Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dalam tubuh manusia terdapat ribuan mikroorganisme yang mendiami
berbagai tempat dalam tubuh. Mikroorganisme-mikroorganisme tersebut
mempunyai sifat dan karakteristik masing-masing. Hal ini di sesuaikan dengan
tempatnya mendiami organ manusia , dan di sesuaikan dengan fungsi serta
peranannya. Ada yang berperan sebagai patogen atau mikroorganisme yang
merugikan, ada yang bersifat parasit, dan ada pula yang memberikan efek
pada tubuh manusia dalam jangka waktu yang cukup lama.
Mikroorganisme tersebut ada yang berupa bakteri, jamur, maupun virus.
Dan mikroorganisme yang mendiami tubuh manusia sehat ini sering di
katakan sebagai flora normal pada tubuh manusia. Flora normal diperoleh
dengan cepat selama dan segera setelah lahir, dan perubahan terus-menerus
selama pertumbuhan terkait umur, gizi dan lingkungan individu. Misalnya,
pada bayi yang diberi ASI langsung dapat ditemukan streptokokus dan
lactobacilli pada saluran pencernaannya, sedangkan yang diberi minum botol
menunjukkan rentang organisme.yang lebih luas dan banyak
Organisme flora normal biasanya ditemukan di bagian-bagian tubuh yang
kontak dengan lingkungan (kulit, hidung dan mulut, usus dan saluran
urogenital). Organ-organ dan jaringan biasanya steril.
Dalam makalah ini mengambil tema “ Flora normal pada tubuh manusia “
sebagai acuan utama dalam mengungkap berbagai macam mikroorganisme
dalam tubuh manusia yang keberadaannya tidak terlalu di sadari dan bahkan
tidak di hiraukan, namun semakin lama akan merugikan manusia itu sendiri.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan di atas, dapat di ambil
beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah yang di maksud dengan “ flora normal pada tubuh manusia” ?
2. Bagaimana perkembangan flora normal pada tubuh manusia?
3. Apa sajakah yang termasuk flora normal pada tubuh manusia?

1.3 TUJUAN
Makalah ini mempunyai beberapa tujuan yang di dasarkan kepada rumusan
masalah yang telah di kemukakan. Diantaranya adalah:
1. Untuk mengetahui tentang “flora normal pada tubuh manusia”.
2. Untuk mengetahui perkembangan “flora normal pada tubuh manusia”
3. Untuk mengetahui berbagai macam flora normal pada tubuh manusia.

1.4 MANFAAT
Manfaat yang bisa diambil dari penulisan makalah ini adalah sebagai beikut:
1. Pembaca akan lebih memhami berbagai macam flora normala yang
terdapat dalam tubuh.
2. Pemberian wawasan dan pengetahuan baru dalam bidang kesehatan.
3. Mahasiswa, pembaca, dan masyarakat akan lebih mewaspadai akan
tumbuhnya flora normal pada tubuh manusia.
4. Pembaca akan bisa mengambil langkah yang tepat, berkaitan dengan
tumbuhnyaa smikroorganisme yang sering dianggap remeh dalam
kesehariannya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN FLORA NORMAL PADA TUBUH MANUSIA

Dalam dunia medis dan ilmu pengetahuan, mungkin tidak asing lagi
dengan istilah flora normal pada tubuh manusia. “Flora ” mempunyai arti bunga.
Mikroba yang secara alamiah menghuni tubuh manusia disebut flora normal,
atau mikrobiota. Selain itu, disebutkan bahwa flora normal adalah kumpulan
mikroorganisme yang secara alami terdapat pada tubuh manusia normal dan
sehat. Kebanyakan flora normal yang terdapat pada tubuh manusia adalah dari
jenis bakteri. Namun beberapa virus, jamur, dan protozoa juga dapat ditemukan
pada orang sehat.

