LaporanHasilPenelitian201822 1 20192risetgate2
LaporanHasilPenelitian201822 1 20192risetgate2
Laporan Hasil
Pengabdian Berbasis Riset
Tim Peneliti:
ii
LEMBAR IDENTITAS PENGESAHAN
HASIL PENGABDIAN BERBASIS RISET
DIREKTORAT PENDIDIKAN TINGGI KEAGAMAAN ISLAM
iii
ABSTRAK
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL -----------------------------------------------------------------------------i
ABSTRAK ------------------------------------------------------------------------------------------ii
DAFTAR ISI ----------------------------------------------------------------------------------------iii
BAB I PENDAHULUAN -----------------------------------------------------------------------1
A. Latar Belakang --------------------------------------------------------------------------1
B. Rumusan Masalah ----------------------------------------------------------------------4
C. Tujuan Penelitian -----------------------------------------------------------------------4
D. Signifikansi Penelitian -----------------------------------------------------------------5
BAB II KERANGKA KONSEP --------------------------------------------------------------6
A. Gambaran Umum Lokasi Pengabdian ----------------------------------------------6
B. Kondisi Saat Ini Masyarakat Dampingan ------------------------------------------14
C. Kondisi Yang Diharapkan------------------------------------------------------------16
D. Metode/Strategi Pelaksanaan -------------------------------------------------------17
E. Kajian Teori ---------------------------------------------------------------------------18
BAB III. PELAKSANAAN PENGABDIAN BERBASIS RISET -----------------------29
A. Tahap Pelaksanaan FGD -------------------------------------------------------------23
B. Tahap Pelaksanaan Pelatihan -------------------------------------------------------32
C. Tahap Pelaksanaan Tindak Lanjut (Pendampingan) ----------------------------33
BAB IV. DISKUSI KEILMUAN -------------------------------------------------------------35
A. Problematika Pengembangan UMKM Ternak Sapi Potong Desa Pulubala --35
B. Potensi Pengembangan UMKM Ternak Sapi Potong ---------------------------36
C. Ternak Sapi Potong Sebagai Sektor Penggerak Ekonomi Desa Pulubala ----41
D. Peran Pelatihan dalam Pengembangan UMKM Ternak Sapi Potong ---------43
BAB V PENUTUP -------------------------------------------------------------------------------55
A. Kesimpulan -----------------------------------------------------------------------------55
B. Rekomendasi --------------------------------------------------------------------------56
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di tengah perlambatan ekonomi dunia saat ini, Indonesia dengan sektor Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM) senantiasa tampil sebagai penyelamat sehingga peran dan
kontribusinya harus makin ditingkatkan. Karena itu, isu tentang UMKM menjadi menarik
untuk dikaji. Data menunjukkan terdapat sekitar 58 juta kegiatan usaha secara mandiri, dan
sekitar 1,65 persen penduduk telah menjadi pengusaha yang dulunya berasal dari bisnis
pemula dan mampu mengembangkan usahanya. Peran strategis UMKM dalam struktur
perekonomian Indonesia makin nyata di mana sekitar 99,9% unit bisnis di Indonesia
merupakan UMKM dan menyerap hampir 97% tenaga kerja Indonesia. Laporan Credit
Suisse Research Institute ke-7 tahun 2016 merilis data perekonomian Indonesia dengan
kenyataan bahwa kesenjangan ekonomi di tanah air masih sangat lebar. Disebutkan, total
kekayaan rumah tangga Indonesia tumbuh 6,4 persen pada 2016 yang mencapai USD 1,8
triliun. Masalahnya, 1 persen dari 164 juta populasi dewasa Indonesia menguasai 49,3 persen
dari total kekayaan rumah tangga yang senilai USD 1,8 triliun dan menempatkan Indonesia
sentra-sentra UMKM menjadi salah satu solusi yang mampu menyelesaikan ketimpangan
antar desa dan kota serta menggerakkan ekonomi daerah pada umumnya. Namun demikian,
beberapa permasalahan utama yang dihadapi oleh sektor UMKM pada umumnya adalah
Pertama rendahnya kualitas SDM. Kedua, keterbatasan akses UMKM kepada sumber daya
1
UMKM Outlook 2017, http://fokus-umkm.com/umkm-outlook-2017/
2
Abdul Aziz, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah hal. 10-13
1
produktif. Ketiga, kurangnya informasi. Keempat, kurangnya modal. Kelima, keterbatasan
teknologi2. Hal senada yang disampaikan Sukidjo (2004) permasalahan UMKM antara lain
kekurangan dana baik modal kerja maupun investasi, kesulitan pemasaran disebabkan oleh
keterbatasan informasi mengenai perubahan dan peluang pasar, kesulitan dalam pengadaan
bahan baku, keterampilan sumber daya manusia rendah, teknologi yang digunakan masih
tradisional4.
Masalah-masalah utama yang di hadapi oleh UMKM sebagaimana fenomena diatas, juga
terjadi pada komunitas UMKM ternak sapi potong di Kabupaten Gorontalo Provinsi
Gorontalo seperti keterampilan SDM masih rendah, pemanfaatan teknologi internet sebagai
sarana pemasaran tidak digunakan, fasilitas pembiayaan bantuan modal tidak dimanfaatkan
pembukuan dan pencatatan keuangan masih tradisional5. Padahal, ternak sapi potong di
Provinsi Gorontalo telah menjadi komoditas unggulan subsektor peternakan sejak tahun
2007. Tekad ini, didukung oleh seluruh Kabupaten/Kota se-Provinsi Gorontalo termasuk
sumberdaya alam yang melimpah sangat berpotensi untuk pengembangan ternak sapi potong.
Dengan luas wilayah hanya 17,24 persen dari seluruh wilayah Provinsi Gorontalo,
berdasarkan Sensus Pertanian 2013 Kabupaten Gorontalo mempunyai populasi ternak sapi
2
Abdul Aziz, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah hal. 10-13
3
Ortina Rezki, Analisis Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Sebagai Penggerak
Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Studi kasus pada Kota Mojokerto). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Brawitjaya, Vol. 2 No. 2. 2014, http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article
4
Lilya Andriani, Anantawikrama Tungga Atmadja, Ni Kadek Sinarwati, Analisis Penerapan Pencatatan
Keuangan Berbasis Sak Etap Pada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) (Sebuah Studi Intrepetatif Pada
Peggy Salon). e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1. Vol:2 No:1
Tahun 2014.
5
Obervasi dan Wawancara kepada ketua dan sekretaris UMKM Ternak Sapi Potong kelompok Marga
Makmur Kec. Pulubala dan Mitra Utama Kec. Limboto Barat pada tanggal 20 Juni 2017
2
potong terbanyak, yakni sebesar 40,56 persen dari seluruh populasi sapi potong di Provinsi
Gorontalo6.
Melihat potensi yang ada tersebut, didukung adanya permintaan komoditas sapi potong
baik dari dalam maupun luar wilayah serta masih adanya impor daging sapi secara nasional,
maka Kabupaten Gorontalo berpotensi sebagai salah satu pemasok sapi potong. Di sisi lain,
kapasitas kemampuan komunitas pelaku peternak sapi potong relatif belum memadai untuk
meningkatakan kapasitas produksi sapi. Berikut ini data UMKM ternak sapi potong di
Data ini tentu masih perlu dikembangkan baik dari kuantitas maupun pengetahuan
peternak dalam mengelolah usahanya agar dapat menjadi salah satu faktor pendorong
pertumbuhan ekonomi yang dimulai dari gerakan ekonomi masyarakat Desa melalui
pengembangan UMKM ternak sapi potong di Kabuapten Gorontalo. Untuk itu, short course
atau pelatihan dan pengembangan menjadi penting dilakukan dalam upaya meningkatkan
pengetahuan pelaku UMKM.7 Karenanya, perlu dilakukan suatu pengabdian yang berbasis
riset kepada para komunitas UMKM ternak sapi potong di Desa Kabupaten Gorontalo dengan
6
BPS Provinsi Gorontalo dalam Rini Widiastuti, Strategi Pengembangan Sapi Potong di Kabupaten
Gorontalo (Tesis, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor , 2014), hal. 2
7
http://study-succes.blogspot.co.id/2013/12/perkembangan-umkm-dari-sisi-teori.html. Dikutip tanggal 04-
12-2016
3
judul “Peran Pelatihan dalam Pengembangan UMKM Ternak Sapi Potong sebagai Sektor
B. Rumusan Masalah
2. Bagaimana Potensi Peternakan Desa Pulubala dan bagaimana peran pelatihan dalam
Kabupaten Gorontalo?
3. Materi prioritas bagaimanakah yang harus diberikan dalam kegiatan pelatihan kepada
komunitas UMKM ternak sapi potong dengan potensi sumber daya terbatas dapat
C. Tujuan
Gorontalo.
