran melalui media online.23 Rezki (2014) menunjukkan bahwa

pemberdayaan yang dilakukan pemerintah daerah seperti permodalan, pelatihan, pemasaran,

sarana prasarana, dan iklim usaha yang kondusif dapat mengatasi berbagai permasalahan

yang dihadapi UMKM, menjadikan usaha yang tangguh, mandiri, berdaya saing tinggi,

berkembang secara berkelanjutan, dan memberikan andil dalam perekonomian daerah.24

Widiastuti (2014) menunjukkan faktor kondisi dan peran pemerintah mempunyai pengaruh

21
Indra Idris dan Saudin Sijabat, Model Peningkatan Peran KUMKM Dalam Pengembangan Komoditas
Unggulan Di Kawasan Perbatasan, Jurnal Pengkajian KUKM, Volume 6 - September 2011 : 89 - 123
22
Dikdik Kusdiana dan Ardi Gunardi, Pengembangan Produk Unggulan UMKM Kabupaten Sukabumi.
Trikonomika, Volume 13, No. 2, Desember 2014, Hal. 153–171
23
Lutfi Chabib, Yosi Febrianti, Abdul Hakim, Muhammad Safarullah, Bambang Subekti. Pemberdayaan
Dan Pengembangan UKM Sebagai Penggerak Ekonomi Desa (Desa Harjobinangun, Pakem, Sleman, Di
Yogyakarta). AJIE - Asian Journal of Innovation and Entrepreneurship (e-ISSN: 2477- 0574 ; p-ISSN: 2477-
3824) Vol. 01, No. 03, September 2016
24
Ortina Rezki, Analisis Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Sebagai Penggerak
Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Studi kasus pada Kota Mojokerto). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawitjaya, Vol. 2 No. 2. (2014). http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb

27
yang kuat sebagai faktor keunggulan kompetitif pengembangan sapi potong di Kabupaten

Gorontalo.25

25
Rini Widiastuti. Strategi Pengembangan Sapi Potong di Kabupaten Gorontalo, (Bogor: Tesis, Sekolah
Pascasarjana IPB, 2014)

28
BAB III
PELAKSANAAN PENGABDIAN BERBASIS RISET

Kegiatan pengabdian berbasis riset dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu tahap Focus

Group Discussion (FGD), tahap pelatihan, dan tahap rencana tindak lanjut (RTL), ketiga

tahap ini akan diurai sebagaimana berikut:

A. Tahap Pelaksanaan FGD

Sekarang ini, usaha ternak sapi potong sudah menyebar ke beberapa daerah diluar jawa.

Perkembangan usaha sapi potong dalam bentuk penggemukan sapi (Feedloot) didorong oleh

permintaan daging yang terus menerus meningkat dari tahun ke tahun. Bentuk usaha ternak

sapi potong ini bisa dilakukan secara perorangan maupun dalam bentuk perusahaan dalam

Pembukaan FGD oleh Sekretaris LP2M IAIN Gorontalo

skala besar, namun ada juga yang mengusahakan penggemukan sapi ini secara berkelompok.

Salah satu daerah yang menjadi potensi utama menjadi pusat usaha ternak sapi dalam

pengembangan sapi lokal adalah Kabupaten Gorontalo. Daerah ini memiliki potensi yang

cukup besar di jadikan sebagai salah satu wilayah untuk pengembangan sapi potong. Akan

tetapi sampai saat ini pengembangan dan pembinaan usaha ternak sapi potong di Kabupaten

Gorontalo khususnya Desa Pulubala belum dilaksanakan secara optimal. Padahal inpra

29
struktur seperti kandang dan fasilitasnya cukup tersedia di Desa Pulubala tetapi tidak

diberdayakan oleh masyarakat setempat diakibatkan oleh beberapa persoalan seperti:

1. Masalah teknis pelaksanaan

2. Masalah kesehatan (penyakit)

3. Masalah lingkungan

4. Masalah Pendidikan dan keterampilan masyarakat

5. Masalah Ketersediaan bibit yang tidak memadai

6. Masalah Pakan

7. Masalah Modal yang terbatas

8. Masalah kelembagaan (Kelompok usaha peternakan sapi)

9. Belum maksimalnya usaha untuk mengambil kesempatan mengambil peluang

memperoleh nilai tambah dari rantai peternakan sapi potong untuk

memproduksi daging sapi untuk keperluan dalam negeri maupun ekspor

10. Jaringan pemasaran produk sapi potong yang belum mantap

Persoalan-persoalan ini terungkap dalam kegiatan FGD yang dilaksanakan pada

tanggal 16 November 2018 di Aula Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten

Gorontalo yang dihadiri beberapa unsur diantaranya akademisi (peneliti), pemerintah,

praktisi, tokoh masyarakat, dan pelaku ternak. Adapun peserta FGD tersebut dirinci

sebagaimana tabel berikut:

30
Tabel 3.1: Daftar Nama-nama Peseta FGD

No Nama Unsur
1 Muhdar HM Peneliti
2 Sudirman Peneliti
3 Sulaiman Ibrahim Akademisi (Sekretaris LP2M)/Moderator
4 Roni Mohamad Praktisi UMKM/Narasumber
5 Femmy Wati umar Kadis Peternakan dan Kesehatan Hewan/Narasumber
6 Jayadi Y. Ibrahim Ketua Bangar DPRD Kab. Gorontalo/Narasumber
7 Hamzah Dunggio Sekdes Pulubala
8 Ramli Rivai Kadus 1 Desa Pulubala
9 Hamzah Bay Kadus 5 (Bantula) Desa Pulubala
10 Yunus Ali Kadus 4 (Tomula) Desa Pulubala
11 Amran Pakaya Kadus 2 Desa Pulubala
12 Hapsa Pakaya Kadus 3 Desa Pulubala
13 Atino Mohamad Kadus Gunung Potong Desa Pulubala
14 Lestari Sugio Asih BPD Desa Pulubala
15 Sidik Antu Peternak Desa Pulubala
16 Femi Yusuf Peternak Desa Pulubala
17 Zulkarnain Ismail Peternak Desa Pulubala
18 Mukrin Dukalang Peternak Desa Pulubala
19 Fatma I. Hasan Peternak Desa Pulubala
20 Hamidah Mooduto Peternak Desa Pulubala
21 Ismail Yunus Peternak Desa Pulubala
22 Yulin Ali Peternak Desa Pulubala
23 Fatma Daud Peternak Desa Pulubala
24 Yance Harun Peternak Desa Pulubala
25 Hardiyanti Dunggio Peternak Desa Pulubala
26 Leni Akuba Peternak Desa Pulubala
27 Yanti N. Tue Peternak Desa Pulubala
28 Happy Mohamad Peternak Desa Pulubala
29 Hestin Ayuba Peternak Desa Pulubala
30 Retni A. Podu Peternak Desa Pulubala