Untuk dapat menyebabkan penyakit, mikroorganisme patogen harus dapat


masuk ke tubuh inang, namun tidak semua pertumbuhan mikroorganisme dalam
tubuh inang dapat menyebabkan penyakit. Banyak mikroorganisme tumbuh pada
permukaan tubuh inang tanpa menyerang jaringan tubuh dan merusak fungsi
normal tubuh. Flora normal dalam tubuh umumnya tidak patogen, namun pada
kondisi tertentu dapat menjadi patogen oportunistik. Penyakit timbul bila infeksi
menghasilkan perubahan pada fisiologi normal tubuh.Mikroorganisme tidak saja
terdapat dan hidup di lingkungan, akan tetapi juga di tubuh manusia. Tubuh
manusia tidaklah steril atau bebas dari mikroorganisme, begitu manusia dilahirkan
ia langsung berhubungan dengan mikroorganisme. (Gibson, J.M, 1996)

2.2 PERANAN FLORA NORMAL PADA TUBUH MANUSIA

Mikroorganisme yang secara tetap terdapat pada permukaan tubuh bersifat


tidak menetap. Pertumbuhan pada bagian tubuh tertentu bergantung pada faktor-
faktor biologis seperti suhu, kelembapan dan tidak adanya nutrisi tertentu serta
zat-zat penghambat. Keberadaan flora tersebut tidak mutlak dibutuhkan untuk
kehidupan karena hewan yang dibebaskan (steril) dari flora tersebut, tetap bisa

3
hidup. Flora yang hidup di bagian tubuh tertentu pada manusia mempunyai peran
penting dalam mempertahankan kesehatan dan hidup secara normal. Beberapa
anggota flora tetap di saluran pencernaan mensintesis vitamin K dan penyerapan
berbagai zat makanan. Flora yang menetap diselaput lendir (mukosa) dan kulit
dapat mencegah kolonialisasi oleh bakteri patogen dan mencegah penyakit akibat
gangguan bakteri. Mekanisme gangguan ini tidak jelas. Mungkin melalui
kompetisi pada reseptor atau tempat pengikatan pada sel penjamu, kompetisi
untuk zat makanan, penghambatan oleh produk metabolik atau racun,
penghambatan oleh zat antibiotik atau bakteriosin (bacteriocins). Supresi flora
normal akan menimbulkan tempat kosong yang cenderung akan ditempati oleh
mikroorganisme dari lingkungan atau tempat lain pada tubuh. Beberapa bakteri
bersifat oportunis dan bisa menjadi patogen. (Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s,
Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology), 2005: 277-279)

Selain itu, diperkirakan bahwa stimulasi antigenik dilepaskan oleh flora adalah
penting untuk perkembangan sistem kekebalan tubuh normal.

Sebaliknya, flora normal juga dapat menimbulkan penyakit pada kondisi


tertentu. Berbagai organisme ini tidak bisa tembus (non-invasive) karena
hambatan-hambatan yang diperankan oleh lingkungan. Jika hambatan dari
lingkungan dihilangkan dan masuk le dalam aliran darah atau jaringan, organisme
ini mungkin menjadi patogen. (Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s, Mikrobiologi
Kedokteran (Medical Microbiology), 2005: 279)

2.3 PERKEMBANGAN FLORA NORMAL PADA TUBUH MANUSIA

Flora normal biasanya ditemukan di bagian-bagian tubuh manusia yang kontak


langsung dengan lingkungan misalnya kulit, hidung, mulut, usus, saluran
urogenital, mata, dan telinga. Organ-organ dan jaringan biasanya steril.
Berikut ini akan di bahas flora normal pada organ mulut. Kelembapan yang
paling tinggi, adanya makanan terlarut secara konstan dan juga partikel-partikel
kecil makanan membuat mulut merupakan lingkungan ideal bagi pertumbuhan
bakteri. Mikrobiota mulut atau rongga mulut sangat beragam; banyak bergantung

4
pada kesehatan pribadi masing-masing individu. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S
Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 549)

