LP Tetanus
LP Tetanus
TETANUS
Oleh:
(2017.01.017)
BANYUWANGI
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Banyuwangi, ……………………
Mahasiswa
Mengetahui,
( ) ( )
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
TETANUS
I. Tinjauan Teori
A. Definisi
otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanuspasmin, suatu toksin protein
kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada
B. FAKTOR RESIKO
Fakor Resiko menurut (Budiastuti,2017)
E. KLASIFIKASI
Tetanus local: Biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul
rebiditas dan spasme pada bagian proksimal luar. Gejala itu dapat
menetap dalam beberapa minggu dan menghilang.
Tetanus sefalik: Varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi
1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling
menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf
otak VII diikuti tetanus umum.
Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot,
kaku kuduk, nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang
terkunci (trismus), disfagia. Timbul kejang menimbulkan aduksi lengan
dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya, spasme
berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh
periode relaksasi.Tetanus neonatorum: biasa terjadi dalam bentuk
general dan fatal apabila tidak ditanggani, terjadi pada anak-anak yang
dilahirkan dari ibu yang tidak imunisasi secara adekuat, rigiditas, sulit
menelan ASI, iritabilitas, spasme. Adapun berat ringannya tetanus :
Derajat I (ringan): trismus (kekakuan otot mengunyah) ringan sampai
sedang, spasitas general, tanpa gangguan pernafasan, tanpa spasme,
sedikit atau tanpa disfagia
Derajat II (sedang): trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme
singkat ringan sampai sedang, gangguan pernapasan sedang RR ≥ 30x/
menit, disfagia ringan.
Derajat III (berat): trismus berat, spastisitas generaisata, spasme reflek
berkepanjangan, RR ≥ 40x/ menit, serangan apnea, disfagia berat,
takikardia ≥ 120.
Derajat IV (sangat berat): derajat tiga dengan otomik berat melibatkan
sistem kardiovaskuler. Hipotensi berat dan takikardia terjadi
perselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat
menetap (Sudoyo Aru, 2011)
F. PHATOFISIOLOGI
Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia biasanya
melalui luka dalam bentuk spora. Penyakit akan muncul bila spora
tumbuh menjadi bentuk vegetatif yang menghasilkan tetanospasmin
pada keadaan tekanan oksigen rendah, nekrosis jaringan atau
berkurangnya potensi oksigen. Masa inkubasi dan beratnya penyakit
terutama ditentukan oleh kondisi luka. Beratnya penyakit terutama
berhubungan dengan jumlah dan kecepatan produksi toksin serta jumlah
toksin yang mencapai susunan saraf pusat. Faktor-faktor tersebut selain
ditentukan oleh kondisi luka, mungkin juga ditentukan oleh strain
Clostridium tetani. Pengetahuan tentang patofisiologi penyakit tetanus
telah menarik perhatian para ahli dalam 20 tahun terakhir ini, namun
kebanyakan penelitian berdasarkan atas percobaan pada hewan. Toksin
yang dikeluarkan oleh Clostridium tetani menyebar dengan berbagai
cara, sebagai berikut :
1. Masuk ke dalam otot
Toksin masuk ke dalam otot yang terletak dibawah atau sekitar luka,
kemudian ke otot-otot sekitarnya dan seterusnya secara ascenden
melalui sinap ke dalam susunan saraf pusat.
Toksin yang berada dalam jaringan akan secara cepat masuk ke dalam
nodus limfatikus, selanjutnya melalui sistem limfatik masuk ke
peredaran darah sistemik.
Faktor predisposisi (Luka tusuk, luka bakar, luka tembak dan luka tusukan gigi)
TETANUS
Hipertermia
Trismus
Kaku kuduk
Penurunan
kemampun batuk
Sulit menelan
Gangguan
Intake nutrisi mobilitas fisik Penumpukan
tidak ade kuat sekret
Defisit Bersihan
nutrisi jalan nafas
tidak efektif
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk takikardi
ventrikuler (Torsaderde pointters)
2. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih
rendah kadar fosfat dalam serum meningkat.
3. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan
subkutan atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi.
4. Pemeriksaan laboratorium
Kultur luka (mungkin negative)
Test tetanus anti bodi
I. PENATALAKSANAAN
1. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
a. hiperimun globulin (paling baik) Dosis: 3.000-6.000 unit IM
Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan. Tidak
berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat
menembus barier darah-otak
b. Pemberian ATS (anti tetanus)
ATS profilaksis diberikan untuk (luka yang kemungkinan terdapat
clostridium: luka paku berkarat), luka yang besar, luka yang
terlambat dirawat, luka tembak, luka yang terdapat diregio leher dan
muka, dan luka-luka tusuk atau gigitan yang dalam) yaitu sebanyak
1500 IU – 4500 IU
ATS terapi sebanyak > 1000 IU, ATS ini tidak berfungsi membunuh
kuman tetanus tetapi untuk menetralisir eksotoksin yang dikeluarkan
clostridium tetani disekitar luka yang kemudian menyebar melalui
sirkulasi menuju otak.