3. Memberikan materi pelatihan yang tepat kepada komunitas UMKM ternak sapi
Kabupaten Gorontalo. Desain pelatihan ini merupakan tindak lanjut temuan dari
4
D. Signifikansi
1. Menambah wawasan ilmiah, daya kritis dan nalar serta referensi terhadap
2. Sebagai bahan informasi yang dapat bermanfaat implementatif bagi pemerintah dan
komunitas UMKM ternak sapi potong, dan stakeholder lainnya untuk melakukan
kreativitas, keterampilan dan kemampuan para komunitas UMKM ternak sapi potong
5
BAB II
KERANGKA KONSEP
Lokasi pengabdian berbasis riset ini dilaksankan pada Desa Pulubala Kecamatan Pulubala
1. Sejarah Desa
Setelah berakhir perang saudara Raja Popa Eyato Tahun 1987 kedua Raja meninjau
perbatasan Gorontalo dan Teluk Tomini.Pada waktu di perjalanan kedua Raja Iistrirahat di
salah satu Desa/Dusun Balahu,waktu itu Raja Popa menyuruh Raja Eyato meninjau
perempatan kalau aman,kalau aman Isimu Ilomai sehingga namanya menjadi Isimu.
sepakat menentukan Popayato yang artinya Popa dan Eyato.Kemudian membuka kota kecil
yamg namanya Kota Raja sampai sekarang disebut Kota Raja.setelah itu mereka pulang ke
Gorontalo sampai mereka disuatu tempat.Ditempat ini kedua Raja membuat Doa dan
Buwatulo Toulongo yaitu Pemerintah, Sara, Mayulu menentukan waktu hari upacara
Doa.Setelah selesai Doa kemudian menentukan nama Desa tempat upacara Doa yang telah
disepakati oleh dua Raja bersama pemangku adat dari lima daerah tersebut.Jadi nama Desa
Pulubala diambil dari kata MONGOPULU BALA-BALA yang artinya pada saat
Dalam perkembangan selanjutnya kini Desa Pulubala terbagi dalam enam Dusun yaitu
Dusun Titilea,Dusun Gunung Potong,Dusun Diata,Dusun Tomulo,Dusun Bontula dan Dusun
Kamiri.
6
2. Kondisi Geografis
Desa Pulubala berjarak 300 M dari pusat pemerintahan Kecamatan Pulubala dan 31 KM dari
Ibukota Kabupaten Gorontalo. Adapun batas–batas administrasi wilayah Desa Pulubala yaitu:
Desa Pulubala Kecamatan Pulubala merupakan bagian integral dari sistem perwilayahan
Kecamatan Pulubala, secara geografis Desa Pulubala ini merupakan Potensi Pertanian. Luas
wilayah Desa Pulubala secara keseluruhan adalah 10.100 Ha. Berdasarkan data profil desa
tahun 2015 maka diperoleh data komposisi peruntukan lahan sebagai berikut:
3. Kondisi Demografi
Penduduk Desa Pulubala pada tahun 2015 tercatat sebanyak 3.188 jiwa yang terdiri dari
1.642 jiwa atau 50,6% penduduk laki-laki, dan 1.546 jiwa atau 49,4% penduduk perempuan.
Dengan demikian jumlah penduduk hampir berimbang antara jumlah penduduk perempuan
7
Pertumbuhan penduduk Desa Pulubala pada kurun waktu tahun 2011 sampai dengan
tahun 2015, bertambah sebanyak 80 jiwa, atau rata-rata bertambah sebanyak 24 jiwa per
tahun, atau mengalami rata-rata laju pertumbuhan sebesar 3,11% per tahun. Adapun deskripsi
penduduk Desa Pulubala pada periode tahun 2011-2015 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Bila dilihat dari kelompok umur, penduduk anak-anak (usia 0-14 tahun) jumlahnya
mencapai 28,05%, sedangkan penduduk usia produktif mencapai 65,40% dan penduduk usia
lanjut terdapat 6,55% dari jumlah penduduk di Desa Pulubala. Secara keseluruhan penduduk
Desa Pulubala berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada tabel berikut :
8
Secara umum mata pencaharian warga masyarakat Desa Pulubala dapat teridentifikasi
ke dalam beberapa bidang mata pencaharian, seperti: petani, buruh-tani, peternak, tukang
Penduduk Desa Pulubala mayoritas beragama Islam yang memiliki jiwa dan semangat
pengabdian kepada masyarakat dengan dilandasi pada ketaatan dalam melaksanakan ajaran
dan nilai-nilai agama. jumlah penduduk beragama Islam sebanyak 3121 jiwa, Kristen
sebanyak 67 orang.
Sarana transportasi atau akses jalan di seluruh wilayah Desa Pulubala hanya jalan tanah. Jalan
aspal adalah satu-satunya ruas jalan yang menghubungkan ke Ibu Kota Kecamatan dan
Kabupaten serta propinsi sepanjang 2.500 m. Kondisi jalan Poros Desa yang menghubungkan
9
desa keluar dalam kondisi kurang baik. Sedangkan kondisinya jalan tanah banyak yang
mengalami kerusakan dan kurang perawatan. Lokasi jalan-jalan tersebut terdapat di seluruh
lingkungan Dusun. Transportasi yang masuk ke desa adalah kendaraan bermotor dan
kendaraan truk pengangkut. Sedangkan transportasi lokal adalah kendaraan pribadi berupa
perhatian dari pemerintah Desa Pulubala. Pembangunan rumah tidak layak huni pun
merupakan salah satu perhatian dari Pemerintah Desa Pulubala. Kondisi rumah penduduk
10
Cakupan air bersih merupakan persentasi dari jumlah rumah tangga yang
menggunakan air bersih terhadap jumlah rumah tangga yang ada di Desa Pulubala. Persentasi
cakupan air bersih tahun 2018 yakni sebesar 82,2%. Adapun cakupan air bersih dapat dilihat
Kepemilikan jamban di desa Pulubala Tahun 2017 dapat dilihat dalam tabel berikut :
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan merupakan salah satu sarana untuk
mencapai kehidupan yang layak bagi penduduk suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi dapat
tercermin dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan
dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi yang terus mengalami peningkatan diharapkan
dapat dirasakan secara merata oleh masyarakat luas sehingga tujuan untuk menciptakan
Pulubala. Komoditi sektor pertanian yang ada di desa Pulubala berupa padi sawah, tanaman
11
perkebunan berupa Kelapa, Kakao,Tebu, tanaman holtikultura berupa Mangga, Nangka,
Untuk sektor peternakan, perlu lebih diperhatikan lagi mengingat mayoritas penduduk
Desa Pulubala adalah petani sehingga ternak tidak bisa dipisahkan dari kegiatan para petani
dan potensi yang cukup memadai untuk sektor peternakan, didukung oleh kemauan
masyarakat dan potensi lahan yang cukup memadai. Populasi ternak yang dikembangkan
secara umum berupa, Sapi, Kambing, Ayam Ras, Ayam Buran, Itik.
Struktur kepemimpinan Desa Pulubala tidak dapat lepas dari struktur adminitratif
pemerintahan Kabupaten Gorontalo. Jumlah aparatur pemerintah Desa Pulubala ada 6 orang,
yaitu Kepala Desa, Sekretaris Desa,Bendahara , Kepala Urusan Pemerintahan, Kepala Urusan
Pemerintahan desa terdiri dari pemerintah desa dan BPD. Kepala desa memimpin
12
Bagan Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Pulubala Kecamatan Pulubala
sebagai berikut :
BPD KEPALA
DESA
SEKRETARIS
DESA
KADUS KADUS
BONTULA KAMIRI
kemasyarakatan, kepala desa dapat dibantu lembaga kemasyarakatan desa yang ada. Hasil
pemetaan kelembagaan yang dilakukan pada waktu proses pengkajian potensi dan masalah
menunjukkan lembaga kemasyarakatan yang eksis dan memiliki pengaruh langsung dalam
1 LPM 5
2 Karang Taruna 12
3 PKK Desa 37
13
- Kelompok Kerja (Pokja) 4
- Kelompok Dasa wisma 19
4 Kelompok Yasinan 80
5 Kelompok Tani 150
6. Majelis Taklim 60
Sumber : Data Profil Desa Tahun 2018 (Diolah)
Kondisi masyarakat dampingan saat ini akan dijabarkan berdasarkan tingkat pendidikan,
1. Pendidikan
Pada tahun 2015 penduduk usia 15 tahun keatas berjumlah 1407, dari jumlah tersebut yang
bisa membaca dan menulis berjumlah 758, hal ini berarti angka melek huruf di Desa Pulubala
sebesar 85,9%.
pendidikan yakni SD, namun kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan berdampak
pada tingginya jumlah anak yang bersekolah. Jumlah penduduk usia 7-15 tahun masih
sekolah sebanyak 758 orang dan yang putus sekolah hanya 1 orang.
14
6 Tamat Diploma (D-1,2,3) 21 31
7 Tamat Sarjana (S-1,2,3) 25 31
Sumber: Data Profil Desa Tahun 2018 (Diolah)
2. Kesehatan
Pada tahun 2014 di Desa Pulubala terjadi 2 kematian bayi dari 23 jumlah kelahiran hidup.
Kematian bayi ini disebabkan oleh Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), Gangguan Fungsi
Multi Organ.
