Anda di halaman 1dari 22

“ UU KEPERAWATAN “

Kelompok 6 :

o Belavira Yuniar Aliya Putri (201158)


o Dewi Ismawati (201161)
o Didi Wahyudi (201163)
Pengertian Undang undang

Undang-undang adalah hukum yang telah disahkan oleh badan legislatif atau
unsur pemerintahan yang lainnya. Sebelum disahkan, undang-undang
disebut sebagai rancangan Undang-Undang. Undang-undang berfungsi
untuk digunakan sebagai otoritas, untuk mengatur, untuk menganjurkan,
untuk menyediakan (dana), untuk menghukum, untuk memberikan, untuk
mendeklarasikan, atau untuk membatasi sesuatu.
Sejarah disahkannya Undang-undang
Keperawatan di Indonesia

Ada tiga tahap perkembangan undang-undang keperawatan di Indonesia,


yaitu :

1. Tahap Pertama
Pada tahap ini keperawatan mengacu pada hal gaib, mistik, mother
insthink, dan pengabdian keagamaan. Kemudian pada tahun 1854
muncul The “First Modern in Nursing”. Pada tahun 1983 “keperawatan
sebagai profesi”.
2. Tahap Kedua
A. Undang-Undang no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Kemudian diperbarui
menjadi Undang-undang no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
UU no. 36 tahun 2009 merupakan UU yang banyak memberi kesempatan
bagi perkembangan keperawatan termasuk praktik keperawatan profesional,
kerena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak- hak pasien,
kewenagan, maupun perlindungan hokum bagi profesi kesehatan termasuk
keperawatan. Beberapa pernyataan UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 yang
dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah:

1. Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi


dan hak- hak pasien ditetepkan dengan peraturan pemerintah.
2. Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas
menyelengarakan atau melaksakan kegiatan sesuai dengan bidang
keahlian dan kewenagannya; Pasal 53 ayat 4 menyatakan tentang hak
untuk mendapat perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan (Jahmono,
1993).
B. Peraturan Pemerintah no. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan yang
terdiri dari:
1. Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi.
2. Tenaga keperawatan meliputi perrawat dan bidan.
3. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten
apoteker.
4. Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan,
entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan,
administrator kesehatan dan sanitarian
5. Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien
6. Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis
wicara.
7. Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi,
teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, othotik
prostetik, teknisi tranfusi dan perekam medis
3. Tahap Ketiga

A. Kepmenkes no. 647 tahun 2000, Kepmenkes no. 1239 tahun 2001.
Kemudian diperbarui menjadi Permenkes no. 148 tahun 2010 tentang
ijin dan penyelenggaraan praktik perawat, Pemenkes no 161 tahun
2010 tentang registrasi tenaga kesehatan, Permenkes no. 1796 tahun
2011 tentang registrasi tenaga kesehatan, Permenkes no. 17 tahun
2013 tentang ijin dan penyelenggaraan praktik perawat.
B. Setelah itu pada tanggal 25 September 2014 disahkan Undang-
undang Tenaga Kesehatan dan Undang-undang Keperawatan no. 38
tahun 2014
Pentingnya Undang-Undang Keperawatan
di Indonesia

Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat


kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan
mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga
pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada
kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum,
bahkan cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga memiliki
kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional, semangat
pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan
dapat memegang teguh etika profesi.
Alasan Penting UU Keperawatan

1. UU keperawatan melindungi masyarakat.


2. UU keperawatan menjamin pelayanan kesehatan berkualitas.
3. UU keperawatan mensejajarkan negara Indonesia dengan negara lain.
4. UU keperawatan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, tenaga
kesehatan lainnya dan perawat itu sendiri.
5. UU keperawatan meningkatkan profesionalisme perawat Indonesia di mata
dunia internasional
Fungsi Undang-undang Keperawatan
bagi perawat

1. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan yang


sesuai dengan hokum
2. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain
3. Membantu menentukan batas kewenangan tindakan keperawatan mandiri
4. Membantu mempertahankan standar praktik keperawatan dengan
meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas dibawah hukum
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 38 Tahun
2014 tentang Keperawatan. Keperawatan adalah kegiatan
pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok,
atau masyarakat baik dalam keadaan sakit maupun sehat.
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan
tinggi keperawatan, baik di dalam maupun luar negeri yang
diakui oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
Menurut UU Keperawatan Nomor 38 Tahun 2014

Pasal 4
 Jenis Perawat terdiri atas :
a. Perawat profesi; dan
b. Perawat vokasi

Pasal 5
 Pendidikan tinggi Keperawatan terdiri atas :
a. pendidikan vokasi;
b. pendidikan akademik; dan
c. pendidikan profesi.
REGISTRASI
Pasal 18

1. Perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan wajib memiliki STR.

2. STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Konsil Keperawatan setelah memenuhi persyaratan.

3. Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

a) memiliki ijazah pendidikan tinggi Keperawatan

b) memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi

c) memiliki surat keterangan sehat hsik dan mental.

d) memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi; dan

e) membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

4. STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun.

5. Persyaratan untuk Registrasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:

a. memiliki STR lama

b. memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi

c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental

d. membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi

e. telah mengabdikan diri sebagai tenaga profesi atau vokasi di bidangnya

f. memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan, dan/atau kegiatan ilmiah lainnya.

6. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf e dan huruf f diatur oleh Konsil
Keperawatan.

7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Registrasi dan Registrasi ulang diatur dalam peraturan konsil keperawatan.
IZIN PRAKTIK

Pasal 19
1. Perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan wajib memiliki izin.
2. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk SIPP.
3. SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Pemerintah Daerah
kabupaten/ kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di
kabupaten/kota tempat Perawat menjalankan praktiknya.
4. Untuk mendapatkan SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), Perawat harus
melampirkan:
a. salinan STR yang masih berlaku
b. rekomendasi dari Organisasi Profesi Perawat; dan
c. surat pernyataan memiliki tempat praktik atau surat keterangan dari pimpinan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
5. SIPP masih berlaku apabila:
d. STR masih berlaku dan
e. Perawat berpraktik di tempat sebagaimana tercantum dalam SIPP.
PRAKTIK KEPERAWATAN

Pasal 28
1. Praktik Keperawatan dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat
lainnya sesuai dengan Klien sasarannya.
2. Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a. Praktik Keperawatan mandiri Praktik Keperawatan di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
b. Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan
pada kode etik, standar pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur
operasional.
3. Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 didasarkan pada
prinsip kebutuhan pelayanan kesehatan dan/atau Keperawatan masyarakat dalam
suatu wilayah.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai kebutuhan pelayanan kesehatan dan/atau
Keperawatan dalam suatu wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur
dengan Peraturan Menteri.
 
Berdasarkan ketentuan Pasal 37 dan Pasal 38 Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan, klien berhak
untuk memberikan persetujuan atau penolakan tindakan
keperawatan yang akan diterimanya. Sebagai tenaga
kesehatan perawat memberikan upaya pelayanan kesehatan
serta klien untuk menghindari kerugian yang muncul dari
perawat dan klien. Secara prinsip, kewenangan perawat dalam
melakukan tugas dan profesinya diatur dalam Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 1293/Menkes/SK/XI/2001 tentang
Registrasi dan Praktik Perawat. Hal ini dilakukan karena
perawat dalam menjalankan tugasnya tidak akan terlepas dari
kewenangannya.
TINJAUAN KASUS
 Kasus
An. B berusia 12 tahun menderita kelumpuhan sejak 8 tahun yang lalu.
Kejadian ini bermula saat An. B menjadi korban dugaan malpraktek yang
dilakukan oleh perawat. An. B dibawa orang tuanya berobat di klinik dr. F
yang baru setahun buka dengan mengontrak satu rumah warga di Kampung
Krompol, Desa Paya Bagas, Kec. Tebing Tinggi, Kec. Serdang Bedagai
Provinsi Sumatera Utara. Pada saat itu An. B berusia 4 tahun mengalami
benjolan kelenjar sebesar telur puyuh di bagian punggungnya. Benjolan itu
sudah ada sejak masih bayi. Berdasarkan hasil pemeriksaan, dr. F
menyrankan agar benjolan itu sbaiknya dioperasi. Orang tua pasien pun
menyetujui dilakukan nya tindakan operasi dan dilakukan operasi pada 12
september 2004.
Dokter F mengatakan kepada keluarga bahwa yang melakukan tindakan operasi
bukan dirinya karena dia hanya seorang dokter umum, tetapi rekan sejawatnya
dokter bedah di RSUD Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi yang ternyata adalah
seorang perawat. Perawat berinisial Ag melakukan operasi bersama temannya Ai.
Pada saat operasi berlangsung dr. F tidak ikut membantu, tetapi hanya menyaksikan
bersama dengan keluarga pasien. Operasi berlangsung sekitar 30 meniit. Benjolan
yang ad dipunggung An. B akhirnya diangkat dan dibuang, tetapi luka bedah pada
benjolan yang telah dibuang itu menglami perdarahan, sehingga penyembuhan luka
cukup lama sampai memakan waktu enam bulan.
Beberapa bulan setelah operasi, ubuh An. B menjadi lemas dan kaku, bahkan kedua
kakinya tidak bisa digerakkkan. An. B hanya dapat berbaring dan duduk di
rumahnya sambil menjalani proses pengobatan. Setelah 6 bulan melakukan operasi
kepada An. B, klinik dr. F ditutup dan tidak beroperasi lagi . Perawat Ag sempat
membantu biaya pengobatan sebanyak 2 kali, tetapi setelah itu sudah tidak pernah
kelihatan lagi. Sejak saat itu, An. B tidak bisa lagi bermain dengan anak-anak
seusianya. Sampai ekarang, kedua kaki An. B lumpuh, timbul tulang di telapak kaki
kiri, telapak kaki kanan berlubang, kencing bernanah dan susah BAB. Pihak
keluarga akhirnya mengambil sikap melaporkan dr. F dan rekannya ke Mapolres
Tebing Tinggi, karena dugaan tela melakukan malpraktek terhadap anaknya. Proses
hukum atas kasus ini sedang diproses dan masih dalam tahap pemanggilan saksi.
Analisa Kasus