Berdasarkan persoalan-persoalan yang muncul dalam FGD sebagaimana disebutkan

diatas, disimpulkan/disepakati bahwa hal yang menjadi prioritas untuk segera di lakukan oleh

para peternak di Desa Pulubala untuk mengatasi persoalan di atas adalah: Pertama,

pembentukan lembaga/kelompok peternak sebagai wadah dalam menyahuti beberapa

peluang mendapatkan bantuan baik berupa pembiayaan/modal maupun dalam bentuk bibit

ternak sapi yang telah disiapkan pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi bahkan Bank

Indonesia Cabang Gorontalo; Kedua, memberikan pelatihan tentang bagaimana menyusun

31
proposal permohonan bantuan pembiayaan modal usaha; Ketiga, memberikan pelatihan

teknis beternak sapi yang baik, Keempat, memberikan pendampingan secara

berkesinambungan, baik dari perguruan tinggi (sebaiknya pemerintah memediasi) maupun

lembaga-lembaga bentukan pemerintah. Kelima, sebaiknya pemerintah memfasilitasi

peternak untuk memasarkan produksi sapi potong yang di produksi oleh kelompok peternak

baik dalam negeri mapun ekspor.

B. Tahap Pelaksanaan Pelatihan

Kegiatan pelatihan diberikan kepada komunitas UMKM ternak sapi potong dengan

tujuan mendorong pengembangan usaha kecil peternakan sapi potong sehingga mampu

meningkatkan produksi daging sapi dalam rangka memenuhi kebutuhan daging di Provinsi

Gorontalo khususnya dan Indonesia pada umumnya, dan mampu meningkatkan lapangan

kerja serta meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitarnya. Sedangkan materi pelatihan

disusun berdasarkan hasil focus group discussion (FGD). Hasil FGD menunjukkan bahwa

kurangnya modal untuk mengembangkan usaha merupakan salah satu persoalan penting dari

sekian banyak problem yang harus diselesaikan oleh komunitas peternak sapi potong di Desa

Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo. Karena itu, dalam FGD tersebut

ditemukan bahwa materi prioritas yang harus diberikan pada kegiatan pelatihan adalah

bagaimana komunitas peternak sapi potong mampu menyusun suatu draft proposal bantuan

pembiayaan/modal usaha.

32
Materi ini, merupakan rencana tindak lanjut (RTL) dari focus group discussion

(FGD). Peneliti sadari bahwa keterbatasan pendidikan dan keterampilan masyarakat

setempat membuat mereka tidak berdaya untuk memanfaatkan potensi desa setempat.

Dengan pelatihan ini diharapkan memiliki peran penting dalam pengembangan usaha

peternakan/UMKM ternak sapi potong.

Kegiatan pelatihan ini dilaksanakan pada tanggal 18 – 19 November 2019 yang

diikuti oleh para komunitas UMKM ternak sapi potong yang berada pada Desa Pulubala

Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo. Adapun materi yang disampaikan yaitu tentang

penyusunan proposal pengajuan permohonan bantuan pendanaan untuk pengembangan

UMKM ternak sapi potong. Dan para peserta sangat antusias dalam mengikuti kegiatan ini.

Kegiatan ini diawali dengan penyampaian materi kemudian dibuat kelompok-kelompok kecil

dan langsung mempraktikkan materi yang sudah disampaikan.

Peserta Mengisi Instrumen Penelitian Pemateri memebrikan contoh penyusunan anggaran

C. Tahap Pelaksanaan Tindak Lanjut (Pendampingan)

Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari pelatihan, dimana peneliti melakukan dua

tahap pendampingan yaitu: pertama, melakukan pendampingan peyusunan draf proposal

bantuan pembiayaan/modal hingga layak untuk diajukan; kedua, mendampingi komunitas

peternak sapi untuk melakukan audiensi dengan Bupati Kabupaten Gorontalo dan Ketua

33
Komisi Anggaran DPRD Kabupaten Gorontalo sekaligus menyerahkan proposal bantuan

yang telah disusun. Hasil audiensi tersebut adalah:

5. Bapak bupati akan memberikan bantuan ternak sapi untuk setiap kelompok peternak

di Tahun 2019, dan

6. Komisi anggaran DPRD Kabupaten Gorontalo akan memeberikan bantuan 10 ekor

sapi untuk satu kelompok tani-ternak di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala

Kabupaten Gorontalo.

34
BAB IV

DISKUSI KEILMUAN

Pada bagian ini menjawab beberapa rumusan masalah yang telah diajukan sebagaimana

pada bab I diatas, yaitu:

A. Problematika Pengembangan UMKM Ternak Sapi Potong di Desa Pulubala

Sesungguhnya, tersedianya sarana seperti kandang dan lokasi yang disiapkan oleh pemerintah

di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo dapat menjadi motivasi bagi

komunitas peternak sapi potong untuk meningkatkan produksinya, hanya saja sarana tersebut

tidak digunakan. Dalam kaitan dengan ini, terdapat beberapa problematika peternak sapi

potong dalam rangka pengembangan UMKM ternak sapi potong di Desa Pulubala

Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo

Berdasarkan hasil FGD bahwa di lapangan, walaupun kandang ternak tersedia bukan

berarti tidak memiliki sejumlah problem. Justru tidak digunakan sarana tersebut, karena

komunitas ternak sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo

menghadapi problem, diantaranya adalah sulitnya mendapatkan bibit, masalah teknis

pelaksanaan peternakan, masalah kesehatan/penyakit ternak, masalah lingkungan, pendidikan

35
dan keterampilan peternak, pakan, modal, kelembagaan, belum maksimalnya usaha untuk

mengambil kesempatan mengambil peluang memperoleh nilai tambah dari rantai peternakan

sapi potong untuk memproduksi daging sapi untuk keperluan dalam negeri maupun ekspor,

dan jaringan pemasaran produk sapi potong yang belum mantap.26

Dari fenomena problematika yang dihadapi peternak tersebut diatas dapat

dikelompokkan menjadi beberapa kelompok problem, yaitu: problem kebijakan, permodalan,

kelembagaan, SDM.

B. Potensi Pengembangan Ternak Sapi Potong Desa Pulubala

Potensi pengembangan UMKM ternak sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala

Kabupaten Gorontalo sangat potensial untuk dikembangkan karena beberapa hal:

1. Sumber Daya Ternak

Jumlah populasi ternak memperlihatkan peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data

tahun 2016, terlihat bahwa jumlah ternak sapi potong di Kabupaten ini adalah 81.588 ekor.

