Bab I-Iii
Bab I-Iii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1
6. Apa Alasan-alasan perlunya partisipasi masyarakat dalam kebijaksanaan
pendidikan
7. Bagaimana Peranan Masyarakat Dalam Pendidikan?
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Mulyasa (2012) tujuan pendidikan adalah mendorong siswa untuk secara
mandiri meningkatkan dan menggunakan ilmunya, meneliti dan menginternalisasi serta
mempersonalisasikan karakter dan nilai moral yang tinggi sehingga dapat tercermin dalam
perilaku kesehariannya.
1. Menumbuhkan potensi peserta didik sebagai warga negara yang memiliki nilai
budaya dan karakter bangsa.
2. Mengembangkan kebiasaan perilaku siswa terpuji yang sesuai dengan nilai-nilai
universal negara dan tradisi etnis dan agama.
3. Untuk menanamkan siswa dengan keterampilan kepemimpinan dan rasa tanggung
jawab sebagai penerus negara.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pribadi yang mandiri, kreatif,
dan nasionalis.
5. Mengembangkan lingkungan hidup sekolah menjadi lingkungan yang aman, jujur,
inovatif dan bersahabat.
3
Menurut Zubaedi (2012) faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan
pendidikan, yakni:
1. Faktor naluri (insting) Naluri adalah sikap dan karakter yang terbentuk sejak lahir.
2. Adat (kebiasaan), tingkah laku, tingkah laku yang sama, dan terus diulangi sampai
terbiasa.
3. Warisan, ciri-ciri anak sebagian mencerminkan sikap dan sifat mental dan fisik orang
tua.
4. Lingkungan (milieu). Segala sesuatu di sekitar, termasuk adat istiadat, pergaulan,
kondisi sekolah, desa, kota, dll, akan secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi karakter seseorang.
4
Jika kita bandingkan dua pendapat tersebut di atas tampak bahwa pendapat Znaniecki
tersebut memunculkan unsur baru dalam pengertian masyarakat yaitu masyarakat itu suatu
kelompok yang telah bertempat tinggal pada suatu daerah tertentu dalam lingkungan geografis
tertentu dan kelompok itu merupakan suatu sistem biofisik. Oleh karena itu masyarakat
bukanlah kelompok yang berkumpul secara mekanis akan tetapi berkumpul secara sistemik.
Manusia yang satu dengan yang lain saling memberi, manusia dengan lingkungannya selain
menerima dan saling memberi. Konsep ini dipengaruhi oleh konsep pandangan ekologis
terhadap satwa sekalian alam.
Alvin L. Bertrand (1980) mendefinisikan masyarakat sebagai suatu kelompok yang
sama identifikasinya, teratur sedemikian rupa di dalam menjalankan segala sesuatu yang
diperlukan bagi hidup bersama secara harmonis. Lebih lanjut Bertrand menyebutkan tiga ciri
masyarakat; Pertama pada masyarakat mesti terdapat sekumpulan individu yang jumlahnya
cukup besar. Kedua individu-individu tersebut harus mempunyai hubungan yang melahirkan
kerjasama diantara mereka, minimal pada suatu tingkatan interaksi. Ketiga hubungan
individu-individu sedikit banyak harus permanen sifatnya.
Dari beberapa pengertian di atas ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu bahwa
masyarakat itu kelompok yang terorganisasi dan masyarakat itu suatu kelompok yang berpikir
tentang dirinya sendiri yang berbeda dengan kelompok yang lain. Oleh karena itu orang yang
berjalan bersama-sama atau duduk bersama-sama yang tidak terorganisasi bukanlah
masyarakat. Kelompok yang tidak berpikir tentang kelompoknya sebagai suatu kelompok
bukanlah masyarakat. Oleh karena itu kelompok burung yang terbang bersama dan semut
yang berbaris rapi bukanlah masyarakat dalam arti yang sebenarnya sebab mereka
berkelompok hanya berdasarkan naluri saja.
2. Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan adalah suatu tempat yang di dalamnya terdapat proses
pendidikan. Pada dasarnya lembaga pendidikan meliputi lembaga pendidikan keluarga,
lembaga pendidikan sekolah dan lembaga pendidikan masyarakat.
a. Lembaga Pendidikan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak, di lingkungan keluarga
pertama-tama anak mendapatkan pengaruh dari orang tua. Karena itu keluarga merupakan
lembaga tertua, yang bersifat informal dan kodrati. Lembaga pendidikan keluarga tidak
memiliki program yang resmi seperti lembaga pendidikan sekolah karena di dalam
keluarga anak mendapatkan pendidikan secara alami.
5
Tugas keluarga adalah meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan anak
berikutnya, agar anak dapat berkembang secara baik. Keluarga sebagai lingkungan
pendidikan yang pertama sangat penting dalam membentuk pola kepribadian anak. Karena
di dalam keluarga, anak pertama kali dikenalkan dengan nilai dan norma. Keluarga adalah
lembaga pendidikan yang bersifat kodrati, karena antara orang tua sebagai pendidik dan
anak sebagai terdidik terdapat hubungan darah.
6
lembaga pendidikan swasta), menyediakan lapangan kerja, menyediakan sarana dan
prasarana, dan membantu pengembangan profesi baik secara langsung maupun secara
tidak langsung. [4]
Dalam sistem pendidikan nasional masyarakat ini disebut “Pendidikan
Kemasyarakatan”. Pendidikan kemasyarakatan adalah usaha sadar yang memberikan
perkembangan sosial, kultural keagamaan, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
keterampilan, keahlian (profesi), yang dapat dimanfaatkan oleh rakyat Indonesia untuk
mengembangkan dirinya dan membangun masyarakat.
7
Manusia adalah merupakan makhluk-makhluk hidup yang lebih sempurna bila
dibandingkan dengan makhluk-makhluk hidup yang lain. Akibat dari unsur kehidupan yang
ada pada manusia, manusia berkembang dan mengalami perubahan-perubahan, baik
perubahan-perubahan dalam segi fisiologik maupun perubahan-perubahan dalam segi
psikologik.[7]
Dari sini bisa kita sadari selain anggota keluarga baru itu belajar mengetahui,
mempelajari serta melakukan berbagai reaksi terhadap stimulus dari dunia barunya maka bisa
kita cermati pula bahwa sang bayi juga memahami esensi nilai-nilai kemanusiaan dari
keluarganya dalam bentuk gerak tubuh, belajar berbicara, tertawa serta semua tindak tanduk
yang menggambarkan bahwa jiwa raganya telah terpaut erat oleh belaian kasih sayang
manusia dewasa.[8]
Ilustrasi di atas hanyalah sekelumit kecil dari siklus belajar individu di dalam
masyarakat. Proses tersebut berlangsung pula ketika kita menjadi manusia dewasa. Apabila
kita memenuhi kewajiban sebagai saudara laki-laki, suami atau warga Negara, serta
menjalankan hal-hal lain yang tertanam kuat dalam benak kesadaran kita, itu berarti kita
melakukan tugas yang sudah ditentukan secara eksternal oleh hukum-hukum kodrat sosial
(droit)dan kebiasaan-kebiasaan yang berkembang begitu alamiah dari lingkungan sosial.
Kewajiban itu muncul bukan hasil dari proses pemaksaan eksternal yang mekanistis
melainkan selalu diikuti oleh gejala resiprositas individu dengan lingkungan luarnya sehingga
pada tahap akhirnya masyarakat telah menghasilkan ribuan atau bahkan jutaan manusia yang
tunduk lahir batin dengan ketentuan-ketentuan kolektif.
