Anda di halaman 1dari 17

Pak Utih (1954)

Nor Hazirah Syamimi

I
Punya satu isteri mau dakap sampai mati,
Lima anak mau makan setiap hari,
Teratak tua digayuti cerita pusaka,
Sebidang tanah tandus untuk huma.

Tapi malaria senang menjenguk mereka,


Meski dalam sembahyang doa berjuta,

Kulit tangan tegang berbelulang,

Dan Mak Utih bisa panggil dukun kampung,

Biasa keluarkan peluh berapa saja,

Lalu jampi matera serapah berulang-ulang.

O Pak Utih, petani yang berjasa.


Betapa Pak Dukun dan bekalan pulang,
Wang dan ayam dara diikat bersilang

II
Di kota pemimpin berteriak-teriak,
Pilihanraya dan kemerdekaan rakyat,
Seribu kemakmuran dalam negara
berdaulat,
Jambatan mas kemakmuran sampai ke
akhirat.

Di mana-mana jamuan dan pesta makan,


Ketika kemenangan bersinar gemilang,
Pemimpin atas mobil maju ke depan,
dadanya terbuka,
Ah, rakyat tercinta melambaikan tangan
mereka.

Ayam panggang yang enak di depan,

Datang dari desa yang dijanjikan kemakmuran


Pak Utih masih menanti dengan doa,
Bapak-bapak pergi ke mana di mobil besar?

Maksud Puisi
Rangkap 1
Pak Utih mempunyai

seorang isteri dan 5 orang


anak. Mereka tinggal di
rumah pusaka dan
mempunyai sebidang tanah
untuk menanam padi

Rangkap 2
Akibat pekerjaannya yang

susah itu, kulit tangannya


menjadi keras namun
begitu Pak Utih merupakan
orang yang telah berjasa.

Rangkap 3

Pak Utih/masyarakat
petani senang dijangkiti
penyakit dan kerana
tiada perubatan moden,
mereka meminta
bantuan Pak dukun

Rangkap 4

Pak Dukun mendapat


untung mengubati
mereka

Rangkap 5

Di kota, hidup penuh


dengan kemewahan.
Pembangunan begitu
pesat.

Rangkap 6

Pemimpin yang berjaya


mendapatkan kemerdekaan
diraikan oleh rakyat dalam
suasana penuh kemewahan

Rangkap 7

Bahkan berhidangan yang daripada


ayam ternakan orang kampung juga.
Orang kampung yang dijanjikan
kemakmuran oleh pemimpin

Rangkap 8

Pak Utih menanti bantuan dengan


harapan tetapi, pemimpin tidak
mengendahkan mereka

Jenis Sajak

Satira - Penyair menyindir sikap pemimpin


yang mengabaikan tanggungjawab
mereka terhadap rakyat di kampung

Aspek Dalaman
Tema
(Rangkap 2-3)
Amanat
Penyajak mempersoal tanggungjawab pemimpin terhadap
rakyat (Rangkap 8)

Penyajak mengajak pembaca supaya menghargai jasa


masyarakat petani (Rangkap 2; baris 7)

Penyajak

Sikap atau perasaan

Membawakan perasaan tidak puas hati


pengarang terhadap pemimpin yang terlupa
akan tanggungjawab mereka terhadap rakyat

Penyajak kecewa dengan sikap pemimpin


yang tidak mengotakan janji mereka

kesal dengan pilihannya memilih pemimpin


yang tidak adil

Aspek Luaran
Gaya Bahasa
Personifikasi
malaria senang menjenguk
rangkap 3 - baris 1

Asidenton
Jampi mantera rangkap 3 - baris 4
Sinisme
Bapak-bapak pergi ke mana di
mobil besar? baris 25

Asonasi dan Aliterasi


I
Punya satu isteri mau dakap sampai mati,
Lima anak mau makan setiap hari,
Teratak tua digayuti cerita pusaka,
Sebidang tanah tandus untuk huma.

Kulit tangan tegang berbelulang,


Biasa keluarkan peluh berapa saja,
O Pak Utih, petani yang berjasa.

Tapi malaria senang menjenguk mereka,


Meski dalam sembahyang doa berjuta,
Dan Mak Utih bisa panggil dukun kampung,
Lalu jampi mantera serapah berulang-ulang.

Betapa Pak Dukun dan bekalan pulang,


Wang dan ayam dara diikat bersilang

II
Di kota pemimpin berteriak-teriak,
Pilihanraya dan kemerdekaan rakyat,
Seribu kemakmuran dalam negara
berdaulat,
Jambatan mas kemakmuran sampai ke
akhirat.

Di mana-mana jamuan dan pesta makan,


Ketika kemenangan bersinar gemilang,
Pemimpin atas mobil maju ke depan,
dadanya terbuka,
Ah, rakyat tercinta melambaikan tangan
mereka.

Ayam panggang yang enak di depan,

Datang dari desa yang dijanjikan kemakmuran


Pak Utih masih menanti dengan doa,
Bapak-bapak pergi ke mana di mobil besar?

Unsur bunyi
Bahagian 1
Rangkap 1
aabb (berpasang)
Rangkap 2
cbb (berpasang)
Rangkap 3
bbdc (berpecah)
Rangkap 4
cc (rata)

Bahagian 2
Rangkap 5
efgg (berpecah)
Rangkap 6
cbb (berpasang)
Rangkap 7
hhh (rata)
Rangkap 8
ik (berpecah)

Teknik
Bahagian I
Rangkap Pertama, 4 baris - Quatrain
Rangkap 2, 3 baris - Terzine
Rangkap 3, 4 baris - Quatrain
Rangkap 4, 2 baris - Distikhon

Bahagian II

Rangkap 5, 4 baris - Quatrain

Rangkap 6, 3 baris - Terzine

Rangkap 7, 3 baris - Terzine

Rangkap 8, 2 baris - Distikhon

Puisi ini mempunyai 2-4


baris dalam setiap
rangkap.

Baris-baris pendek ini


menunjukkan ketegasan

Impaknya memiliki
suasana yang berani dan
sinis

Nada

Nada puisi ini lebih kepada nada


sinis/sindiran kerana penyair
mempersoalkan ketidakadilan sosial
yang berlaku akibat pemimpin yang
mengabaikan tanggungjawab mereka
dalam membela nasib rakyat di
kampung

Anda mungkin juga menyukai