Populasi ternak sapi potong di Kabupaten Gorontalo hingga tahun 2016 mengalami

peningkatan, dapat dilihat pada Tabel 2. Dari tabel ini terlihat bahwa populasi sapi potong di

Kabupaten Gorontalo selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Tabel 4.1: Populasi Ternak Sapi Potong Kab. Gorontalo menurut Kecamatan
Kecamatan Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Batudaa Pantai 1.031 1.187 1.352

Biluhu 798 954 1.119

Batudaa 1.372 1.528 1.693

Bongomeme 5.584 5.740 5.905

Tabongo 3.905 4.061 4.226

26
Hasil diskusi dengan peserta FGD (akademisi/peneliti, pemerintah, praktisi, tokoh masyarakat, dan
pelaku ternak) tanggal 16 November 2018 di Balai Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten
Gorontalo

36
Dungaliyo 4.474 4.630 4.795

Tibawa 8.163 8.319 8.484

Pulubala 8.087 8.243 8.409

Boliyohuto 5.824 5.980 6.145

Mootilango 7.727 7.883 8.048

Tolangohula 6.166 6.322 6.487

Asparaga 3.795 3.951 4.116

Bilato 1.739 1.895 2.060

Limboto 4.241 4.397 4.562

Limboto Barat 5.807 5.963 6.129

Telaga 1.924 2.080 2.245

Telaga Biru 3.165 3.321 3.486

Tilango 816 972 1.137

Talaga Jaya 869 1.025 1.190

Jumlah 75.487 78.451 81.588


Sumber: BPS Kabupaten Gorontalo (diolah) 2018

Umumnya sapi potong yang dipelihara di Kabupaten Gorontalo adalah Sapi local dan

Sapi Bali. Populasi ternak sapi potong menyebar secara merata di semua kecamatan yang ada

di Kabupaten Gorontalo yaitu Kecamatan Batuadaa Pantai, Kecamatan Biluhu, Kecamatan

Batudaa, Kecamatan Bongomeme, Kecamatan Tabango, Kecamatan Dungaliyo, Kecamatan

Tibawa, Kecamatan Pulubala, Kecamatan Boliyohuto, Kecamatan Mootilango, Kecamatan

Tolangohula, kecamatan Asparaga, Kecamatan Bilato, Kecamatan Limboto, Kecamatan

Limboto Barat, Kecamatan Telaga, Kecamatan Telaga Biru, Kecamatan Tilango, dan

Kecamatan Telaga Jaya dan Kecamatan yang memiliki populasi terbesar adalah Kecamatan

Tibawa sebanyak 8.163 (2014); 8.319 (2015); dan 8.484 (2016) ekor.

Sebagai salah satu daerah yang berpotensi sebagai pengembangan agribisnis (sentra

produksi) sapi potong, Kabupaten Gorontalo memiliki populasi ternak terbesar di Provinsi

Gorontalo. Populasi sapi mengalami peningkatan setiap tahun. Hal ini disebabkan oleh

37
peningkatan kelahiran ternak (melalui program Kawin Alam). Disamping itu, kenaikan

tersebut terjadi karena menurunnya angka kematian ternak.

2. Sumber Daya Lahan

Sebagai daerah yang sebagian besar masyarakatnya berusaha di sektor pertanian, Kabupaten

Gorontalo dengan potensi sumber daya alam dan keanekaragaman hayati merupakan daerah

agraris yang menjadikan sektor pertanian memiliki keunggulan komparatif yang tinggi pula.

Potensi dan keunggulan komparatif ini perlu dikembangkan dengan keunggulan kompetitif

melalui pengembangan system dan usaha yang akan menghasilkan produk dan jasa pertanian

yang memiliki daya saing tinggi.

Pembangunan peternakan merupakan upaya terencana untuk mengubah usaha

peternakan dengan berbagai keterbatasan, kendala dan permasalahanya menjadi usaha yang

andal dan tangguh dalam perekonomian masyarakat. Pembangunan peternakan tidak hanya

meliputi pembangunan fisik dan prasarana, tetapi juga aspek sumberdaya manusia,

kelembagaan dan teknologi.

Pembangunan peternakan di Kabupaten Gorontalo memerlukan program yang

terencana dan berkesinambungan untuk mempercepat dan memberdayakan usaha peternakan

dari usaha yang bersifat tradisional sampai semi intensif menjadi usaha yang intensif dan

berorientasi pada agribisnis. Program pembangunan peternakan pada hakekatnya adalah

rangkaian upaya untuk memfasilitasi, melayani dan mendorong berkembangnya system dan

usaha peternakan yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan desentralistis untuk

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Upaya ini menghendaki adanya

dukungan prasarana dan sarana yang memadai, SDM yang mengetahui dan mampu

mengaplikasikan teknologi peternakan secara efisien dan efektif, kelembagaan usaha yang

38
baik dan kokoh serta dukungan teknologi aplikasi yang sesuai dengan kondisi dan

karakteristik peternakan yang diusahakan oleh masyarakat.

Aktifitas penduduk secara langsung ikut mempengaruhi lingkungan sekitar melalui

kegiatan pemanfaatan lahan, selain itu setiap penggunaan lahan memiliki faktor pembatas

seperti kemiringan lahan, kepekaan jenis tanah terhadap erosi dan lain sebagainya yang

apabila melewati ambang batas dapat mengganggu fungsi lingkungan. Luas wilayah

Kabupaten Gorontalo adalah 120.534 Ha, lahan kering 77,64 % sedangkan lahan sawah

22,19 % dan lahan penggembalaan 0,17 %. Data produksi segar hijauan rumput menunjukan

bahwa jumlah produksi rumput segar tertinggi pada lahan kering 1.450.521 ton atau 76,15 %,

lahan sawah 449.266 ton atau 23,59 % dan lahan penggembalaan 5.067 ton atau 0,27 %.

Jumlah produksi segar rumput tertinggi di Kec. Pulubala 265.045 ton, Kec.

Tolangohula 231.721 ton dan Kec. Bongomeme 187.567 ton, sedangkan produksi rendah di

Kec. Telaga Jaya dan Tilanggo 7.612 ton dan 4.728 ton. Data produksi rumput kering

diketahui bahwa produksi lahan kering 196.522 ton atau 66.74 %, lahan sawah 97.073 ton

atau 32.97 % dan lahan penggembalaan 867 ton atau 0.29 %. Produksi tertinggi di Kec.

Tolangohula 38.768 ton, Kec. Pulubala 36.389 ton dan Kec. Mootilango 28.982 ton,

sedangkan yang rendah di Kec. Telaga Jaya dan Tilango 1.452 ton dan 641 ton. Tingginya

kadar air rumput segar menyebabkan selisih berat rumput kering pada lahan penggembalaan,

lahan sawah, lahan kering.

