Hukum Pengelolaan Lingkungan Lahan Basah2
Hukum Pengelolaan Lingkungan Lahan Basah2
TUGAS MAKALAH
PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAAN LAHAN BASAH
BERKELANJUTAN
Diajukan oleh :
RATNA KHAIRANI
NIM. 2342114320013
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kehidupan secara langsung, seperti sumber air minum dan habitat beraneka
pengendali iklim global. Kawasan lahan basah juga akan sulit dipulihkan
pengatur siklus air dan penyedia air permukaan maupun air tanah perlu
ekosistem setempat saja tapi juga bagi kepentingan nasional, regional dan
1
kg/m3 maka cadangan karbon di lahan gambut Indonesia adalah sebesar 46
Gt.
bagian dari Pembangunan nasional. Pengertian lahan basah berdasarkan konvensi Ramsar
adalah daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan tetap atau sementara dengan
air tergenang atau mengalir baik tawar, payau, atau asin termasuk wilayah perairan laut
Lahan basah memiliki karakter khusus yang identik dengan air. Oleh karena itu,
sistem penataan lahan dan penentuan jenis komoditas di lahan basah sangat bergantung
Lahan basah menjadi sangat peka terhadap perubahan yang dilakukan manusia
karena lahan basah memiliki peran penting bagi kehidupan manusia dan margasatwa lain.
Fungsi lahan basah tidak hanya untuk sumber air minum dan habitat beraneka ragam
makhluk, tapi memiliki fungsi ekologis seperti pengendali banjir, pencegah intrusi air laut,
Lingkungan lahan basah meliputi Sebagian kecil dari permikaan buimi ini,
namun merupakan system yang sangat penting bagi alam dimasna kekayaan alamnya
sangat penting bagi kehidupan manusia. Lahan basah berfungsi sebagai sumber dan
pemurni air, pelindung Pantai dan penyimpanan karbon terbesar dan sangat penting bagi
dan daratan yang dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar.
kelestariannya.
basah yang menentukan nilainya, yaitu: fungsi, hasil, dan ciri khas. Sebab-
B. Rumusan Masalah
Indonesia?
basah di Indonesia?
3
C. Metode Penulisan
dalam penulisan ini, dianalisa secara dengan Teknik desritif analisis dimana
negara-negara peserta pada bulan Juli 1990. Sistem tersebut membagi lahan
daerah rawa, lahan gambut, atau air, baik yang alami maupun yang buatan,
bersifat tetap atau sementara dengan air ladung atau mengalir, bersifat
tawar, payau, atau asin, termasuk daerah air marin yang dalamnya pada
Lahan basah alami mencakup estuari, yaitu bagian hilir sungai, atau
pantai, dataran banjir, delta, rawa, danau, lahan gambut, dan hutan rawa.
Walaupun pengertian lahan basah sangat luas, namun ada hal yang
delineate) lahan basah, juga digunakan dua factor lain: tanah yang bercorak
5
hidrik, dan vegetasi yang bercorak hidrofitik. Sebenarnya, corak hidrik pada
tanah dan corak hidrofitik pada vegetasi adalah turunan corak hidrologi
lahan.
yang terbentuk dibawah keadaan jenuh, banjir, atau tergenang yang berlangsung
daerah rawa, lahan gambut, atau air, baik yang alami maupun yang buatan,
bersifat tetap atau sementara dengan air ladung atau mengalir, bersifat
tawar, payau, atau asin, termasuk daerah air marin yang dalamnya pada
sepanjang pantai, dataran banjir, delta, rawa, danau, lahan gambut, dan
hutan rawa.