Diperolehnya mikrobiota mulut. Pada waktu lahir, rongga mulut pada


hakikatnya merupakan suatu inkubator yang steril, hangat, dan lembap yang
mengandung sebagai substansi nutrisi. Air liur terdiri dari air, asam amino,
protein, lipid, karbohidrat, dan senyawa-senyawa anorganik. Jadi, air liur
merupakan medium yang kaya serta kompleks yang dapat dipergunakan sebagai
sumber nutrien bagi mikrobe pada berbagai situs di dalam mulut. (Michael J.
Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 549-550)
Beberapa jam sesudah lahir, terdapat peningkatan jumlah mikroorganisme
sedemikian sehingga di dalam waktu beberapa hari spesies bakteri yang khas bagi
rongga mulut menjadi mantap. Jasad-jasad renik ini tergolong ke dalam genus
Streptococcus, Neisseria, Veillonella, Actinomyces, dan Lactobacillus. (Michael J.
Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 551)
Jumlah dan macam spesies ada hubungannya dengan nutrisi bayi serta hubungan
antara bayi tersebut dengan ibunya, pengasuhnya, dan benda-benda seperti
handuk serta botol-botol susunya. Spesies satu-satunya yang selalu diperoleh dari
rongga mulut, bahkan sedini hari kedua setelah air, ialah Streptococcus salivarius.
Bakteri ini mempunyai afinitas terhadap jaringan epithelial dan karena itu
terdapat dalam jumlah besar pada permukaan lidah. (Michael J. Pelczar, Jr. dan
E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 552)

2.4 STRUKTUR DAN CIRI FLORA NORMAL

2.4.1 Candida albicans

Morfologi Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena


kemampuannya untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel
tunas yang akan berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah
yang akan membentuk hifa semu. Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor
eksternal yang mempengaruhinya. Sel ragi (blastospora) berbentuk bulat, lonjong
atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5 µ x 3-6 µ hingga 2-5,5 µ x 5-28 µ . C.

5
albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang akan terus
memanjang membentuk hifa semu. Hifa semu terbentuk dengan banyak kelompok
blastospora berbentuk bulat atau lonjong di sekitar septum. Pada beberapa strain,
blastospora berukuran besar, berbentuk bulat atau seperti botol, dalam jumlah
sedikit.

Sel ini dapat berkembang menjadi klamidospora yang berdinding tebal dan
bergaris tengah sekitar 8-12 µ. Morfologi koloni C. albicans pada medium padat
agar Sabouraud Dekstrosa, umumnya berbentuk bulat dengan permukaan sedikit
cembung, halus, licin dan kadang- kadang sedikit berlipat-lipat terutama pada
koloni yang telah tua. Umur biakan mempengaruhi besar kecil koloni. Warna
koloni putih kekuningan dan berbau asam seperti aroma tape. Dalam medium cair
seperti glucose yeast, extract pepton, C. albicans tumbuh di dasar tabung. Pada
medium tertentu, di antaranya agar tepung jagung (corn-meal agar), agar tajin
(rice-cream agar) atau agar dengan 0,1% glukosa terbentuk klamidospora terminal
berdinding tebal dalam waktu 24-36 jam. Pada medium agar eosin metilen biru
dengan suasana CO2 tinggi, dalam waktu 24-48 jam terbentuk pertumbuhan khas
menyerupai kaki laba-laba atau pohon cemara. Pada medium yang mengandung
faktor protein, misalnya putih telur, serum atau plasma darah dalam waktu 1-2
jam pada suhu 37oC terjadi pembentukan kecambah dari blastospora. C. albicans
dapat tumbuh pada variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik
pada pH antara 4,5-6,5. Jamur ini dapat tumbuh dalam perbenihan pada suhu
28oC - 37oC. C. albicans membutuhkan senyawa organik sebagai sumber karbon
dan sumber energi untuk pertumbuhan dan proses metabolismenya. Unsur karbon
ini dapat diperoleh dari karbohidrat. Jamur ini merupakan organisme anaerob
fakultatif yang mampu melakukan metabolisme sel, baik dalam suasana anaerob
maupun aerob. Proses peragian (fermentasi) pada C. albicans dilakukan dalam
suasana aerob dan anaerob. Karbohidrat yang tersedia dalam larutan dapat
dimanfaatkan untuk melakukan metabolisme sel dengan cara mengubah
karbohidrat menjadi CO2 dan H2O dalam suasana aerob. Sedangkan dalam
suasana anaerob hasil fermentasi berupa asam laktat atau etanol dan CO2. Proses
akhir fermentasi anaerob menghasilkan persediaan bahan bakar yang diperlukan
untuk proses oksidasi dan pernafasan. Pada proses asimilasi, karbohidrat dipakai

6
oleh C. albicans sebagai sumber karbon maupun sumber energi untuk melakukan
pertumbuhan sel. C. albicans dapat dibedakan dari spesies lain berdasarkan
kemampuannya melakukan proses fermentasi dan asimilasi. Pada kedua proses ini
dibutuhkan karbohidrat sebagai sumber karbon.