Balita dengan status gizi buruk dihitung berdasarkan berat badan balita dibandingkan
dengan tinggi badan balita (BB/TB). Pada tahun 2014 tidak terdapat anak balita yang
memiliki status gizi buruk atau 100% dari keseluruhan jumlah anak balita sebanyak 48 anak
pada tahun 2014. Gambaran tentang angka bayi dan balita dengan status gizi buruk di Desa
3. Kesejahteraan
Jumlah KK Miskin di Desa Pulubala adalah sebanyak 50 Kepala Keluarga hal ini menurut
data BPS Tahun 2014. Gambaran kondisi tingkat kesejahteraan keluarga dapat dilihat pada
tabel berikut :
15
Tabel 2.13: Tingkat Kesejahteraan
No Uraian Jumlah
1 Jumlah Keluarga 286
2 Jumlah Keluarga Prasejahtera 50
3 Jumlah Keluarga Sejahtera 1 148
4 Jumlah Keluarga Sejahtera 2 70
5 Jumlah Keluarga Sejahtera 3 15
6 Jumlah Keluarga Sejahtera 3 plus 3
Sumber : Data Profil Desa Tahun 2014
Pada kegiatan pengabdian yang berbasis riset ini, difokuskan pada masyarakat sebagai pelaku
UMKM ternak sapi potong. Seperti diketahui bahwa rata-rata tingkat pendidikan masyarakat
dengan tingkat kesejahteraan rata-rata berada pada tingkat sejahtera 1. Oleh karena itu,
dengan keterbatasan tingkat pendidikan ini, tentunya pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki terhadap pekerjaannya juga terbatas. Dengan kondisi yang dimiliki ini, maka
diharapkan:
Rancangan kegiatan pengabdian berbasis riset dapat dikelompokkan menjadi dua bagian,
dengan metode Focus Group Discussion (FGD), melalui metode ini akan diketahui persoalan
16
yang dihadapi yang kemudian didiskusikan solusinya. Kedua, short course atau pelatihan.
Kegiatan ini diberikan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan komunitas UMKM
ternak sapi potong dalam hal manajemen dan akuntansi, metode penyusunan proposal
media online. Materi pelatihan tersebut akan disampaikan oleh peneliti dan mitra kerja
(praktisi dan pemerintah) yang dianggap kompoten. Sedangkan peserta pelatihan adalah
komunitas UMKM ternak sapi potong yang ada di desa Kab. Gorontalo yang berjumlah 30
Data primer dan sekunder yang terkumpul melalui angket, observasi, wawancara dan
dokumentasi, secara simultan akan dianalisis dengan analisis statistik deskriptif. Analisis ini
dibaca dan diinterpretasikan. Bentuk intepretasi tersebut berupa tabel frekuensi, grafik dan
teks. Analisis statistik deskriptif akan memberikan uraian mengenai identitas responden dan
UMKM. Hasil analisis deskriptif tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) rangkuman
statistik yang menunjukkan identitas atau karakteristik responden dan (2) rangkuman yang
yang diajukan. Sedangkan untuk wawancara mendalam, akan dilakukan analisis dengan
analisis transkrip wawancara dan catatan lapangan yang kemudian dikategorisasikan dalam
yang akan digabungkan dengan informasi lainnya. Hasil analisis tersebut kemudian
pengembangan komunitas UMKM ternak sapi potong sebagai sektor penggerak ekonomi
desa. Hasil analisis ini, juga memberikan informasi tentang materi yang tepat untuk diberikan
17
Kemudian, materi tersebut dijadikan sebagai acuan untuk menyusun “Strategi Aksi” atau
“Rencana Tindak Lanjut (RTL)” pengabdian berbasis riset. Olehnya itu, RTL disusun dalam
2 siklus. Siklus I adalah pelaksanaan pelatihan yang diawali dengan persiapan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi serta refleksi. Siklus II adalah pendampingan yang juga diawali
dengan persiapan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta refleksi. Outputnya adalah
meningkatnya kemampuan dan keterampilan komunitas UMKM ternak sapi potong dalam
E. Kajian Teori
Pada bagian ini akan menjelaskan beberapa teori dan penelitian terdahulu yang terkait dengan
membiasakan atau memperoleh sesuatu keterampilan dan instruksi Presiden No. 15 Tahun
1974, pengertian pelatihan dirumuskan sebagai berikut: Pelatihan adalah bagian pendidikan
yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar
sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat, dengan menggunakn
metode yang lebih mengutamakan praktik daripada teori. Wexley dan Yulk dalam buku
Anwar Prabu Mangkunegara mengemukakan bahwa: “Training and depelopment are term is
referring to planned efforts designed facilitate the acquisition of relevant skills, knowledge
decision making and human relations skills and the presentation of a more factual and
Pendapat Wexley dan Yulk menjelaskan bahwa pelatihan dan pengembangan adalah
sesuatu yang mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan usaha-usaha berencana yang
18
dilaksanakan untuk mencapai pengusaan keterampilan, pengetahuan, dan sikap
relations).8
Menurut Carrel dkk, tujuan umum pelatihan dan pengembangan bagi karyawan atau
tangkap pada perkembangan teknologi yang akan membuat fungsi organisasinya lebih
sebagai kegagalan alam mengikuti proses dan metode baru. Perubahan teknis dan
lingkungansosial yang cepat berpengaruh pada kinerja. Bagi karyawan yang gagal
menyesuaikan diri maka apa yang mereka miliki sebelumnya menjadi „usang‟.
organisasi tentulah banyak sekali konflik yang terjadi dan pastinya dapat diselesaikan
e. Mempersiapkan diri untuk promosi dan sukses manajerial (preparefor promotion, and
managerial succession). Hal ini penting guna menarik, mempertahankan dan memotivasi
8
Wexley & Yulk, Pelatihan dan Pengembangan: Sumber Daya Manusia, Bandung: Mandar Maju,
1991, hal. 61
9
Ibid, hal. 20
19
karyawan yaitu: dengan program pengembangan karier. Dengan mengikuti program
yang diperlukan untuk promosi, dan memudahkan dalam perpindahan untuk tanggung
karyawan yang berorientasi lebih kepada prestasi dan butuh tantangan baru pada
pekerjaannya.
Tujuan pelatihan dan pengembangan yang dilakukan oleh perusahaan adalah untuk
Indikator pelatihan terbagi atas lima antara lain: Analisis kebutuhan, merencanakan
menganalisis keterampilan dan kebutuhan calon pelaku usaha yang akan dilatih,
pelatihan, termasuk buku kerja, latihan, dan aktivitas; yang menggunakan teknik seperti
yang telah dibahas dalam bab ini, dengan pelatihan kerja langsung dan mempelajarinya
3. Validasi, yaitu di mana orang-orang yang terlibat membuat sebuah program pelatihan
4. Menerapkan Program, yaitu dengan melatih karyawan atau pelaku usaha yang
ditargetkan.
20
5. Tindak lanjut, dimana manajemen menilai keberhasilan atau kegagalan dalam program
1. Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Usaha Kecil (Termasuk
Mikro) merupakan entitas usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.
200.000.000. Di dalamnya tidak termasuk tanah dan bangunan tempat uaha, dan
memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha
Menengah adalah entitas usaha milik warga Negara Indonesia yang memiliki kekayaan
bersih lebih besar dari Rp. 200.000.000 hingga Rp. 1.000.000.000, tidak termasuk tanah
dan bangunan
2. Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UMKM berdasarkan kuantitas tenaga
kerja. Usaha Kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5
hingga 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitas usaha yang memiliki
Juni 1994, Usaha Kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah
asset/aktiva setinggi-tinggihnya Rp. 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang
10
Gary Dessler, Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Ke-10, PT. Indeks, Jakarta Barat: 2010, hlm.
281
21
5. Perorangan, yang termasuk perorangan di sini adalah pengrajin/industri rumah
dan jasa.