menggaris batasi (to delineate) lahan basah, juga digunakan dua faktor lain:
Sebenarnya, corak hidrik pada tanah dan corak hidrofitik pada vegetasi
basah sebagai sebuah kesatuan ekosistem. Definisi tersebut bisa dibuat oleh
pakar di bidang lahan basah untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, bisa
juga oleh para pembuat kebijakan untuk tujuan pengelolaan. Hampir setiap negara
maju bahkan memiliki definisi sendiri mengenai lahan basah menyesuaikan sistim
b. Kanada, National Wetlands Working Group (1988): “Wetland in the land that
7
indicated by poorly drained soil, hydrophytic, vegetation and various kinds of
Sedangkan definisi lain yang dibuat oleh individu ahli lahan basah antara
lain: Hehanussa dan Haryani (2001): ”Daerah tanah basah sepanjang tahun atau
lembab yang jenuh air dalam kondisi normal, mampu mendukung kehidupan
lahan basah sangat kompleks dan dapat memiliki nilai dan fungsi yang sangat
berbeda tergantung pada sudut pandang setiap orang yang melihatnya. Dengan
sendirinya model pengelolaan lahan basah pun bisa menjadi sangat beragam.
menyebut kawasan lahan basah berdasarkan bentuk atau nama fisik masing-
masing tipe lahan basah seperti: rawa, danau, sawah, tambak, dan sungai.
diperkenalkan oleh sebuah lembaga internasional yaitu Biro Ramsar. Biro ini
pemerintah yang di adopsi pada tanggal 2 Februari 1971 di Kota Ramsar, Iran.
Konvensi ini biasa ditulis sebagai ”The Convention on Wetlands (Ramsar, Iran,
1971)”, tapi lebih dikenal sebagai Konvensi Ramsar. Konvensi ini adalah
pemanfaatan yang bijaksana terhadap sumberdaya alam. Nama resmi konvensi ini
bahwa lahan basah sebagai kumpulan ekosistem yang sangat penting bagi
menjadi hanya “Konvensi Lahan Basah” atau ”Konvensi Ramsar” menjadi lebih
relevan karena burung air hanyalah bagian kecil dari isu yang diusung oleh
Konvensi Lahan Basah. Dewasa ini terdapat sejumlah 144 negara yang telah
daerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan; tetap atau sementara; dengan air
yang tergenang atau mengalir; tawar, payau, atau asin; termasuk wilayah perairan
laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu surut.” Lahan
basah ”dapat pula mencakup daerah riparian, wilayah pesisir di sekitar lahan
basah, dan pulau-pulau atau laut yang kedalamannya lebih dari enam meter pada
Beberapa produk kebijakan dan institusi yang bergerak dalam isu lahan
lahan basah sebagai mana mestinya. Meski demikian definisi yang paling luas
9
digunakan terutama jika menyangkut kerjasama internasional adalah definisi
Konvensi Ramsar.
Salah satu bagian dari lahan basah menurut definisi Konvensi Ramsar
adalah lahan basah pesisir dan laut (marine/coastal wetlands) yang terdiri dari 12
jenis. Keduabelas jenis tersebut dapat ditemukan di Indonesia antara lain dataran
lumpur atau pasir, terumbu karang, mangrove, padang lamun, dan laguna.
Beberapa produk kebijakan dan kajian ilmiah mengenai lahan basah pesisir
memberi batasan yang lebih luas yaitu mencakup semua jenis lahan basah yang
terletak dipesisir, termasuk rawa gambut pesisir. Istilah lahan basah pesisir juga
digunakan dalam menjelaskan rawa gambut dan rawa air tawar disepanjang
pesisir timur Sumatera dan Pesisir Kalimantan oleh Hisao Furukawa yang menulis
1994.