Pada proses fermentasi, jamur ini menunjukkan hasil terbentuknya gas dan asam
pada glukosa dan maltosa, terbentuknya asam pada sukrosa dan tidak
terbentuknya asam dan gas pada laktosa. Pada proses asimilasi menunjukkan
adanya pertumbuhan pada glukosa, maltosa dan sukrosa namun tidak
menunjukkan pertumbuhan pada laktosa. Dinding sel C. albicans berfungsi
sebagai pelindung dan juga sebagai target dari beberapa antimikotik. Dinding sel
berperan pula dalam proses penempelan dan kolonisasi serta bersifat antigenik.
Fungsi utama dinding sel tersebut adalah memberi bentuk pada sel dan
melindungi sel ragi dari lingkungannya. C. albicans mempunyai struktur dinding
sel yang kompleks, tebalnya 100 sampai 400 nm. Komposisi primer terdiri dari
glukan, manan dan khitin. Manan dan protein berjumlah sekitar 15,2-30 % dari
berat kering dinding sel, -1,3-D-glukan dan *1,6-D-glukan sekitar 47-60 %, khitin
sekitar 0,6-9 %, protein 6-25 % dan lipid 1-7 %. Dalam bentuk ragi, kecambah
dan miselium, komponen-komponen ini menunjukkan proporsi yang serupa tetapi
bentuk miselium memiliki khitin tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan sel
ragi. Dinding sel C. albicans terdiri dari lima lapisan yang berbeda. Segal dan
Bavin (1994) memperlihatkan bahwa dinding sel C. albicans terdiri dari lima
lapisan yang berbeda. Membran sel C. albicans seperti sel eukariotik lainnya
terdiri dari lapisan fosfolipid ganda. Membran protein ini memiliki aktifitas enzim
seperti manan sintase, khitin sintase, glukan sintase, ATPase dan protein yang
mentransport fosfat. Terdapatnya membran sterol pada dinding sel memegang
peranan penting sebagai target antimikotik dan kemungkinan merupakan tempat
bekerjanya enzim-enzim yang berperan dalam sintesis dinding sel. Mitokondria
pada C. albicans merupakan pembangkit daya sel. Dengan menggunakan energi
yang diperoleh dari penggabungan oksigen dengan molekul-molekul makanan,
organel ini memproduksi ATP. Seperti halnya pada eukariot lain, nukleus C.
albicans merupakan organel paling menonjol dalam sel. Organ ini dipisahkan dari
sitoplasma oleh membran yang terdiri dari 2 lapisan. Semua DNA kromosom

7
disimpan dalam nukleus, terkemas dalam serat-serat kromatin. Isi nukleus
berhubungan dengan sitosol melalui pori-pori nucleus. Vakuola berperan dalam
sistem pencernaan sel, sebagai tempat penyimpanan lipid dan granula polifosfat.
Mikrotubul dan mikrofilamen berada dalam sitoplasma. Pada C. albicans
mikrofilamen berperan penting dalam terbentuknya perpanjangan hifa.C. albicans
mempunyai genom diploid. Kandungan DNA yang berasal dari sel ragi pada fase
stasioner ditemukan mencapai 3,55 µg/108sel. Ukuran kromosom Candida
albicans diperkirakan berkisar antara 0,95-5,7 Mbp. Beberapa metode
menggunakan Alternating Field Gel Electrophoresis telah digunakan untuk
membedakan strain C. albicans. Perbedaan strain ini dapat dilihat pada pola pita
yang dihasilkan dan metode yang digunakan. Strain yang sama memiliki pola pita
kromosom yang sama berdasarkan jumlah dan ukurannya. Steven dkk (1990)
mempelajari 17 strain isolat C. albicans dari kasus kandidosis. Dengan metode
elektroforesis, 17 isolat C. albicans tersebut dikelompokkan menjadi 6 tipe.
Adanya variasi dalam jumlah kromosom kemungkinan besar adalah hasil dari
chromosome rearrangement yang dapat terjadi akibat delesi, adisi atau variasi dari
pasangan yang homolog. Peristiwa ini merupakan hal yang sering terjadi dan
merupakan bagian dari daur hidup normal berbagai macam organisme. Hal ini
juga seringkali menjadi dasar perubahan sifat fisiologis, serologis maupun
virulensi. Pada C. albicans, frekuensi terjadinya variasi morfologi koloni
dilaporkan sekitar 10-2 sampai 10-4 dalam koloni abnormal. Frekuensi meningkat
oleh mutagenesis akibat penyinaran UV dosis rendah yang dapat membunuh
populasi kurang dari 10%. Terjadinya mutasi dapat dikaitkan dengan perubahan
fenotip, berupa perubahan morfologi koloni menjadi putih smooth, gelap smooth,
berbentuk bintang, lingkaran, berkerut tidak beraturan, berbentuk seperti topi,
berbulu, berbentuk seperti roda, berkerut dan bertekstur lunak. (Hariadi E. :
2011).

