Anda di halaman 1dari 4

INDIVIDUALISME DI DUNIA MODERN

KELOMPOK 4

Penyusun:
Flora Agatha Griselda
Jessica Sugiarto Effendy
Charlene Regine Sienatra
Anggota:
Ainsley Carita Soewandi
Yohana Fransisca Virline Wijaya
Tirza Heavem

SMAK PENABUR Kota Jababeka


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Individualisme adalah suatu konsep yang berkembang pesat dalam kehidupan
manusia di era modern saat ini. Konsep ini mengarah pada penekanan atas hak-hak individu
dan kebebasan dalam pengambilan keputusan, merespon keinginan dan kebutuhan masing-
masing individu tanpa memperhatikan kepentingan kelompok atau komunitas secara
menyeluruh. Hal ini didukung oleh kemajuan teknologi dan globalisasi yang memudahkan
informasi dan koneksi di seluruh dunia. Namun, dalam konteks hidup bersama sebagai
masyarakat, konsep ini membawa tantangan dan risiko bagi keseimbangan dan harmoni
sosial.
Alkitab selalu menceritakan kisah mengenai persekutuan dalam Tuhan yang
berbandong terbalik dengan konsep individualisme. Dunia yang harmonis dalam persatuan
Allah, sebelum berkembangnya segala hal-hal modern.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu individualisme yang ada di dunia modern?
2. Apa saja dampak positif dan negatif dari individualisme?
3. Bagaimana cara menerapkannya sesuai dengan nilai-nilai yang benar?

1.3 Tujuan Penelitian


Makalah ini bertujuan untuk membahas detail mengenai konsep individualisme dalam
perspektif kristiani dan cara menghadapi karakter individualis yang dimiliki oleh diri sendiri
maupun orang disekitar.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Individualisme dan Kisah Alkitab


Dalam Alkitab, Yesus selalui menyukai persekutuan. Berkumpulnya dua orang atau
lebih mengundang hadirnya Allah ditengah-tengah kelompok. Adanya kekeluargaan antar
perkumpulan menciptakan keharmonisan dan kasih. Namun nilai kekeluargaan tersebut
seiring lama memudar karena peradaban budaya manusia yang semakin modern. Paham-
paham sosial yang tercipta oleh karena kepentingan politik hierarki menajamkan sifat
individualis manusia.
Menurut KBBI, individualisme adalah paham yang menekankan kepentingan
perseorangan dibandingkan kepentingan orang lain. Beberapa mengartikan individualisme
adalah hak kebebasan berbuat dan menganut kepercayaan apapun, dengan menganggap
bahwa kebutuhan pribadi manusa harus diperhatikan. Ditengah-tengah era teknologi, sifat
individualisme semakin bermunculan, terutama di kalangan anak remaja.

2.2 Dampak Individualisme


Sifat individualis ini tentunya sering dianggap membawa dampak negatif bagi diri dan
lingkungan sekitar. Orang yang individualis cenderung memiliki ego yang tinggi. Meski
begitu, orang yang individualis kebanyakan adalah orang yang memiliki kecerdasan tinggi.
Mereka percaya akan kemampuan diri mereka sendiri sehingga merasa tidak perlu orang lain.
Mereka tidak ‘mengundang’ orang lain untuk mencampuri urusannya. Orang yang
individualis biasanya sulit bersosialisasi dan menyampaikan perasaannya, mereka tidak
terlalu pintar dalam bergaul. Kurangnya tempat di dunia sosial adalah dampak negatif
terburuk bagi seorang individualis, sejak manusia adalah makhluk yang tidak bisa bertahan
hidup sendiri.
Meskipun individualisme membuat kemampuan interpersonal seseorang menurun, sisi
baiknya adalah meningkatnya kemampuan intrapersonalnya. Sifat ‘egois’ seseorang
membuatnya bisa menjadi lebih fokus terhadap tujuan yang ia tanam, serta tidak
memedulikan komentar-komentar penghambat orang lain. Ia lebih percaya diri dengan
keputusannya, dan berani mengambil resiko. Selain itu, sifat ini juga membawa perubahan
positif seperti munculnya karakter independen dalam diri. Seorang individualis cenderung
tidak bergantung kepada orang lain, melainkan dirinya sendiri.

2.3 Refleksi Kristiani Terhadap Individualisme


Seorang remaja yang akan tumbuh dewasa harus mulai mampu bergantung kepada
dirinya sendiri dan Allah, bukan orang lain. Sifat individualisme bagaikan pisau 2 sisi, jika
tidak dikendalikan intensitasnya, maka yang akan datang hanyalah bencana. Allah
menginginkan remaja (dan yang lain) untuk tetap mengasihi dan peduli dengan saudara
sekitar, dan menjaga kekerabatan yang ada. Di sisi lain, Allah ingin umat-Nya untuk
memegang prinsip diri yang teguh, tidak mudah dipengaruhi oleh perkataan, ajakan, ataupun
perbuatan orang lain.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam perspektif Kristen yang terinspirasi oleh ajaran Alkitab, individualisme diakui
sebagai suatu aspek kebebasan pribadi, namun ditempatkan dalam konteks kebersamaan dan
kasih. Kisah-kisah dalam Alkitab, khususnya ajaran Yesus, menekankan pentingnya
persekutuan dan kekeluargaan. Berkumpul bersama memunculkan hadirat Allah dan
menciptakan keharmonisan di antara kelompok. Sayangnya, nilai-nilai kekeluargaan ini
sering kali terkikis oleh arus budaya modern yang semakin cenderung menuju
individualisme, terutama di era teknologi ini yang memunculkan isolasi sosial, terutama di
kalangan remaja.
Dampak individualisme, baik positif maupun negatif, muncul dalam dinamika
hubungan sosial. Orang yang cenderung individualis mungkin memiliki ego yang tinggi dan
kesulitan dalam bersosialisasi, tetapi di sisi lain, mereka seringkali memiliki kecerdasan
tinggi dan kemampuan intrapersonal yang kuat. Hal ini menciptakan paradoks di mana
kemampuan interpersonal menurun sementara kemampuan intrapersonal meningkat. Kendati
demikian, penting bagi seorang Kristen untuk mengendalikan intensitas individualisme agar
tidak berujung pada isolasi sosial yang merugikan, sambil tetap memegang nilai-nilai kasih,
kepedulian, dan kekerabatan.
Sebagai refleksi Kristiani terhadap individualisme, perlu diingat bahwa seorang
remaja yang tumbuh dewasa harus mampu bergantung kepada dirinya sendiri dan Allah tanpa
melupakan kasih dan kepedulian terhadap sesama. Sementara individualisme dapat
membentuk karakter yang mandiri, keberadaan dalam masyarakat dan menjaga kekerabatan
tetaplah nilai-nilai yang dihargai. Dalam menghadapi arus individualisme yang semakin kuat,
pesan Kristen mengajak untuk menjaga keseimbangan yang sehat antara kemandirian dan
ketergantungan pada nilai-nilai keagamaan yang mendalam.

Anda mungkin juga menyukai