BAB III
DI INDONESIA
sawah (lowland rice) bukanlah hal baru bagi Indonesia. Sekitar seratus tahun yang
lalu, lahan basah di pantai Sumatera dan Kalimantan secara spontan telah dibuka
pasang surut sebagai alat penggelontor (flushing) dan pencuci yang efektif
untuk membuang air asam dan meng-gantinya dengan kualitas air yang lebih
delta. Kanai ini juga berfungsi sebagai sarana transportasi air untuk
keluarga Banjar membuat apa yang dinamakan sawah bayar telah menarik
11
fasilitas pemasukan gerakan air pasang surut dengan membuat kanal yang
daerah tersebut. Kanal pertama yang dibangun adalah Anjir Serapat yang
diselesaikan tahun 1890, dan menghubungkan Sungai Kapuas dan Sungai Barito
bagaimana sawah bayar dan irigasi pasang surut tradisional dapat berhasil,
kekurangan bahan pangan beras yang lebih serius, yang kemudian menjadikan
ketersediaan lahan dengan fasilitas irigasi yang memadai. Sekali lagi, rawa
yang berbeda (kolonial dan republik) adalah sepenuhnya dalam situasi politik
Tiap lahan basah tersusun atas sejumlah komponen fisik, hayati, dan
kimia berupa tanah, air, spesies tumbuhan dan hewan serta hara. Proses-proses
erosi, mengrsr dan melepas kembali air tanah, pengukuhan garis tepi laut,
iklim mikro, transportasi air, rekreasi dan pariwisata. Hasil yang dapat
hutan, hijauan pakan ternak, dan sumberdaya pertanian, serta pasokan air.
berdasarkan analisis ekologi, sosial, dan ekonomi yang handal akan membuat
secara internasional, dan karena itu perlu dijaga kelestariannya dengan cara
konservasi dan penggunaan yang arif. Hal ini dapat dilakukan apabila
memenuhi setidaknya satu kriterium dalam salah satu dari tiga kelompok
indikator berikut:
13
- Representatif sangat bagus bagi suatu lahan basah alami, atau
atau
penting dalam fungsi alami suatu daerah aliran sungai utama, atau
- Merupakan suatu lahan basah yang langka atau bercorak tidak biasa
- bernilai khusus selaku habitat tumbuhan atau hewan pada tahap penting
air; atau
- mempunyai satu persen dari jumlah individu dalam suatu populasi
hidrotopografi adalah:
- Lahan Kategori A: lahan dapat diairi melalui air pasang, baik pasang
- Lahan Kategori B: lahan dapat diairi selama pasang tinggi saja, dan
- Lahan Kategori C: lahan tidak dapat diairi secara teratur melalui air
- Lahan Kategori D: lahan tidak dapat diairi melalui air pasang, dan air
tanah sering berada jauh dari zona perakaran tanaman setahun (> 70
hidrotopografinya.
15
Dengan demikian dapat dicapai suatu sistem usaha pertanian (SUP)
konsisten dan lembaga serta alat pengelolaan yang tidak memadai. Faktor-
dihadapi. Dalam hal ini, penyelesaian persoalan adalah seperangkat tindakan yang
menurut pengalaman, teori, atau sudut pandang dapat disarankan sebagai suatu
jalan yang layak untuk mengubah keadaan aktual menjadi keadaan yang
diinginkan.
Dalam hal PPLG, keadaan aktual adalah lahan basah liar yang dianggap
tidak memberikan manfaat apa-apa, sedang keadaan yang diinginkan adalah lahan
muncul tanpa sengaja lewat tata kerja coba-coba (trial and error). Cara ini
mempunyai kelemahan lain, yaitu tidak efisien dan tidak berperspektif jangka
panjang.
inisiatif. Fokus upaya adalah tujuan yang akan dicapai, dan bukan keadaan pada
mekanisme yang akan digunakan untuk menciptakan keadaan yang baru yang
ingin dicapai.
menampung ketiga aspek pokok lahan basah, yaitu fungsi, hasil, dan ciri
khas serta lebih dapat menjamin keselamatan dan kelestarian lahan basah
17
Pengendalian muka air tanah perlu perlu mendapat perhatian dalam
sering muncul adalah adanya renggang fluktuasi muka air tanah yang cukup
dengan hanya mengandalkan sistem buka-tutup pintu air yang selama ini
banyak dipakai. Muka air tanah begitu berfluktuasi yang dalam banyak
kasus dipengaruhi langsung oleh pasang surut, hujan dan kondisi iklim mikro
waktu.
