Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

TETANUS

Oleh:

NI KADEK RIKA KUSUMAYANTI

(2017.01.017)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWA

TAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

BANYUWANGI

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan TETANUS :

Banyuwangi, ……………………

Mahasiswa

(NI KADEK RIKA KUSUMAYANTI)

Mengetahui,

Pembimbing klinik Pembimbing


Institusi

( ) ( )
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
TETANUS
I. Tinjauan Teori

A. Definisi

Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus

otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanuspasmin, suatu toksin protein

yang kuat yang dihasilkanoleh Clostridium tetani. Terdapat beberapa bentuk

klinis tetanus termasuk di dalamnyatetanus neonatorum, tetanus generalisata dan

gangguan neurologis loka. (Aru W. Sudoyo,2011).

Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman

Clostridium tetanibermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti

kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada

otot massater dan otot-otot rangka. (Sjaifoellah Noer, 2013).

B. FAKTOR RESIKO
Fakor Resiko menurut (Budiastuti,2017)

1. Tinggal di negara beriklim hangat atau kumuh


2. Tidak mendapat vaksin tetanus lengkap
3. Sistem imun tubuh sedang lemah
4. Ada luka terbuka yang tidak dibersihkan/dirawat dengan baik
5. Proses persalinan yang kurang higienis (misalnya lewat dukun beranak)
6. Ada luka kronis
7. Menato atau menindik tubuh
8. Prosedur penanganan mulut dan gigi yang tidak tepat
C. ETIOLOGI

Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif


anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah
inokulasi bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera
(periode inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang
manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin
(tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme). Tempat masuknya kuman
penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan
kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan
kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang
terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang
berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan .
Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel
vegetatif. Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh
bagian tubuh melalui peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut
akan beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf
termasuk otak. Gejala klonis yang ditimbulakan dari toksin tersebut adalah
dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi kontraksi
otot yang tidak terkontrol. Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis
(kehilangan kemampuan untuk bergerak) pada voluntary muscles (otot
yang geraknya dapat dikontrol), sering disebut lockjaw karena biasanya
pertama kali muncul pada otot rahang dan wajah. Kematian biasanya
disebabkan oleh kegagalan pernafasan dan rasio kematian sangatlah tinggi
(Martinko JM, dkk. 2012).
D. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan Gejala Psoriasis Vulgaris menurut (Kurnia,2017)


1. Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan
kesukaran membuka mulut (trismus)
2. Pembengkakan, rasa sakit dan kaku
3. Tetanik seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat)
4. Iritabilitas
5. Demam

E. KLASIFIKASI

Tetanus local: Biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul
rebiditas dan spasme pada bagian proksimal luar. Gejala itu dapat
menetap dalam beberapa minggu dan menghilang.
Tetanus sefalik: Varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi
1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling
menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf
otak VII diikuti tetanus umum.
Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot,
kaku kuduk, nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang
terkunci (trismus), disfagia. Timbul kejang menimbulkan aduksi lengan
dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya, spasme
berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh
periode relaksasi.Tetanus neonatorum: biasa terjadi dalam bentuk
general dan fatal apabila tidak ditanggani, terjadi pada anak-anak yang
dilahirkan dari ibu yang tidak imunisasi secara adekuat, rigiditas, sulit
menelan ASI, iritabilitas, spasme. Adapun berat ringannya tetanus :
Derajat I (ringan): trismus (kekakuan otot mengunyah) ringan sampai
sedang, spasitas general, tanpa gangguan pernafasan, tanpa spasme,
sedikit atau tanpa disfagia
Derajat II (sedang): trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme
singkat ringan sampai sedang, gangguan pernapasan sedang RR ≥ 30x/
menit, disfagia ringan.
Derajat III (berat): trismus berat, spastisitas generaisata, spasme reflek
berkepanjangan, RR ≥ 40x/ menit, serangan apnea, disfagia berat,
takikardia ≥ 120.
Derajat IV (sangat berat): derajat tiga dengan otomik berat melibatkan
sistem kardiovaskuler. Hipotensi berat dan takikardia terjadi
perselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat
menetap (Sudoyo Aru, 2011)