1. Berdasarkan Konsep Malpraktik


Kasus diatas merupakan salah satu bentuk malpraktik keperawatan, karena
telah memenuhi keempat kriteria (duty, breach of the duty, injury, causation),
yaitu :
a. Perawat Ag berkewajiban melakukan tugasnya sebagai seorang
perawat sesuai dengan kewenangannya. Perawat tersebut melakukan
hal diluar kewenangan profesinya dan melakukan kewenangan profesi
lain (dokter).
b. Perawat Ag gagal melakukan tanggung jawabnya sesuai standar
profesi perawat dimana kewajiban perawat melaksanakan asuhan
keperawatan yang holistik.
c. Perawat Ag membuat pasien menderita cedera fiik dan perdarahan.
d. Tindakn operasi mandiri perawat Ag mendatangkan akibat yang buruk
bagi pasien yaitu pasien harus menjalani pengobatan dalam jangka
waktu yang lama serta mengalami kelumpuhan.
2. Berdasarkan Kajian Hukum
a. UU RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
UU RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, BAB III Hak dan Kewajiban
dalam Pasal 4 bahwa setiap orang berhak atas kesehatan. Dalam hal ini
klien berhak mendapatkan pengobatan guna mendapatkan kesehatan
dan setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, serta terjangkau. Pada kasus An. B klien
tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan
terjangkau karena klien mengalami luka yang mengakibatkan terjadinya
kelumpuhan. Hal ini membuat pengobatan klien semakin lama dan biaya
yang dikeluarkan semakin besar.
b. UU RI No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan
1. Pasal 32 ayat 2 menjelaskan bahwa pelimpahan wewenang
tindakan medis kepada perawat dapat dilakukan secara delegatif
adalah menyuntik, memasang infus, dan membrikan
imunisasi,sedangkan secara mandat yaiyu pemberian terapi
parenteral dan penjahitan luka. Berdasarkan kasus di atas, Perawat
Ag. Telah melakukan tindakan pembedahan, tindakan tsb diluar
kewenangan yang diperbolehkan dalam UU Keperawatan.
2. Pasal 36 menjelaskan bahwa perawat melaksanakan praktek keprawatan,
berhak menolak keinginan klien atau pihak lain yang bertentangan dengan
kode etik, standar pelayanan, profesi, SPO, atau ketentuan peraturan
perundang- undangan. Sesuai dengan kode etik keperawatan (PPNI,
2005), perawat juga berhak menolak tindakan operasi secara mandiri
yang bertentanagan dengan kode etik keperawatan antara perawat dan
teman sejawat. Perawat harus bertindak melindungi klien dari tenaga
kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan secara tidak
kompeten, tidak etis dan ilegal.
3. Pasal 37 poin (f) menjelaskan bahaa perawat dalam melaksanakan prktik
keperawatan berkewajiban melaksanakan tindakan pelimpahan
wewenang dari tenaga keseatan lain yang sesuaidengan kompetensi
perawat. Pelayanan keperawatan berdasarkan standar kompetensi
perawat Indonesia merupakan rangkaian tindakan yang dilandasi aspek
etik legal dan peka budaya untuk memenuhi kebutuhan klien. Kegiatan
tersebut meliputi kegiatan prosedural, penngambilan keputusan klinik
yang memerlukan analisis kritis serta kegiatan advokasi dengan
menunjukkan perilaku caring . berdasarkan kasus diatas, perawat tidak
melakuakn pelayanan keperawatan sesuai ranah kompetensi praktik
profesional, etis, legal, dan peka budaya.
Kesimpulan Kasus

Malprakek yang dilakukan oleh perawat Ag akan memberikan


dampak yang luas, tidak saja kepada pasien dan keluarganya,
juga kepada institusi pemberi pelayanan keperawatan, individu
perawat pelaku malpraktek dan terhadap profesi. Secara hukum
Perawat Ag dapat dikenakan gugatan hukum pidana dan
perdata, sedangkan secara profesi Perawat Ag dapat dikenakan
sanksi disiplin profesi perawat yang akan dikeluarkan oleh
Konsil Keperawatan.
TERIMAKASIH 

Anda mungkin juga menyukai