lahan basah. Dengan demikian, petani dengan mudah dapat mengatur kondisi
satu musim terjadi kecenderungan akan adanya kelebihan air, mereka akan
mengatur agar pada saatnya dapat mengeluarkan air dari lahannya ke saluran
lahan, mereka tinggal membalik pompa tersebut menjadi pompa irigasi, yaitu
mengingat fluktuasi muka air tanah yang sangat bervariatif dari waktu
ke waktu, pengoperasian pompa secara manual ini sangat tidak efektif dan
cenderung berlebihan.
pengembangan kawasan PLG ada beberapa aspek yang harus diperhatikan yaitu :
konservasi,
19
1. Kondisi fisik kawasan, meliputi penggunaan lahan eksisting, kesesuaian lahan
struktur jaringan transportasi yang terkait dengan system pusat pelayanan dan
keterkaitan.
menahan air tawar yang akan dialirkan ke wilayah sekitarnya. Selain sebagai
penampung (reservoir) air tawar, juga ekosistem gambut sangat berperan dalam
menyimpan karbon (carbon sink), dan rosot karbon (carbon sequestration), yang
kawasan PLG ini harus dibagi menjadi dua kawasan yang berbeda fungsi, yaitu
eks PLG bertujuan untuk menjaga tata air. Selain itu, lahan gambut mempunyai
ciri ekosistem alam yang sangat spesifik dan khas, sehingga perlu dilakukan
ekosistem unik. Wilayah konservasi ini selain lahan gambut tebal > 3 m, juga
menyangkut kawasan di luar itu yang ada keunikannya yang harus dilindungi dan
dikonservasi.
kawasan eks PLG lebih ditekankan untuk pengembangan kegiatan produksi sesuai
produksi atau nilai tambah produk, dan berkelanjutan sistem produksi, sehingga
21
akan terjadi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, serta adanya
Hutan rawa gambut merupakan istilah yang terbentuk dari tiga kata yaitu
hutan, rawa dan gambut. Hingga saat ini, pengertian yang baku tentang Hutan
rawa, yaitu lahan yang menempati posisi peralihan di antara ekosistem daratan
dan ekosistem perairan. Sepanjang tahun atau dalam jangka waktu yang panjang
dalam setahun, lahan ini selalu jenuh air (waterlogged) atau tergenang air.
pada lahan rawa dataran rendah di sepanjang pantai. Hamparan lahan gambut
aliran sungai–sungai besar di dekat muara, dimana gerakan naik turunnya air
tanah dipengaruhi pasang surut harian air laut. Pola penyebaran dataran dan kubah
membentuk suatu ekositem yang memiliki sifat dan karakterstik yang khas antara
lain bersifat asam (PH rendah = 3-5), bulk denisty rendah (< 0.2 gr/cm3), porositas
tinggi (80-95%) dan daya simpan air yang besar (450-850%). Tingginya
kandungan bahan organik membuat air yang ada di hutan rawa gambut berwarna
hitam. Karena itulah, seringkali hutan rawa gambut lebih sering dikenal sebagai
Hutan rawa gambut merupakan salah satu sumberdaya alam yang mempunyai
fungsi hidro-orologi dan fungsi lingkungan lain yang penting bagi kehidupan dan
penghidupan manusia serta mahluk hidup lainnya. Lebih jauh lagi, hutan rawa
gambut memiliki peran yang sangat vital dalam Pengurangan Resiko Bencana
1) Pengaturan banjir, pemasok air tawar dan mencegah intrusi air laut. Lahan
gambut berfungsi sebagai daerah penangkap air yang berlimpah pada saat
yang tinggi sehingga mempunyai daya menyerap air yang sangat besar.