F. PHATOFISIOLOGI
Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia biasanya
melalui luka dalam bentuk spora. Penyakit akan muncul bila spora
tumbuh menjadi bentuk vegetatif yang menghasilkan tetanospasmin
pada keadaan tekanan oksigen rendah, nekrosis jaringan atau
berkurangnya potensi oksigen. Masa inkubasi dan beratnya penyakit
terutama ditentukan oleh kondisi luka. Beratnya penyakit terutama
berhubungan dengan jumlah dan kecepatan produksi toksin serta jumlah
toksin yang mencapai susunan saraf pusat. Faktor-faktor tersebut selain
ditentukan oleh kondisi luka, mungkin juga ditentukan oleh strain
Clostridium tetani. Pengetahuan tentang patofisiologi penyakit tetanus
telah menarik perhatian para ahli dalam 20 tahun terakhir ini, namun
kebanyakan penelitian berdasarkan atas percobaan pada hewan. Toksin
yang dikeluarkan oleh Clostridium tetani menyebar dengan berbagai
cara, sebagai berikut :
1. Masuk ke dalam otot
Toksin masuk ke dalam otot yang terletak dibawah atau sekitar luka,
kemudian ke otot-otot sekitarnya dan seterusnya secara ascenden
melalui sinap ke dalam susunan saraf pusat.

2. Penyebaran melalui sistem limfatik

Toksin yang berada dalam jaringan akan secara cepat masuk ke dalam
nodus limfatikus, selanjutnya melalui sistem limfatik masuk ke
peredaran darah sistemik.

3. Penyebaran ke dalam pembuluh darah.

Toksin masuk ke dalam pembuluh darah terutama melalui sistem


limfatik, namun dapat pula melalui sistem kapiler di sekitar luka.
Penyebaran melalui pembuluh darah merupakan cara yang penting
sekalipun tidak menentukan beratnya penyakit. Pada manusia
sebagian besar toksin diabsorbsi ke dalam pembuluh darah, sehingga
memungkinkan untuk dinetralisasi atau ditahan dengan pemberian
antitoksin dengan dosis optimal yang diberikan secara intravena.
Toksin tidak masuk ke dalam susunan saraf pusat melalui peredaran
darah karena sulit untuk menembus sawar otak. Sesuatu hal yang
sangat penting adalah toksin bisa menyebar ke otot- otot lain bahkan
ke organ lain melalui peredaran darah, sehingga secara tidak langsung
meningkatkan transport toksin ke dalam susunan saraf pusat.

4. Toksin masuk ke susunan saraf pusat (SSP)

Toksin masuk kedalam SSP dengan penyebaran melalui serabut saraf,


secara retrograd toksin mencapai SSP melalui sistem saraf motorik,
sensorik dan autonom. Toksin yang mencapai kornu anterior medula
spinalis atau nukleus motorik batang otak kemudian bergabung
dengan reseptor presinaptik dan saraf inhibitor. (Parry CM, dkk. 2013)
G. PATHWAY

Faktor predisposisi (Luka tusuk, luka bakar, luka tembak dan luka tusukan gigi)

Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh dan berpoliferasi

Clostridium tetanu mengeluarkan toksisk yang bersifat neurotoksik

TETANUS

Nempel pada Respon inflamasi pada


cerebral jaringan otak

Kekakuan dan kejang otot Suhu tubuh meningkat

Hipertermia

Otot Otot-otot erektor pada


mastikatorius batang tubuh Otot pernafasan dan
laring

Trismus
Kaku kuduk
Penurunan
kemampun batuk
Sulit menelan

Gangguan
Intake nutrisi mobilitas fisik Penumpukan
tidak ade kuat sekret

Defisit Bersihan
nutrisi jalan nafas
tidak efektif
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk takikardi
ventrikuler (Torsaderde pointters)
2. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih
rendah kadar fosfat dalam serum meningkat.
3. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan
subkutan atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi.
4. Pemeriksaan laboratorium
Kultur luka (mungkin negative)
Test tetanus anti bodi
I. PENATALAKSANAAN
1. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
a. hiperimun globulin (paling baik) Dosis: 3.000-6.000 unit IM
Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan. Tidak
berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat
menembus barier darah-otak
b. Pemberian ATS (anti tetanus)
ATS profilaksis diberikan untuk (luka yang kemungkinan terdapat
clostridium: luka paku berkarat), luka yang besar, luka yang
terlambat dirawat, luka tembak, luka yang terdapat diregio leher dan
muka, dan luka-luka tusuk atau gigitan yang dalam) yaitu sebanyak
1500 IU – 4500 IU
ATS terapi sebanyak > 1000 IU, ATS ini tidak berfungsi membunuh
kuman tetanus tetapi untuk menetralisir eksotoksin yang dikeluarkan
clostridium tetani disekitar luka yang kemudian menyebar melalui
sirkulasi menuju otak.
2. Perawatan luka
a. Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan
terbuka (jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis baik C. Tetani
untuk berkembang biak)
b. Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24
jam IV) selama 10 hari