Produksi bahan kering (BK), di Kabupaten Gorontalo 221.644 ton. Lahan kering

159.089 ton atau 71,95 %, lahan sawah 62.041 ton atau 27,82 % dan lahan padang

penggembalaan 533 ton atau 0,24 %. Jumlah produksi bahan kering rumput tertinggi di Kec.

Pulubala 29.238 ton, Kec. Tolangohula 28.015 ton, Kec. Bongomeme 21.153 ton. Kec.

Mootilango 21.076 ton dan Kec. Tibawa 20.916 ton, sedangkan produksi terendah di Kec.

Telaga Jaya 983 ton dan Kec. Tilango 519 ton. Sementara itu, daya dukung hijauan rumput

39
berdasarkan bahan kering rumput tiap jenis lahan adalah lahan kering 139.552 ST (satuan

ternak) atau 71,95 %, lahan sawah 54.422 ST atau 27,82 %, dan lahan penggembalaan 468

ST atau 0,24 %, daya dudung hijauan rumput. Nilai daya dukung hijauan rumput tertinggi di

Kec. Pulubala 25.648 ST, Kec. Tolangohula 24.574 ST, Kec. Bongomeme 18.556 ST, Kec.

Mootilango 18.488 ST, dan Kec. Tibawa 18.348 ST, sedangkan Nilai daya dukung hijauan

rumput terendah di Kec. Tilango 455 ST, Telaga Jaya 863 ST dan Batudaa Pantai 3.416 ST.

Tinggi rendahnya daya dukung hijauan rumput di Kabupaten Gorontalo dipengaruhi oleh luas

area lahan dan produksi rata-rata bahan kering hijauan rumput.27

Indeks daya dukung pakan dengan diklasifikasi dengan kriteria: sangat kritis < 2,

kritis 2-3, rawan >3-4, aman>4-5, dan sangat aman >5 (Ashari, 2005). Indeks dan katagori

daya dukung hijauan rumput berdasarkan bahan kering terlihat bahwa satu Kecamatan di

Kabupaten Gorontalo yakni Tolangohula memiliki indeks daya dukung 9,15 dengan kategori

sangat aman. Kecamatan ini tidak memiliki lahan penggembalaan, tetapi produksi hijauan

rumput lahan kering dan lahan sawah sangat tinggi. Kecamatan yang terkatagori aman

dengan nilai indeks daya dukung 4,01-4,86. Kecamatan Pulubala 4,01, Kecamatan

Boliyohuto 4,86, Kecamatan Asparaga 4,39, dan Kecamatan Limboto 4,82. Sedangkan ideks

daya dukung rawan dengan nilai antara 3,24-3,82. Kecamatan Tibawa 3,36, Kecamatan

Bilato 3,82, Kecamatan Limboto Barat 3,36. Kecamatan ini tidak memiliki lahan sawah dan

lahan penggembalaan dan lahan kering tidak terlalu luas. Indeks daya dukung Kritis dengan

nilai indeks 2,0-2,5 adalah Kec. Bongomeme 2,07, Tabongo 2,52, Mootilango 2,04, Telaga

2,46, dan Telaga Biru 2,04. Daya dukung sangat kritis dengan nilai indeks 0-1,0 terdapat di

Kec. Batudaa Pantai 1,08, Biluhu 1,8, Batudaa 0,97, Tilango 0,30, Telaga jaya 0,56,

27
Marwan, Muhammad Mukhtar, Syamsul Bahri. Potensi Dan Daya Dukung Lahan Hijauan Pakan Sapi Potong
di Kabupaten Gorontalo. Jurnal KIM Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian, issu 2, Vol. 2, 2014, hal 1 - 16

40
Dungaliyo 1,42. Kecamatan ini tidak memiliki lahan penggembalaan dan lahan sawah,

sehingga mempengaruhi daya dukung hijauan rumput di wilayah tersebut28.

Berdasarkan potensi alokasi penggunaan lahan diatas dapat disimpulkan bahwa

potensi lahan yang ada di Kabupaten Gorontalo untuk pengembangan usaha sapi potong

sangat potensial untuk usaha sapi potong ditandai dengan jumlah produksi segar, produksi

kering dan produksi bahan kering masing-masing sebesar 1.904.854 ton, 294.463 ton dan

221.664 ton, dengan produksi hijauan rumput tertinggi terdapat di Kec. Pulubala, Kec.

Tolagohula dan Kec. Bongomeme dan produksi terendah terdapat di Kec. Tilango dan

Telaga Jaya. Daya dukung hijauan rumput berdasarkan bahan kering sebesar 194.442 ST

dengan kapasitas peningkatan populasi ternak 133.093 ST. Daya dukung hijauan rumput

tertinggi terdapat di Kec. Tolangohula, Kec. Pulubala dan terendah terdapat di Kec. Batudaa.

3. Sumber Daya Kelembagaan

Dukungan lain yang dapat menunjang wilayah pengembangan usaha peternakan adalah

adanya kelembagaan ternak yang harus terus dibangun untuk dapat mendukung

pengembangan usaha sapi potong di Kabupaten Gorontalo. Kelembagaan ternak yang

mendukung adalah adanya kelompok tani ternak, lembaga pelayanan, dan programprogram

pemerintah baik pusat maupun daerah. Adapun kelompok tani ternak di Kabupaten Gorontalo

mendapatkan bantuan permodalan dan adapula berupa bakalan sapi potong, namun dalam

prakteknya bantuan tersebut belum merata pemberiannya.

C. Ternak Sapi Potong Sebagai Sektor Penggerak Ekonomi Desa Pulubala

Sektor penggerak ekonomi menjadi tulang punggung perekonomian suatu daerah (desa)

karena mempunyai keuntungan kompetitif yang cukup tinggi dibandingkan dengan sektor

28
Marwan, Muhammad Mukhtar, Syamsul Bahri. Potensi Dan Daya Dukung Lahan Hijauan Pakan Sapi Potong
di Kabupaten Gorontalo. Jurnal KIM Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian, issu 2, Vol. 2, 2014, hal 12 - 13

41
lain. Keunggulan kompetitif

menganalisis kemampuan suatu desa

untuk memasarkan produknya di luar

desa. Istilah keunggulan kompetitif

lebih mudah dimengerti, yaitu cukup

melihat apakah produk yang dihasilkan

bisa dijual di pasar di luar desa secara

menguntungkan. Hal ini tidak lagi

membandingkan potensi komoditi yang sama di suatu desa dengan desa lainya, melainkan

membandingkan potensi komoditi suatu desa terhadap komoditi semua desa pesaingnya di

pasar. Karena itu, keunggulan komparatif suatu komoditi bagi suatu desa adalah bahwa

komodoti itu lebih unggul secara relative dengan komoditi lain di desanya/daerahnya.

