Anda di halaman 1dari 3

1.

Kasus Diskriminasi Perempuan dalam Status Pembagian Kerja di PT


Gudang GaramIndonesia

PT Gudang Garam tidak terlalu serius menanggapi tuntuntan buruhnya. Sekitar 4.000 buruh di PT
Gudang Garam yang tergabung dalam Serikat Buruh Muslim Indonesia (Sarbumusi)PT Gudang Garam,
tidak ditanggapi serius oleh perusahaan. Terbukti dengan ajakan dialog olehpengurus Sarbumusi
ditolak. Mengenai sistem pembagian bonus, para buruh PT Gudang Garam meminta agar sistemnya
dikembalikan ke pola lama. Mereka menganggap pola lama lebih cocokkarena pekerja diperlakukan
dengan baik. Misal, buruh wanita yang cuti hamil tetap mendapatbonus, sebaliknya dalam pola baru
mereka yang cuti hamil tidak berkesempatan mendapatkan bonus. Salah seorang tenaga kerja wanita
PT Gudang Garam yang bekerja dibagian penggilinganrokok dan telah bekerja selama 15 tahun
(menduduki golongan A2) memberikan keterangan bahwa jika dia bekerja dalam keadaan sehat
dan mampu menggiling banyak rokok, maka diabisa mendapatkan upah yang besar. Namun, jika
dia dalam keadaan kurang sehat, ia hanya bisamendapatkan uang sebesar Rp. 90.000,00/minggu.Selain
itu, adanya fakta bahwa jumlah tenaga kerja wanita pada perusahaan PT GudangGaram lebih
banyak dari pada jumlah tenaga kerja pria. Perbandingannya adalah tenaga kerja wanita kurang
lebih 70% sedangkan tenaga kerja pria sekitar 30%. Tenaga kerja wanita dalam perusahaan
tersebut mampu menghasilkan 7.850 linting sedangkan terendah hanya mampu menghasilkan
3.950 linting. Sehingga, karyawan PT Gudang Garam, Kediri, Jawa Tengah nekat melakukan unjuk
rasa yang dilatarbelakangi oleh upah yang masih dibawah minimum provinsi serta perempuan yang
bekerja puluhan tahun tidak mendapat tunjangan pensiun.

2. Kasus MC Ecy, Diskriminasi terhadap Pekerja Perempuan Melanggar


HAM

Putu Dessy Fridayanti, seorang Master of Ceremony (MC) profesional, tidak menyangka curhatannya di
akun instagram @ecymcbali, viral. Pengakuannya yang mendapatkan diskriminasi dari Gubernur Bali
saat menjalankan tugasnya mendapat atensi dari berbagai pihak.

Curhatan Ecy yang sudah menekuni profesi MC selama 23 tahun itu viral lantaran mengakui dilarang
tampil di acara yang dihadiri Gubernur Bali Wayan Koster. Dan, itu bukan kali pertama ia mengalami hal
tersebut, tetapi sejak 2018 sampai kejadian pada 10 September 2021.

"Alasannya karena Koster akan hadir, jadi tidak boleh ada pengisi acara wanita. Hello? Kenapa kami
pekerja wanita didiskriminasi begini? Apa salah kami bekerja untuk menghidupi keluarga kami. Sudah
berapa puluh acara saya dicancel karena gubernur hadir?" curhatnya sebagaimana dikutip berbagai
media.
Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Kasus MC Ecy, Diskriminasi terhadap Pekerja
Perempuan Melanggar HAM", Klik untuk baca:

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili
pandangan redaksi Kompas.

Atas curhatannya itu, akhirnya memunculkan petisi di laman Change.org yang menuntut agar Gubernur
Bali Wayan Koster menghentikan diskriminasi kepada pekerja event perempuan.

Saya sendiri tidak habis pikir mengapa diskriminasi terhadap perempuan masih saja terjadi.
Dilakukannya pun secara terang-terangan (sebagaimana disampaikan Ecy). Di jaman yang sudah modern
ini ternyata masih ada diskriminasi seperti itu.

Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Giwo Rubianto Wiyogo, pun ikut memberikan
tanggapan atas kasus itu. Terlebih Ecy mengadu kepada organisasi yang beranggotakan lebih dari 98
organisasi perempuan di seluruh Indonesia itu atas tindakan diskriminasi yang dialaminya.

Sebagai organisasi perempuan tertua dan terbesar di Indonesia, Kowani jelas prihatin. Apalagi kasus
tersebut telah digunakan sebagai bahan saling serang di media sosial antarpolitisi di Propinsi Bali.

Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Kasus MC Ecy, Diskriminasi terhadap Pekerja
Perempuan Melanggar HAM", Klik untuk baca:

terhadap-pekerja-perempuan-melanggar-ham

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili
pandangan redaksi Kompas.

3. Kasus Aice: dilema buruh perempuan di Indonesia dan


pentingnya kesetaraan gender di lingkungan kerja

“Saya sudah bilang ke HRD, saya punya riwayat endometriosis


jadi tidak bisa melakukan pekerjaan kasar seperti mengangkat
barang dengan beban berat,”

Itulah pengakuan salah satu buruh perempuan yang bekerja pada perusahaan produsen
es krim PT. Alpen Food Industry (AFI) atau Aice, Elitha Tri Novianty.
Perempuan berusia 25 tahun ini sudah berusaha mengajukan pemindahan divisi kerja
karena penyakit endometriosisnya kambuh. Tapi apa daya, perusahaan justru
mengancam akan menghentikannya dari pekerjaan.

Elitha terdesak dan tidak punya pilihan lain selain terus bekerja.

Akhirnya, dia pun mengalami pendarahan hebat akibat bobot pekerjaannya yang
berlebihan. Elitha terpaksa melakukan operasi kuret pada Februari lalu, yang berarti
jaringan dari dalam rahimnya diangkat.

Anda mungkin juga menyukai