1) Medium Enterprise (Usaha Menengah). Usaha ini memiliki kriteria jumlah karyawan
maksimal 300 orang, mempunyai pendapatan sebesar hingga US$ 15 Juta; serta
2) Small Enterprise. Usaha ini memiliki kriteria jumlah karyawan kurang dari 30 orang,
dimana pendapatan selama setahun tidak melebihi US$ 3 Juta, dan memiliki total
3) Micro Enterprise. Usaha ini memiliki criteria jumlah karyawan kurang dari 10 orang,
dimana pendapatan setahun tidak melebihi US$ 100 ribu, seangkan jumlah asset
Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang berlaku saat ini
didasarkan kepada nilai kekayaan bersih dan nilai hasil penjualan sebagaimana pada tabel
Usaha Mikro Memiliki kekayaan bersih maksimal Rp. 50 juta (tidak termasuk
Usaha Kecil Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50 juta sampai dengan
11
Solehuddi Murpi, Op CIT, hal.1
22
Rp. 500 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha)
Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300 juta sampai
Usaha Menengah Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500 juta sampai dengan
Dilihat dari karakteristiknya, beberapa studi menunjukan bahwa usaha mikro, usaha-
usaha kecil, dan menengah memiliki karakteristik yang berbeda sehingga perlu dilakukan
pemisahan pengelompokan ketiga jenis usaha tersebut, terutama untuk kebutuhan pemberian
jenis bantuan atau pembinaan yang diperlukan oleh masing-masing usaha. Secara umum,
usaha kecil dan menengah memiliki kemampuan yang lebih baik dari usaha mikro, terutama
dalam menciptakan kesempatan kerja. Perusahaan-perusahaan dengan skala usaha kecil dan
menengah pada umumnya memiliki potensi yang besar dalam pertumbuhan tenaga kerja
karena potensinya untuk memperluas usahanya cukup besar, dan usaha menengah dipandang
sebagai cikal bakal atau embrio dari usaha besar. Di lain pihak usaha mikro, umumnya
dengan tingkat pertumbuhan yang relatif terbatas, dari waktu ke waktu hampir jarang yang
berkembang menjadi usaha kecil dan menengah. Aspek lain, yang dapat diketahui dari
karakteristik UMKM, adalah bahwa usaha mikro dan kecil, biasanya memberikan kontribusi
utama dalam penghasilan rumah tangga, pemilikan perusahaan secara pribadi, belum
memiliki struktur organisasi dan perencanaan yang memadai, tingkat pendidikan dan kualitas
23
tenaga kerja yang relatif rendah, dan dalam pengelolaan perusahaan masih menggunakan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah penggerak dapat diartikan sebagai
orang yang menggerakan atau alat yang menggerakkan13. Sedangkan dalam Apaarti.com
penggerak memiliki dua arti. Penggerak berasal dari kata dasar gerak. Penggerak adalah
sebuah homonim karena arti-artinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya
berbeda. Penggerak memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda
sehingga penggerak dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan
segala yang dibendakan14. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penggerak merupakan
ekonomi rakyat merupakan strategi “bertahan hidup” yang dikembangkan oleh penduduk
sebagai upaya dalam mengelola rumah tangga. Tujannya adalah untuk kebutuhan hidup
melalui tiga kegiatan utama yaitu Produksi, distribusi, dan konsumsi. Pemenuhan hidup
dengan kendala terbatasnya sumber daya, erat kaitannya dengan upaya meningkatkan
secara terus menerus dan sering disebut sebagai proses yang berkesinambungan. Proses ini
12
Abdul Aziz, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah Op Cit, hal.3-5
13
https://kbbi.web.id/gerak
14
https://www.apaarti.com/penggerak.html
15
Mubyarto, Ekonomi Rakyat dan Program IDT, (Yogyakarta: Aditya Media,1996), hal. 4
16
Gunawan Sumodiningrat, Membangun Perekonomian Rakyat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998),
hal. 24
24
berjalan secara alamiah sejalan dengan perkengembangan masyarakat dibidang sosial,
ekonomi, budaya dan politik. Secara ekonomi, proses alamiah yaitu bahwa yang
menghasilkan (produksi) harus menikmati (konsumsi), dan sebalikna yang menikmati harus
menghasilkan.17
dilakukan oleh masyarakat yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya apapun yang
dapat dikuasainya, dan ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya.18
Dalam konteks ekonomi masyarakat desa, Setidaknya dikenal dua pendekatan teori
berjalan maksimal jika kondisi tenaga kerja berada dalam kondisi penuh. Posisi pemerintah
dalam hal ini menjamin kemanan dan ketertiban serta memberikan kepastian hukum bagi
para pelaku ekonomi desa. Berarti posisi sumber daya desa, secara spesifik tenaga kerja
persediaan faktor-faktor produksi, akumulasi modal serta tingkat kemajuan teknologi di desa
tersebut. Varian lain adalah pertumbuhan jalur cepat. Secara ringkas teori ini mengatakan
bahwa setiap desa perlu melihat sektor atau komoditas apa yang memiliki potensi besar dan
dapat dikembangkan dengan cepat.19 Karena itu, teori basis dan non basis menjadi penting
untuk dilakukan. Menurut teori ini, bila fokusnya adalah desa, maka sektor basis adalah
sektor yang berorientasi ke luar desa. Menurut pandangan ini, semakin banyak barang yang
diproduksi dan di jual ke desa/luar desa lain maka akan semakin maju pertumbuhan ekonomi
17
Ibid
18
Mubyarto, Ekonomi Rakyat dan Program IDT, (Yogyakarta: Aditya Media, 1996), hal. 1
19
Moh. Ikhsan, Kerangka Gagasan Potensi Ekonomi Desa, http://www.berdesa.com/kerangka-
gagasan-potensi-ekonomi-desa/
25
di desa tersebut. Sementara itu, sektor non basis adalah sektor yang menyediakan barang dan
jasa untuk masyarakat di dalam batas wilayah perekonomian desa tersebut. Ruang lingkupnya
bersifat lokal. Jadi sektor non basis ini mempunyai orientasi yang berbeda dengan sektor
Selanjutnya untuk menentukan kriteria basis dan non basis di sebuah wilayah, digunakan
analisis Location Quotion (LQ). Dalam teknik LQ ini menerangkan bahwa pada intinya arah
pertumbuhan suatu desa ditentukan oleh distribusi suatu desa ke luar wilayahnya. Teknik LQ
ini dapat membagi kegiatan ekonomi suatu desa menjadi dua golongan yaitu sebagai berikut :
1. Kegiatan produksi yang melayani pasar di desa itu sendiri maupun di luar desa yang
2. Kegiatan ekonomi atau produksi yang melayani pasar di desa tersebut yang dinamakan
lebih lambat atau lebih cepat dibandingkan dengan desa lainnya dalam satu wilayah, dapat
4. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai acuan utama dan pembanding,
komuditas seperti sapi dan jagung perlu dikembangkan dalam peningkatan peran KUMKM di
kawasan perbatasan Kabupaten Belu (NTT), disamping itu, juga berhasil memetakan peran
koperasi kecil dalam pemberdayaan kawasan perbatasan, merancang model yang diharapkan
20
Arsyad (2002) dalam Moh. Ikhsan, Kerangka Gagasan Potensi Ekonomi Desa,
http://www.berdesa.com/kerangka-gagasan-potensi-ekonomi-desa/
26
untuk peningkatan share KUMKM kawasan perbatasan dalam jangka waktu 5 tahun
kedepan.21 Kusdiana dan Gunardi (2014) menemukan bahwa potensi produk unggulan
UMKM di setiap sektor setelah dilakukan analisis AHP berdasarkan kriteria keunikan,
potensi pasar, dan manfaat ekonomi, maka dapat diidentifikasi potensi produk unggulan
UMKM prioritas adalah manggis, pengolahan logam, dan jasa perbengkelan.22 Chabib, dkk
(2016) mengungkap bahwa berbagai masalah seperti fasilitas terbatas dalam proses produksi
sehingga tidak dapat menghasilkan banyak produk dalam jumlah maksimum; tidak bisa
menjual produk mereka di pasar karena keterbatasan keterampilan dan sosialisasi produk.
Dengan masalah ini peneliti melakukan program untuk pengadaan peralatan yang dibutuhkan
kualitas kemasan, jaringan dan kerjasama. Program ini dilakukan dengan cara melakukan
website dan pelatihan pemasaran melalui media online.23 Rezki (2014) menunjukkan bahwa
sarana prasarana, dan iklim usaha yang kondusif dapat mengatasi berbagai permasalahan
yang dihadapi UMKM, menjadikan usaha yang tangguh, mandiri, berdaya saing tinggi,
Widiastuti (2014) menunjukkan faktor kondisi dan peran pemerintah mempunyai pengaruh
21
Indra Idris dan Saudin Sijabat, Model Peningkatan Peran KUMKM Dalam Pengembangan Komoditas
Unggulan Di Kawasan Perbatasan, Jurnal Pengkajian KUKM, Volume 6 - September 2011 : 89 - 123
22
Dikdik Kusdiana dan Ardi Gunardi, Pengembangan Produk Unggulan UMKM Kabupaten Sukabumi.
Trikonomika, Volume 13, No. 2, Desember 2014, Hal. 153–171
23
Lutfi Chabib, Yosi Febrianti, Abdul Hakim, Muhammad Safarullah, Bambang Subekti. Pemberdayaan
Dan Pengembangan UKM Sebagai Penggerak Ekonomi Desa (Desa Harjobinangun, Pakem, Sleman, Di
Yogyakarta). AJIE - Asian Journal of Innovation and Entrepreneurship (e-ISSN: 2477- 0574 ; p-ISSN: 2477-
3824) Vol. 01, No. 03, September 2016
24
Ortina Rezki, Analisis Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Sebagai Penggerak
Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Studi kasus pada Kota Mojokerto). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawitjaya, Vol. 2 No. 2. (2014). http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb
27
yang kuat sebagai faktor keunggulan kompetitif pengembangan sapi potong di Kabupaten
Gorontalo.25
25
Rini Widiastuti. Strategi Pengembangan Sapi Potong di Kabupaten Gorontalo, (Bogor: Tesis, Sekolah
Pascasarjana IPB, 2014)
28
BAB III
PELAKSANAAN PENGABDIAN BERBASIS RISET
Kegiatan pengabdian berbasis riset dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu tahap Focus
Group Discussion (FGD), tahap pelatihan, dan tahap rencana tindak lanjut (RTL), ketiga
Sekarang ini, usaha ternak sapi potong sudah menyebar ke beberapa daerah diluar jawa.
