Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah


Perilaku atau sikap asertif adalah ekspresi langsung, jujur, dan pada

tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak seseorang tanpa


kecemasan yang beralasan (Corey , 2007). Seseorang dikatakan asertif jika dirinya
mampu bersikap tulus dan jujur dalam mengekspresikan perasaan, pikiran dan
pandangannya pada pihak lain. Dalam dunia kesehatan, kususnya pelayanan ada
kalanya asertifitas harus benar benar di lakukan dalam usaha memberikan
pelayanan dan informasi yang sebenarnya terhadap kondisi pasien, untuk
menghindari suatu kondisi yang dapat menimbulkan kesalah pahaman antara
perawat, pasien , maupun keluarga pasien.. Seperti yang terjadi di RSUD dr.
Sosodoro Djatikoesomo Bojonegoro yaitu perawat

masih ada yang tidak

menginformasikan kondisi pasien kepada keluarga maupun pasien itu sendiri


dengan sebenar benarnya sesuai dengan kondisi pasien dengan alasan masalah
psikologi pasien yang akan terganggu apabila menginformasikan kondisi pasien.
Berdasarkan hasil Survei yang dilakukan Badan Litbangkes Depkes RI di
berbagai Rumah Sakit di DKI Jakarta, selama setahun terakhir untuk masalah

sikap asertifitas perawat dalam upaya pemberian layannan keperawatan yang


dalam hal ini adalah pemberian asuhan keperawatan yang berkualitas hampir 30%
masih merasa sulit untuk penerapan sikap asertif pada pasien dengan
pertimbangan kondisi pasien yang sebenarnya (Supardi Sudibyo, 2008). Dari
survey awal dengan menggunakan observasi pada 10 orang perawat ruang Anyelir
didapatkan 4 orang (40%) lebih menerapkan sikap asertif pada pasien dengan
memberikan informasi yang sebenarnya untuk memperkecil resiko kesalah
pahaman yang mungkin terjadi dan 6 orang (60%) sering sekali tidak menerapkan
sikap asertif dikarenakan untuk meringankan beban psikologi pasien terhadap
kondisi kesehatan.
Asertivitas sebenarnya merupakan suatu kemampuan yang harus di miliki
oleh perawat untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan
dipikirkan kepada orang lain namun dengan tetap menjaga dan menghargai hakhak serta perasaan pihak lain. Dalam memberikan pelayanan, seseorang dituntut
untuk jujur terhadap dirinya dan jujur pula dalam mengekspresikan perasaan,
pendapat dan kebutuhan secara proporsional, tanpa ada maksud untuk
memanipulasi, memanfaatkan atau pun merugikan pihak lainnya (Alberti dan
Emmons, 2002). Dengan mengabaikan sikap asertifitas dalam pemberian suatu
layanan keperawatan makan akan menimbulkan suatu masalah yang nantinya
akan berdampak negative bagi perawat itu sandiri dan yang lebih luas lagi bagi
Instansi Rumah Sakit, mengingat semakin kritisnya

masyarakat untuk

mendapatkan informasi dan pelayanan yang maksimal.


Merujuk pada berbagai penjelasan di atas dan dengan mempertimbangkan
status pendidikan seseorang yang diikuti dengan pengetahuan seseorang yang
semakin meningkat, di harapkan sikap asertif hendaknya benar benar di

terapkan untuk meminimalkan terjadinya hal hal yang tidak di inginkan yaitu
dengan bertindak sesuai keinginan, mempertahankan diri tanpa harus merasa
cemas, mengekspresikan perasaan secara jujur dan nyaman, menggunakan hakhak kita tanpa melanggar hak orang lain. Dari pengertian tersebut, terlihat
penekanan bahwa perilaku asertif ini memberikan kepuasan baik pada diri sendiri
maupun orang lain dan mendukung terbentuknya hubungan interpersonal yang
positif dengan orang lain.
Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk lebih mengetahui
sikap asertif perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan. Sehingga sikap
asrtif perawat perlu di terpkan dalam upaya meminimalkan terjadinya masalah
yang mungkin muncul di masyarakat.

1.2

Rumusan Masalah
Bagaimana sikap asertif perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan

di ruang Anyelir RSUD dr. Sosodoro Djatiekoesomo Bojonegoro?

1.3

Tujuan Penelitian
Mengetahui

sikap

asertif

perawat

dalam

memberikan

pelayanan

keperawatan di ruang Anyelir RSUD dr. Sosodoro Djatiekoesomo Bojonegoro?

1.4
1.4.1

Manfaat Penelitian
Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan bagi peneliti tentang
imajinasi terbimbing dalam menurunkan nyeri pada pasien selama
pemasangan infus.

1.4.2

Bagi pasien
Dengan adanya penelitian ini di harapkan pasien mendapatkan pelayanan
kesehatan yang optimal sehingga pasien bisa mendapatkan informasi
sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

1.4.3

Bagi pelayanan kesehatan (perawat)


Masukan bagi tenaga keperawatan untuk menjalankan sikap asertif dalam
memberikan
keperawatan.

asuhan

keperawatan

guna

meningkatkan

pelayanan

BAB II
TINJAUAN TEORI

Pada bab ini peneliti akan menguraikan hal-hal yang berhubungan dengan
penelitian, diantaranya : konsep sikap asertif, konsep perawat, konsep pelayanan,
dan kerangka konseptual.

2.1

Konsep sikap asertif

2.1.1 Definisi sikap asertif


Asertif adalah kemampuan mengekspresikan hak, pikiran, perasaan, dan
kepercayaan secara langsung, jujur, terhormat, dan tidak mengganggu hak orang
lain. Jadi, berani untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan,
dan pikiran dengan apa adanya (Alberti dan Emmons, 2002).
Sikap asertif adalah ekspresi langsung, jujur, dan pada tempatnya dari
pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak seseorang tanpa kecemasan yang

beralasan. Langsung artinya pernyataan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelitbelit dan dapat terfokus dengan benar. Jujur berarti pernyataan dan gerak-geriknya
sesuai dengan apa yang diarahkannya. Sedangkan pada tempatnya berarti perilaku
tersebut juga memperhitungkan hak-hak dan perasaan orang lain serta tidak
melulu mementingkan dirinya sendiri (Corey, 2007).
Sikap asertif adalah kemampuan untuk mengekspresikan kenyataan dirinya,
yaitu kemampuan untuk mengatakan "tidak " atau "ya" sesuai dengan keadaan
sesungguhnya, untuk meminta dengan
5 ekspresi positif atau negatif (Onuoha dan
Manukata, 2005). Dari pengertian tersebut, terlihat penekanan bahwa perilaku
asertif ini memberikan kepuasan baik pada diri sendiri maupun orang lain dan
mendukung terbentuknya hubungan interpersonal yang positif dengan orang lain.
Hal ini dikarenakan cara penyampaian pendapat/pikiran pada perilaku asertif turut
mempertimbangkan hak orang lain pula.
2.1.2 Ciri-ciri Sikap Asertif
1.

Mampu mengungkapkan kemarahan dan perasaan tersinggung.

2.

Tidak menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan tidak selalu mendorong


orang lain untuk mendahuluinya.

3.

Tidak mengalami kesulitan untuk mengatakan tidak.

4.

Tidak mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon


lainnya.

5.

Merasa punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran


sendiri (Corey, 2007)
Menurut (Lazarus, 1999) Seorang remaja dikatakan asertif bila mempunyai

kemampuan untuk:
1.

Berkata tidak

2.

Meminta pertolongan

3.

Mengekspresikan perasaan positif maupun negatif secara wajar

4.

Berkomunikasi tentang hal-hal yang bersifat umum.

2.1.3 Tiga komponen dasar sikap asertif


1. Kemampuan mengungkapkan perasaan (misalnya untuk menerima dan
mengungkapkan perasaan marah, hangat, dan seksual)
2. Kemampuan mengungkapkan keyakinan dan pemikiran secara terbuka
(mampu menyuarakan pendapat, menyatakan ketidak setujuan dan bersikap
tegas.
3. kemampuan untuk mempertahankan hak-hak pribadi (tidak membiarkan orang
lain mengganggu dan memanfaatkan kita).
Bower dan Bower (2004) mengungkapkan bahwa seseorang yang berperilaku
asertif harus memiliki sikap seperti di bawah ini :
1. Berbicara dengan perasaan (Use feeling talks) mengekspresikan minat atau
rasa suka dengan spontan. Jika memungkinkan dapat menggunakan frase
seperti saya rasa... atau saya pikir..... Berbicara dengan lantang, tidak
terbata-bata dan dengan suara tegas yang mudah didengar, ketika
mengungkapkan pendapatnya.
2. Membicarakan tentang dirinya (Talks about yourself) membicarakan hal
hal tentang dirinya seperlunya, dan tidak memonopoli pembicaraan dengan

orang lain.
3. Berbicara dengan ramah (Make greeting talks) tersenyum ramah, menatap
langsung mata lawan bicara dan berbicara dengan nada yang menyenangkan,
ketika bercakap-cakap dengan orang lain

4. Menerima pujian (Accept compliments) menerima pujian yang diberikan


orang lain kepadanya dengan baik (misal: mengucapkan terima kasih)
5. Berbicara dengan ekspresi (Use appropriate facial talks) mampu
menyatakan perasaan, baik yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan dengan cara jujur dan tidak menyakiti orang lain
6. Menolak dengan lembut (Disagree mildly) menyatakan ketidaksetujuan
dengan cara yang tidak menyinggung orang lain.
7. Meminta penjelasan (Ask for clarification) meminta seseorang untuk
mengulang kembali dengan lebih jelas, jika orang tersebut memberi perintah,
petunjuk atau penjelasan yang berputar-putar/ membingungkan dirinya
8. Menanyakan Alasan (Ask why) menanyakan alasan terhadap sesuatu yang
tampaknya tidak masuk akal atau tidak menyenangkan.
9. Mengekspresikan ketidaksetujuan (Express active disagreement) mampu
menolak tanpa perasaan takut dan cemas atas hal-hal yang menurutnya
negative atau tidak sesuai dengan dirinya.
10. Merespon haknya (Speak up for the rights) memberi respon pada hal-hal
yang tidak menghormati hak-haknya
11. Tetap tenang (Be Persistent) menyampaikan keluhan tanpa harus bersikap

meledak-ledak
12. Menghindari pembenaran (Avoid justifying every opinion) mampu
membedakan hal-hal mana yang perlu direspon, dan hal-hal mana yang
seharusnya tidak perlu direspon. Untuk hal-hal yang menurutnya tidak
memerlukan respon, ia mampu untuk menolak atau menyatakan
ketidaksetujuannya
2.1.3

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Asertivitas


Asertivitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: pola asuh orang

tua, kebudayaan, jenis kelamin dan usia.


a.

Pola Asuh
Terdapat tiga jenis pola asuh orang tua, pertama: otoriter, disini orang tua
mendidik anak secara keras, penuh dengan disiplin yang tidak dapat diterima
anak tetapi dipaksakan, penuh dengan larangan yang membatasi ruang
kehidupan anak. Anak yang diasuh dengan pola otoriter akan tumbuh
menjadi anak yang merasa dirinya rendah (inferior). Kedua: pola asuh
demokratis, pada pola ini orang tua mengasuh anak mereka dengan penuh
kasih sayang tetapi tidak memanjakan, sehingga anak tumbuh menjadi
individu yang penuh percaya diri, mempunyai pengertian yang benar tentang
hak mereka, dapat mengkomunkasikan segala keinginan dengan wajar, dan
tidak memaksakan kehendak dengan cara menindas hak orang lain. Ketiga:
pola asuh permisif, orang tua mendidik anak tanpa adanya batasan/ aturan
yang bersifat mengikat, bahkan terkesan bebas. Anak-anak dengan pola asuh
permisif akan tumbuh menjadi remaja yang mudah kecewa dan mudah

10

marah karena ia terbiasa mendapatkan segala sesuatu dengan cepat dan


mudah. Kurangnya pengawasan dari orang tua akan membuat perilaku anak
menjadi sulit untuk dikendalikan.

b.

Kebudayaan
Faktor kedua yang mempengaruhi perilaku asertif adalah faktor kebudayaan.
Rakos dalam Santosa (1999), memandang bahwa kebudayaan mempunyai
peran yang besar dalam mendidik perilaku asertif. Biasanya ini berhubungan
dengan norma-norma.

c.

Usia
Buhrnmester dalam Santosa (1999), berpendapat bahwa usia merupakan
salah satu faktor yang turut menentukan munculnya perilaku asertif. Pada
anak kecil perilaku asertif belum terbentuk, pada masa remaja dan dewasa
perilaku asertif berkembang, sedangkan pada usia tua tidak begitu jelas
perkembangan atau penurunannya.

d.

Jenis Kelamin
Jenis kelamin pria dan wanita berpengaruh terhadap perilaku asertif
seseorang. Umumnya kaum pria cenderung lebih asertif daripada wanita
karena tuntutan masyarakat (Buhrnmester dalam Santosa :1999)

e.

Strategi Coping
Strategi coping adalah bentuk penyesuaian diri yang melibatkan unsur-unsur
kognisi dan afeksi dari seseorang guna mengatasi permasalahan yang datang
pada dirinya. Strategi coping yang digunakan oleh remaja juga

11

mempengaruhi tingginya tingkat keasertifan mereka (Massong et al dalam


Santosa, 1999).
2.2 Konsep Perawat
2.2.2

Pengertian perawat
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan keperawatan, baik di dalam

maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku


(PERMENKE S RI, No. 239 Tahun 2001, http://syehaceh.wordpress.com)
2.2.3

Fungsi perawat
Fungsi perawat yaitu :

1. Fungsi perawatan mandiri (independent)


2. Fungsi perawatan ketergantungan (dependent)
3. Fungsi perawatan kolaboratif (interdependent)
(Kozier. 1991, http://syehaceh.wordpress.com)
2.2.4

Ciri-ciri perawat

1. Mempunyai body of knowledge


Tubuh pengetahuan yang dimiliki keperawatan adalah ilmu keperawatan (nursing
science) yang mencakup ilmu-ilmu dasar (alam, sosial, perilaku). Ilmu biomedik,
ilmu kesehatan masyarakat, ilmu keperawatan dasar, ilmu keperawatan klinis, dan
ilmu keperawatan komunitas.
2. Pendidikan berbasis keahlian pada jenjang pendidikan tinggi
Di Indonesia berbagai jenjang pendidikan telah dikembangkan dengan mempunyai
standart kompetensi yang berbeda-beda. Mulai D-III Keperawatan sampai dengan S3 yang akan dikembangkan.

12

3. Memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui praktik dalam bidang profesi


Keperawatan dikembangkan sebagai sebagian integral dari Sistem Kesehatan
Nasional. Oleh karena itu sistem pemberian askep dikembangkan sebagai bagian
integral dari sistem pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
4. Memiliki perhimpunan / organisasi profesi
Keperawatan harus memiliki organisasi profesi, organisasi profesi ini sangat
menentukan keberhasilan dalam upaya pengembangan citra keperawatan sebagai
profesi serta mampu berperan aktif dalam upaya membangun keperawatan
profesional dan berada di garda depan dalam inovasi keperawatan di Indonesia.
5. Pemberlakuan kode etik keperawatan
Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, perawat profesional selalu menunjukkan
sikap dan tingkah laku profesional keperawatan sesuai kode etik keperawatan.
6. Otonomi
Keperawatan memiliki kemandirian, wewenang dan tanggung jawab untuk
mengatur kehidupan profesi, mencakup otonomi dalam memberikan askep dan
menetapkan standar asuhan keperawatan melalui proses keperawatan.
7. Motivasi bersifat altruistik
Masyarakat profesional keperawatan Indonesia bertanggung jawab membina dan
mendudukkan peran dan fungsi keperawatan sebagai pelayanan profesional dalam
pembangunan kesehatan serta tetap berpegang pada sifat dan hakikat keperawatan
sebagai profesi serta selalu berorientasi kepada kepentingan masyarakat.

13

(Rangkang Syeh, http://syehaceh.wordpress.com)

2.2.5

Pengertian keperawatan
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian

integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk
pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga
dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan
manusia. (http://syehaceh.wordpress.com).
Dari pengertian tersebut di atas ada 4 (empat) elemen utama (mayor element) yang
menjadi perhatian (concern). Yaitu : 1. Keperawatan adalah ilmu dan kiat sains terapan
(applied science), 2. Keperawatan adalah profesi yang berorientasi pada pelayanan helping
healt ilness problem. 3. Keperawatan mempunyai empat tingkat klien : individu, keluarga,
kelompok, dan komunitas, dan 4. Pelayanan Keperawatan mencakup seluruh rentang
pelayanan

kesehatan

3th

level

preventions

dengan

metode

proskep

(http://syehaceh.wordpress.com).

2.3 Konsep Pelayanan


2.3.2

Pengertian Pelayanan
Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam

interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan
menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
dijelaskan

pelayanan

sebagai

usaha

melayani

(www.damandiri.or.id/file/nurhasyim.bab.2.pdt).

kebutuhan

Sedangkan

orang

melayani

lain
adalah

14

membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang. Pelayanan


umum adalah segala bentuk pelayanan yan diberikan oleh pemerintah pusat /
daerah, BUMN / BUMD, dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat, dan
atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Kep. Men.Pan No. 81/93)
(www.damandiri.or.id/file/nurhasyim.bab.2.pdt)
2.3.3

Pelayanan Prima
Servis / pelayanan prima berasal dari orang-orang bukan dari perusahaan.

Tanpa memberi nilai pada diri sendiri, tidak akan mempunyai arti apa-apa.
Demikian halnya pada organisasi atau perusahaan yang secara esensial merupakan
kumpulan orang-orang. Oleh karena itu, harga diri yang tinggi adalah unsur yang
paling mendasar bagi keberhasilan organisasi yang menyediakan jasa pelayanan
yang prima.
Kata prima memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi mulai dari
yang konvensional hingga yang lebih strategis. Definisi konvensional dari kualitas
biasanya

menggambarkan

karakteristik

suatu

produk

seperti

kinerja

(performance), keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (easy of use),


estetika (esthetics), dan sebagainya.
Sedangkan dalam definisi startegis dinyatakan bahwa pelayanan prima
adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan dan kebutuhan
pelanggan (meeting the needs of customers).
Berdasarkan pengertian pelayanan prima, baik yang konvensional maupun
yang lebih strategis oleh dinyatakan bahwa pada dasarnya kualitas mangacu
kepada pengertian pokok yaitu kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan

15

produk, baik keistimewaan langsung, maupun keistimewaan atraktif yang


memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas
penggunaan produk. Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari
kekurangan atau kerusakan. Gaspersz (1997) (www.damandiri.or.id/file/nurhasyim.
bab.2.pdt)
Pada bagian lain Gaspersz (1997) dalam mengutip Juran memberikan
definisi manajemen pelayanan prima sebagai suatu kumpulan aktivitas yang
berkualitas dengan kualitas tertentu yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Pelayanan prima menjadi bagian dari setiap agenda manajemen
2. Sasaran kualitas dimasukkan ke dalam rencana bisnis
3. Jangkauan sasaran diturunkan dari benchmarking : fokus adalah pada
pelanggan dan pada kesesuaian kompetisi; di sana adalah sasaran untuk
peningkatan kualitas tahunan.
4. Sasaran disebarkan ke tingkat mengambil tindakan
5. Pelatihan ditetapkan pada setiap tingkat
6. Pengukuran ditetapkan seluruhnya
7. Manajer atas secara teratur meninjau kembali kemajuan dibandingkan dengan
sasaran
8. Penghargaan diberikan untuk kinerja terbaik
9. Sistem imbalan (reward system) diperbaiki
Pelayanan prima adalah menjaga janji pelayanan agar pihak yang dilayani
merasa puas dan diuntungkan. Meningkatkan kualitas merupakan pekerjaan
semua orang adalah pelanggan. Tanggung jawab untuk kualitas produksi dan

16

pengawasan kualitas tidak dapat didelegasikan kepada satu orang, misalnya staf
pada sebuah kantor.
Ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu expective
service (pelayanan yang diharapkan) dan perceived service (pelayanan yang
diterima) Parasuraman et.al (1985). Karena kualitas pelayanan berpusat pada
upaya pemenuhan dari keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaian untuk
mengimbangi harapan pelanggan, untuk itu maka, Zeitaml (1996 : 177)
mendefinisikan bahwa pelayanan adalah penyampaikan secara exellent atau
superior dibandingkan dengan harapan konsumen.
2.3.4

Aspek yang mempengaruhi pelayanan prima perawat


Aspek-aspek pelayanan prima meliputi :

1. Tangible, yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana


komunikasi
2. Emphaty, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi
yang baik, perhatian pribadi dan memaham kebutuhan para pelanggan.
3. Responsiveness, yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan
dan memberikan pelayanan dengan tanggap
4. Reliability, yaitu kemampuan memberikan layanan yang dijanjikan dengan
segera, akurat, kehandalan dan memuaskan
5. Assurance, yaitu mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat
yang dapat dipercaya yang dimiliki oleh para staff (bebas dari bahaya, resiko
dan keragu-ragun). (Zeithamil dan Bitner, 1996 : 118)

17

Citra pelayanan yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang / persepsi


penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang / persepsi konsumen. Hal ini
disebabkan karena konsumenlah yang mengkonsumsi serta yang menikmati jasa
layanan, sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa. Persepsi
konsumen terhadap kualitas jasa merupakan penilaian yang menyeluruh terhadap
keunggulan suatu jasa layanan. Tjiptono (1991:61)
Bagi pelanggan pelayana prima adalah menyesuaikan diri dengan
spesifikasi yang dituntut pelanggan. Pelanggan memutuskan bagaimana kualitas
yang dimaksud dan apa yang dianggap penting. Pelanggan mempertimbangkan
suatu kualitas pelayanan. Untuk itu, kualitas dapat dideteksi pada persoalan
bentuk, sehingga dapat ditemukan :
1. Pelayanan merupakan bentuk dari sebuah janji
2. Pelayanan prima adalah sebuah harapan dan kenyataan sesuai komitmen yang
telah ditetapkan sebelumnya
3. Pelayanan prima dan integritas merupakan sesuatu yang tak terpisahkan.
(Tjiptono 1991:61, www.damandiri.or.id/file/nurhasyim. bab.2.pdt)
2.3.5

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan prima


Sepuluh faktor atau dimensi utama yang menentukan pelayana prima.

Kesepuluh faktor tersebut adalah :


1. Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance)
dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Dalam hal ini perusahaan
pemberi jasa secara tepat semenjak saat pertama (right the first time) dalam

18

memenuhi janjinya. Misalnya menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal


yang disepakatinya.
2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk
memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.
3. Competence, artinya setiap karyawan dalam perusahaan jasa tersebut memiliki
keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa
tersebut.
4. Acces, yaitu meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti
lokasi, fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak
terlalu lama, saluran komunikasi mudah untuk dihungi.
5. Courtesy, yaitu meliputi sikap yang sopan santu, respek, perhatian dan
keramahan para contact personnel (seperti respsionis, operator telepon, dll).
6. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam
bahasa yang dapat dipahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan
pelanggan.
7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya, kredebilitas mencakup nama
perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik contact personel, dan interaksi
dengan pelanggan.
8. Security, yaitu aman dari bahaya, resiko, keragu-raguan. Aspek ini meliputi
keamanan secara fisik, keamanan finansial serta kerahasiaan
9. Understanding knowing the customer, yaitu usaha untuk memahami
kebutuhan pelanggan

19

10. Tangible, yaitu bukti fisik dari jasa yang bisa berupa fasilitas fisik, peralatan
yang digunakan, dan representasi fisik dari jasa.
(Tjiptono 1991:61, www.damandiri.or.id/file/nurhasyim. bab.2.pdt)

20

2.4 Kerangka Konsep


Perawat
Sikap asertif
Cirri-ciri sikap asertif :
1. Berbicara dengan perasaan (Use feeling
talks)
2. Membicarakan tentang dirinya (Talks
about yourself)
3. Berbicara dengan ramah (Make greeting
talks)
4. Menerima pujian (Accept compliments)
5. Berbicara dengan ekspresi (Use
appropriate facial talks)
6. Menolak dengan lembut (Disagree
mildly)
7. Meminta penjelasan (Ask for
clarification)
8. Menanyakan Alasan (Ask why)
9. Mengekspresikan ketidaksetujuan
(Express active disagreement)
10. Merespon haknya (Speak up for the
rights)
11. Tetap tenang (Be Persistent)
12. Menghindari pembenaran (Avoid
justifying every opinion)
Pelayanan keperawatan
yang Asertif
Dilakukan

Faktor-faktor yang
mempengaruhi sikap asertif :
1. Pola Asuh
2. Kebudayaan
3. Usia
4. Jenis Kelamin
5. Strategi Coping
Dampak prilaku asrtif :
memberikan kepuasan baik pada diri
sendiri maupun orang lain dan
mendukung terbentuknya hubungan
interpersonal yang positif dengan orang
lain.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi pelayanan :
1. Reliability
2. Responsiveness,
3. Competence,
4. Acces,
5. Courtesy,
6. Communication,
7. Credibility,
8. Security,
9. Understanding knowing
the customer,
10. Tangible,

Tidak dilakukan
= Diteliti
= Tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Konsep studi tentang sikap asertif perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan di Ruang Anyelir RSUD
dr.Sosodoro Djatikoesomo Bojonegoro Tahun 2009.
BAB 3

21

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan membahas tentang desain penelitian, kerangka kerja,
popluasi, sampel dan sampling, identifikasi variabel, definisi operasional, teknik
pengumpulan data, etika penelitian dan keterbatasan penelitian.

3.1

Desain Penelitian
Desain penelitian adalah seluruh dari perencanaan untuk menjawab

pertanyaan penelitian dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin


timbul selama proses penelitian (Nursalam, 2003 : 81).
Jenis desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu suatu
metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran
atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Metode penelitian deskriptif
digunakan untuk memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang
dihadapi pada situasi sekarang. Penelitian ini dilakukan dengan menempuh
langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi pengolahan atau analisis data
membuat kesimpulan dan laporan (Notoatmodjo S, 2002 : 138). Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian adalah survey yaitu suatu pendekatan diskriptif yang
berhubungan dengan prevalensi, distribusi dan hubungan antara variable dalam
suatu populasi. Pada survey tidak ada intervensi, survey dilakukan dengan
mengumpulkan informasi dari tindakan seseorang, pengetahuan, kemauan,
pendapat, perilaku dan nilai ( Notoatmodjo S, 2002 :140).
3.2

Kerangka Kerja

20

22

Kerangka kerja adalah tahap penetapan atau langkah-langkah dalam


aktivitas ilmiah yang dilakukan dalam melakukan penelitian (kegiatan sejak awalakhir penelitian).
Populasi : Seluruh pasien di Ruang Anyelir RSUD dr. Sosodoro Djatikoesomo
Bojonegoro pada tahun 2009 yang berjumlah 24 orang
Sampel : Sebagian pasien di Ruang Anyelir RSUD dr. Sosodoro
Djatikoesomo Bojonegoro pada tahun 2009 yang berjumlah 20
orang.
Sampling
Non random non probability sampling
Purposive Sampling
Variabel
Sikap asertif perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di Ruang
Anyelir RSUD dr. Sosodoro Djatikoesomo Bojonegoro
Pengumpulan data
Menggunakan kuesioner
Menganalisa Data :
Editing, coding, skoring, tabulating.

Interpretasi hasil
Kesimpulan

Gambar 3.1 Kerangka Kerja studi tentang sikap asertif perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan di Ruang Anyelir RSUD
dr.Sosodoro Djatikoesomo Bojonegoro Tahun 2009.
3.3

Populasi, Sampel dan Sampling

23

3.3.1

Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti

(Notoatmodjo S, 2002 : 79). Populasi adalah setiap subyek yang memenuhi


kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2003 : 93). Pada penelitian ini
populasinya adalah Seluruh pasien di Ruang Anyelir RSUD dr. Sosodoro
Djatikoesomo Bojonegoro pada tahun 2009.
3.3.2

Sampel
Sampel adalah sebagian keseluruhan obyek yang akan diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo S, 2002 : 19). Sampel adalah


bagian populasi terjangkau yang dapat digunakan sebagai subyek penelitian
melalui sampling (Nursalam, 2003 : 95). Pada penelitian ini diambil dari Sebagian
pesien di Ruang Anyelir RSUD dr. Sosodoro Djatikoesomo Bojonegoro pada
tahun 2009 yang sesuai dengan kriteria inklusi.
Kriteria inklusi ialah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau yang ada diteliti (Nursalam, 2003 : 96). Adapun
pada penelitian ini kriteria inklusinya adalah :
1. Pasien di Ruang Anyelir RSUD dr. Sosodoro Djatikoesomo Bojonegoro pada
tahun 2009.
2. Pasien yang bersedia diteliti dan menandatangani informed concent.

3.3.3

Besar Sampel

24

Besar sampel adalah banyaknya anggota yang akan dijadikan sampel


(Nursalam, 2001 : 166). Besar sampel pada penelitian ini adalah Sebagian pasien
di Ruang Anyelir RSUD dr. Sosodoro Djatikoesomo Bojonegoro pada tahun 2009
yang berjumlah 20 orang yang memenuhi kriteria inklusi.
3.3.4

Sampling
Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi (Nursalam, 2001 : 66). Pada penelitian ini samplingnya adalah
non random non probability sampling tipe purposive sampling. Purposive
sampling adalah pengambilan sample yang didasarkan pada suatu pertimbangan
tertentu yang di buat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri dan sifat sifat
populasi yang sudah di ketahui sebelumnya (Notoatmodjo S, 2002: 88).
3.4

Identifikasi Variabel
Variabel adalah suatu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota suatu

kelompok (benda, orang, situasi) yang berbeda dengan yang dimiliki oleh
kelompok tersebut (Nursalam, 2003 : 101). Variabel dalam penelitian ini adalah
Sikap asertif perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di Ruang
Anyelir RSUD dr. Sosodoro Djatikoesomo Bojonegoro.

3.5

Definisi Operasional

25

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati


dari suatu yang diidentifikasi tersebut (Nursalam, 2003 : 44). Definisi operasional
pada penelitian ini akan diamati dalam tabel dibawah ini :
Tabel 3.1

Definisi Operasional studi tentang sikap asertif perawat dalam


memberikan pelayanan keperawatan di Ruang Anyelir RSUD
dr.Sosodoro Djatikoesomo Bojonegoro Tahun 2009.

Definisi
Operasional
sikap asertif Kemampuan
perawat
dalam
dalam
menyampaikan
memberikan hak, pikiran,
pelayanan
perasaan, dan
keperawatan kepercayaan
secara
langsung, jujur,
terhormat, dan
tidak
mengganggu
hak dari pasien
Variabel

3.6

Indikator

Alat Ukur

Skala

Skor

Sikap asertif
Cirri-ciri sikap asertif :
1.
Berbicara dengan
perasaan (Use feeling
talks)
2.
Membicarakan
tentang dirinya (Talks
about yourself)
3.
Berbicara dengan
ramah (Make greeting
talks)
4.
Menerima pujian
(Accept compliments)
5.
Berbicara dengan
ekspresi (Use appropriate
facial talks)
6.
Menolak dengan
lembut (Disagree mildly)
7.
Meminta penjelasan
(Ask for clarification)
8.
Menanyakan Alasan
(Ask why)
9.
Mengekspresikan
ketidaksetujuan (Express
active disagreement)
10. Merespon haknya
(Speak up for the rights)
11. Tetap tenang (Be
Persistent)
12.Menghindari pembenaran
(Avoid justifying every
opinion)

Kuesioner

nominal

Pernyataan 12 soal
dengan kriteria skor:

Pengumpulan Data Dan Tehnik Analisa Data

4 = Sangat setuju.
3 = Setuju.
2 = Tidak tahu
1 = Tidak setuju
0 = Sangat tidak
setuju.
Di hitung dengan
rumus: :

X X
T 50 10

Kode :
1 = Unfavorabel.
Bila T > mean T
2 = Favorabel
Bila T < mean T

26

3.6.1

Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian


(Nursalam, 2003 : 115).
1. Proses pengumpulan data
Dalam proses pengumpulan data peneliti mendapat rekomendasi dari
Akes Rajekwesi Bojonegoro, Kepala Kesbanglinmas Bojonegoro, Kepala
Dinas Kesehatan Bojonegoro, Kepala RSUD Sosodoro Djatikoesomo
Bojonegoro untuk mengadakan penelitian di RSUD Sosodoro Djatikoesomo
Bojonegoro di ruang Anyelir, setelah mendapatkan izin dari Kepala RSUD
Sosodoro Djatikoesomo Bojonegoro kemudian proses pengumpulan data
dimulai dengan melakukan observasi tentang sikap asertif perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan.
2. Instrumen pengumpulan data
Instrumen adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan
data (Notoatmodjo S, 2003 : 48). Jenis instrumen yang digunakan dalam
pengumpulan data dalam penelitian adalah kuesioner. Kuesioner adalah daftar
pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang dimana respon
tinggi memberikan jawaban yang memberi tanda-tanda tertentu (Notoatmodjo,
2002 : 116). Kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui studi tentang sikap
asertif perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di Ruang Anyelir
RSUD dr. Sosodoro Djatikoesomo Bojonegoro tahun 2009 (Nursalam, 2001 :
71).

3. Waktu dan tempat penelitian

27

Penelitian dimulai bulan juni 2009 sampai dengan bulan juli 2009 di
Ruang Anyelir RSUD dr. Sosodoro Djatikoesomo Bojonegoro.
3.6.2

Tehnik Analisa Data

1. Editing
Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi kesalahan-kesalahan data
yang telah dikumpulkan. Juga memonitor jangan sampai terjadi kekosongan
data yang dibutuhkan.
2. Coding
Setelah kuestioner diedit kemudian dilakukan coding pada setiap
pertanyaan. Memberi kode dimaksutkan untuk mempermudah waktu
mengadakan tabulasi dan analisa data, kode tersebut berupa angka yang
mengkiaskan jawaban, dalam penelitian ini menggunakan kode : 4 = Sangat
setuju, 3 = Setuju, 2 = Tidak tahu, 1 = Tidak setuju, dan 0 = Sangat tidak
setuju.
3. Scoring
Setelah dilakukan coding kemudian dilakukan scoring dengan cara
menentukan total skor dari 12 pertanyaan yang diajukan pada responden.
Untuk sikap dihitung dengan skor, dengan menggunakan skala Likert,
yaitu :

X X
T 50 10

Keterangan :
X

= Skor responden pada skala sikap yang hendak diubah menjadi skor T.

X = Mean skor kelompok


Mean skor kelompok yang dihitung dengan rumus :

28

f ( x)
n

Keterangan : f = Frekuensi
x = Skor responden
n = Banyaknya responden dalam kelompok
s

= Deviasi standart skor kelompok


Deviasi standart skor kelompok dihitung dengan rumus :

S
Keterangan

fx

fx

n 1

f = Frekuensi
x = Skor responden
n = Banyaknya responden dalam kelompok

Untuk mengetahui sikap positif (favorable) atau negatif (unfavorable)


dilakukan dengan membandingkan skor T dengan mean T.
Bila nilai mean T > T maka termasuk unfavorable.
Bila nilai mean T < T maka termasuk favorable.
(Azwar S, 2002 : 156).
4. Tabulating
Data yang sudah terkumpul dan sudah diberikan skor serta digolongkan
sesuai kriteria selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan prosentase.
Interprestasi diagram atau tabel dalam kategori sebagai berikut :
-

Mayoritas

: 90-100%.

Sebagian besar

: 70-89%.

Lebih dari sebagian

: 51-69%.

29

Sebagian

: 50%.

Kurang dari sebagian : 31-49%.

Sebagian kecil

: < 30%.

(Nursalam, 2003 : 133).

3.7

Etika Penelitian
Peneliti melakukan penelitian mendapat rekomendasi dari Akademi

Keperawatan Rajekwesi Bojonegoro dan mengajukan penelitian kepada bagian


pendidikan Akademi Kesehatan Rajekwesi Bojonegoro serta lahan yang akan
diteliti untuk mendapatkan persetujuan kemudian kuesioner berikan pada subyek
yang diteliti dengan menekankan masalah etik yang meliputi :
3.7.1

Lembar persetujuan menjadi responden (Informent concent)


Lembar persetujuan ini diberikan kepada subjek yang akan diteliti, peneliti

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan serta dampak
yang mungkin akan terjadi selama dan sesudah pengumpulan data, jika calon
responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak boleh memaksa dan tetap
menghormati hak-haknya.
3.7.2

Tanpa nama (Annonimity)


Untuk menjaga kerahasiaan responden maka peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (angket) cukup


dengan memberi nomor kode pada masing-masing lembar tersebut.

3.7.3

Kerahasiaan (Confidentiality)

30

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti karena hanya


kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau akan dilaporkan sebagai
hasil riset.

3.8

Keterbatasan Penelitian
Limitasi adalah keterbatasan dalam penelitian dan mungkin akan

mengurangi kesimpulan secara umum (Nursalam, 2001 : 93). Keterbatasan yang


dihadapi peneliti dalam penelitian ini adalah :
3.8.1

Keterbatasan dalam pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner


dimana memungkinkan responden menjawab pertanyaan dengan tidak
jujur

atau

tidak

mengerti

pertanyaan

yang

dimaksud

sehingga

menimbulkan persepsi yang berbeda sehingga hasil yang didapatkan


kurang valid.
3.8.2

Keterbatasan dalam peneliti dan waktu penelitian dalam pengumpulan data


pada responden yaitu perawat yang berbeda beda jam dinas

3.8.3

Peneliti masih pemula yang mungkin kurang mampu menguraikan isi


penulisan secara maksimal.

Anda mungkin juga menyukai