Pengertian unggul dalam hal ini adalah dalam bentuk perbandingan dan bukan dalam bentuk

nilai tambah riil.

Berdasarkan data yang diperoleh melalui diskusi dalam kegiatan FGD bahwa aspek

peternakan sapi potong merupakan salah komoditi unggulan Desa Pulubala Kecamatan

Pulubala Kabupaten Gorontalo setelah komuditas hasil-hasil pertanian, realitasnya bahwa

mata pencaharian kedua masyarakat desa ini adalah dari hasil-hasil ternak sapi potong.

Bahkan desa ini sebagai pasar penjualan ternak sapi potong. 29

Berdasarkan data wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan ternak sapi

potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo mampu menggerakkan

ekonomi desa karena menurut teori basis semakin banyak barang yang diproduksi dan di

jual ke desa/luar desa lain maka akan semakin maju pertumbuhan ekonomi di desa tersebut.

29
Wawancara tanggal 16 November 2018 dengan ayahanda (Kepela Desa) bersama dengan kepala-kepala
dusun/kepala lingkungan Desa Pulubala Kecematan Pulubala Kabupaten Gorontalo.

42
Dan kondisi inilah yang terjadi pada produksi ternak sapi potong di Desa Pulubala

Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo.

D. Peran Pelatihan Dalam Pengembanga UMKM Ternak Sapi Potong

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan memiliki peran penting dalam

pengembangan UMKM ternak sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten

Gorontalo. Hasil ini diketahui sebagaimana tanggapan informan penelitian bahwa variabel

pelatihan, diukur dengan menggunakan enam indikator dengan skala likert.

Pada bahasan bagian ini diarahkan untuk memberikan gambaran hasil-hasil penelitian,

terutama kaitannya dengan peran pelatihan dalam pegembangan UMKM ternak sapi potong

sebagai sector penggerak ekonomi Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo.

Pembahasan ini diawali dengan menyajikan karakteristik informan dan deskripsi tentang

peran pelatihan dalam pengembangan UMKM ternak sapi potong melalui beberpa indikator

yang dijadikan alat ukur.

a. Deskripsi Data

Informan dalam penelitian ini adalah para peternak yang menjadi peserta pelatihan yang

berjumlah 30 orang. Karakteristik informan dan deskripsi variable penelitian akan diuraikan

berikut ini.

1. Deskripsi Karakteristik Informan

Penelitian ini menjelaskan karakteristik informan pelaku UMKM ternak sapi di Desa

Pulubala Kecamatan Pulubala kabupaten Gorontalo yang didapat melalui kusioner.

Karakteristik yang dimaksud merupakan identitas dari 30 informan yang terdiri dari jenis

kelamin, tingkat pendidikan, umur, dan status perkawinan. Secara singkat karakteristik

informan akan diuraikan berikut ini.

43
1.1. Karakteristik Informan menurut Jenis Kelamin

Jenis kelamin informan perlu ditampilkan agar dapat mengetahui komposisi karyawan

berdasarkan jenis kelamin. Komposisi jenis kelamin akan dapat memberikan fakta tersendiri

apakah pelaku-pelaku ternak didominasi oleh jenis kelamin tertentu. Berdasarkan data primer

yang dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner, diperoleh profil responden menurut jenis

kelamin sebagaimana nampak dalam tabel 4.2 di bawah ini.

Penjelasan secara rinci berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-

laki responden yang diteliti yakni 63,33% sedangkan perempuan hanya 36,67%. Komposisi

ini menggambarkan bahwa pelaku ternak sapi potong di desa Pulubala Kecamatan pulubala

Kabupaten Gorontalo yang diteliti didominasi kaum laki-laki. Ini tentunya sangat membantu

pekerjaan yang lebih banyak menggunakan fisik. Disamping itu, bahwa peternak laki-laki

dalam bekerja biasanya lebih baik dalam menggunakan akal dan pikirannya dibandingkan

peternak perempuan. Kondisi ini relevan dengan teori yang dikemukakan Robbins (2003)

bahwa tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam kemampuan

memecahkan masalah, ketrampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas atau

kemampuan belajar. Namun studi-studi psikologi telah menemukan bahwa wanita lebih

bersedia untuk mematuhi wewenang dan pria lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya

daripada wanita dalam memiliki pengharapan untuk sukses. Greenberg dan Baron (2003)

menyatakan bahwa, Jnis kelamin wanita memiliki komitmen yang lebih rendah dari pada pria

yang disebabkan adanya diskriminasi di tempat kerja yang menganggap kemampuan wanita

tidak sama dengan pria sehingga kebanyakan wanita memperoleh kedudukan atau posisi yang

lebih rendah dan kurang terlibat dalam masalah-masalah organisasi. Artinya bahwa UMKM

44
ternak sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo lebih

cenderung dikerjakan kaum laki-laki.

Tabel 4.2 Karakteristik Informan Menurut Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi %


1 Laki-Laki 19 63,33
2 Perempuan 11 36,67
* Jumlah 178 100,00
Sumber: data olahan, 2018

1.2. Karakteristik Informan menurut Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah suatu unsur penting untuk menentukan kemampuan kerja dan kinerja.

Tingkat pendidikan informan dapat membantu kemampuan informan selaku peternak dalam

menyelesaikan pekerjaannya. Melalui pendidikan, maka dapat diketahui bagaimana orang

yang berbeda-beda tingkat pendidikan dapat melakukan pekerjaannya dengan baik (Robbins,

1996). Berdasarkan data primer yang dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner, diperoleh

profil informan menurut tingkat pendidikan sebagaimana nampak dalam Tabel 5.2 di bawah

ini.

Penjelasan secara rinci karateristik informan menurut tingkat pendidikan sebagaimana

pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan SD mendominasi keseluruhan

peternak di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo yang diteliti yakni

53,33%. Sedangkan prosentase tingkat pendidikan terendah SMTP dengan prosentase 3,33%.

Komposisi ini menggambarkan bahwa peternak di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala

Kabupaten Gorontalo dodominasi berpendidikan SD.