Perkembangan usaha sapi potong dalam bentuk penggemukan sapi (Feedloot) didorong oleh
permintaan daging yang terus menerus meningkat dari tahun ke tahun. Bentuk usaha ternak
sapi potong ini bisa dilakukan secara perorangan maupun dalam bentuk perusahaan dalam
skala besar, namun ada juga yang mengusahakan penggemukan sapi ini secara berkelompok.
Salah satu daerah yang menjadi potensi utama menjadi pusat usaha ternak sapi dalam
pengembangan sapi lokal adalah Kabupaten Gorontalo. Daerah ini memiliki potensi yang
cukup besar di jadikan sebagai salah satu wilayah untuk pengembangan sapi potong. Akan
tetapi sampai saat ini pengembangan dan pembinaan usaha ternak sapi potong di Kabupaten
Gorontalo khususnya Desa Pulubala belum dilaksanakan secara optimal. Padahal inpra
29
struktur seperti kandang dan fasilitasnya cukup tersedia di Desa Pulubala tetapi tidak
3. Masalah lingkungan
6. Masalah Pakan
praktisi, tokoh masyarakat, dan pelaku ternak. Adapun peserta FGD tersebut dirinci
30
Tabel 3.1: Daftar Nama-nama Peseta FGD
No Nama Unsur
1 Muhdar HM Peneliti
2 Sudirman Peneliti
3 Sulaiman Ibrahim Akademisi (Sekretaris LP2M)/Moderator
4 Roni Mohamad Praktisi UMKM/Narasumber
5 Femmy Wati umar Kadis Peternakan dan Kesehatan Hewan/Narasumber
6 Jayadi Y. Ibrahim Ketua Bangar DPRD Kab. Gorontalo/Narasumber
7 Hamzah Dunggio Sekdes Pulubala
8 Ramli Rivai Kadus 1 Desa Pulubala
9 Hamzah Bay Kadus 5 (Bantula) Desa Pulubala
10 Yunus Ali Kadus 4 (Tomula) Desa Pulubala
11 Amran Pakaya Kadus 2 Desa Pulubala
12 Hapsa Pakaya Kadus 3 Desa Pulubala
13 Atino Mohamad Kadus Gunung Potong Desa Pulubala
14 Lestari Sugio Asih BPD Desa Pulubala
15 Sidik Antu Peternak Desa Pulubala
16 Femi Yusuf Peternak Desa Pulubala
17 Zulkarnain Ismail Peternak Desa Pulubala
18 Mukrin Dukalang Peternak Desa Pulubala
19 Fatma I. Hasan Peternak Desa Pulubala
20 Hamidah Mooduto Peternak Desa Pulubala
21 Ismail Yunus Peternak Desa Pulubala
22 Yulin Ali Peternak Desa Pulubala
23 Fatma Daud Peternak Desa Pulubala
24 Yance Harun Peternak Desa Pulubala
25 Hardiyanti Dunggio Peternak Desa Pulubala
26 Leni Akuba Peternak Desa Pulubala
27 Yanti N. Tue Peternak Desa Pulubala
28 Happy Mohamad Peternak Desa Pulubala
29 Hestin Ayuba Peternak Desa Pulubala
30 Retni A. Podu Peternak Desa Pulubala
diatas, disimpulkan/disepakati bahwa hal yang menjadi prioritas untuk segera di lakukan oleh
para peternak di Desa Pulubala untuk mengatasi persoalan di atas adalah: Pertama,
peluang mendapatkan bantuan baik berupa pembiayaan/modal maupun dalam bentuk bibit
ternak sapi yang telah disiapkan pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi bahkan Bank
31
proposal permohonan bantuan pembiayaan modal usaha; Ketiga, memberikan pelatihan
peternak untuk memasarkan produksi sapi potong yang di produksi oleh kelompok peternak
Kegiatan pelatihan diberikan kepada komunitas UMKM ternak sapi potong dengan
tujuan mendorong pengembangan usaha kecil peternakan sapi potong sehingga mampu
meningkatkan produksi daging sapi dalam rangka memenuhi kebutuhan daging di Provinsi
Gorontalo khususnya dan Indonesia pada umumnya, dan mampu meningkatkan lapangan
disusun berdasarkan hasil focus group discussion (FGD). Hasil FGD menunjukkan bahwa
kurangnya modal untuk mengembangkan usaha merupakan salah satu persoalan penting dari
sekian banyak problem yang harus diselesaikan oleh komunitas peternak sapi potong di Desa
Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo. Karena itu, dalam FGD tersebut
ditemukan bahwa materi prioritas yang harus diberikan pada kegiatan pelatihan adalah
bagaimana komunitas peternak sapi potong mampu menyusun suatu draft proposal bantuan
pembiayaan/modal usaha.
32
Materi ini, merupakan rencana tindak lanjut (RTL) dari focus group discussion
setempat membuat mereka tidak berdaya untuk memanfaatkan potensi desa setempat.
Dengan pelatihan ini diharapkan memiliki peran penting dalam pengembangan usaha
diikuti oleh para komunitas UMKM ternak sapi potong yang berada pada Desa Pulubala
Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo. Adapun materi yang disampaikan yaitu tentang
UMKM ternak sapi potong. Dan para peserta sangat antusias dalam mengikuti kegiatan ini.
Kegiatan ini diawali dengan penyampaian materi kemudian dibuat kelompok-kelompok kecil
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari pelatihan, dimana peneliti melakukan dua
peternak sapi untuk melakukan audiensi dengan Bupati Kabupaten Gorontalo dan Ketua
33
Komisi Anggaran DPRD Kabupaten Gorontalo sekaligus menyerahkan proposal bantuan
5. Bapak bupati akan memberikan bantuan ternak sapi untuk setiap kelompok peternak
Kabupaten Gorontalo.
34
BAB IV
DISKUSI KEILMUAN
Pada bagian ini menjawab beberapa rumusan masalah yang telah diajukan sebagaimana
Sesungguhnya, tersedianya sarana seperti kandang dan lokasi yang disiapkan oleh pemerintah
di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo dapat menjadi motivasi bagi
komunitas peternak sapi potong untuk meningkatkan produksinya, hanya saja sarana tersebut
tidak digunakan. Dalam kaitan dengan ini, terdapat beberapa problematika peternak sapi
potong dalam rangka pengembangan UMKM ternak sapi potong di Desa Pulubala
Berdasarkan hasil FGD bahwa di lapangan, walaupun kandang ternak tersedia bukan
berarti tidak memiliki sejumlah problem. Justru tidak digunakan sarana tersebut, karena
komunitas ternak sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo
35
dan keterampilan peternak, pakan, modal, kelembagaan, belum maksimalnya usaha untuk
mengambil kesempatan mengambil peluang memperoleh nilai tambah dari rantai peternakan
sapi potong untuk memproduksi daging sapi untuk keperluan dalam negeri maupun ekspor,
kelembagaan, SDM.
Potensi pengembangan UMKM ternak sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala
Jumlah populasi ternak memperlihatkan peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data
tahun 2016, terlihat bahwa jumlah ternak sapi potong di Kabupaten ini adalah 81.588 ekor.
Populasi ternak sapi potong di Kabupaten Gorontalo hingga tahun 2016 mengalami
peningkatan, dapat dilihat pada Tabel 2. Dari tabel ini terlihat bahwa populasi sapi potong di
Tabel 4.1: Populasi Ternak Sapi Potong Kab. Gorontalo menurut Kecamatan
Kecamatan Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
26
Hasil diskusi dengan peserta FGD (akademisi/peneliti, pemerintah, praktisi, tokoh masyarakat, dan
pelaku ternak) tanggal 16 November 2018 di Balai Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten
Gorontalo
36
Dungaliyo 4.474 4.630 4.795
Umumnya sapi potong yang dipelihara di Kabupaten Gorontalo adalah Sapi local dan
Sapi Bali. Populasi ternak sapi potong menyebar secara merata di semua kecamatan yang ada
Limboto Barat, Kecamatan Telaga, Kecamatan Telaga Biru, Kecamatan Tilango, dan
Kecamatan Telaga Jaya dan Kecamatan yang memiliki populasi terbesar adalah Kecamatan
Tibawa sebanyak 8.163 (2014); 8.319 (2015); dan 8.484 (2016) ekor.
Sebagai salah satu daerah yang berpotensi sebagai pengembangan agribisnis (sentra
produksi) sapi potong, Kabupaten Gorontalo memiliki populasi ternak terbesar di Provinsi
Gorontalo. Populasi sapi mengalami peningkatan setiap tahun. Hal ini disebabkan oleh
37
peningkatan kelahiran ternak (melalui program Kawin Alam). Disamping itu, kenaikan
Sebagai daerah yang sebagian besar masyarakatnya berusaha di sektor pertanian, Kabupaten
Gorontalo dengan potensi sumber daya alam dan keanekaragaman hayati merupakan daerah
agraris yang menjadikan sektor pertanian memiliki keunggulan komparatif yang tinggi pula.
