Anda di halaman 1dari 19

ETIKA PERAWAT ISLAM

Kelompok III(Kelas B)

Brajakson Siokal (142270 141) Sudarman (142270 246)


Khairuddin uno (142270 256) Abdul muiz (142270 171)
Akbar Asfar (142270 247) Sitti Mardina N (142270 146)
Irnal Tando (142270 150) Sri Wahyuni (142270 157)
Ernawati (142270 149) Masna Koboo (142270 143)
Sunario (142270 226) Ruhandi HR (142270 159)
Hidayatullah (142270 214) Syarif Hidayatullah (142270
Jabal Nur jafar (142270 238)
Pengertian

Etika perawat yang Islami adalah karakter atau sifat


perawat terhadap orang lain termasuk klien/pasien di
rumah sakit, dimana seseorang perawat bertindak
seperti halnya perawat yang professional dengan
berlandaskan sifat/sikap yang Islami.
Perawatan dapat dideskripsikan sebagai suatu
tindakan, kebajikan pengaruh, suatu prinsip etis atau
suatu cara hidup di dunia. Perawatan sebagai etik
tidak hanya dipandang sebagai suatu revolusi
dilemma etik, tetapi juga sebagai cara bagaimana
seseorang saling bertingkah laku. Etik perawat
dihubungkan dengan hubungan antar masyarakat
dan dengan karakter serta sikap perawat terhadap
orang lain, dan tidak kalah pentingnya adalah
perlakuan perawat yang harus bisa berlandaskan
dengan ajaran dan syariat islam.
Pemberi perawatan professional akan mampu
melakukan perubahan pada diri sendiri dan terutama
pada orang lain apalagi bila semua tindakan
perawatan berlandaskan pada kode etik dan ajaran
islam.
Masalah yang timbul dalam dunia kesehatan
terutama pada perawat yang melakukan tindakan
medis dalam merawat orang lain adalah karena tidak
memiliki landasan akhlak yang diajarkan. Sehingga
menimbulkan kesalan besar pada persepsi
mayarakat tentangnya. Tanpa kode etik dan dasar
moral, perawatan dapat dengan mudah terkikis di
lingkungan yang menekankan penyembuhan tehnis
dan tidak melihat seseorang dalam konteks nilai dan
kehidupan tertentu.
Terdapat beberapa kode untuk perawat professional yang
semuanya merefleksikan autonomi (penentuan nasib diri
oleh klien), kemurahan hati dengan bertindak baik,
nonmaleficiency (penghindaran dari bahaya), keadilan
dimaksudkan dengan memperlakukan semua secara adil,
serta prinsip sekunder dari kejujuran dengan berbicara
sejujurnya berdasarkan kebenaran yang ada, dan kesetiaan
memegang janji dan tidak menyebarluaskan kerahasiaan
klien sebagai penghormatan pada klien. Semua ini pun
berkaitan erat dengan ajaran islam yang selalu
memerintahkan setiap manusia untuk hidup saling
menghargai dan menolong dengan yang lainnya dalam
keadaan membutuhkan pertolongan. tolong menolonglah
kamu dalam kebajikan, janganlah kamu tolong menolong
dalam kejahatan
Dan ayat yang menyebutkan: Barang siapa menyelamatkan
satu nyawa, maka seolah-olah ia telah menyelamatkan umat
manusia seluruhnya QS Al-Maidah,5:32 ,
Etika Perawat Yang Islami