Selain itu, dimensi sejarah juga berbicara serupa.Ratusan tahun silam pendidikan
berjalan beriringan dengan struktur dan kebutuhan sosial masyarakat setempat. Bagi
masyarakat sederhana yang belum mengenal tulisan maka para pemuda memperoleh
tranformasi pengetahuan lewat media komunikasi lisan yang berbentuk dongeng, cerita-cerita
dari orang tua mereka. Selain itu, pada siang hari pemuda-pemuda ini harus selalu sigap dan
tanggap mempelajari, mencermati dan belajar mengaplikasikan teknik-teknik mencari nafkah
yang dikembangkan oleh para orangtua baik itu menangkap ikan, memanah, beternak,
berburu dan sebagainya.[9]
Dalam cerita-cerita lisan itu tersirat pula adat dan agama, cara bekerja dan cara
bersosialisasi yang berkembang di masyarakatnya. Tidak mengherankan apabila cerita yang
sudah turun temurun diwariskan itu dianggap sebagai sesuatu yang bernilai suci. Sejarah, adat
istiadat, norma-norma bahkan cara menangkap ikan atau berburu tidakhanya dipandang
sebagai hasil pekerjaan manusia semata, tetapi memiliki makna sakral yang patut disyukuri
8
dengan beberapa persembahan serta upacara-upacara ritual. Begitulah perjalanan pendidikan
anak manusia telah berlangsung organis sesuai dengan iklim sosialnya. Sedangkan
keperluan khusus untuk mendirikan sebuah lingkungan perguruan yang mapan dimulai ketika
bangsawan-bangsawan feodal membutuhkan prajurit-prajurit serta punggawa kerajaan yang
tangguh demimem pertahankan harta kekayaan milik sang raja. Mereka secara khusus dididik
dalam lingkungan tersendiri agar memiliki kecakapan dan keahlian tertentu sesuai dengan
kebutuhan system sosial masyarakat aristokrasi-feodal. Mereka-mereka ini menjadi ujung
tombak pelaksana kekuasaan kerajaan di hadapan ribuan rakyat jelata yang memang dibikin
bodoh. Melihat situasi demikian, wajar apabila jaman ini predikat golongan terdidik hanya
bisa dimiliki oleh sanak saudara sang raja serta kaum-kaum agamawan yang telah
memperkuat hegemoni kekuasaannya.
Namun seiring dengan bertambahnya umur bumi ini maka kisah pergulatan karakter
masyarakat tersebut mulai bergeser selaras dengan kecenderungan spirit jaman yang sudah
berubah. Bagaimanapun juga penderitaan rakyat yang menjadi bahan bakar perputaran gerigi
kehidupan feodal telah mencapai titik klimaksnya. Kekuasaan para raja yang bersenyawa
dengan kekuatan gereja secara perlahan-lahan mulai runtuh. Dimulai dengan penentangan
sejumlah ilmuwan yang mampu membuktikan kesalahan dogma-dogma teologis tentang
hukum alam. Berbagai peristiwa lain juga memiliki andil besar dalam menentukan lahirnya
semangat jaman yang semakin konsekuen menghargai arti kebebasan,baik itu reformasi gereja
oleh Martin Luther King, revolusisosial di beberapa tempat yang secara simbolis telah
dipresentasikan oleh gelora heroisme revolusi Perancis pada sekitar pertengahan abad ke-18,
serta meningkatnya hasil pemikiran- pemikiran ilmiah para ilmuwan humanis yang mampu
diterjemahkan dengan penciptaan teknik-teknik peralatan industri. Praktis kecenderungan
fakta sosial demikian secara perlahanlahan mampu mengubah inti kebijakan masyarakat yang
berhubungan dengan pengajaran. Selain karena meluapnya industriindustri manufaktur,
pengaruh penerapan demokrasi, ditemukannya beberapa wilayah baru yang bisa dieksploitasi
kekayaan alamnya serta peningkatan diferensiasi struktural maka masyarakat Eropa Barat
harus bisa menyediakan kelompok manusia dalam jumlah massal yang memiliki kemampuan
teknis untuk menjalankan lahan-lahan pekerjaan baru yang begitu kompleks dan cukup
rumit. Oleh sebab itulah beberapa wilayah Eropa Barat mulai menerapkan sistem pendidikan
modern yang memanfaatkan mekanisme organisasi formal dalam mengelola proses
pendidikannya.Itulah cuplikan kecil argumentasi sederhana tentang renikrenik karakter fungsi
pendidikan di masyarakat.[10] Melihat alur perkembangannya maka berbagai jenis konfigurasi
9
pendidikan diatas sesuai dengan konsep yang diutarakan oleh RandallCollins,1979 tentang
tiga tipe dasar pendidikan yang hadir di seluruh dunia, yakni,[11]
a. Pertama jenis pendidikan keterampilan dan praktis, yakni pendidikanyang dilaksanakan
untuk memberikan bekal keterampilan maupun kemampuan teknis tertentu agar dapat
diaplikasikankepada bentuk mata pencaharian masyarakat. Jenispendidikan ini dominan
di dalam masyarakat yang masih sederhana baik itu berburu dan meramu, nelayan atau
jugamasyarakat agraris awal.