menampung air sebesar 450%, 450 – 850%, dan lebih dari 850% dari bobot
keringnya atau hingga 90% dari volumenya. Karena sifatnya itu, gambut
besar sehingga dapat menahan banjir saat musim hujan dan sebaliknya
23
Kerusakan lahan gambut yang diakibatkan oleh pengeringan dan pembakaran
gambut di dunia sebesar 329-525 Gt atau 35% dari total C dunia. Sedangkan
sama dengan 109 ton) atau 8-14% dari karbon yang terdapat dalam gambut di
dunia. Dengan demikian, gambut memiliki peran yang cukup besar sebagai
kerusakan, materi ini akan mengeluarkan gas rumah kaca terutama CO 2, N2O,
atau CH4 ke udara dan siap menimbulkan bencana melalui berubahnya iklim
dunia. Jika hal ini terjadi, kita harus siap-siap menanggung dan merasakan
dampaknya.
Daerah Aliran Sungai merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
alam, seperti punggung- punggung bukit atau gunung, maupun batas buatan,
seperti jalan atau tanggul, dimana air hujan yang turun di wilayah tersebut
memberi kontribusi aliran ke titik control (outlet). Di dalam suatu DAS dapat
dijumpai berbagai jenis lahan basah alami (misal anak-anak sungai, danau, rawa)
menjadi tiga yaitu daerah hulu, tengah dan hilir. Pada umumnya, DAS bagian
hulu dicadangkan sebagai daerah konservasi, sementara DAS bagian hilir sering
perlindungan terhadap fungsi tanah dan tata air (hydro-orologis). Setiap terjadinya
kegiatan di daerah hulu akan selalu menimbulkan dampak di daerah hilir. Dampak
ini bisa dalam bentuk fluktuasi debit dan tranfer sedimen serta material terlarut
dalam sistem aliran airnya. Atas dasar inilah maka pegelolaan DAS hulu
seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan
hilir memiliki keterkaitan biofisik melalui alur hydrologi (Irwanto, 2006). Sebagai
suatu sistem perairan terpadu, Daerah Aliran Sungai memiliki peran dan fungsi
yang sangat penting baik sebagai penyeimbang, pengendali sekaligus pengatur air.
Sebagai gambaran, apabila tutupan vegetasi di daerah hulu masih baik maka
kelebihan air yang berasal dari air hujan akan dapat terserap secara optimal oleh
tanah dan tumbuhan. Melalui mekanisme ini maka bencana banjir di hilir dapat
terhindar. Namun bila hutan di hulu telah gundul, maka setiap terjadi hujan akan
Selain itu, kerusakan hutan (juga aktivitas manusia lainnya) dapat menyebabkan
keberadaan sungai.
25
BAB IV
bisa dilakukan oleh pemerintah saja. Untuk itu dibutuhkan peranan masyarakat
belum memiliki definisi yang jelas dan disebutkan dalam banyak istilah yang
berbeda. Meski demikian, secara umum partisipasi masyarakat merupakan salah
(1) akses terhadap sumberdaya dalam lahan basah adalah hal yang penting bagi
(2) para pemangku kepentingan sudah sejak lama menerapkan tradisi berkaitan
(3) kebijakan sebelumnya gagal dalam mengelola lahan basah sehingga muncul
(4) masyarakat menunjukkan minat yang kuat dalam upaya pengelolaan secara
terpadu.
disekelilingnya membentuk kehidupan sosial dan budaya yang unik dan menjadi
identitas penting masyarakat. Hal tersebut antara lain ditunjukkan dalam bentuk
cerita rakyat, musik, mitos, pakaian, dan kearifan lokal mengenai cara-cara
terbukti memberikan manfaat yang besar bagi upaya konservasi lahan basah sejak
ratusan tahun yang lalu, dan masih terus berlanjut hingga kini. Dengan demikian,
upaya pengelolaan lahan basah tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sosial dan
27
diperlukan dalam proses penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan
lahan basah.