2. Perawatan luka
a. Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan
terbuka (jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis baik C. Tetani
untuk berkembang biak)
b. Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24
jam IV) selama 10 hari
c. Alternatif
Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4
dosis Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial.
Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang hanya
dapat dihentikan dengan membasmi kuman tersebut
3. Berantas kejang
a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang
b. Preparat anti kejang
c. Barbiturat dan Phenotiazim
Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam
untuk optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi
berespon segera bila dirangsang
Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15
mg/kg BB/24 jam: mungkin 2-6 minggu
4. Terapi suportif
a. Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang
b. Perawatan umum, oksigen
c. Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi
d. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral,
hindari dehidrasi
e. Selama pasase usus baik, nutrisi interal merupakan pilihan selain
berfungsi untuk mencegah atropi saluran cerna.
f. Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin
J. KOMPLIKASI
a. Hipertensi
b. Kelelahan
c. Asfiksia
d. Aspirasi pneumonia
e. Fraktur dan robekan otot
II. KONSEP ASKEP
A. PENGKAJIAN
1. Identitasklien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose
medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa pertolongan untuk
yang menyelamatkan tubuh terluka dan luka tertusuk dan dapat luka
a. Pola persepsi
penyakit tetanus.
c. Polaeliminasi
Data eliminasi untuk buang air besar (BAB) pada klien tetanus
sampai sakit saat ini. Sering muncul perasaan tidak enak efek dari
e. Pola aktivitas
8. Pemeriksanfisik.
1. Status kesehatanumum
2. Kepala
kepala.
3. Mata
mata.
4. Hidung
septumdeviasi)
5. Telinga
6. Mulut dangigi
mulut.
7. Leher
tiroid
konsistensi,nyeri
8. Thorax danparu
a) Thorax
fremituse.
b) Paru
dengan satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan berjenjang sisi
ke sisi)
9. Abdomen
gerakan peristaltik usus, dan mengetahui ada/ tidak nyeri tekan dan
10. Genetalia
11. Muskuluskeletal
b. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau
lebih rendah kadar fosfat dalam serum meningkat.
c. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada
jaringan subkutan atau basas ganglia otak menunjukkan
klasifikasi.
d. Pemeriksaan laboratorium
Kultur luka (mungkin negative)
Test tetanus anti bodi
B. DIANGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit nutrisi berhubungan reflek menelan menurun
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungaan dengan penurunan otot
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret
4. Hipertermia berhubungan dengan suhu tubuh meningkat
C. INTERVENSI
Intervensi Diagnosa Keperawatan sumber SDKI, SLKI,SIKI
Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan/
Keperawatan batasan Intervensi
Kriteria hasil
DEFISIT NUTRISI setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
tindakan keperawatan 1. Identifikasi status
Definisi : Asupan selama 3x24 jam nutrisi
nutrisi tidak cukup diharapkan gangguan 2. Indentifikasi
untuk memenuhi mobilitas fisik makanan yang
kebutuhan meningkat disukai
metabolisme dengan kriteria : 3. Monitor berat
1. Kekuatan badan
mengunyah 4. Berikan makanan
meningkat yang tinggi
2. Porsi makan yang
kalori dan
dihabiskan
protein
meningkat
5. Monitor asupan
3. Kekuatan
menelan makan
meningkat 6. Berikan makanan
yang tinggi serat
untuk mencegah
konstipasi
HIPERTERMIA
Definisi : suhu tubuh Setelah dilakukan Regulasi temperatur
meningkat diatas asuhan keperawatan
rentang normal tubuh 3x24jam diharapkan 1. Monitor suhu
suhu tubuh menurun tubuh setiap dua
dengan kriteria : jam
2. Monitor tekanan
1. Takikardi darah, frekuensi
2. Kejang pernapasan dan
3. Hipoksia
nadi
3. Monitor dan catat
tanda dan gejala
hipertermia
4. Tingkatkan
asupan cairan dan
nutrisi
5. Kolaborasi
pemberian
antipiretik
D. Implementasi
berbeda, disesuaikan dengan kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang
E. Evaluasi
Sumarmo, herry. 2011. Buku ajar nfeksi dan pediatric tropis edisi
kedua.IDAI. Jakarta
A. INTERVENSI
Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan/ batasan
Keperawatan Intervensi
Kriteria hasil
1. Gangguan integritas setelah dilakukan Perawatan
kulit berhubungan tindakan keperawatan Integritas Kulit
selama 3x 24 jam 1. Identifikasi penyebab
dengan lesi dan diharapkan gangguan gangguan integritas
reaksi inflamasi pada kulit membaik kulit (perubahan
dengan keteria : sirkulasi, perubahan
1. Kerusakan status nutrisi,
lapisan kulit penurunan
menurun pelembaban)
2. Perfusi jaringan 2. Ubah posisi setiap 2
meningkat
jam jika tirah baring
3. Bersihkan perineal
dengan air hangat
4. Anjurkan klien
menggunakan
pelembab
5. Anjurkan minum air
yang cukup
6. Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
7. Anjurkan menghindari
terpapar suhu extrem