b. Pendidikan kelompok status, yaitu pengajaran yang diupayakan untuk mempertahankan
prestise, simbol serta hak-hak istimewa (privilige) kelompok elit dalam masyarakat
yang memiliki pelapisan sosial. Pada umumnya pendidikan ini dirancang bukan untuk
digunakan dalam pengertian teknis dan sering diserahkan kepada pengetahuan dan
diskusi badan-badan pengetahuan esoterik. Pendidikan ini secara luas telah dijumpai
dalam masyarakat-masyarakat agraris dan industri.
c. Tipe pendidikan birokratis yang diciptakan oleh pemerintahan untuk melayani
kepentingan kualifikasi pekerjaan yang berhubungan dengan pemerintahan serta
berguna pula sebagai sarana sosiolisasi politik dari model pemerintahan
kepada masyarakat awam. Tipe pendidikan ini pada umumnya memberi penekanan
pada ujian, syarat kehadiran, peringkat dan derajat.[12]
Dari analisis tersebut kiranya cukup jelas pemahaman kita apabila masyarakat
Indonesia semenjak kemerdekaannya tidak pernah lepas dari kehidupan
10
pendidikannya. Dengan upaya penerapan sekolah secara merata bagi rakyat di seluruh penjuru
tanah air dapat kita rasakan manfaat besarnya dalam membantu menopang ekskalasi
kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Baik itu wajah materiil hasil
pembangunan fisik wilayah Negara kita maupun peningkatan pola pikir manusia Indonesia
yang semakin cerdas menjadi bukti kuat prestasi pendidikan kita. [15] Bisa disimpulkan pula
bahwa alam reformasi yang kita rasakan saat inimerupakan salah satu aspek jerih payah kerja
sekolah-sekolah diIndonesia (termasuk perguruan tinggi) demi mencapai cita-citarakyat
Indonesia.
11
ideal, maka sekolah memerlukan mekanisme informasi timbal balik yang rasional,
objektif dan realitas dengan masyarakat.
b. Sasaran pendidikan yang ditangani lembaga persekolahan ditentukan kejelasan
formulasi kontrak antara sekolah dengan masyarakat. Diperlukan pendekatan
komprehensif di dalam pengembangan program dan kurikulum untuk masing-
masing jenis dan jenjang persekolahan.
c. Pelaksanaan fungsi sekolah dalam melayani masyarakat yang dipengaruhi oleh
ikatan-ikatan objektif diantara keduanya. Ikatan objektif tersebut berupa
perhatian, penghargaan dan lapangan-lapangan tertentu seperti dana, fasilitas dan
jaminan-jaminan objektif lainnya.
12
kecerdasan masyarakat menentukan bisa tidaknya seseorang dalam menghadapi tantangan
atau permasalahan hidup yang di hadapi baik masalah pribadi maupun masalah masyarakat
banyak.
2. Membawa bibit pembaharuan bagi perkembangan masyarakat
Program pendidikan di sekolah juga mengupayakan terjadinya transformasi
pengetahuan, pemikiran, dan adanya inovasi bagi perkembangan masyarakat luas. Kualitas
hidup masyarakat meningkat bila mereka tidak statis melainkan dinamis dengan melakukan
pembaharuan, penemuan-penemuan baru baik ilmu pengetahuan maupun teknologi.
Penemuan dapat terjadi di masyarakat dan dapat juga di sekolah. Namun sudah menjadi tugas
dan kewajiban sekolah untuk menyebarluaskan hasil penemuan dan pembaharuan tersebut.
[19]
3. Menciptakan warga masyarakat yang siap dan terbekali bagi kepentingan kerja di
lingkungan masyarakat
Untuk terjun di lapangan kerja diperlukan bekal yang matang, pengetahuan, sikap
dan keterampilan. Sekolah tidak terlepas dari tugas pembekalan tersebut. Hal ini tercermin
dalam isi kurikulum pada masing-masing lembaga pendidikan (sekolah). Berfungsinya
lembaga pendidikan formal di dalam memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang relevan bagi dunia kerja, hal tersebut secara langsung membawa pengaruh terhadap
lapangan kerja di masyarakat.