(pilot project) yang menempatkan masyarakat lokal sebagai salah satu pemangku
kepentingan utama juga terbukti lebih efektif dan arif dalam kegiatan pengelolaan
sumberdaya alam.
Berdasarkan pada prinsip ini maka lahan basah dapat terjaga dengan sendirinya
yang dilakukan tanpa peran aktif masyarakat lokal. Peran aktif masyarakat dalam
disepakati.
Pengelolaan lahan basah secara arif dan berkelanjutan memerlukan
pendekatan dari berbagai aspek, termasuk aspek hukum. Selama ini, produk
hukum langsung atau tidak langsung cukup efektif untuk mendorong pengelolaan
lahan basah secara arif dan berkelanjutan. Meski demikian, disisi lain, produk
hukum bisa juga menjadi kontra produktif dan berkontribusi terhadap legalitas
sangat penting untuk tercapainya pengelolaan dan pemanfaatan lahan basah secara
lahan basah yang mengalami kerusakan. Karena sifat-sifat lahan basah yang khas,
29
besarnya untuk generasi kini sambil memelihara berbagai potensinya untuk
generasi mendatang.
biologi seperti tanah, air, tanaman, hewan, nutrien, dan interaksi diantaranya.
dari suatu sumberdaya alam yang merupakan bahan baku dalam pembangunan itu
sendiri.
Selain itu, tidak semua peraturan tersebut juga akan berkaitan secara
Undang-Undang
Lingkungan Hidup
Peraturan Pemerintah
Wilayah Nasional
Aliran Sungai
31
Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan
terhadap lahan gambut. Baru pada tahun 2014 diterbitkanlah peraturan yang
gambut.
Pada tataran peraturan yang paling rendah ini juga dibuat peraturan
tersebut:
Lindung
Kalimantan Tengah
Tengah
Peraturan Menteri Pertanian No. 14 tahun 2009 tentang Pedoman
Instruksi Presiden No. 10 tahun 2011 dan No. 6 tahun 2013 tentang
Kawasan
Pemerintah, tetapi peraturan awal yang tentang lahan gambut sebenarnya berasal
yang digantikan dengan PP No. 57 tahun 2016 Peraturan Pemerintah ini mengatur
mengenai upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan dan
33
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Badan
Restorasi Gambut yang kemudian diperbaharui menjadi Perpres Nomor 120 tahun
2021 Perpres ini dikeluarkan pada awal tahun 2016 untuk melakukan percepatan
hutan dan lahan yang terjadi secara masif tahun 2015 silam. Komitmen pemulihan
menjadi permanen pada Inpres No 5 tahun 2019 Inpres ini dikeluarkan untuk
alam primer dan lahan gambut serta menyempurnakan tata kelola hutan pada
hutan primer dan lahan gambut, yang bertujuan untuk menyelamatkan keberadaan
hutan alam primer dan lahan gambut serta untuk melanjutkan upaya penurunan
muka air tanah di titik penaatan ekosistem gambut, Permen LHK Nomor
Hidrologis Gambut Peraturan Menteri ini berisi panduan mengenai tata cara
perhutanan sosial pada ekosistem gambut dengan tetap menjaga fungsi hidrologis
BAB VI
KESIMPULAN
35
1. Bahwa lingkungan lahan basah merupakan lingkungan yang rapuh
yang diratifikasikan dan diatur lebih lanjut dalam lingkungan lahan basah di
Indonesia.
DAFTAR BACAAN
Buku :
Muhjad M. Hadin, dkk. 2023. Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem.
Yogyakarta : Bintang Semesta Media.
Muhjad M. Hadin. 2023. Hukum Lingkungan Lahan Basah (Wetlands).
Yogyakarta : Genta.
Jurnal/Artikel :
https://mutuinstitute.com/post/aturan-hukum-pemanfaatan-lahan-gambut/
37