berakhlak dan berprilaku islami


ramah ( senyum sebagian dari iman)
memiliki sifat yang memenuhi 4 konsep akhlak dalam
islam : yaitu farirnest (adil), accountabilitas/amanah
(bertanggung jawab), transparency ( jujur), concistent
(istiqamah)}
dapat menahan hawa nafsunya
menolong berdasarkan atas habluminannas dan
habluminnAllah.
Sebisa mungkin/ diusahakan agar dokter atau
perawat memeriksa dan merawat pasien yang sudah
baligh sesama jenis ( laki-laki dengan laki-laki,
perempuan dengan perempuan, kecuali anak-anak
yang belum mengerti)
Dalil Tentang Etika Perawat Islami
Surat An-nur ayat 30-31:
Ayat 30: katakanlah kepada orang laki-laki yang berimanhendaklah
mereka menahan pandangannyadasn memelihara kemaluannya, yang
demikian itu adlah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang mereka perbuat.
Ayat ke 31:Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakan perhiasannya, kecuali yang biasa
tampak darinya. Dan hendaklah mereka meutupkan kain kudung ke
dadanya, dan janganlah menampakan perhiasannya, kecuali kepada
suami mereka, atau putra2 mereka, atau putra2 suami mereka, atau
sudara laki2 mereka, atau putra2 saudara laki2 mereka, atau putra2
saudara perempuan mereka, atau wanita2 islam, atau budak2 yang
mereka miliki, atau pelayan2 laki2 yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap wanita) atau anak2 yang belum mengerti tentang aurat
wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian
kepada Allah, hai orang-orant yang beriman supaya kamu beruntung.
Manfaat Kode Etik Keperawatan

Kode etik keperawatan merupakan suatu pernyataan


komprehensif dari profesi yang memberikan tuntutan bagi
anggotanya dalam melaksanakan praktek keperawatan,
baik yang berhubungan dengan pasien, keluarga
masyarakat, teman sejawat, diri sendiri dan tim kesehatan
lain, yang berfungsi untuk
Memberikan dasar dalam mengatur hubungan antara
perawat, pasien, tenaga kesehatan lain, masyarakat dan
profesi keperawatan.
Memberikan dasar dalam menilai tindakan keperawatan.
Membantu masyarakat untuk mengetahui pedoman dalam
melaksanakan praktek keperawatan.
Menjadi dasar dalam membuat kurikulum pendidikan
keperawatan ( Kozier & Erb, 1989 )
Kerangka Proses Pemecahan Masalah Dilema Etik
Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan
oleh para ahli dan pada dasarnya menggunakan
kerangka proses keperawatan / Pemecahan masalah
secara ilmiah, antara lain
1. Model Pemecahan masalah ( Megan, 1989 )
Ada lima langkah-langkah dalam pemecahan
masalah dalam dilema etik.
a. Mengkaji situasi
b. Mendiagnosa masalah etik moral
c. Membuat tujuan dan rencana pemecahan
d. Melaksanakan rencana
e. Mengevaluasi hasil
2. Kerangka pemecahan dilema etik (kozier & erb, 1989 )
a. Mengembangkan data dasar.
Untuk melakukan ini perawat memerukan pengumpulan
informasi sebanyak mungkin meliputi :
Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana
keterlibatannya
Apa tindakan yang diusulkan
Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari
tindakan yang diusulkan.
b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi
tersebut
c. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan
yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau
konsekuensi tindakan tersebut
d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan
siapa pengambil keputusan yang tepat
e. Mengidentifikasi kewajiban perawat
f. Membuat keputusan
3. Model Murphy dan Murphy
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan.
b. Mengidentifikasi masalah etik
c. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d. Mengidentifikasi peran perawat
e. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin
dilaksanakan
f. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap
alternatif keputusan
g. Memberi keputusan
h. Mempertimbangkan bagaimanan keputusan tersebut hingga
sesuai dengan falsafah umum untuk perawatan klien
i. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak
dan menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat
keputusan berikutnya.
4. Model Curtin
a. Mengumpulkan berbagai latar belakang informasi yang
menyebabkan masalah
b. Identifikasi bagian-bagian etik dari masalah pengambilan keputusan.
c. Identifikasi orang-orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan.
d. Identifikasi semua kemungkinan pilihan dan hasil dari pilihan itu.
e. Aplikasi teori, prinsip dan peran etik yang relevan.
f. Memecahkan dilema
g. Melaksanakan keputusan

5. Model Levine Ariff dan Gron


a. Mendefinisikan dilema
b. Identifikasi faktor-faktor pemberi pelayanan.
c. Identifikasi faktor-faktor bukan pemberi pelayana
Pasien dan keluarga
Faktor-faktor eksternal
d. Pikirkan faktor-faktor tersebut satu persatu
e. Identifikasi item-item kebutuhan sesuai klasifikasi
f. Identifikasi pengambil keputusan
g. Kaji ulang pokok-pokok dari prinsip-prinsip etik
h. Tentukan alternatif-alternatif
i. Menindaklanjuti
6. Langkah-langkah menurut Purtilo dan Cassel ( 1981)
Purtilo dan cassel menyarankan 4 langkah dalam membuat
keputusan etik
a. Mengumpulkan data yang relevan
b. Mengidentifikasi dilema
c. Memutuskan apa yang harus dilakukan
d. Melengkapi tindakan

7. Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson ( 1981)


mengusulkan 10 langkah model keputusan bioetis
a. Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan,
keputusan yang diperlukan, komponen etis dan petunjuk
individual.
b. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi
situasi
c. Mengidentifikasi Issue etik
d. Menentukan posisi moral pribadi dan professional
e. Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang
terkait.
f. Mengidentifikasi konflik nilai yang ada
DILEMA ETIK
Dilema etik muncul ketika ketaatan terhadap prinsip
menimbulkan penyebab konflik dalam bertindak.
Contoh; seorang ibu yang memerlukan biaya untuk pengobatan
progresif bagi bayinya yang lahir tanpa otak dan secara medis
dinyatakan tidak akan pernah menikmati kehidupan bahagia
yang paling sederhana sekalipun. Di sini terlihat adanya
kebutuhan untuk tetap menghargai otonomi si ibu akan pilihan
pengobatan bayinya, tetapi dilain pihak masyarakat berpendapat
akan lebih adil bila pengobatan diberikan kepada bayi yang
masih memungkinkan mempunyai harapan hidup yang besar.
Hal ini tentu sangat mengecewakan karena tidak ada satu
metoda pun yang mudah dan aman untuk menetapkan prinsip-
prinsip mana yang lebih penting, bila terjadi konflik diantara
kedua prinsip yang berlawanan. Umumnya, pendekatan
berdasarkan prinsip dalam bioetik, hasilnya terkadang lebih
membingungkan. Hal ini dapat mengurangi perhatian perawat
atau bidan terhadap sesuatu yang penting dalam etika.
EUTANASIA
Kata eutanasia berasal dari bahasa Yunani yaitu "eu" (= baik) and
"thanatos" (maut, kematian) yang apabila digabungkan berarti
"kematian yang baik". Hippokrates pertama kali menggunakan istilah
"eutanasia" ini pada "sumpah Hippokrates" yang ditulis pada masa
400-300 SM.
Sumpah tersebut berbunyi: "Saya tidak akan menyarankan dan atau
memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah
dimintakan untuk itu".
Dalam sejarah hukum Inggris yaitu common law sejak tahun 1300
hingga saat "bunuh diri" ataupun "membantu pelaksanaan bunuh
diri" tidak diperbolehkan
Ditinjau dari sudut maknanya maka eutanasia dapat digolongkan
menjadi tiga yaitu eutanasia pasif, eutanasia agresif dan eutanasia
non agresif
Eutanasia agresif : atau suatu tindakan eutanasia aktif yaitu suatu
tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga
kesehatan lain untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup si
pasien. Misalnya dengan memberikan obat-obatan yang mematikan
seperti misalnya pemberian tablet sianida atau menyuntikkan zat-zat
yang mematikan ke dalam tubuh pasien.
Eutanasia non agresif : atau kadang juga disebut autoeuthanasia
(eutanasia otomatis)yang termasuk kategori eutanasia negatif yaitu
dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk
menerima perawatan medis dan sipasien mengetahui bahwa
penolakannya tersebut akan memperpendek atau mengakhiri
hidupnya. Dengan penolakan tersebut ia membuat sebuah "codicil"
(pernyataan tertulis tangan). Autoeutanasia pada dasarnya adalah
suatu praktek eutanasia pasif atas permintaan
Eutanasia pasif : juga bisa dikategorikan sebagai tindakan eutanasia
negatif dimana tidak dipergunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif
untuk mengakhiri kehidupan si sakit. Tindakan pada eutanasia pasif ini
adalah dengan secara sengaja tidak (lagi) memberikan bantuan medis
yang dapat memperpanjang hidup pasien. Misalnya tidak memberikan
bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam
pernapasan atau tidak memberikan antibiotika kepada penderita
pneumonia berat ataupun meniadakan tindakan operasi yang
seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun
dengan cara pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin
walaupun disadari bahwa pemberian morfin ini juga dapat berakibat
ganda yaitu mengakibatkan kematian. Eutanasia pasif ini seringkali
secara terselubung dilakukan oleh kebanyakan rumah sakit.
Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh
tenaga medis, maupun pihak keluarga yang menghendaki
kematian seseorang atau keputusasaan keluargan karena
ketidak sanggupan menanggung beban biaya pengobatan.
Ini biasanya terjadi pada keluarga pasien yang tidak
mungkin untuk membayar biaya pengobatannya, dan pihak
rumah sakit akan meminta untuk dibuat "pernyataan
pulang paksa". Bila meninggal pun pasien diharapkan mati
secara alamiah. Ini sebagai upaya defensif medis.
Ditinjau dari sudut pemberian izin maka eutanasia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :
Eutanasia diluar kemauan pasien: yaitu suatu tindakan eutanasia yang
bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan
eutanasia semacam ini dapat disamakan dengan pembunuhan.
Eutanasia secara tidak sukarela: Eutanasia semacam ini adalah yang
seringkali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu
tindakan yang keliru oleh siapapun juga.Hal ini terjadi apabila
seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil
suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si
pasien (seperti pada kasus Terri Schiavo). Kasus ini menjadi sangat
kontroversial sebab beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk
mengambil keputusan bagi si pasien.
Eutanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien
sendiri, namun hal ini juga masih merupakan hal kontroversial.
Beberapa tujuan pokok dari dilakukannya eutanasia antara lain yaitu :
Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing)
Eutanasia hewan
Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada
eutanasia agresif secara sukarela
Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada
eutanasia agresif secara sukarela
Eutanasia menuruit pandangan agama islam
Islam mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun
hak tersebut merupakan anugerah Allah kepada manusia.
Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir
dan kapan ia mati (QS 22: 66; 2: 243). Oleh karena itu, bunuh
diri diharamkan dalam hukum Islam meskipun tidak ada teks
dalam Al Quran maupun Hadis yang secara eksplisit melarang
bunuh diri. Kendati demikian, ada sebuah ayat yang
menyiratkan hal tersebut, "Dan belanjakanlah (hartamu) di
jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri
ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat
baik." (QS 2: 195), dan dalam ayat lain disebutkan, "Janganlah
engkau membunuh dirimu sendiri," (QS 4: 29), yang makna
langsungnya adalah "Janganlah kamu saling berbunuhan."
Dengan demikian, seorang Muslim (dokter) yang membunuh
seorang Muslim lainnya (pasien) disetarakan dengan
membunuh dirinya sendiri.[25]
Euthanasia dalam keadaan aktif maupun dalam keadaan pasif,
menurut fatwa MUI, tidak diperkenankan karena berarti melakukan
pembunuhan atau menghilangkan nyawa orang lain. Lebih lanjut, KH
Ma'ruf Amin mengatakan, euthanasia boleh dilakukan dalam kondisi
pasif yang sangat khusus.

Kondisi pasif tersebut, dimana seseorang yang tergantung oleh alat


penunjang kehidupan tetapi ternyata alat tersebut lebih dibutuhkan
oleh orang lain atau pasien lain yang memiliki tingkat peluang
hidupnya lebih besar, dan pasien tersebut keberadaannya sangat
dibutuhkan oleh masyarakat. Sedangkan, kondisi aktif adalah kondisi
orang yang tidak akan mati bila hanya dicabut alat medis perawatan,
tetapi memang harus dimatikan.

Mengenai dalil atau dasar fatwa MUI tentang pelarangan "euthanasia",


dia menjelaskan dalilnya secara umum yaitu tindakan membunuh
orang dan karena faktor keputusasaan yang tidak diperbolehkan
dalam Islam. Dia mengungkapkan, dasar pelarangan euthanasia
memang tidak terdapat secara spesifik dalam Al Quran maupun
Sunnah Nabi. "Hak untuk mematikan seseorang ada pada Allah SWT,"
ujarnya menambahkan.

Anda mungkin juga menyukai