Tabel 4.3 Karakteristik Informan Menurut Tingkat Pendidikan

45
No Pendidikan Frekuensi %
1 SD 16 53,33
2 SMTP 1 3,33
3 SMTA 13 43,34
* Jumlah 30 100,00
Sumber: data olahan, 2018

1.3. Karakteristik Informan menurut Umur

Terdapat suatu keyakinan yang meluas bahwa kinerja seseorang merosot dengan makin

tuanya orang tersebut. Keterampilan seorang individu terutama kecepatan, kecekatan dan

kekuatan mengalami penurunan dengan bertambahnya usia. Kebosanan yang berlarut-larut

dan kurangnya rangsangan intelektual semuanya menyumbang pada berkurangnya kinerja

(Robbins, 1996). Berdasarkan data primer yang dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner,

diperoleh profil informan menurut umur sebagaimana nampak dalam Tabel 4.4 di bawah ini.

Penjelasan secara rinci karateristik informan menurut umur sebagaimana pada tabel

4.4 menunjukkan bahwa umur 31-40 dan 41 – 50 tahun mendominasi keseluruhan peternak

sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala kabupaten Gorontalo yang diteliti yakni

masing-masing 36,67 dan 36,67%.

Tabel 4.4 Karakteristik Informan Menurut Umur

No Umur Frekuensi %
1 20 – 30 2 6.67
2 31 – 40 11 36.67
3 41 – 50 11 36.67
4 > 50 6 20.00
* Jumlah 30 100.00
Sumber: data olahan, 2018

2. Deskripsi Peran Pelatihan dalam pengembangan UMKM Ternak Sapi Potong

46
Pembahasan pada bagian ini diarahkan untuk mendeskripsikan hasil penelitian berdasarkan

jawaban-jawaban informan pada setiap indikator penelitian. Peran Pelatihan dalam

pengembangan UMKM Ternak Sapi Potong yang diukur dengan menggunakan lima

indikator yaitu iklim usaha kondusif, bantuan modal, hasil usaha yang meningkat,

pengembangan kemitraan, dan pengembangan promosi. Dimana masing-masing indikator

berusaha mengungkap perasaan atau persepsi informan tentang pelatihan yang telah diperoleh

dalam kaitannya dengan pengembangan UMKM ternak sapi potong sebagai sektor penggerak

ekonomi desa. Indikator-indikator tersebut akan di deskripsikan menurut grafik dan analisis

statistic deskriftif.

Untuk menggambarkan peran indikator-indikator dari penelitian ini menggunakan

analisis statistik deskriptif dengan menginterpretasikan nilai rata-rata dari masing-masing

indikator pada variabel penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai

indikator apa saja yang membangun konsep model penelitian secara keseluruhan. Dasar

interpretasi nilai rata-rata yang digunakan dalam penelitian ini, mengacu pada interpretasi

skor yang digunakan oleh Steven, Jr, (2004) sebagaimana digambarkan pada tabel berikut ini:

Tabel 4.5 Dasar Interpretasi Skor Item Dalam Variabel Penelitian

No. Nilai Skor Interpretasi


1 1 - 1,8 Jelek/tidak penting
2 1,8 - 2,6 Kurang
3 2,6 – 3,4 Cukup
4 3,4 – 4,2 Bagus/penting
5 4,2 – 5,0 Sangat bagus/Sangat penting
Sumber: Modifikasi dari Steven, Jr (2004)

Selanjutnya, Deskripsi dari analisis statistik deskriptif dari masing-masing indikator

variabel dideskripsikan sebagai mana tabel 4.6 berikut:

47
Tabel 4.6: Data Deskripsi setiap Indikator

Indikator N Minimum Maximum Mean Std.Deviation


Iklim Usaha 30 3 5 4.13 .681
Bantuan Modal 30 2 5 3.83 .791
Usaha Ternak meningkat 30 2 5 3.97 .890
Terjalin kemitraan dengan pemerintah 30 2 5 4.10 .803
Promosi penjualan hasil Ternak 30 2 5 4.10 .759
Akses Informasi Peternakan 30 3 5 4.00 .788
Peran Pelatihan dalam Pengembangan
UMKM Ternak Sapi Potong di Desa 30 3 5 4.13 .507
Pulubala
Sumber: Outpu SPSS 22, diolah 2018

2.1. Deskripsi Indikator Kondusifitas Iklim Usaha

Grafik 4.1 dibawah menunjukkan dari 30 peternak sapi potong yang dijadikan informan

menyatakan bahwa 30% menyatakan sangat setuju, 53,33% menyatakan setuju, dan 16,67%

menyatakan ragu-ragu (netral) atas pernyataan bahwa setelah mereka mendapatkan pelatihan

maka iklim usaha mereka akan menjadi kondusif. Sementara tidak ada satupun informan

yang menyatakan kontra terhadap pernyataan tersebut, artinya tidak ada pernyataan yang

terdeteksi tidak setuju atau sangat tidak setuju. Dengan data ini, dapat dimaknai bahwa

mayoritas peternak sapi potong setelah mengikuti pelatihan maka iklim usaha peternakan

mereka kondusif. Disamping itu, berdasarkan data pada tabel 5.5, nilai rata-rata (mean) dari

indikator kondusifitas iklim usaha sebesar 4,13 (82,6%), artinya bahwa kondusifitas iklim

48
usaha peternak sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo

berada pada kategori bagus.

2.2. Deskripsi Indikator Bantuan Modal

Grafik 4.2 dibawah menunjukkan dari 30 peternak sapi potong yang dijadikan informan

menyatakan bahwa 20,00% menyatakan sangat setuju, 46,67% menyatakan setuju, 30,00%

menyatakan ragu-ragu (netral), dan 3,33% menyatakan tidak setuju atas pernyataan bahwa

setelah mereka mendapatkan pelatihan, maka mereka bisa mendapatkan bantuan modal baik

yang bersumber dari pemerintah berupa bantuan modal maupun bersumber dari Bank berupa

pinjaman kredit. Dengan sebaran data ini, dapat dimaknai bahwa mayoritas peternak sapi

potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo menyatakan pelatihan

yang diberikan dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam hal bagaimana mendapatkan

tambahan modal usaha. Disamping itu, berdasarkan data pada tabel 4.6, nilai rata-rata (mean)

dari indikator bantuan modal usaha sebesar 3,83 (76,6%), artinya bahwa bantuan modal

usaha peternak sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo

berada pada kategori bagus.