8
2.4.2 Klasifikasi

Kingdom : Fungi

Phylum : Ascomycota

Subphylum :

Saccharomycotina Class :

Saccharomycetes

Ordo : Saccharomycetales

Family : Saccharomycetaceae

Genus : Candida

Spesies : Candida albicans

(C.P. Robin) Berkhout 1923 Sinonim : Candida stellatoidea dan Oidium albicans

2.4.3 Patogenitas dan Virulensi

Bagian Tubuh yang Mungkin Terinfeksi Candida albicans Pada manusia,


C. albicans sering ditemukan di dalam mulut, feses, kulit dan di bawah kuku
orang sehat. C. albicans dapat membentuk blastospora dan hifa, baik dalam biakan
maupun dalam tubuh. Bentuk jamur di dalam tubuh dianggap dapat dihubungkan
dengan sifat jamur, yaitu sebagai saproba tanpa menyebabkan kelainan atau
sebagai parasit patogen yang menyebabkan kelainan dalam jaringan. Penyelidikan
lebih lanjut membuktikan bahwa sifat patogenitas tidak berhubungan dengan
ditemukannya C. albicans dalam bentuk blastospora atau hifa di dalam jaringan.
Terjadinya kedua bentuk tersebut dipengaruhi oleh tersedianya nutrisi, yang dapat
ditunjukkan pada suatu percobaan di luar tubuh. Pada keadaan yang menghambat
pembentukan tunas dengan bebas, tetapi yang masih memungkinkan jamur
tumbuh, maka dibentuk hifa. Rippon (1974) mengemukakan bahwa bentuk
blastospora diperlukan untuk memulai suatu lesi pada jaringan. Sesudah terjadi
lesi, dibentuk hifa yang melakukan invasi. Dengan proses tersebut terjadilah

9
reaksi radang. Pada kandidosis akut biasanya hanya terdapat blastospora, sedang
pada yang menahun didapatkan miselium. Kandidosis di permukaan alat dalam
biasanya hanya mengandung blastospora yang erjumlah besar, pada stadium lanjut
tampak hifa. Hal ini dapat dipergunakan untuk menilai hasil pemeriksaan bahan
klinik, misalnya dahak, urin untuk menunjukkan stadium penyakit. Kelainan
jaringan yang disebabkan oleh C. albicans dapat berupa peradangan, abses kecil
atau granuloma. Pada kandidosis sistemik, alat dalam yang terbanyak terkena
adalah ginjal, yang dapat hanya mengenai korteks atau korteks dan medula
dengan terbentuknya abses kecil-kecil berwarna keputihan. Alat dalam lainnya
yang juga dapat terkena adalah hati, paru-paru, limpa dan kelenjar gondok. Mata
dan otak sangat jarang terinfeksi. Kandidosis jantung berupa proliferasi pada
katup-katup atau granuloma pada dinding pembuluh darah koroner atau
miokardium. Pada saluran pencernaan tampak nekrosis atau ulkus yang kadang-
kadang sangat kecil sehingga sering tidak terlihat pada pemeriksaan. Manifestasi
klinik infeksi C. albicans bervariasi tergantung dari organ yang diinfeksinya. Pada
wanita, C. albicans sering menimbulkan vaginitis dengan gejala utama fluor albus
yang sering disertai rasa gatal. Infeksi ini terjadi akibat tercemar setelah defekasi,
tercemar dari kuku atau air yang digunakan untuk membersihkan diri; sebaliknya
vaginitis Candida dapat menjadi sumber infeksi di kuku, kulit di sekitar vulva dan
bagian lain. ( Gupte, S. 1990)