Potensi dan keunggulan komparatif ini perlu dikembangkan dengan keunggulan kompetitif
melalui pengembangan system dan usaha yang akan menghasilkan produk dan jasa pertanian
peternakan dengan berbagai keterbatasan, kendala dan permasalahanya menjadi usaha yang
andal dan tangguh dalam perekonomian masyarakat. Pembangunan peternakan tidak hanya
meliputi pembangunan fisik dan prasarana, tetapi juga aspek sumberdaya manusia,
dari usaha yang bersifat tradisional sampai semi intensif menjadi usaha yang intensif dan
rangkaian upaya untuk memfasilitasi, melayani dan mendorong berkembangnya system dan
usaha peternakan yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan desentralistis untuk
dukungan prasarana dan sarana yang memadai, SDM yang mengetahui dan mampu
mengaplikasikan teknologi peternakan secara efisien dan efektif, kelembagaan usaha yang
38
baik dan kokoh serta dukungan teknologi aplikasi yang sesuai dengan kondisi dan
kegiatan pemanfaatan lahan, selain itu setiap penggunaan lahan memiliki faktor pembatas
seperti kemiringan lahan, kepekaan jenis tanah terhadap erosi dan lain sebagainya yang
apabila melewati ambang batas dapat mengganggu fungsi lingkungan. Luas wilayah
Kabupaten Gorontalo adalah 120.534 Ha, lahan kering 77,64 % sedangkan lahan sawah
22,19 % dan lahan penggembalaan 0,17 %. Data produksi segar hijauan rumput menunjukan
bahwa jumlah produksi rumput segar tertinggi pada lahan kering 1.450.521 ton atau 76,15 %,
lahan sawah 449.266 ton atau 23,59 % dan lahan penggembalaan 5.067 ton atau 0,27 %.
Jumlah produksi segar rumput tertinggi di Kec. Pulubala 265.045 ton, Kec.
Tolangohula 231.721 ton dan Kec. Bongomeme 187.567 ton, sedangkan produksi rendah di
Kec. Telaga Jaya dan Tilanggo 7.612 ton dan 4.728 ton. Data produksi rumput kering
diketahui bahwa produksi lahan kering 196.522 ton atau 66.74 %, lahan sawah 97.073 ton
atau 32.97 % dan lahan penggembalaan 867 ton atau 0.29 %. Produksi tertinggi di Kec.
Tolangohula 38.768 ton, Kec. Pulubala 36.389 ton dan Kec. Mootilango 28.982 ton,
sedangkan yang rendah di Kec. Telaga Jaya dan Tilango 1.452 ton dan 641 ton. Tingginya
kadar air rumput segar menyebabkan selisih berat rumput kering pada lahan penggembalaan,
Produksi bahan kering (BK), di Kabupaten Gorontalo 221.644 ton. Lahan kering
159.089 ton atau 71,95 %, lahan sawah 62.041 ton atau 27,82 % dan lahan padang
penggembalaan 533 ton atau 0,24 %. Jumlah produksi bahan kering rumput tertinggi di Kec.
Pulubala 29.238 ton, Kec. Tolangohula 28.015 ton, Kec. Bongomeme 21.153 ton. Kec.
Mootilango 21.076 ton dan Kec. Tibawa 20.916 ton, sedangkan produksi terendah di Kec.
Telaga Jaya 983 ton dan Kec. Tilango 519 ton. Sementara itu, daya dukung hijauan rumput
39
berdasarkan bahan kering rumput tiap jenis lahan adalah lahan kering 139.552 ST (satuan
ternak) atau 71,95 %, lahan sawah 54.422 ST atau 27,82 %, dan lahan penggembalaan 468
ST atau 0,24 %, daya dudung hijauan rumput. Nilai daya dukung hijauan rumput tertinggi di
Kec. Pulubala 25.648 ST, Kec. Tolangohula 24.574 ST, Kec. Bongomeme 18.556 ST, Kec.
Mootilango 18.488 ST, dan Kec. Tibawa 18.348 ST, sedangkan Nilai daya dukung hijauan
rumput terendah di Kec. Tilango 455 ST, Telaga Jaya 863 ST dan Batudaa Pantai 3.416 ST.
Tinggi rendahnya daya dukung hijauan rumput di Kabupaten Gorontalo dipengaruhi oleh luas
Indeks daya dukung pakan dengan diklasifikasi dengan kriteria: sangat kritis < 2,
kritis 2-3, rawan >3-4, aman>4-5, dan sangat aman >5 (Ashari, 2005). Indeks dan katagori
daya dukung hijauan rumput berdasarkan bahan kering terlihat bahwa satu Kecamatan di
Kabupaten Gorontalo yakni Tolangohula memiliki indeks daya dukung 9,15 dengan kategori
sangat aman. Kecamatan ini tidak memiliki lahan penggembalaan, tetapi produksi hijauan
rumput lahan kering dan lahan sawah sangat tinggi. Kecamatan yang terkatagori aman
dengan nilai indeks daya dukung 4,01-4,86. Kecamatan Pulubala 4,01, Kecamatan
Boliyohuto 4,86, Kecamatan Asparaga 4,39, dan Kecamatan Limboto 4,82. Sedangkan ideks
daya dukung rawan dengan nilai antara 3,24-3,82. Kecamatan Tibawa 3,36, Kecamatan
Bilato 3,82, Kecamatan Limboto Barat 3,36. Kecamatan ini tidak memiliki lahan sawah dan
lahan penggembalaan dan lahan kering tidak terlalu luas. Indeks daya dukung Kritis dengan
nilai indeks 2,0-2,5 adalah Kec. Bongomeme 2,07, Tabongo 2,52, Mootilango 2,04, Telaga
2,46, dan Telaga Biru 2,04. Daya dukung sangat kritis dengan nilai indeks 0-1,0 terdapat di
Kec. Batudaa Pantai 1,08, Biluhu 1,8, Batudaa 0,97, Tilango 0,30, Telaga jaya 0,56,
27
Marwan, Muhammad Mukhtar, Syamsul Bahri. Potensi Dan Daya Dukung Lahan Hijauan Pakan Sapi Potong
di Kabupaten Gorontalo. Jurnal KIM Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian, issu 2, Vol. 2, 2014, hal 1 - 16
40
Dungaliyo 1,42. Kecamatan ini tidak memiliki lahan penggembalaan dan lahan sawah,
potensi lahan yang ada di Kabupaten Gorontalo untuk pengembangan usaha sapi potong
sangat potensial untuk usaha sapi potong ditandai dengan jumlah produksi segar, produksi
kering dan produksi bahan kering masing-masing sebesar 1.904.854 ton, 294.463 ton dan
221.664 ton, dengan produksi hijauan rumput tertinggi terdapat di Kec. Pulubala, Kec.
Tolagohula dan Kec. Bongomeme dan produksi terendah terdapat di Kec. Tilango dan
Telaga Jaya. Daya dukung hijauan rumput berdasarkan bahan kering sebesar 194.442 ST
dengan kapasitas peningkatan populasi ternak 133.093 ST. Daya dukung hijauan rumput
tertinggi terdapat di Kec. Tolangohula, Kec. Pulubala dan terendah terdapat di Kec. Batudaa.
Dukungan lain yang dapat menunjang wilayah pengembangan usaha peternakan adalah
adanya kelembagaan ternak yang harus terus dibangun untuk dapat mendukung
mendukung adalah adanya kelompok tani ternak, lembaga pelayanan, dan programprogram
pemerintah baik pusat maupun daerah. Adapun kelompok tani ternak di Kabupaten Gorontalo
mendapatkan bantuan permodalan dan adapula berupa bakalan sapi potong, namun dalam
Sektor penggerak ekonomi menjadi tulang punggung perekonomian suatu daerah (desa)
karena mempunyai keuntungan kompetitif yang cukup tinggi dibandingkan dengan sektor
28
Marwan, Muhammad Mukhtar, Syamsul Bahri. Potensi Dan Daya Dukung Lahan Hijauan Pakan Sapi Potong
di Kabupaten Gorontalo. Jurnal KIM Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian, issu 2, Vol. 2, 2014, hal 12 - 13
41
lain. Keunggulan kompetitif
membandingkan potensi komoditi yang sama di suatu desa dengan desa lainya, melainkan
membandingkan potensi komoditi suatu desa terhadap komoditi semua desa pesaingnya di
pasar. Karena itu, keunggulan komparatif suatu komoditi bagi suatu desa adalah bahwa
komodoti itu lebih unggul secara relative dengan komoditi lain di desanya/daerahnya.
Pengertian unggul dalam hal ini adalah dalam bentuk perbandingan dan bukan dalam bentuk
Berdasarkan data yang diperoleh melalui diskusi dalam kegiatan FGD bahwa aspek
peternakan sapi potong merupakan salah komoditi unggulan Desa Pulubala Kecamatan
mata pencaharian kedua masyarakat desa ini adalah dari hasil-hasil ternak sapi potong.
Berdasarkan data wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan ternak sapi
ekonomi desa karena menurut teori basis semakin banyak barang yang diproduksi dan di
jual ke desa/luar desa lain maka akan semakin maju pertumbuhan ekonomi di desa tersebut.
29
Wawancara tanggal 16 November 2018 dengan ayahanda (Kepela Desa) bersama dengan kepala-kepala
dusun/kepala lingkungan Desa Pulubala Kecematan Pulubala Kabupaten Gorontalo.