Grafik 4.2: Deskripsi Indikator Bantuan Modal Usaha

49
2.3. Deskripsi Usaha yang Meningkat

Grafik 4.3 dibawah ini menunjukkan dari 30 peternak sapi potong yang dijadikan informan

menyatakan bahwa 30,00% menyatakan sangat setuju, 43,33% menyatakan setuju, 20,00%

menyatakan ragu-ragu (netral), dan 6,67% menyatakan tidak setuju atas pernyataan bahwa

setelah mereka mendapatkan pelatihan, maka mereka bisa meningkatkan hasil usaha ternak

dengan baik. Dengan sebaran data ini, dapat dimaknai bahwa mayoritas peternak sapi potong

di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo menyatakan pelatihan yang

mereka dapatkan selama ini dapat meningkatkan keterampilan mereka tentang bagaimana

meningkatkan hasil usaha ternak yang mereka geluti selama ini. Disamping itu, berdasarkan

data pada tabel 4.6, nilai rata-rata (mean) dari indikator peningkatan usaha ternak sebesar

3,97 (79,4%), artinya bahwa peningkatan usaha ternak sapi potong di Desa Pulubala

Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo berada pada kategori bagus.

Grafik 4.3: Peningkatan Usah Ternak

2.4. Deskripsi Indikator Kemitraan

Grafik 4.4 dibawah ini menunjukkan dari 30 peternak sapi potong yang dijadikan informan

menyatakan bahwa 33,33% menyatakan sangat setuju, 46,67% menyatakan setuju, 16,67%

menyatakan ragu-ragu (netral), dan 3,33% menyatakan tidak setuju atas pernyataan bahwa

50
setelah mereka mendapatkan pelatihan, maka mereka bisa membangun kemitraan dengan

baik. Dengan sebaran data ini, dapat dimaknai bahwa mayoritas peternak sapi potong di

Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo menyatakan pelatihan yang

mereka dapatkan selama ini dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan mereka

tentang bagaimana membangun jaringan kemitraan serta urgensi kemitraan untuk menunjang

keberlanjutan usaha mereka. Disamping itu, berdasarkan data pada tabel 4.6, nilai rata-rata

(mean) dari indikator kemitraan sebesar 4,10 (82%), artinya bahwa kemitraan yang

dibangun oleh para peternak sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten

Gorontalo berada pada kategori bagus.

Grafik 4.4: Deskripsi Indikator Kemitraan

2.5. Deskripsi Indikator Pengembangan Promosi

Grafik 4.5 dibawah ini menunjukkan dari 30 peternak sapi potong yang dijadikan informan

menyatakan bahwa 30,00% menyatakan sangat setuju, 53,33% menyatakan setuju, 13,33%

menyatakan ragu-ragu (netral), dan 3,33% menyatakan tidak setuju atas pernyataan bahwa

setelah mereka mendapatkan pelatihan, maka mereka bisa melakukan promosi penjualan

hasil usaha ternak dengan baik. Dengan sebaran data ini, dapat dimaknai bahwa mayoritas

peternak sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo

51
menyatakan pelatihan yang mereka dapatkan selama ini membuat mereka menjadi

mengetahui dan terampilan untuk melakukan promosi hasil ternak mereka melalui media

social seperti facebook. Disamping itu, berdasarkan data pada tabel 4.6, nilai rata-rata (mean)

dari indikator promosi penjualan sebesar 4,10 (82%), artinya bahwa promosi penjualan

hasil ternak sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo berada

pada kategori bagus.

Grafik 4.5: Indikator Promosi

2.6 Deskripsi Indikator Informasi

Grafik 4.6 dibawah menunjukkan dari 30 peternak sapi potong yang dijadikan informan

menyatakan bahwa 30,00% menyatakan sangat setuju, 40,00% menyatakan setuju, dan

30,00% menyatakan ragu-ragu (netral) atas pernyataan bahwa setelah mereka mendapatkan

pelatihan maka mereka mampu mengakses informasi yang mereka butuhkan. Sementara

tidak ada satupun informan yang menyatakan kontra terhadap pernyataan tersebut, artinya

tidak ada pernyataan yang terdeteksi tidak setuju atau sangat tidak setuju. Dengan data ini,

dapat dimaknai bahwa mayoritas peternak sapi potong menyatakan bahwa setelah mengikuti

pelatihan yang didapatkan selama ini, mereka menjadi mengetahui dan terampil untuk

52
mengakses informasi-informasi yang dibutuhkan melalui media internet. Disamping itu,

berdasarkan data pada tabel 4.6, nilai rata-rata (mean) dari indikator kondusifitas iklim usaha

sebesar 4,00 (80%), artinya bahwa akses informasi bagi peternak sapi potong di Desa

Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo berada pada kategori bagus.

Gerafik 4. 6: Deskripsi Indikator Akses Informasi

Akumulasi dari enam indikator tersebut, dijadikan sebagai alat ukur untuk

menentukan peran pelatihan dalam pengembangan UMKM ternak sapi potong sebagai sektor

penggerak ekonomi di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo. Data

menunjukkan sebagaimana pada grafik 5.7 bahwa dari 30 peternak sapi potong yang

dijadikan informan menyatakan bahwa 20,00% menyatakan sangat berperan, 73,33%

menyatakan berperan, dan 6,67% menyatakan ragu-ragu (netral). Sementara itu, tidak ada

satupun informan yang menyatakan kontra terhadap pernyataan tersebut, artinya tidak ada

pernyataan yang terdeteksi tidak setuju atau sangat tidak setuju. Dengan data ini, dapat

dimaknai bahwa mayoritas peternak sapi potong menyatakan bahwa pelatihan-pelatihan yang

berkaitan dengan peternakan sapi yang telah diterima memiliki peran dalam upaya

pengembangan usaha mereka (UMKM ternak sapi potong). Disamping itu, berdasarkan data

53
pada tabel 5.5, nilai rata-rata (mean) dari peran pelatihan sebesar 4,13 (82,6%), artinya

bahwa pelatihan-pelatihan yang diterima oleh para peternak sapi potong di Desa Pulubala

Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo bagus/penting.

Grafik 4.7: Peran Pelatihan dalam Pengembangan UMKM


Ternak Sapi Potong di Desa Pulubala

54
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan data dan diskusi sebagai mana pada bab-bab sebelumnya, maka disimpulkan

bahwa:

1. Sejumlah problematika yang diahadapi oleh para komunitas ternak sapi potong di Desa

Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo untuk mengembangkan usahanya

yaitu: (1) Masalah teknis pelaksanaan peternakan sapi potong, (2) Masalah kesehatan

(penyakit) ternak, (3) Masalah lingkungan, (4) Masalah Pendidikan dan keterampilan

masyarakat, (5) Masalah Ketersediaan bibit yang tidak memadai, (6) Masalah Pakan, (7)

Masalah Modal yang terbatas, (8) Masalah kelembagaan (Kelompok usaha peternakan

sapi), (9) Belum maksimalnya usaha untuk mengambil kesempatan mengambil peluang

memperoleh nilai tambah dari rantai peternakan sapi potong untuk memproduksi daging

sapi untuk keperluan dalam negeri maupun ekspor, (10) Jaringan pemasaran produk sapi

potong yang belum mantap.