c. Alternatif
Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4
dosis Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial.
Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang hanya
dapat dihentikan dengan membasmi kuman tersebut
3. Berantas kejang
a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang
b. Preparat anti kejang
c. Barbiturat dan Phenotiazim
Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam
untuk optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi
berespon segera bila dirangsang
Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15
mg/kg BB/24 jam: mungkin 2-6 minggu
4. Terapi suportif
a. Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang
b. Perawatan umum, oksigen
c. Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi
d. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral,
hindari dehidrasi
e. Selama pasase usus baik, nutrisi interal merupakan pilihan selain
berfungsi untuk mencegah atropi saluran cerna.
f. Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin
J. KOMPLIKASI

a. Hipertensi
b. Kelelahan
c. Asfiksia
d. Aspirasi pneumonia
e. Fraktur dan robekan otot
II. KONSEP ASKEP
A. PENGKAJIAN
1. Identitasklien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose
medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa pertolongan untuk

kesehatan yaitu panas, kejang dan penurunan tingkat kesdaran

3. Riwayat penyakit sekarang

Penyakit tetanus disebabkan oleh luka, biasanya klien yang terkena

penyakit tetanus sering menimbulkan panas dan kejang dan harus

diberikan tindakan untuk mengurangi kejang

4. Riwayat penyakit dahulu

Penyakit yang pernah di alami klien yang memungkinkan adanya

hubungan atau menjadi predisposisi keluahan sekarang diberikan klien

yang menyelamatkan tubuh terluka dan luka tertusuk dan dapat luka

yang kotor kemudian menjadi infeksi

5. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun


diabetes militus.
6. Riwayat psikososial.

Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang

dialami penderita sambungan dengan penyakitnya serta tanggapan

keluarga terhadap penyakit penderita.


7. Pola fungsi kesehatan.

a. Pola persepsi

Pola persepsi menggambarkan persepsi klien/ keluarga terhadap

penyakitnya tentang pengetahuan dan penatalaksanaan penderita

penyakit tetanus.

b. Pola nutrisi dan metabolisme

Pola nutrisi dan metabolisme berisi kebiasaan klien dalam memenuhi

kebutuhan nutrisi sebelum sakit samapai dengan sakit saat ini,

meliputi jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi, frekuensi

makan, porsi makan yang dihabiskan, makanan yang disukai, alergi

makanan, dan pantangan makanan.

c. Polaeliminasi

Data eliminasi untuk buang air besar (BAB) pada klien tetanus

terdapat kesulitan karena adanya otot-otot yang sulit untuk BAB .

Sedangkan pada eliminasi buang air kecil (BAK) akan dijumpai

jumlah urin tidak terlalu banyak baik secara frekuensi maupun

volumenya dan sering klien menggunakan cateter .

d. Pola tidur danistirahat

Berisi kualitas dan kuantitas istirahat tidur pasien sebelum sakit

sampai sakit saat ini. Sering muncul perasaan tidak enak efek dari

gangguan yang berdampak pada gangguan tidur (insomnia).

e. Pola aktivitas

Pola klien dengan tetanus gejala yang ditimbulkan antara lain


penurunan kekuatan otot

f. Nilai dan keyakinan

Gambaran klien tetanus tentang penyakit yang dideritanya menurut

agama dan kepercayaannya, kecemasan dan pikiran akan

kesembuhan, tujuan dan harapan akan sakitnya.

8. Pemeriksanfisik.

1. Status kesehatanumum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, dan tanda-tanda vital

2. Kepala

Tujuan: mengetahui bentuk, fungsi kepala dan adanya kelainan di

kepala.

Inspeksi: bentuk, kesimetrisan kepala, ada atau tidaknya

lesi,kebersihan rambut dan warna rambut.