42
Dan kondisi inilah yang terjadi pada produksi ternak sapi potong di Desa Pulubala
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan memiliki peran penting dalam
pengembangan UMKM ternak sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten
Gorontalo. Hasil ini diketahui sebagaimana tanggapan informan penelitian bahwa variabel
Pada bahasan bagian ini diarahkan untuk memberikan gambaran hasil-hasil penelitian,
terutama kaitannya dengan peran pelatihan dalam pegembangan UMKM ternak sapi potong
sebagai sector penggerak ekonomi Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo.
Pembahasan ini diawali dengan menyajikan karakteristik informan dan deskripsi tentang
peran pelatihan dalam pengembangan UMKM ternak sapi potong melalui beberpa indikator
a. Deskripsi Data
Informan dalam penelitian ini adalah para peternak yang menjadi peserta pelatihan yang
berjumlah 30 orang. Karakteristik informan dan deskripsi variable penelitian akan diuraikan
berikut ini.
Penelitian ini menjelaskan karakteristik informan pelaku UMKM ternak sapi di Desa
Karakteristik yang dimaksud merupakan identitas dari 30 informan yang terdiri dari jenis
kelamin, tingkat pendidikan, umur, dan status perkawinan. Secara singkat karakteristik
43
1.1. Karakteristik Informan menurut Jenis Kelamin
Jenis kelamin informan perlu ditampilkan agar dapat mengetahui komposisi karyawan
berdasarkan jenis kelamin. Komposisi jenis kelamin akan dapat memberikan fakta tersendiri
apakah pelaku-pelaku ternak didominasi oleh jenis kelamin tertentu. Berdasarkan data primer
yang dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner, diperoleh profil responden menurut jenis
Penjelasan secara rinci berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-
laki responden yang diteliti yakni 63,33% sedangkan perempuan hanya 36,67%. Komposisi
ini menggambarkan bahwa pelaku ternak sapi potong di desa Pulubala Kecamatan pulubala
Kabupaten Gorontalo yang diteliti didominasi kaum laki-laki. Ini tentunya sangat membantu
pekerjaan yang lebih banyak menggunakan fisik. Disamping itu, bahwa peternak laki-laki
dalam bekerja biasanya lebih baik dalam menggunakan akal dan pikirannya dibandingkan
peternak perempuan. Kondisi ini relevan dengan teori yang dikemukakan Robbins (2003)
bahwa tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam kemampuan
kemampuan belajar. Namun studi-studi psikologi telah menemukan bahwa wanita lebih
bersedia untuk mematuhi wewenang dan pria lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya
daripada wanita dalam memiliki pengharapan untuk sukses. Greenberg dan Baron (2003)
menyatakan bahwa, Jnis kelamin wanita memiliki komitmen yang lebih rendah dari pada pria
yang disebabkan adanya diskriminasi di tempat kerja yang menganggap kemampuan wanita
tidak sama dengan pria sehingga kebanyakan wanita memperoleh kedudukan atau posisi yang
lebih rendah dan kurang terlibat dalam masalah-masalah organisasi. Artinya bahwa UMKM
44
ternak sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo lebih
Pendidikan adalah suatu unsur penting untuk menentukan kemampuan kerja dan kinerja.
Tingkat pendidikan informan dapat membantu kemampuan informan selaku peternak dalam
yang berbeda-beda tingkat pendidikan dapat melakukan pekerjaannya dengan baik (Robbins,
1996). Berdasarkan data primer yang dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner, diperoleh
profil informan menurut tingkat pendidikan sebagaimana nampak dalam Tabel 5.2 di bawah
ini.
peternak di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo yang diteliti yakni
53,33%. Sedangkan prosentase tingkat pendidikan terendah SMTP dengan prosentase 3,33%.
45
No Pendidikan Frekuensi %
1 SD 16 53,33
2 SMTP 1 3,33
3 SMTA 13 43,34
* Jumlah 30 100,00
Sumber: data olahan, 2018
Terdapat suatu keyakinan yang meluas bahwa kinerja seseorang merosot dengan makin
tuanya orang tersebut. Keterampilan seorang individu terutama kecepatan, kecekatan dan
(Robbins, 1996). Berdasarkan data primer yang dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner,
diperoleh profil informan menurut umur sebagaimana nampak dalam Tabel 4.4 di bawah ini.
Penjelasan secara rinci karateristik informan menurut umur sebagaimana pada tabel
4.4 menunjukkan bahwa umur 31-40 dan 41 – 50 tahun mendominasi keseluruhan peternak
sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala kabupaten Gorontalo yang diteliti yakni
No Umur Frekuensi %
1 20 – 30 2 6.67
2 31 – 40 11 36.67
3 41 – 50 11 36.67
4 > 50 6 20.00
* Jumlah 30 100.00
Sumber: data olahan, 2018
46
Pembahasan pada bagian ini diarahkan untuk mendeskripsikan hasil penelitian berdasarkan
pengembangan UMKM Ternak Sapi Potong yang diukur dengan menggunakan lima
indikator yaitu iklim usaha kondusif, bantuan modal, hasil usaha yang meningkat,
berusaha mengungkap perasaan atau persepsi informan tentang pelatihan yang telah diperoleh
dalam kaitannya dengan pengembangan UMKM ternak sapi potong sebagai sektor penggerak
ekonomi desa. Indikator-indikator tersebut akan di deskripsikan menurut grafik dan analisis
statistic deskriftif.
indikator pada variabel penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai
indikator apa saja yang membangun konsep model penelitian secara keseluruhan. Dasar
interpretasi nilai rata-rata yang digunakan dalam penelitian ini, mengacu pada interpretasi
skor yang digunakan oleh Steven, Jr, (2004) sebagaimana digambarkan pada tabel berikut ini:
47
Tabel 4.6: Data Deskripsi setiap Indikator
Grafik 4.1 dibawah menunjukkan dari 30 peternak sapi potong yang dijadikan informan
menyatakan bahwa 30% menyatakan sangat setuju, 53,33% menyatakan setuju, dan 16,67%
menyatakan ragu-ragu (netral) atas pernyataan bahwa setelah mereka mendapatkan pelatihan
maka iklim usaha mereka akan menjadi kondusif. Sementara tidak ada satupun informan
yang menyatakan kontra terhadap pernyataan tersebut, artinya tidak ada pernyataan yang
terdeteksi tidak setuju atau sangat tidak setuju. Dengan data ini, dapat dimaknai bahwa
mayoritas peternak sapi potong setelah mengikuti pelatihan maka iklim usaha peternakan
mereka kondusif. Disamping itu, berdasarkan data pada tabel 5.5, nilai rata-rata (mean) dari
indikator kondusifitas iklim usaha sebesar 4,13 (82,6%), artinya bahwa kondusifitas iklim
48
usaha peternak sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo
Grafik 4.2 dibawah menunjukkan dari 30 peternak sapi potong yang dijadikan informan
menyatakan bahwa 20,00% menyatakan sangat setuju, 46,67% menyatakan setuju, 30,00%
menyatakan ragu-ragu (netral), dan 3,33% menyatakan tidak setuju atas pernyataan bahwa
setelah mereka mendapatkan pelatihan, maka mereka bisa mendapatkan bantuan modal baik
yang bersumber dari pemerintah berupa bantuan modal maupun bersumber dari Bank berupa
pinjaman kredit. Dengan sebaran data ini, dapat dimaknai bahwa mayoritas peternak sapi
yang diberikan dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam hal bagaimana mendapatkan
tambahan modal usaha. Disamping itu, berdasarkan data pada tabel 4.6, nilai rata-rata (mean)
dari indikator bantuan modal usaha sebesar 3,83 (76,6%), artinya bahwa bantuan modal
usaha peternak sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo
49
2.3. Deskripsi Usaha yang Meningkat
Grafik 4.3 dibawah ini menunjukkan dari 30 peternak sapi potong yang dijadikan informan
menyatakan bahwa 30,00% menyatakan sangat setuju, 43,33% menyatakan setuju, 20,00%
menyatakan ragu-ragu (netral), dan 6,67% menyatakan tidak setuju atas pernyataan bahwa
setelah mereka mendapatkan pelatihan, maka mereka bisa meningkatkan hasil usaha ternak
dengan baik. Dengan sebaran data ini, dapat dimaknai bahwa mayoritas peternak sapi potong
mereka dapatkan selama ini dapat meningkatkan keterampilan mereka tentang bagaimana
meningkatkan hasil usaha ternak yang mereka geluti selama ini. Disamping itu, berdasarkan
data pada tabel 4.6, nilai rata-rata (mean) dari indikator peningkatan usaha ternak sebesar
3,97 (79,4%), artinya bahwa peningkatan usaha ternak sapi potong di Desa Pulubala
Grafik 4.4 dibawah ini menunjukkan dari 30 peternak sapi potong yang dijadikan informan
menyatakan bahwa 33,33% menyatakan sangat setuju, 46,67% menyatakan setuju, 16,67%
menyatakan ragu-ragu (netral), dan 3,33% menyatakan tidak setuju atas pernyataan bahwa
50
setelah mereka mendapatkan pelatihan, maka mereka bisa membangun kemitraan dengan