4. Melahirkan sikap positif dan konstruktif bagi warga masyarakat, sehingga tercipta
integrasi sosial yang harmonis ditengah-tengah masyarakat
Sikap positif dan konstruktif sangat didambakan oleh masyarakat, dan sekolah telah
membekali murid-muridnya sejak pendidikan dasar sampai perguruan tinggi lewat pendidikan
agama, pendidikan moral Pancasila, maupun bidang studi lain. Kesadaran hidup bernegara,
kesatuan dan persatuan bangsa, serta loyalitas warga terhadap nusa dan bangsanya secara
tertahap ditanamkan pada hati sanubari murid-murid sehingga sikap positif dan konstruktif
bagi masyarakat dapat terwujud.
Kualitas persatuan dan kesatuan bangsa/negara, loyalitas warga negara terhadap misi
bangsa dan negara, sedikit banyak diwarnai oleh pendidikan di sekolah. Bagi bangsa
Indonesia, nilai-nilai Pancasila dan wawasan nusantara selama ini senantiasa di kembangkan
di sekolah.
13
D. Perubahan Sosial dan Pendidikan
Telah banyak dibicarakan oleh publik bahwa masyarakat kitasaat ini tidak pernah
lepas dari gejala perubahan. Namun karena gejala tersebut memiliki intensitas yang begitu
kuat maka banyak pihak yang mengkhawatirkan ketangguhan “daya tangkal” nilai-
nilai masyarakat yang telah mapan menjadi goyah lalu perlahan lahan akan mengalami
pemudaran.[20] Perubahan dalam masyarakat memang telah ada sejak jaman dulu.Namun
dewasa ini perubahan-perubahan tersebut berjalan dengan sangat cepat. Hal ini
membingungkan manusia yang menghadapinya. Perubahan-perubahan mana sering berjalan
secara konstan dan terikat dengan waktu dan tempat. Akan tetapi karena sifatnya berantai,
maka perubahan terlihat berlangsung terus, meskipun diselingi keadaan di mana masyarakat
yang mengalami perubahan.Telah menjadi hukum alam bahwa masyarakat
memilikiperbedaan dalam adopsi setiap perubahan ataupun inovasi baru.
Ada masyarakat yang sangat cepat mengadopsi suatu perubahan,ada yang lambat
bahkan ada yang sangat skeptik, di samping yang terjadi pada kebanyakan anggota
masyarakat umumnya. Halini terjadi, karena anggota masyarakat memiliki perbedaan
kesiapan untuk menerima perubahan itu, sebagai akibat dari adanya variasi pengetahuan, cara
berpikir, sikap, variasi personalitas, pengalaman, selain kesesuaiannya antara nilai yang ia
miliki dengan nilai baru yang ditawarkan. Selain karakteristik yang dimiliki oleh seseorang
atau suatu masyarakat, faktor referensi atau panutan juga berperanan penting dalam adopsi
perubahan itu. Unsur-unsur yang dapat dijadikan referensi oleh seseorang atau masyarakat
terhadap proses adopsi perubahan itu di antaranya adalah, (1) orangtua (2) pemuka
masyarakat baik formal maupun non-formal, (3) teman dekat, (4) figur idola, dan (5)
orang yang paling berpengaruh terhadap diri seseorang.
Unsur- unsur no. 1, 2, dan 3, dapat ditunjuk dengan jelas dalam masyarakat. Akan
tetapi unsur figur idola dan unsur orang yang paling berpengaruh terhadap diri seseorang
sangat subjektif. Figur-fiiguritu dapat berwujud bintang film, tokoh masyarakat, sifat
heroisme,atau yang lain, yang pada dasarnya dapat berbentuk karakteristik atau aktualisasi
dari figur itu yang dinilai sesuai dengan nilai yang dimilikinya, karena baik pola maupun
kecepatan seseorang atau suatu masyarakat menerima suatu perubahan pada dasarnya adalah
berbeda. Perbedaan ini yang dapat menghasilkan kesenjangan tata nilai di dalam masyarakat,
lebih-lebih lagi dalam situasi di mana kompleksitas perubahan itu semakin meluas dan
perubahan itu terjadi sangat cepat. Sementara kalau kita sadari perubahan budaya manusia
melekat dengan perubahan alam dan jaman. Pada era teknologi suatu masyarakat akan
ketinggalan apabila masyarakat itu tidak menerapkan teknologi dalam tatanan hidup mereka.