2. Potensi pengembangan Ternak Sapi Potong Desa Pulubala Kecamatan Pulubala

Kabupaten Gorontalo adalah sangat potensial. Hal ini ditandai dengan: Pertama, jumlah

populasi ternak memperlihatkan peningkatan dari tahun ke tahun. Kedua, potensi lahan

yang ada di Kabupaten Gorontalo untuk pengembangan usaha sapi potong sangat

potensial untuk usaha sapi potong ditandai dengan jumlah produksi segar, produksi kering

dan produksi bahan kering masing-masing sebesar 1.904.854 ton, 294.463 ton dan

221.664 ton, dengan produksi hijauan rumput tertinggi terdapat di Kec. Pulubala.

3. Berdasarkan analisis statistik deskriptif bahwa pelatihan-pelatihan yang telah diikuti oleh

para peternak memiliki peran penting dalam pengembangan UMKM ternak sapi potong

55
di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo. Hal ini di tandai dengan

nilai rata-rata (mean) sebesar 4,13 atau 82,6% berada dalam kategori bagus/berperan

(mengacu pada interpretasi skor yang digunakan oleh Steven, Jr, (2004))

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan diatas, maka ada beberap rekomendasi penelitian

yang diajukan, yaitu:

1. Mengingat banyaknya problem yang di hadapi oleh para komunitas ternak sapi potong di

Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo, maka direkomendasikan

kepada pihak pemerintah: pertama, untuk memberikan pelatihan secara berkelanjutan

dalam rangka untuk mengatasi problem yang dialami oleh para peternak sapi potong pada

desa tersebut; kedua, melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi untuk melakukan

pendampingan secara terus menerus kepada masyarakat peternak dimaksud.

2. Mengingan potensi pengembangan Ternak Sapi Potong Desa Pulubala Kecamatan

Pulubala Kabupaten Gorontalo adalah sangat potensial, maka direkomendasikan kepada

pemerintah Kabupaten Gorontalo: pertama, menjadikan komuditas ternak sapi potong

sebagai salah satu komuditas unggulan daerah; kedua, memberikan bantuan modal

kepada para komunitas ternak sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala

Kabupaten Gorontalo; ketiga, mengembangkan peternakan sapi potong di Desa Pulubala

Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo.

3. Kepada pelaku UMKM ternak sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala

Kabupaten Gorontalo disarankan untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan yang terkait pengelolaan ternak sapi potong, agar usaha peternakan yang

digeluti saat ini akan semakin berkembang untuk tahun-tahun akan datang.

56
DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi, Rukminto, 2005, Teori pelatihan dalam pekerjaan sosial (Pengantar pada
pengertian dan beberapa pokok pembahasan), Depok: FISIP.

Aziz, Abdul. 2008. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Aziz, Abdul & A. Herani Rusland, 2009, Peranan Bank Indonesia di Dalam Mendukung
Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Jakarta.

Chabib, Lutfi, dkk. 2016, Pemberdayaan dan Pengembangan UKM sebagai Penggerak
Ekonomi Desa. (Desa Harjobinangun, Pakem, Sleman, di Yogyakarta), AJIE -
Asian Journal of Innovation and Entrepreneurship, Vol. 01, No. 03, September
2016.

Cresswell, J.W. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitaif dan Mixed, Edisi
Ketiga Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Dessler, Gary. 2010, Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Ke-10, Jakarta Barat: PT.
Indeks.

Hapsari, Paramita, Pradnya.dkk. 2014. Pengaruh Pertumbuhan Usaha Kecil Menengah


(UKM) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Studi di Pemerintah Kota Batu),
Wacana– Vol. 17, No. 2.

http://study-succes.blogspot.co.id/2013/12/perkembangan-umkm-dari-sisi-teori.html

https://kbbi.web.id/gerak

https://www.apaarti.com/penggerak.html

Idris, Indra dan Sijabat, Saudin. 2011, Model Peningkatan Peran KUMKM Dalam
Pengembangan Komoditas Unggulan Di Kawasan Perbatasan, Jurnal Pengkajian
KUKM, Volume 6 - September 2011 : 89 - 123

Ikhsan, Moh. 2017. Kerangka Gagasan Potensi Ekonomi Desa,


http://www.berdesa.com/kerangka-gagasan-potensi-ekonomi-desa/

Kusdiana, Dikdik dan Gunardi, Ardi. 2014. Pengembangan Produk Unggulan UMKM
Kabupaten Sukabumi. Trikonomika, Volume 13, No. 2, Desember 2014.

Rezki, Ortina. 2014 Analisis Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Sebagai
Penggerak Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Studi kasus pada Kota Mojokerto).
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawitjaya,
Vol. 2 No. 2.

Riduwan, 2009. Pengantar Statistik untuk Penelitian: Pendidikan, Sosial, Komunikasi,


Ekonomi, dan Bisnis,Bandung : Alfabeta.

Moleong,L.J, 2007. Metode Penelitian, Bandung: Remaja Rosdakarya.

57
Mubyarto, 1996, Ekonomi Rakyat dan Program IDT, Yogyakarta: Aditya Media.

Mulyati, Subari, 2004. Kebijakan dan Strategi Pengembnagan Bank Indonesia dalam
mendukung pelayanan keuangan yang berkelanjutan bagi Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah. Deputi Direktur Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat.

Neuman, 2006. Social research method: Qualitative and Quantitative Approach. Boston:
Allyn Bacon.

Payaman, Simanjuntak, 2003, Menanggulangi pengangguran melalui pengembangan usaha


mandiri dan usaha kecil, Jakarta: Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM,
Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI.

Qodratillah, Meity, Taqdir, 2011. Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar “Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa”, Jakarta :Kementian Pendidikan dan
Kebudayaan.

Sumodiningrat, Gunawan. 1998. Membangun Perekonomian Rakyat, Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Murpi, Solehuddi, 2016. Business Plan Praktis dan Dahsyat untuk UMKM, Jakarta: Laksar
Aksara.

UMKM Outlook 2017, http://fokus-umkm.com/umkm-outlook-2017/

Sukirno, Sadono. 2013. Pengantar Teori Makroekonomi, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta

Wexley & Yulk, 1991. Pelatihan dan Pengembangan: Sumber Daya Manusia, Bandung:
Mandar Maju.

Widiastuti, Rini, Strategi Pengembangan Sapi Potong di Kabupaten Gorontalo, Bogor:


Tesis, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, 2014.

Widodo, Suparno Eko. 2015. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia,


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Widoyoko, Eko Putro, 2013. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian, Yoyakarta: Pustaka
Pelajar,

58

Anda mungkin juga menyukai