baik. Dengan sebaran data ini, dapat dimaknai bahwa mayoritas peternak sapi potong di
mereka dapatkan selama ini dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan mereka
tentang bagaimana membangun jaringan kemitraan serta urgensi kemitraan untuk menunjang
keberlanjutan usaha mereka. Disamping itu, berdasarkan data pada tabel 4.6, nilai rata-rata
(mean) dari indikator kemitraan sebesar 4,10 (82%), artinya bahwa kemitraan yang
dibangun oleh para peternak sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten
Grafik 4.5 dibawah ini menunjukkan dari 30 peternak sapi potong yang dijadikan informan
menyatakan bahwa 30,00% menyatakan sangat setuju, 53,33% menyatakan setuju, 13,33%
menyatakan ragu-ragu (netral), dan 3,33% menyatakan tidak setuju atas pernyataan bahwa
setelah mereka mendapatkan pelatihan, maka mereka bisa melakukan promosi penjualan
hasil usaha ternak dengan baik. Dengan sebaran data ini, dapat dimaknai bahwa mayoritas
51
menyatakan pelatihan yang mereka dapatkan selama ini membuat mereka menjadi
mengetahui dan terampilan untuk melakukan promosi hasil ternak mereka melalui media
social seperti facebook. Disamping itu, berdasarkan data pada tabel 4.6, nilai rata-rata (mean)
dari indikator promosi penjualan sebesar 4,10 (82%), artinya bahwa promosi penjualan
hasil ternak sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo berada
Grafik 4.6 dibawah menunjukkan dari 30 peternak sapi potong yang dijadikan informan
menyatakan bahwa 30,00% menyatakan sangat setuju, 40,00% menyatakan setuju, dan
30,00% menyatakan ragu-ragu (netral) atas pernyataan bahwa setelah mereka mendapatkan
pelatihan maka mereka mampu mengakses informasi yang mereka butuhkan. Sementara
tidak ada satupun informan yang menyatakan kontra terhadap pernyataan tersebut, artinya
tidak ada pernyataan yang terdeteksi tidak setuju atau sangat tidak setuju. Dengan data ini,
dapat dimaknai bahwa mayoritas peternak sapi potong menyatakan bahwa setelah mengikuti
pelatihan yang didapatkan selama ini, mereka menjadi mengetahui dan terampil untuk
52
mengakses informasi-informasi yang dibutuhkan melalui media internet. Disamping itu,
berdasarkan data pada tabel 4.6, nilai rata-rata (mean) dari indikator kondusifitas iklim usaha
sebesar 4,00 (80%), artinya bahwa akses informasi bagi peternak sapi potong di Desa
Akumulasi dari enam indikator tersebut, dijadikan sebagai alat ukur untuk
menentukan peran pelatihan dalam pengembangan UMKM ternak sapi potong sebagai sektor
menunjukkan sebagaimana pada grafik 5.7 bahwa dari 30 peternak sapi potong yang
menyatakan berperan, dan 6,67% menyatakan ragu-ragu (netral). Sementara itu, tidak ada
satupun informan yang menyatakan kontra terhadap pernyataan tersebut, artinya tidak ada
pernyataan yang terdeteksi tidak setuju atau sangat tidak setuju. Dengan data ini, dapat
dimaknai bahwa mayoritas peternak sapi potong menyatakan bahwa pelatihan-pelatihan yang
berkaitan dengan peternakan sapi yang telah diterima memiliki peran dalam upaya
pengembangan usaha mereka (UMKM ternak sapi potong). Disamping itu, berdasarkan data
53
pada tabel 5.5, nilai rata-rata (mean) dari peran pelatihan sebesar 4,13 (82,6%), artinya
bahwa pelatihan-pelatihan yang diterima oleh para peternak sapi potong di Desa Pulubala
54
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data dan diskusi sebagai mana pada bab-bab sebelumnya, maka disimpulkan
bahwa:
1. Sejumlah problematika yang diahadapi oleh para komunitas ternak sapi potong di Desa
yaitu: (1) Masalah teknis pelaksanaan peternakan sapi potong, (2) Masalah kesehatan
(penyakit) ternak, (3) Masalah lingkungan, (4) Masalah Pendidikan dan keterampilan
masyarakat, (5) Masalah Ketersediaan bibit yang tidak memadai, (6) Masalah Pakan, (7)
Masalah Modal yang terbatas, (8) Masalah kelembagaan (Kelompok usaha peternakan
sapi), (9) Belum maksimalnya usaha untuk mengambil kesempatan mengambil peluang
memperoleh nilai tambah dari rantai peternakan sapi potong untuk memproduksi daging
sapi untuk keperluan dalam negeri maupun ekspor, (10) Jaringan pemasaran produk sapi
Kabupaten Gorontalo adalah sangat potensial. Hal ini ditandai dengan: Pertama, jumlah
populasi ternak memperlihatkan peningkatan dari tahun ke tahun. Kedua, potensi lahan
yang ada di Kabupaten Gorontalo untuk pengembangan usaha sapi potong sangat
potensial untuk usaha sapi potong ditandai dengan jumlah produksi segar, produksi kering
dan produksi bahan kering masing-masing sebesar 1.904.854 ton, 294.463 ton dan
221.664 ton, dengan produksi hijauan rumput tertinggi terdapat di Kec. Pulubala.
3. Berdasarkan analisis statistik deskriptif bahwa pelatihan-pelatihan yang telah diikuti oleh
para peternak memiliki peran penting dalam pengembangan UMKM ternak sapi potong
55
di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo. Hal ini di tandai dengan
nilai rata-rata (mean) sebesar 4,13 atau 82,6% berada dalam kategori bagus/berperan
(mengacu pada interpretasi skor yang digunakan oleh Steven, Jr, (2004))
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan diatas, maka ada beberap rekomendasi penelitian
1. Mengingat banyaknya problem yang di hadapi oleh para komunitas ternak sapi potong di
dalam rangka untuk mengatasi problem yang dialami oleh para peternak sapi potong pada
desa tersebut; kedua, melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi untuk melakukan
sebagai salah satu komuditas unggulan daerah; kedua, memberikan bantuan modal
kepada para komunitas ternak sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala
3. Kepada pelaku UMKM ternak sapi potong di Desa Pulubala Kecamatan Pulubala
keterampilan yang terkait pengelolaan ternak sapi potong, agar usaha peternakan yang
digeluti saat ini akan semakin berkembang untuk tahun-tahun akan datang.
56
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi, Rukminto, 2005, Teori pelatihan dalam pekerjaan sosial (Pengantar pada
pengertian dan beberapa pokok pembahasan), Depok: FISIP.
Aziz, Abdul. 2008. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Aziz, Abdul & A. Herani Rusland, 2009, Peranan Bank Indonesia di Dalam Mendukung
Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Jakarta.
Chabib, Lutfi, dkk. 2016, Pemberdayaan dan Pengembangan UKM sebagai Penggerak
Ekonomi Desa. (Desa Harjobinangun, Pakem, Sleman, di Yogyakarta), AJIE -
Asian Journal of Innovation and Entrepreneurship, Vol. 01, No. 03, September
2016.
Cresswell, J.W. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitaif dan Mixed, Edisi
Ketiga Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Dessler, Gary. 2010, Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Ke-10, Jakarta Barat: PT.
Indeks.
http://study-succes.blogspot.co.id/2013/12/perkembangan-umkm-dari-sisi-teori.html
https://kbbi.web.id/gerak
https://www.apaarti.com/penggerak.html
Idris, Indra dan Sijabat, Saudin. 2011, Model Peningkatan Peran KUMKM Dalam
Pengembangan Komoditas Unggulan Di Kawasan Perbatasan, Jurnal Pengkajian
KUKM, Volume 6 - September 2011 : 89 - 123
Kusdiana, Dikdik dan Gunardi, Ardi. 2014. Pengembangan Produk Unggulan UMKM
Kabupaten Sukabumi. Trikonomika, Volume 13, No. 2, Desember 2014.
Rezki, Ortina. 2014 Analisis Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Sebagai
Penggerak Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Studi kasus pada Kota Mojokerto).
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawitjaya,
Vol. 2 No. 2.
57
Mubyarto, 1996, Ekonomi Rakyat dan Program IDT, Yogyakarta: Aditya Media.
Mulyati, Subari, 2004. Kebijakan dan Strategi Pengembnagan Bank Indonesia dalam
mendukung pelayanan keuangan yang berkelanjutan bagi Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah. Deputi Direktur Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat.
Neuman, 2006. Social research method: Qualitative and Quantitative Approach. Boston:
Allyn Bacon.
Qodratillah, Meity, Taqdir, 2011. Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar “Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa”, Jakarta :Kementian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Murpi, Solehuddi, 2016. Business Plan Praktis dan Dahsyat untuk UMKM, Jakarta: Laksar
Aksara.
Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta
Wexley & Yulk, 1991. Pelatihan dan Pengembangan: Sumber Daya Manusia, Bandung:
Mandar Maju.
Widoyoko, Eko Putro, 2013. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian, Yoyakarta: Pustaka
Pelajar,
58