14
Bahkan teknologi telah terbukti membawa tingkat efisiensi dan kemakmuran masyarakat,
karena sifat dari teknologi itu yang pada dasarnya memburu perolehan nilai tambah
perubahan budaya itupada dasarnya adalah untuk adaptasi terhadap perubahan alam dan
jaman agar manusia tetap mampu mempertahankan eksistensi hidup mereka.[21]
Meskipun kekayaan sumber daya alam bukan faktor penentu terhadap kemajuan
suatu masyarakat dibandingkan dengan kekayaan sumber daya manusia tetapi semakin
berkurangnya daya dukung potensi sumber daya alam dibanding dengan tuntutan kebutuhan
manusia yang jumlahnya semakin besar tetap akan berdampak terhadap terjadinya perubahan
pola hidup manusia. Apabila produk dan jasa yang menjadi ukuran kekuatan suatu masyarakat
potensial bagi masyarakat tertentu,maka mereka itu yang akan mampu menguasai pasar, yang
akhirnya merekalah yang akan mampu mempertahankan eksistensi hidup mereka. Akhirnya
penguasaan teknologi yang akan menghasilkan unggulan suatu bangsa.
Berdasarkan tinjauan di atas, bahwa untuk mempertahankan eksistensi hidup
masyarakat tidak dapat terhindar dari penguasaan teknologi, maka unsur kreativitas, unsur
kemandirian dalam kebersamaan, unsur produktivitas, menjadi faktor yang sangat penting
untuk menaggapi budaya hidup teknologis itu. Berarti pendidikan yang menghasilkan
manusia-manusia kreatif menjadi tuntutan dalam pola pendidikan umum saat ini banyaknya
media yang dapat berperan sebagai sumber informasi pendidikan bagi generasi bangsa saat
ini, maka konsep pendidikan perlu mengalami pergeseran, pendidikan bukan lagi sebagai
usaha yang disengaja lagi akan tetapi menjadi kondisi apapun yang dampaknya dapat
menyebabkan terjadinya perubahan nilai-nilai manusia.
Kondisi dalam kehidupan keluarga, kondisi yang terjadi dalam masyarakat luas
sebagai panggung pentas budaya bangsa kondisi yang ditampilkan oleh berbagai media baik
cetak maupun elektronika, kondisi yang terjadi di sekolah kesemuanya secara bersama-
sama mewujudkan terjadinya proses pendidikan bagi generasi bangsa kita.[22]
Baik dipandang dari dimensi tuntutan kualitas manusia masa kini dan masa datang
maupun dari kondisi pendidikan yang semakin kompleks dan multi dimensional itu, maka
pendidikan kita telah saatnya lebih banyak memberi kesempatan anak-anak kita
mengaktualisasikan diri dalam kondisi yang terkontrol baik dirumah maupun di sekolah untuk
mengimbangi kondisi yang tidak terkontrol dalam kehidupan di masyarakat luas yang justru
tarik menarik pengaruhnya terhadap proses pendidikan formal semakin besar. Peran
pendidikan orang tua dan pendidikan sekolah dituntut semakin besar, apabila kita ingin
generasi bangsa kita tidak mengalami pemudaran nilai-nilai budaya bangsa kita yang akan
15
menjalar kepada pemudaran rasa kebangsaan kita,dengan lebih besar memberikan kesempatan
kepada merekauntuk mengaktualisasikan diri mereka masing-masing.
16
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi masyarakat di bidang pendidikan. Masyarakat
lebih mengetahui permasalahannya dan tahu bagaimana cara menyelesaikannya, sehingga
peran masyarakat dalam mengimplementasikan permasalahan tersebut dapat memperkuat
kerja pelaksana formal.
Peran masyarakat merupakan objek pembangunan oleh negara sebagai wujud
implementasi kebijakan yang dirumuskan. Masyarakat merupakan modal dasar pembangunan,
sehingga partisipasi dalam pendidikan merupakan wujud dari penggunaan dan pendayagunaan
modal dasar pembangunan.
Partisipasi masyarakat tidak hanya dilihat sebagai kesetiaan masyarakat kepada
pemerintah, tetapi yang penting masyarakat harus memandang kebijakan ini sebagai miliknya.
Dengan adanya rasa memiliki terhadap kebijakan tersebut maka masyarakat akan semakin
banyak berkontribusi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, termasuk kebijakan
pendidikannya.
17
Proses pendidikan sering mengalami perubahan sehingga dapat disimpulkan
pengaruh dan peranan masyarakat terhadap pendidikan:
1). Sebagai arah dalam menentukan tujuan.
2). Sebagai masukan dalam menentukan proses belajar mengajar.
3). Sebagai sumber belajar.
4). Sebagai pemberi dana dan fasilitas lainnya.
5). Sebagai laboratium guna pengembangan dan penelitian sekolah.1[9]
Pendidikan di masyarakat ini tidak terbatas pada kaum muda, tetapi juga kaum tua.
Misalnya dengan mengupayakan paket A dan B untuk menghapus buta aksara orang tua,
peningkatan P-4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) dan pembinaan yang tak
kalah pentingnya di masyarakat.
Adapun tingkatan peran serta masyarakat (dirinci dari tingkat partisipasi terendah
ke tinggi), yaitu:
1. Peran serta dengan menggunakan jasa pelayanan yang tersedia
Pada level ini, masyarakat hanya menggunakan jasa sekolah untuk mendidik
anaknya.
2. Peran serta dengan memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga
Masyarakat ikut serta berpartisipasi dalam pemeliharaan sekolah dan pembangunan
fisik melalui sumbangan dana, material atau tenaga.
3. Peran serta secara pasif
Masyarakat menyetujui dan menerima keputusan sekolah, misalnya komite sekolah
menetapkan orang tua membiayai anak-anak yang bersekolah, dan orang tua
menerima keputusan tersebut dengan mengikuti keputusan tersebut.
4. Peran serta melalui adanya konsultasi
Pada level ini, orang tua datang ke sekolah untuk berkonsultasi dengan anaknya
tentang masalah belajar.
5. Peran serta dalam pelayanan
Orang tua / masyarakat mengikuti kegiatan sekolah, misalnya orang tua yang ada
study tour, pramuka.
6. Peran serta sebagai pelaksana kegiatan
Misalnya, sekolah mewajibkan orang tua / masyarakat untuk memberikan informasi
tentang pentingnya pendidikan, isu gender, gizi, dll.
1
18
7. Peran serta dalam pengambilan keputusan
Orang tua / masyarakat berpartisipasi dalam diskusi akademik dan non-akademik
tentang masalah pendidikan, dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan
Rencana Pengembangan Sekolah (RPS).
BAB III
PENUTUP
19
A. KESIMPULAN
Masyarakat adalah kelompok yang terorganisasi dan masyarakat itu suatu kelompok
yang berpikir tentang dirinya sendiri yang berbeda dengan kelompok yang lain. Oleh karena
itu orang yang berjalan bersama-sama atau duduk bersama-sama yang tidak terorganisasi
bukanlah masyarakat. Kelompok yang tidak berpikir tentang kelompoknya sebagai suatu
kelompok bukanlah masyarakat. Oleh karena itu kelompok burung yang terbang bersama dan
semut yang berbaris rapi bukanlah masyarakat dalam arti yang sebenarnya sebab mereka
berkelompok hanya berdasarkan naluri saja.
Pada dasarnya lembaga pendidikan meliputi lembaga pendidikan keluarga, lembaga
pendidikan sekolah dan lembaga pendidikan masyarakat.
a. Lembaga Pendidikan Keluarga
Keluarga adalah lembaga pendidikan yang bersifat kodrati, karena antara orang tua
sebagai pendidik dan anak sebagai terdidik terdapat hubungan darah.
b. Lembaga Pendidikan Sekolah
Salah satu lembaga formal adalah lembaga pendidikan sekolah. Lembaga pendidikan
sekolah terbentuk karena adanya perkembangan ilmu dan teknologi dan terbatasnya
orang tua dalam mendidik anak.
c. Lembaga Pendidikan Masyarakat
Masyarakat adalah salah satu lingkungan pendidikan yang besar pengaruhnya terhadap
perkembangan pribadi seseorang. Pandangan hidup, cita-cita bangsa, sosial budaya, dan
perkembangan ilmu pengetahuan akan mewarnai keadaan masyarakat tersebut.
