Anda di halaman 1dari 3

1.

Jawaban :
a.

Perbedaan Muatan Materi pada Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden:

Peraturan Pemerintah (PP): Peraturan Pemerintah memiliki muatan materi yang lebih luas dan
umum. PP digunakan untuk mengatur pelaksanaan undang-undang atau UU. Biasanya, PP merinci
ketentuan-ketentuan yang lebih teknis, administratif, atau operasional untuk menjalankan
ketentuan yang terdapat dalam UU. PP dapat mencakup berbagai bidang, seperti ekonomi, sosial,
dan administratif.

Keputusan Presiden (Keppres):

Keputusan Presiden memiliki muatan materi yang lebih spesifik dan terfokus. Keppres biasanya
dikeluarkan untuk menetapkan kebijakan tertentu yang bersifat lebih spesifik dan tidak terlalu
umum. Keppres seringkali terkait dengan hal-hal tertentu yang memerlukan keputusan cepat dan
konkret, seperti pengangkatan atau pemberhentian pejabat tertentu, penetapan hari libur nasional,
atau kebijakan luar negeri.

Dengan kata lain, perbedaan muatan materi antara PP dan Keppres terletak pada tingkat keumuman
dan spesifikasinya. PP lebih bersifat umum dan melibatkan aspek-aspek lebih luas, sementara
Keppres lebih spesifik dan terfokus pada suatu hal tertentu.

b. Perubahan Pedoman untuk Menentukan Materi Muatan Perundang-undangan:

Sebelum Amandemen UUD 1945: Sebelum amandemen Undang-Undang Dasar 1945, kekuasaan
presiden dalam menentukan materi muatan perundang-undangan cenderung lebih kuat dan kurang
terbatas. Presiden memiliki kewenangan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perppu) dalam keadaan tertentu tanpa persetujuan DPR. Hal ini memberikan
fleksibilitas yang besar kepada presiden dalam menentukan kebijakan.

Sesudah Amandemen UUD 1945: Setelah amandemen UUD 1945, kewenangan presiden lebih diatur
dan dibatasi. Perubahan ini bertujuan untuk meningkatkan checks and balances antara kekuasaan
eksekutif dan legislatif. Meskipun presiden masih memiliki kewenangan dalam pembuatan peraturan
perundang-undangan, namun batasan dan persyaratan tertentu diberlakukan, seperti persetujuan
DPR untuk Perppu dalam jangka waktu tertentu.

Dengan adanya amandemen, terjadi pergeseran menuju sistem yang lebih seimbang dan transparan
dalam pembuatan perundang-undangan, mengurangi potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh
eksekutif. Amandemen ini memperkuat peran DPR sebagai lembaga legislatif yang memiliki fungsi
pengawasan lebih kuat terhadap eksekutif dalam proses pembuatan peraturan perundang-
undangan.
2. Jawaban :

Naskah akademik memiliki peran yang sangat penting dalam suatu rancangan undang-undang
(RUU). Dalam konteks Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker) seperti
yang dijelaskan dalam kasus di atas, beberapa analisis penting dapat disampaikan:

 Landasan Konseptual dan Akademis:

Pemahaman Mendalam: Naskah akademik membantu dalam pengembangan pemahaman


mendalam tentang isu-isu yang akan diatur oleh RUU. Ini melibatkan analisis akademis yang cermat
terhadap aspek-aspek hukum, ekonomi, sosial, dan lingkungan yang relevan.

 Partisipasi dan Keterlibatan Pihak Terkait:

Transparansi dan Keterlibatan Masyarakat: Dengan adanya naskah akademik, masyarakat, para ahli,
dan pemangku kepentingan lainnya dapat turut berpartisipasi dan memberikan masukan. Proses
keterlibatan ini penting untuk memastikan bahwa RUU mencerminkan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat secara luas.

 Menghindari Adanya Kritik atas Kekurangan Analisis:

Pertanggungjawaban Hukum: Naskah akademik membantu mengurangi risiko kritik terhadap RUU
yang mungkin timbul akibat kekurangan analisis atau pertimbangan. Dengan memulai proses
pembuatan RUU dengan naskah akademik, kebijakan dapat lebih solid dan didasarkan pada
argumentasi yang kokoh.

 Sejalan dengan Prinsip Good Governance:

Penerapan Prinsip Good Governance: Proses penyusunan naskah akademik sebelum penyusunan
RUU sejalan dengan prinsip-prinsip Good Governance, seperti transparansi, akuntabilitas, partisipasi,
dan responsivitas. Ini meningkatkan kualitas demokratis dari proses legislatif.

 Mencegah Pembuatan Kebijakan yang Tidak Terencana:

Kohesivitas dan Konsistensi: Naskah akademik membantu mencegah pembuatan kebijakan yang
tidak terencana atau bertentangan. Dengan adanya naskah akademik, pembuat kebijakan dapat
memastikan kohesivitas dan konsistensi antara berbagai ketentuan dalam RUU.

Dalam kasus RUU Ciptaker, pentingnya naskah akademik menjadi sorotan karena dapat
mempengaruhi validitas, keberlanjutan, dan penerimaan masyarakat terhadap perubahan hukum
yang diusulkan. Proses penyusunan naskah akademik yang transparan dan inklusif akan menciptakan
dasar yang lebih kuat untuk proses legislasi yang demokratis dan efektif.
3. Jawaban :

Sebagai contoh, berikut adalah draft peraturan menteri tentang standar pengadaan jasa konstruksi
melalui jasa penyedia, dengan mempertimbangkan keterangan yang diberikan:
Peraturan Menteri ini dibuat berdasarkan peraturan-peraturan yang lebih tinggi, yaitu:
1. Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
2. Undang-Undang (UU) No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
3. Peraturan Presiden (Perpres) No. 25 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat.
4. Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) No. 9 Tahun 2018
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No. 03/PRT/M/2019
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Tujuan
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk mengatur standar pengadaan jasa konstruksi melalui jasa
penyedia dalam lingkup Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik
Indonesia.

Ruang Lingkup
Peraturan Menteri ini berlaku untuk semua kegiatan pengadaan jasa konstruksi yang dilakukan oleh
Kementerian PUPR melalui jasa penyedia.

Definisi
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mengacu pada definisi yang tercantum dalam PP No. 16
Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
2. Kementerian Negara merujuk pada UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
3. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengacu pada Perpres No. 25 Tahun
2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
4. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah merujuk pada LKPP No. 9 Tahun
2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia.
5. Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengacu
pada Peraturan Menteri PUPR No. 03/PRT/M/2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Penutup
Peraturan Menteri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat diubah atau dicabut sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan yang ada.

Anda mungkin juga menyukai