Palpasi : Adanya pembekangkan/ penonjolan, dan tekstur rambut

3. Mata

Tujuan: Mengetahui bentuk, fungsi mata dan adanya kelainan pada

mata.

Inspeksi : Bentuk, kesimetrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata,

bola mata, warna konjungtiva, dan sclera (anemis/ ikterik),

penggunaan kacamata/ lensa kontak dan respon terhadap cahaya.

4. Hidung

Tujuan: Untuk mengatahui bentuk, fungsi hidung, menentukan

kesimetrisan struktur dan adanya inflamasi atauinfeksi.


Inspeksi: Bentuk, ukuran, warna dan kesimetrisan, adanya

kemerahan, lesi dan tanda infeksi pada hidung internal.

Palpasi dan perkusi: Frontalis dan maksilaris (bengkak, nyeri, dan

septumdeviasi)

5. Telinga

Tujuan: mengetahui keadaan telinga luar, canalis bersih atau tidak,

gendang telinga, adanya pembesaran pada daun telinga atau tidak.

Inspeksi : Bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, posisi telinga,

warna, liang telinga (cerumen/ tanda-tanda infeksi) dan penggunaan

alat bantu dengar

Palpasi: Adanya nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan tragus

6. Mulut dangigi

Tujuan: Mengetahui bentuk dan kelainan pada mulut, dan kebersihan

mulut.

Inpeksi: Warna mukosa mulut, adanya lesi dan stomatitis, adanya

pembengkakak atau tidak

7. Leher

Tujuan: Untuk menentukan struktur integritas leher, untuk

mengetahui bentuk leher, dan ada atau tidak pembesaran kelenjar

tiroid

Inspeksi dan palpasi kelenjar tiroid: adanya pembesaran,batas,

konsistensi,nyeri
8. Thorax danparu

a) Thorax

Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa, lesi dan nyeri tractile

fremituse.

b) Paru

Perkusi: Eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi

dengan satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan berjenjang sisi

ke sisi)

Auskultasi: Suara nafas

9. Abdomen

Tujuan : Mengetahui bentuk dan gerakan perut, mendengarkan

gerakan peristaltik usus, dan mengetahui ada/ tidak nyeri tekan dan

benjolan dalam perut

Inspeksi: Warna kulit, lesi, distensi, tonjolan, kelainan umbilicus,

dan gerakan dinding perut

Auskultasi: Suara peristaltik usus, Perkusi: Perkusi di semua kuadran

10. Genetalia

Tujuan: Mengetahui organ dalam kondisi normal dalam genetalia

Inspeksi: mukosa kulit genetalia, adanya edema

Palpasi: Letak, ukuran, konsistensi dan massa

11. Muskuluskeletal

Sistem saraf, kekuatan otot, refleks, keseimbangan, dan kondisi

kejiwaan adalah tes yang termasuk dalam pemeriksaan neurologis.


12. Integumen

Turgor kulit menurun, adanya luka yang kemerahan karna infeksi

luka, kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar

13. Pemeriksaan Penunjang

a. EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk

takikardi ventrikuler (Torsaderde pointters)

b. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau
lebih rendah kadar fosfat dalam serum meningkat.
c. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada
jaringan subkutan atau basas ganglia otak menunjukkan
klasifikasi.
d. Pemeriksaan laboratorium
Kultur luka (mungkin negative)
Test tetanus anti bodi
B. DIANGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit nutrisi berhubungan reflek menelan menurun
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungaan dengan penurunan otot
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret
4. Hipertermia berhubungan dengan suhu tubuh meningkat
C. INTERVENSI
Intervensi Diagnosa Keperawatan sumber SDKI, SLKI,SIKI
Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan/
Keperawatan batasan Intervensi
Kriteria hasil
DEFISIT NUTRISI setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
tindakan keperawatan 1. Identifikasi status
Definisi : Asupan selama 3x24 jam nutrisi
nutrisi tidak cukup diharapkan gangguan 2. Indentifikasi
untuk memenuhi mobilitas fisik makanan yang
kebutuhan meningkat disukai
metabolisme dengan kriteria : 3. Monitor berat
1. Kekuatan badan
mengunyah 4. Berikan makanan
meningkat yang tinggi
2. Porsi makan yang
kalori dan
dihabiskan
protein
meningkat
5. Monitor asupan
3. Kekuatan
menelan makan
meningkat 6. Berikan makanan
yang tinggi serat
untuk mencegah
konstipasi