20
a. Mencerdaskan kehidupan bangsa
b. Membawa bibit pembaharuan bagi perkembangan masyarakat
c. Menciptakan warga masyarakat yang siap dan terbekali bagi kepentingan kerja
di lingkungan masyarakat
d. Melahirkan sikap positif dan konstruktif bagi warga masyarakat, sehingga
tercipta integrasi sosial yang harmonis ditengah-tengah masyarakat
Untuk mempertahankan eksistensi hidup masyarakat tidak dapat terhindar dari
penguasaan teknologi, maka unsur kreativitas, unsur kemandirian dalam kebersamaan, unsur
produktivitas, menjadi faktor yang sangat penting untuk menaggapi budaya hidup teknologis
itu. Berarti pendidikan yang menghasilkan manusia-manusia kreatif menjadi tuntutan dalam
pola pendidikan umum saat ini banyaknya media yang dapat berperan sebagai sumber
informasi pendidikan bagi generasi bangsa saat ini, maka konsep pendidikan perlu mengalami
pergeseran, pendidikan bukan lagi sebagai usaha yang disengaja lagi akan tetapi menjadi
kondisi apapun yang dampaknya dapat menyebabkan terjadinya perubahan nilai-nilai manusia
Sekolah hanya dapat mengikuti perkembangan dan perubahan masyarakat dan tak
mungkin mempelopori atau mendahuluinya. Jadi tidak ada harapan sekolah dapat membangun
masyarakat baru lepas dari proses perubahan sosial yang berlangsung dalam masyarakat
itu. Belajar dari pengalaman berbagai dunia, tentu saja sekolah dapat digunakan oleh yang
berkuasa untuk mengadakan perubahan-perubahan radikal yang diinginkan oleh pihak yang
berkuasa itu, seperti Hitler di Jerman, Partai Komunis di Uni Soviet, Jepang di daerah
jajahannya dan sebagainya. Sistem pendidikan adalah alat yang ampuh untuk
mengindoktrinasi generasi muda agar menciptakan suatu masyarakat menurut keinginan
merekayang mengontrolnya. Perubahan kekuasaan dalam suatu negara, misalnya oleh
golongan yang menganut ideologi lain akan memanfaatkan sekolah sebagai alat untuk
membangun masyarakat baru menurut ideologi mereka.
B. SARAN
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman
pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
21
Soekanto Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar .Jakarta: Raja Grafindo Pustaka, 2000
Gazalba Sidi, Masyarakat Islam: Pengantar Sosiologi & Sosiografi, Jakarta: Bulan Bintang,
1976
Semiawan Conny R., Penerapan Pembelajaran Pada Anak, Jakarta: Indeks, 2009
Subaidin, Pendidikan Berbasis Masyarakat, Yokyakarta: Pustaka pelajar, 2007
Wahyu Ramdani, Ilmu Sosial Dasar, Cet. 1; Bandung: CV Pustaka Setia, 2007
Ahmadi Abu, Psikologi Umum, Cet. 3; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003
Yusuf Syamsu, Psikologi perkembangan Anak dan Remaja, Cet. 6; bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2005
Slameto,Belajar dan factor-faktor yang mempenagruhinya, Cet. IV, Jakarta: Rineka
cipta, 2003
Douglas, Teori Sosiologi Modern, Edisi 6, Jakarta: Kencana, 2008
Syah Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004
Arcaro Jerome, Pendidikan Berbasis Mutu, Cet.V, Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2007
Shadily Hassan, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, Cet. 10; Jakarta: PT Bina Aksara,
1984
Sunarto Kamanto, Pengantar Sosiologi Edisi Revisi, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 1993
Soelaeman Munandar, Ilmu Sosial Dasar teori dan Konsep Ilmu Sosial, Bandung: Eresco,
1989
Ihsan Fuad, Dasar-Dasar Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1997
Heri Agus Brutosusilo, Masyarakat dan Kebebasan. Cet. 2; Jakarta : Rajawali. 1986
Widagdho Djoko,dkk, Ilmu Budaya Dasar, Cet;VII , Jakarta; Bumi Aksara, 2001
Nehnavajsa Jiri, Sosiologi Modernisasi, Jogjakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1993
22