2.4.4 Candida albicans Penyebab Sariawan

Sariawan merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai dalam


kehidupan sehari-hari. Sariawan adalah infeksi jamur C. albicans pada selaput
lendir dirongga mulut, misal: bibir bagian dalam, lidah atau didekat amandel.
Jamur penyebab sariawan ini jamur yang sama dengan penyebab keputihan dan
ruam popok (diaper rash). Sariawan dapat muncul jika karena satu atau lain hal
pertumbuhan jamur C. albicans menjadi tidak terkontrol, 2 contoh : karena
kurang mengkomsumsi vitamin C dalam jumlah cukup, kurang menjaga
kebersihan rongga mulut, atau tengah mendapat pengobatan dengan antibiotik
yang sangat kuat. Sariawan merupakan salah satu jenis stomatitis (radang di
rongga mulut) yang paling banyak terjadi. Jenis stomatitis yang lain dapat

10
disebabkan oleh bakteri,virus,kekurangan vitamin,tergigit sendiri,gigi palsu yang
tidak terpasang dengan baik,tergores sikat gigi,dll (Nurhenita,2012). Zaman
sekarang banyak masyarakat yang menggunakan obat-obat

Kimia untuk menyembuhkan berbagai penyakit, akan tetapi tidak semua


obat kimia baik untuk kesehatan. Sebagian obat kimia bisa menyembuhkan
penyakit yang diderita tetapi jika dikonsumsi dalam waktu jangka panjang
mempunyai efek samping yang berbahaya bagi tubuh. Sehingga banyak
masyarakat yang kembali memakai obat-obat alamiah/herbal yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan. Salah satu diantaranya adalah buah Delima (Punica granatum
L).

Delima putih (Punica granatum Linn) merupakan salah satu obat


tradisional yang unik karena semua bagian tumbuhan dari delima putih tersebut
memiliki kandungan kimia yang berguna untuk kesehatan. Pada kulit delima putih
memiliki kandungan alkaloid dan flavonoid yang mempunyai aktivitas
antimikroba terhadap C. albicans. Namun menurut penelitian oleh Nauli, yang
bertanggung jawab menghambat pertumbuhan C. albicans adalah komponen
tannin (Nauli, 2010). 3 Infusum kulit delima adalah sediaan cair yang dibuat
dengan menyari kulit delima dengan air pada suhu 900C selama 15 menit.
Infusum merupakan proses penyari kandungan aktif yang larut dalam air dari
bahan-bahan nabati (Anief,1994). Pada penggunaan infusum kulit delima ini yaitu
dengan cara berkumur-kumur.

Umumnya masyarakat biasanya menggunakan kulit delima yang sudah


dikeringkan terlebih dahulu karena lebih awet dan bisa disimpan dalam waktu
yang relatif lama. Perlu dilakukan penelitian tentang perbedaan kulit buah delima
putih (Punica granatum L.) kering dan basah terhadap pertumbuhan C. albicans
penyebab sariawan. (Gupte, S. 1990)

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Flora normal merupakan organisme yang mendiami tubuh manusia sehat,


dapat berupa bakteri, jamur, maupun virus. Ada yang berperan sebagaipatogen
atau mikroorganisme yang merugikan, ada yang bersifat parasit, dan ada pula
yang memberikan efek pada tubuh manusia dalam jangka waktu yang cukup
lama.Salah satu contoh dari flora normal ini adalah Candida albicans pada mulut
yang menyebabkan sariawan pada manusia, Candida albicans merupakan flora
normal jenis jamur yang tidak berbahaya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 549,
Jakarta UI PRESS 2005

Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s, Mikrobiologi Kedokteran (Medical


Microbiology), 2005: 279) JAKARTA, PENERBIT BUKU
KEDOKTERAN ECG

Hariadi E, Buku Ajar Mikrobiologi binarupa kasar). Jakarta, Penerbit Binarupa


aksara FKUI 2011

Gibson, J.M , 1996, Mikrobiologi dan Patologi Modern untuk Perawat,) Cetakan
Pertama , Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Gupte, S, 1990, Mikrobiologi Dasar, alih bahasa oleh Julius, E.S, Edisi Ketiga,
43, Binarupa Aksara, Jakarta.

13

Anda mungkin juga menyukai