Gangguan Mobilitas setelah dilakukan


Fisik tindakan keperawatan DUKUNGAN
Definisi : selama 3x24 jam MOBILISASI
Keterbatasan dalam diharapkan gangguan
gerakan fisik dari satu mobilitas fisik 1. Memonitor
atau lebih extremitas meningkat frekuensi jantung
secara mandiri dengan kriteria : dan tekanan darah
1. Pergerakan sebelum memulai
ekstremitas mobilisasi
meningkat 2. Identifikasi
2. Kekuatan otot toleransi fisik
meningkat melakukan
3. Kaku sendi
pergerakan
menurun
3. Memonitor
kondisi umum
sesama mobilisasi
4. Menjelaskan
tujuan dan
prosedur
mobilisasi

Bersihan Jalan Nafas


Tidak Efektif Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas
suhan keperawatan
1) Monitor pola
Definisi : 3x24jam diharapkan
pasien mampu suhu napas
ketidakmampuan
tubuh menurun (frekuensi,kedala
membersihkan sekret
dengan kriteria : man,usaha napas)
atau obstruksi jalan 2) Monitor bunyi
1. Produksi
napas untuk Sputum napas tambahan
mempertahankan jalan 2. Whezing (mis, gurgling,
napas tetap paten 3. Dipsnea mengi, wheezing,
ronkhi kering)
3) Monitor sputum
(jumlah, warna,
aroma)
4) Lakukan
fisioterapi dada
5) Berikan air
minum hangat
6) Posisikan semi
fowler atau fowler

HIPERTERMIA
Definisi : suhu tubuh Setelah dilakukan Regulasi temperatur
meningkat diatas asuhan keperawatan
rentang normal tubuh 3x24jam diharapkan 1. Monitor suhu
suhu tubuh menurun tubuh setiap dua
dengan kriteria : jam
2. Monitor tekanan
1. Takikardi darah, frekuensi
2. Kejang pernapasan dan
3. Hipoksia
nadi
3. Monitor dan catat
tanda dan gejala
hipertermia
4. Tingkatkan
asupan cairan dan
nutrisi
5. Kolaborasi
pemberian
antipiretik

D. Implementasi

Implementasi merupakan pengelolaan dari perwujudan intervensi.

Menurut Debora (2011) perlakuan yang dilakukan pada klien akan

berbeda, disesuaikan dengan kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang

paling dibutuhkan klien. Pelaksanaan pengelolaan dari perwujudan

intervensi meliputi kegiatan yaitu validasi, rencana keperawatan,

mendokumentasikan rencana, memberikan askep dalam pengumpulan

data, serta melaksanakan adusa dokter dan ketentuan RS.

E. Evaluasi

Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang


merupakan perbandingan keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil
yang dibuat pada tahap perencanaan (Saiful, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Hardi. 2013.Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa


medis& nanda nic noc jilid 1. Media Action publishing. Yogyakarta

http://health.yahoo.com/ency/adam/00615.last diakses pada tanggal 12


September 2015 http://www.nfid.org/factsheets/tetanusadult.html. diakses
pada tanggal 12 September 2015 Komite medik RSUP Dr. Sardjito, 2010.
Standar Pelayanan Medis, Edisi 2, Cetakan I, Medika FK UGM, Yogyakarta

Mc Closkey, Joanne C and Bulechek, Gloria M, 2010, Nursing Intervention


Classification (NIC), Second edition, Mosby Year Book Inc, St. Louis
Nanda, 2013, Nursing Diagnosis: Definitions & Classification 2012-2013,
Ed-, United States of America
Sudoyo Aru, dkk. 2011. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 1, 2, 3, edisi
keempat. Internal Publising. Jakarta

Sumarmo, herry. 2011. Buku ajar nfeksi dan pediatric tropis edisi
kedua.IDAI. Jakarta
A. INTERVENSI

Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan/ batasan
Keperawatan Intervensi
Kriteria hasil
1. Gangguan integritas setelah dilakukan Perawatan
kulit berhubungan tindakan keperawatan Integritas Kulit
selama 3x 24 jam 1. Identifikasi penyebab
dengan lesi dan diharapkan gangguan gangguan integritas
reaksi inflamasi pada kulit membaik kulit (perubahan
dengan keteria : sirkulasi, perubahan
1. Kerusakan status nutrisi,
lapisan kulit penurunan
menurun pelembaban)
2. Perfusi jaringan 2. Ubah posisi setiap 2
meningkat
jam jika tirah baring
3. Bersihkan perineal
dengan air hangat
4. Anjurkan klien
menggunakan
pelembab
5. Anjurkan minum air
yang cukup
6. Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
7. Anjurkan menghindari
terpapar suhu extrem

setelah dilakukan PROMOSI


2. Ganguan citra tubuh tindakan keperawatan CITRA TUBUH
berhubungan selama 3x 24 jam
dengan perasaan diharapkan gangguan 1. Identifikasi harapan
malu terhadap citra tubuh hilang citra tubuh
penampakan diri dengan kriteria : berdasarkan tahap
dan persepsi dari 1. Menyatakan perkembangan
tentang penerimaan 2. dentifikasi
ketidakberhasian. situasi diri perubahan citra
2. Mengikuti tubuh yang
berpartisipasi mengakibatkan
dalaam isolasi social
perawatan diri 3. Monitor apakah
pasien bisa melihat
bagian tubuh yang
berubah
4. Diskusikan
perbedaan
penampilan fisik
terhadap harga diri
5. Diskusikan kondisi
stres yang
mempengaruhi
citra tubuh
(mis.luka, penyakit,
pembedahan)
6. Jelaskan kepada
keluarga tentang
perawatan
perubahan citra
tubuh
7. Anjurka
mengungkapkan
gambaran diri
terhadap citra tubuh

3. Ansietas yang Setelah dilakukan REDUKSI ANSIETAS


berhubungan tindakan keperawatan 1. Identifikasi saat
dengan perubahan selama 3x 24jam
tingkat anxietas
status kesehatan diharapkan ansietas
berubah (mis.
sekunder akibat hilang dengan kriteria
Kondisi, waktu,
penyakit psoriasis stressor)
1. Tingkat
kecemasan 2. Monitor tanda
menurun anxietas (verbal
dan non verbal)
3. Ciptakan suasana
terapeutik untuk
menumbuhkan
kepercayaan
4. Temani pasien
untuk mengurangi
kecemasan
5. Pahami situasi
yang membuat
ansietas
6. Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang
memicu
kecemasan
7. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialam
8. Anjurkan keluarga
untuk tetap
bersama pasien
B. Implementasi

Implementasi merupakan pengelolaan dari perwujudan intervensi.


Perlakuan yang dilakukan pada klien akan berbeda, disesuaikan dengan
kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang paling dibutuhkan klien.
Pelaksanaan pengelolaan dariperwujudan intervensi meliputi kegiatan yaitu
validasi, rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana, memberikan
askep dalam pengumpulan data, serta melaksanakan adusa dokter dan
ketentuanRS (Gudjonsson dan Elder, 2012).
C. Evaluasi

Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan


perbandingan keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat
pada tahap perencanaan (Gudjonsson dan Elder, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Aprilliana Fitri Kurnia&Hanna Mutiara. 2017. Psoriasis Vulgaris Pada Laki-laki


46 Tahun Volume 4 Nomor I.
Gudjonsson, J. E. and Elder, J.T., 2012. Psoriasis. In: Fitzpatrick’s Dermatology
in General Medicine. 7th ed. Mc Graw Hill. USA: 169-193.
Budiastuti A, Sugianto R. Hubungan Umur dan Lama Sakit terhadap Derajat
Keparahan Penderita Psoriasis. M Med Indones 2017;43(6):312-16.
Suyono Y, Pohan SS, Joewarini E. PemeriksaanHistopatologiDalamMenunjang
Diagnosis Psoriasis.BerkalaIlmuPenyakitKulit Dan Kelamin. Surabaya. 2010.
Hal.94.
Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa . Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Aisah
S, ed. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta : FK-UI. 2011. Hal.
189-196.
“RencanaAsuhanKeperawatanPedomanUntukPerencanaandanPendokomentasia
nP erawatanPasien”. Edisi III,
Jakarta : EGC

SDKI Indonesia 2016. Srandart Diagnosa Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi.


Jakarta: EGC
SIKI Indonesia 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi Dan
Intervensi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai