Kelompok 6 :
Undang-undang adalah hukum yang telah disahkan oleh badan legislatif atau
unsur pemerintahan yang lainnya. Sebelum disahkan, undang-undang
disebut sebagai rancangan Undang-Undang. Undang-undang berfungsi
untuk digunakan sebagai otoritas, untuk mengatur, untuk menganjurkan,
untuk menyediakan (dana), untuk menghukum, untuk memberikan, untuk
mendeklarasikan, atau untuk membatasi sesuatu.
Sejarah disahkannya Undang-undang
Keperawatan di Indonesia
1. Tahap Pertama
Pada tahap ini keperawatan mengacu pada hal gaib, mistik, mother
insthink, dan pengabdian keagamaan. Kemudian pada tahun 1854
muncul The “First Modern in Nursing”. Pada tahun 1983 “keperawatan
sebagai profesi”.
2. Tahap Kedua
A. Undang-Undang no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Kemudian diperbarui
menjadi Undang-undang no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
UU no. 36 tahun 2009 merupakan UU yang banyak memberi kesempatan
bagi perkembangan keperawatan termasuk praktik keperawatan profesional,
kerena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak- hak pasien,
kewenagan, maupun perlindungan hokum bagi profesi kesehatan termasuk
keperawatan. Beberapa pernyataan UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 yang
dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah:
A. Kepmenkes no. 647 tahun 2000, Kepmenkes no. 1239 tahun 2001.
Kemudian diperbarui menjadi Permenkes no. 148 tahun 2010 tentang
ijin dan penyelenggaraan praktik perawat, Pemenkes no 161 tahun
2010 tentang registrasi tenaga kesehatan, Permenkes no. 1796 tahun
2011 tentang registrasi tenaga kesehatan, Permenkes no. 17 tahun
2013 tentang ijin dan penyelenggaraan praktik perawat.
B. Setelah itu pada tanggal 25 September 2014 disahkan Undang-
undang Tenaga Kesehatan dan Undang-undang Keperawatan no. 38
tahun 2014
Pentingnya Undang-Undang Keperawatan
di Indonesia
Pasal 4
Jenis Perawat terdiri atas :
a. Perawat profesi; dan
b. Perawat vokasi
Pasal 5
Pendidikan tinggi Keperawatan terdiri atas :
a. pendidikan vokasi;
b. pendidikan akademik; dan
c. pendidikan profesi.
REGISTRASI
Pasal 18
2. STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Konsil Keperawatan setelah memenuhi persyaratan.
4. STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun.
5. Persyaratan untuk Registrasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
f. memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan, dan/atau kegiatan ilmiah lainnya.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf e dan huruf f diatur oleh Konsil
Keperawatan.
7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Registrasi dan Registrasi ulang diatur dalam peraturan konsil keperawatan.
IZIN PRAKTIK
Pasal 19
1. Perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan wajib memiliki izin.
2. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk SIPP.
3. SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Pemerintah Daerah
kabupaten/ kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di
kabupaten/kota tempat Perawat menjalankan praktiknya.
4. Untuk mendapatkan SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), Perawat harus
melampirkan:
a. salinan STR yang masih berlaku
b. rekomendasi dari Organisasi Profesi Perawat; dan
c. surat pernyataan memiliki tempat praktik atau surat keterangan dari pimpinan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
5. SIPP masih berlaku apabila:
d. STR masih berlaku dan
e. Perawat berpraktik di tempat sebagaimana tercantum dalam SIPP.
PRAKTIK KEPERAWATAN
Pasal 28
1. Praktik Keperawatan dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat
lainnya sesuai dengan Klien sasarannya.
2. Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a. Praktik Keperawatan mandiri Praktik Keperawatan di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
b. Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan
pada kode etik, standar pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur
operasional.
3. Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 didasarkan pada
prinsip kebutuhan pelayanan kesehatan dan/atau Keperawatan masyarakat dalam
suatu wilayah.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai kebutuhan pelayanan kesehatan dan/atau
Keperawatan dalam suatu wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Berdasarkan ketentuan Pasal 37 dan Pasal 38 Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan, klien berhak
untuk memberikan persetujuan atau penolakan tindakan
keperawatan yang akan diterimanya. Sebagai tenaga
kesehatan perawat memberikan upaya pelayanan kesehatan
serta klien untuk menghindari kerugian yang muncul dari
perawat dan klien. Secara prinsip, kewenangan perawat dalam
melakukan tugas dan profesinya diatur dalam Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 1293/Menkes/SK/XI/2001 tentang
Registrasi dan Praktik Perawat. Hal ini dilakukan karena
perawat dalam menjalankan tugasnya tidak akan terlepas dari
kewenangannya.
TINJAUAN KASUS
Kasus
An. B berusia 12 tahun menderita kelumpuhan sejak 8 tahun yang lalu.
Kejadian ini bermula saat An. B menjadi korban dugaan malpraktek yang
dilakukan oleh perawat. An. B dibawa orang tuanya berobat di klinik dr. F
yang baru setahun buka dengan mengontrak satu rumah warga di Kampung
Krompol, Desa Paya Bagas, Kec. Tebing Tinggi, Kec. Serdang Bedagai
Provinsi Sumatera Utara. Pada saat itu An. B berusia 4 tahun mengalami
benjolan kelenjar sebesar telur puyuh di bagian punggungnya. Benjolan itu
sudah ada sejak masih bayi. Berdasarkan hasil pemeriksaan, dr. F
menyrankan agar benjolan itu sbaiknya dioperasi. Orang tua pasien pun
menyetujui dilakukan nya tindakan operasi dan dilakukan operasi pada 12
september 2004.
Dokter F mengatakan kepada keluarga bahwa yang melakukan tindakan operasi
bukan dirinya karena dia hanya seorang dokter umum, tetapi rekan sejawatnya
dokter bedah di RSUD Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi yang ternyata adalah
seorang perawat. Perawat berinisial Ag melakukan operasi bersama temannya Ai.
Pada saat operasi berlangsung dr. F tidak ikut membantu, tetapi hanya menyaksikan
bersama dengan keluarga pasien. Operasi berlangsung sekitar 30 meniit. Benjolan
yang ad dipunggung An. B akhirnya diangkat dan dibuang, tetapi luka bedah pada
benjolan yang telah dibuang itu menglami perdarahan, sehingga penyembuhan luka
cukup lama sampai memakan waktu enam bulan.
Beberapa bulan setelah operasi, ubuh An. B menjadi lemas dan kaku, bahkan kedua
kakinya tidak bisa digerakkkan. An. B hanya dapat berbaring dan duduk di
rumahnya sambil menjalani proses pengobatan. Setelah 6 bulan melakukan operasi
kepada An. B, klinik dr. F ditutup dan tidak beroperasi lagi . Perawat Ag sempat
membantu biaya pengobatan sebanyak 2 kali, tetapi setelah itu sudah tidak pernah
kelihatan lagi. Sejak saat itu, An. B tidak bisa lagi bermain dengan anak-anak
seusianya. Sampai ekarang, kedua kaki An. B lumpuh, timbul tulang di telapak kaki
kiri, telapak kaki kanan berlubang, kencing bernanah dan susah BAB. Pihak
keluarga akhirnya mengambil sikap melaporkan dr. F dan rekannya ke Mapolres
Tebing Tinggi, karena dugaan tela melakukan malpraktek terhadap anaknya. Proses
hukum atas kasus ini sedang diproses dan masih dalam tahap pemanggilan saksi.
Analisa Kasus