Teori Hukum Tentang Gustav Radbrcuh
Teori Hukum Tentang Gustav Radbrcuh
Pendahuluan
Gustav Radbruch berasal dari Jerman. Ia adalah seorang ahli hukum dan
politisi. Ia lahir di Lübeck, 18 November 1878. Radbruch belajar hukum di Munich,
Leipzig dan Berlin . Ia lulus Staatsexamen (ujian negara) di Berlin pada 1901. Lalu
tahun 1902 ia meraih gelar doktor dengan disertasinya tentang" Teori Sebab Akibat
Yang Memadai. Hal ini sebagai pemenuhan kualifikasi untuk mengajar hukum pidana
di Heidelberg. Tahun 1904, diangkat sebagai Profesor hukum pidana dan filsafat
hukum di Heidelberg. Pada tahun 1914 ia juga mendapat tawaran untuk mengajar di
Königsberg dan Kiel.
Sebagai politisi, Radbruch adalah anggota dari Partai Sosial Demokrat Jerman
(SPD), dan menjadi anggota parlemen di Reichstag 1920-1924. Gaya berpikirnya
yang brilian, membawa Radbruch terpilih sebagai Menteri Kehakiman Jerman pada
tahun 1921 – 1923 dalam kabinet Joseph Wirth dan Gustav Stresemann, tepatnya
pada zaman Republik Weimar (1919-1933).
Selama menjabat sebagai Menteri Kehakiman, Radbruch gencar melaksanakan
penerapan undang-undang untuk kepentingan masyarakat. Misalnya, membuka akses
bagi perempuan yang dimarginalkan agar dapat memperoleh perhatian dalam sistem
peradilan di Jerman.
Namun, setelah Nazi dibawah kepemimpinan Adolf Hitler, Rachbruch
diberhentikan dari jabatannya. Hitler berhasil merebut kekuasaan dengan cara-cara di
luar hukum. Hitler menjadi pemimpin sangat sangat diktator dan bengis sehingga
kekuasaannya menimbulkan penderitaan hebat di kalangan masyarakat Jerman dan
dunia. Masyarakat menderita karena hak-haknya sebagai masyarakat sipil dipasung
dan dicabut.
Sebagai ahli hukum dan filsuf, Radbruch memilih kembali ke habitatnya di
Heidelberg, merumuskan konfigurasi pemikirannya sebagai reaksi terhadap Nazi,
hingga akhir Perang Dunia II. Budaya menjadi salah satu konsentrasi pengabdiannya,
untuk pencerahan intelektual generasi Jerman. Di Heidelberg ini, Radbruch
meninggal dunia pada tanggal 23 November 1949 dalam usia 71 tahun.
Radbruch dianggap sebagai salah satu tokoh yang paling berpengaruh di
bidang hukum pada abad ke-20. Karya-karyanya tentang filsafat hukum, antara lain,
"Rechtsphilosophie" (Filsafat Hukum), yang telah diterjemahkan ke berbagai bahasa
di dunia; Fünf Minuten Rechtsphilosophie (Lima Menit Filsafat Hukum). Karya ini
sangat berpengaruh dalam membentuk yurisprudensi nilai (Wertungsjurisprudenz),
sebagai reaksi terhadap positivisme hukum.
II. Pembahasan
Hal tersebut sangat penting demi tercapainya tujuan hukum yang menuntut
kedamaian, ketentraman, kesejahteraan dan ketertiban dalam masyarakat. Asas
prioritas dalam tujuan hukum yang ditelurkan Gustav Radbruch dapat dijadikan
pedoman. Apalagi dengan kondisi masyarakat Indonesia yang berasal dari berbagai
latar belakang. Asas prioritas yang mengedepankan keadilan daripada manfaat dan
kepastian hukum menjawab persoalan kemajemukan di Indonesia. Tetapi menjadi
catatan penerapan asas prioritas dapat dilakukan selama tidak mengganggu
ketenteraman dan kedamaian manusia selaku subjek hukum dalam masyarakat.
Aspek kedua, yakni finalitas atau isi hukum, perlu kita tinjau dengan lebih
teliti. lalu menjadi jelas, bahwa isi hukum berkaitan secara langsung dengan keadilan
dalam arti umum, sebab hukum menurut isinnya merupakan perwujudan keadilan
tersebut. Tetapi tujuan keadilan umum itu adalah tidak lain daripada tujuan hukum
sendiri, yakni memajukan kebaikan dalam hidup manusia. Oleh karena itu dapat
dikatakan, bahwa isu hukum selalu adalah sesuatu yang menumbuhkan nilai kebaikan
di antara orang. Kebaikan ini oleh Radbruch ditentukan sebagai suatu nilai etis. Dan
memang, demikian, sebab nilai ini mendapat bentuknya dalam sikap manusia dalam
tingkah lakunnya menurut kewajibannya demi kebaikan hidup.
Gustav Radbruch menegaskan cita hukum tidak hanya berfungsi sebagai tolak
ukur bersifat regulative yang menguji apakah suatu hukum positif adil atau tidak adil
tetapi sekaligus berfungsi sebagai dasar konstitusi yang menentukan bahwa tanpa cita
hokum, maka hukum kehilangan maknannya sebagai hokum.
Gustav Radbruch memakai asas prioritas untuk membahas tujuan hukum pada
umumnya dan tiga nilai dasar tujuan hukum ini keadilan, kemanfaatan dan kepastian
hukum. Ketiganya mempunyai korelasi satu sama lain di dalam hukum. Karena setiap
hukum yang diterapkan pasti memiliki tujuan spesifik. Misalnya, hukum pidana
memiliki tujuan spesifik dibandingkan dengan hukum perdata, hukum formal
mempunyai tujuan spesifik jika dibandingkan dengan hukum materil.
Oleh karena itu, tujuan hukum harus mengandung nilai keadilan, kemanfaatan
dan kepastian hukum. Hal ini untuk menghindari benturan yang selama ini terjadi
antara kepastian hukum dengan keadilan, antara kemanfaatan dengan kepastian
hukum, dan antara keadilan dengan kemanfaatan. Contoh yang mudah untuk
dipahami adalah jika hakim dihadapkan dalam sebuah kasus untuk mengambil sebuah
keputusannya adil. Pembaruan oleh hakim melalui putusannya juga tidak bisa
dilakukan secara maksimal, selain pengaruh civil law system yang menghendaki
hakim mendasarkan diri secara ketat pada bunyi undang-undang meski undang-
undang tersebut telah ketinggalan zaman. Maka penerapan keadilan dalam pembuatan
putusan bukanlah hal mudah untuk dilakukan. Paradigma berpikir hakim juga lebih
condong pada mendasarkan diri pada filsafat positivisme hukum.
Melihat dari sudut pandang ini tujuan utama hukum menjadi bukan keadilan
melainkan kepastian. Hanya hal yang bersifat pasti saja yang dapat dijadikan ukuran
kebenaran. Ukuran adil cenderung disesuaikan dengan rasa keadilan pribadi masing-
masing. Masyarakat pada umumnya masih beranggapan putusan hakim yang ada
masih kaku dengan dengan bunyi aturan dalam undang-undang.
Keadilan adalah hak asasi yang harus dinikmati oleh setiap manusia yang
mampu mengaktualisasikan segala potensi manusia. Tentu dalam hal ini akan
memberikan nilai dan arti yang berbeda keadilan yang berbeda untuk terdakwa dan
pihak lain yang jadi korban ketika hakim membuat putusan. Maka dalam hal ini bisa
saja keadilan akan berdampak pada kemanfaatan bagi masyarakat luas. Tetapi ketika
kemanfaatan masyarakat luas yang harus dipuaskan, maka nilai keadilan bagi orang
tertentu mau tidak mau akan dikorbankannya. Keadilan, kemanfaatan dan kepastian
hukum menemui kendalanya. Karena itu, hukum memiliki fungsi tidak hanya
menegakkan keadilan tetapi juga menegakkan kepastian dan kemanfaatan.
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Hal ini berdasarkan Pasal 1
ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam
pengertian ini, segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan
bernegara diatur sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Keberlakuan hukum di tanah air, harus memberikan tempat yang utama
kepada keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Sasarannya memberikan
keadilan dan kemanfaatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Ini berarti, di satu sisi,
kaidah-kaidah hukum tidak hanya valid, tetapi juga harus menjadi kaidah-kaidah yang
adil, dan di sisi lain, pelaksanaan dan penegakan hukum tidak boleh menghilangkan
nilai-nilai etika pada umumnya, dan martabat kemanusiaan sebagai manusia, pada
khususnya.
Pengadilan sebagai salah satu barisan penegak hukum, harus tetap berlaku
adil. Seandainya, ada ketidaksesuaian antara keadilan dan kepastian hukum dalam
sidang di Pengadilan, maka hakim berdasarkan freies ermessen-nya dapat memilih
keadilan dengan mengabaikan kepastian hukum sepanjang hal itu masih sejalan
dengan norma kesusilaan, adat – istiadat dan kepentingan umum. Hakim harus
memenangkan keadilan, karena kepastian hukum berulangkali mendiskreditkan
keadilan.
III. Penutup
Daftar Pustaka
B. Arief Sidharta, 2007, Meuwissen Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori
Hukum dan Filsafat Hukum, Bandung: PT. Refika Aditama
Bernard L. Tanya, dkk, 2010, Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan
Generasi, Yogyakarta: Genta Publishing
Friedman, W., 1993, Teori dan Filsafat Hukum: Telaah Kritis Atas Teori – Teori Hukum
(Susunan I), Cetakan Kedua, Jakarta : PT. Raja Grasindo Persada
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2007, Dasar – Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti