Tugas 5 Kep Jiwa - Kelompok
Tugas 5 Kep Jiwa - Kelompok
Dosen Pengampu :
Ns. I Gusti Ngurah Kesuma Putra, S.Kep., M.M
Oleh :
Liangga Saputra (C1122010)
Ni Ketut Yuni Ariningsih (C1122014)
Ni Komang Dhea Anggita Marayuni (C1122015)
Ni Luh Gede Desy Ariani (C1122017)
Ni Nyoman Triana Sinta Damayanti (C1122025)
Ni Putu Dian Lestari Dewi (C1122018)
Ni Putu Sukma Indah Sugiantari (C1122031)
Risky Noer Cahyanto (C1122038)
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Ynag Masa Esa. yang mana atas
berkat, rahmat, dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah yang berjudul
“penerapan sosial budaya dalam konteks asuhan perawatan jiwa dan legal etik
dalam konteks asuhan keperawatan jiwa ” untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
keperawatan Kesehatan jiwa dan psikososial.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak lepas dari hambatan yang kami
hadapi, namun kami menyadari kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak
lain berkat dorongan, bantuan, dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala-
kendala yang kami hadapi dapat teratasi.
i
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
6. Bagaimana Pengkajian Sosiokultural Dalam Konteks Asuhan
Keperawatan?
7. Apa Saja Aspek Legal Keperawatan Meliputi Kewajiban Dan Hak
Perawat?
1.3 Tujuan
Adapun Tujuan Dari Makal Ini Yaitu:
1. Untuk Mengetahui Pengertian Dari Sosiokultural.
2. Untuk Mengetahui Aspek Legal Dalam Praktik Keperawatan.
3. Unruk Mengetahui Bagaimana Sosiokultural Dalam Asuhan
Keperawatan.
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Faktor Resiko Sosiokultural Dalam
Konteks Asuhan Keperawatan Jiwa
5. Untuk Mengetahui Konsep Dan Prinsip-Prinsip Legal Etik Keperawatan
6. Untuk Mengetahui Bagaimana Pengkajian Sosiokultural Dalam
Konteks Asuhan Keperawatan.
7. Untuk Mengetahui Apa Saja Aspek Legal Keperawatan Meliputi
Kewajiban Dan Hak Perawat.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2. Vygotsky
Jalan pikiran seseorang dapat dimengerti dengan cara menelusuri
asal usul tindakan sadarnya dari interaksi sosial (aktivitas dan bahasa
yang digunakan) yang dilatari sejarah hidupnya. Peningkatan fungsi-
fungsi mental bukan berasal dari individu itu sendiri melainkan berasal
dari kehidupan sosial atau kelompoknya. Kondisi sosial sebagai tempat
3
penyebaran dan pertukaran pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai
sosial budaya. Anak-anak memperoleh berbagai pengetahuan dan
keterampilan melalui interaksi sehari-hari baik lingkungan sekolah
maupun keluarganya secara aktif. Perolehan pengetahuan dan
perkembangan kognitif sesuai dengan teori sosiogenesis yaitu kesadaran
berinteraksi dengan lingkungan dimensi sosial yang bersifat primer dan
demensi individual bersifat derivatif atau turunan dan sekunder,
sehingga teori belajar Vygotsky disebut dengan pendekatan Co-
Konstruktivisme artinya perkembangan kognitif seseorang disamping
ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga ditentukan oleh
lingkungan sosial yang aktif pula.
Menurut Vygotsky perkembangan kognisi seorang anak dapat terjadi
melalui kolaborasi antar anggota dari satu generasi keluarga dengan
yang lainnya. Perkembangan anak terjadi dalam budaya dan terus
berkembang sepanjang hidupnya dengan berkolaborasi dengan yang
lain. Dari perspektif ini para penganut aliran sosiokultural berpendapat
bahwa sangatlah tidak mungkin menilai seseorang tanpa
mempertimbangkan orang-orang penting di lingkungannya. Banyak ahli
psikologi perkembangan yang sepaham denga konsep yang diajukan
Vygotsky. Teorinya yang menjelaskan tentang potret perkembangan
manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan
sosial dan budaya. Ia menekankan bahwa proses-proses perkembangan
mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan
pembelajaran dengan orang-orang yang ada di lingkungan sosialnya.
Selain itu ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu
berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di
dalam bidang-bidang tersebut.
Teori belajar sosiokultur atau yang juga dikenal sebagai teori belajar
ko- kontruktivistik merupakan teori belajar yang titik tekan utamanya
adalah pada bagaimana seseorang belajar dengan bantuan orang lain
dalam suatu zona keterbatasan dirinya yaitu Zona Proksimal
Development (ZPD) atau Zona Perkembangan Proksimal dan mediasi.
4
Di mana anak dalam perkembangannya membutuhkan orang lain untuk
memahami sesuatu dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Teori
yang juga disebut sebagai teori konstruksi sosial ini menekankan bahwa
intelegensi manusia berasal dari masyarakat, lingkungan dan
budayanya. Teori ini juga menegaskan bahwa perolehan kognitif
individu terjadi pertama kali melalui interpersonal (interaksi dengan
lingkungan sosial) intrapersonal (internalisasi yang terjadi dalam diri
sendiri).
5
2.4 Faktor Resiko Sosiokultural Dalam Konteks Asuhan Keperawatan
Jiwa
Faktor Risiko Sosiokultural Dalam Konteks Asuhan Keperawatan Jiwa
Faktor risiko sosiokultural pada gangguan jiwa meliputi:
1. Usia
Pertanyaan yang berhubungan dengan faktor risiko sosiokultural:
a. Apa tahap perkembangan pasien saat ini?
b. Apa tugas perkembangan pasien?
c. Apakah tugas tersebut sesuai dengan usia pasien?
d. . Apa sikap dan keyakinan pasien tentang kelompok usia tertentu?
e. Stressor apa yang berkaitan dengan usia yang sedang dihadapi
pasien?
f. Apa pengaruh usia pasien terhadap kesehatan jiwa dan fisiknya?
2. Suku bangsa
Pertanyaan yang berhubungan dengan faktor risiko sosiokultural:
a. Apa latar belakang suku bangsa pasien?
b. Apa identitas suku bangsa pasien?
c. Apakah pasien terasing secara kultural, tradisional, bicultural, atau
multicultural?
d. Apa sikap, keyakinan, dan nilai pasien tentang kelompok suku
bangsa tertentu?
e. Stressor apa yang berhubungan dengan kesukuan yang dihadapi
pasien?
f. Apa pengaruh suku bangsa seseorang terhadap kesehatan jiwa dan
fisiknya?
3. Gender
Pertanyaan yang berhubungan dengan faktor risiko sosiokultural:
a. Apa jenis kelamin pasien?
b. Apa identitas gender pasien?
c. Bagaimana pasien mendefinisikan peran spesifik gender?
6
d. Apa sikap dan keyakinan pasien tentang pria dan wanita serta
maskulinitas dan feminitas?
e. Stressor apa yang berhubungan dengan gender yang sedang dihadapi
pasien?
f. Apa pengaruh gender sesorang terhadap kesehatan jiwa dan
fisiknya?
4. Pendidikan
Pertanyaan yang berhubungan dengan faktor risiko sosiokultural:
a. Apa tingkat pendidikan pasien?
b. Bagaiman pengalaman pendidikan pasien?
c. Apa sikap dan keyakinan pasien tentang pendidikan pada umumnya
dan pendidikan pasien sendiri pada khususnya?
d. Stressor apa yang berhubungan dengan pendidikan yang sedang
dihadapi pasien?
e. Apa pengaruh pendidikan pasien terhadap kesehatan jiwa dan
fisiknya?
5. Penghasilan
Pertanyaan yang berhubungan dengan faktor risiko sosiokultural:
a. Berapa penghasilan pasien?
b. Apa sumber penghasilan pasien?
7
kewajibannya yang di atur dalam undang-undang keperawatan.
International Council Of Nurse (ICN) mengeluarkan kerangka kerja
kompetisi bagi perawat yang mencakup tiga bidang, yaitu bidang
profesional, ethical and legal practice, bidang care profission and
managament dan bidang management dan bidang profesional development
"setiap profesi pada dasarnya memiliki tiga syarat utama yaitu kompetensi
yang diperoleh melalui pelatihan yang ekstensif, komponen intelektual yang
bermakna dalam melakukan tugasnya, dan memberikan pelayanan yang
penting kepada masyarakat." (Budi Sampuma, pakar hukum kesehatan UI,
2006).
Permasalahan etik yang terjadi dalam praktik keperawatan
profesional menuntut perawat berkewajiban dan bertanggung jawab
menerapkan prinsip/ asas etik dan kode etik serta mematuhi aspek legal
keperawatan yang diatur dalam Kep.menkes 148/010 dan UU Kes 36/2009
dalam melaksanakan tugas perawat harus memperhatikan dan menghindari
yang disebut dengan neagligence (kealpaan), commision dan ommision. Hal
ini bisa dilakukan apabila perawat dalam setiap mengambil keputusan etik
selalu didassarkan pada ethical decission making dan clinical decision
making (Nursalam, 2014). Informasi tentang prosedur apa yang akan
dilakukan, terapi apa yang akan diberikan merupakan hak pasien sebelum
dia memutuskan untuk menerima atau menolak tindakan atau terapi tersebut
(Simamora,2013). Prinsip-prinsip Legal Etik Keperawatan:
a. Prinsip autonomi (kebebasan) yaitu prinsip menghormati otonomi
klien, Dimana klien dan keluarga bebas dan berhak untuk memilih
dan memutuskan apa yang akan di lakukan perawat terhadapnya.
b. Prinsip beneficience (berbuat baik) yaitu setiap tindakan yang
dilakukan oleh perawat harus memiliki manfaat kepada klien
maupun keluarga klien.
c. Prinsip nonmaleficience (tidak merugikan) yaitu tindakan perawat
harus sesuai prosedur agar tidak terjadi kesalahan maupun kelalaian
yang dapat merugikan klien maupun keluarga.
8
d. Prinsip justice (keadilan) yaitu tindakan perawat dalam memberikan
pelayanan di larang membeda bedakan antara klien satu dengan
klien lainnya.
e. Prinsip veracity (kejujuran) yaitu perawat diwajibkan berkata jujur
dan jelas terhadap apa yang akan dilakukannya kepada klien maupun
keluarga klien.
f. Prinsip fidelity (menepati janji) yaitu perawat dalam memberikan
pelayanan harus setia kepada klien serta memiliki komitmen dalam
memberikan pelayanan dengan baik.
g. Prinsip accountability (bertanggungjawab) yaitu perawat harus
bertanggugjawab megenai tindakan yang akan dilakukan terhadap
klien maupun keluarga.
h. Prinsip confidentiality (kerahasiaan) yaitu perawat harus menjaga
rahasia setiap klien, baik pada saat klien masih hidup maupun sudah
meninggal (utami, 2016).
9
pengkajian perawat yang lain atau catatan tim kesehatan yang lain. Setelah
data terkumpul dan di dokumentasikan dalam format pengkajian kesehatan
jiwa, maka seorang perawat harus mampu melakukan analisis data dan
menetapkan suatu kesimpulan terhadap masalah yang dialami pasien.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ada 2 tokoh yang mendasari terbentuknya teori belajar sosio-
kultural: Piaget dan Vygotsky. Teori sosiokultural atau kognitif sosial
menekankan bagaimana seorang menyertakan kebudayaan ke dalam
penalaran, interaksi sosial, dan pemahaman diri mereka. Sosiokultural
dalam konteks asuhan keperawatan jiwa dalam setiap interaksi dengan
pasien, perawat jiwa harus menyadari luasnya dunia kehidupan pasien.
Perawat harus menyadari bahwa persepsi pasien tentang sehat dan sakit,
perilaku mencari bantuan, dan kepatuhan pada pengobatan bergantung pada
keyakinan, norma social, dan nilai budaya individu yang unik. Faktor risiko
sosiokultural dalam konteks asuhan keperawatan jiwa: usia, suku bangsa,
gender, pendidikan, penghasilan, dan sistem keyakinan. Stressor
sosiokultural dalam konteks asuhan keperawatan jiwa keadaan yang
merugikan, steroetipe, intoleransi, stigma, prasangka, diskriminasi dan
rasisme. Pengkajian tentang faktor risiko sosiokultural dan stresor pasien
sangat mempertinggi kemampuan perawat untuk membina kerjasama
terapeutik, mengidentifikasi masalah pasien, dan menyusun rencana
tindakan keperawatan jiwa yang tepat, akurat, dan releven secara budaya.
Aspek legal etik keperawatan adalah aspek aturan keperawatan
dalam memberikan asuha keperawatan sesuai lingkup wewenang dan
tanggung jawabnya paa berbabagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan
kewajibannya yang di atur dalam undang-undang keperawatan. Aspek legal
etik terdiri dari beberapa prinsip, diantaranya autonomi (kebebasan),
beneficience (berbuat baik), nonmaleficience (tidak merugikan), justice
(keadilan), veracity (kejujuran), fidelity (menepati janji), accountability
(bertanggung jawab), dan confidentiality (kerahasiaan).
11
3.2 Saran
Diharapkan dengan adanya aplikasi system informasi di rumah sakit
dapat digunakan dan dimanfaatkan dengan maksimal baik oleh seluruh
petugas kesehatan, sehingga dalam memberikan pelayanan terhadap pasien
dapat dilakukan dengan efektif dan efesien.
12
DAFTAR PUSTAKA
13