Anda di halaman 1dari 33

PROSES THERMAL PANGAN

#2
R. Baskara Katri Anandito, S.TP, MP.
PENGUKURAN DISTRIBUSI PANAS

Penetapan proses termal didasarkan atas dua faktor


yaitu :
Ketahanan panas mikroba, yaitu sejumlah panas
yang dibutuhkan untuk memusnahkan mikroba yang
harus diketahui dalam setiap produk.
Kecepatan pemanasan dalam suatu produk termasuk
di dalamnya pengujian distribusi dan penetrasi
panas.
Distribusi panas adalah penyebaran panas yang terjadi
selama proses panas di dalam alat pemanas berupa
retort maupun pasteurizer.
Berbagai faktor yang berpengaruh pada terjadinya
distribusi panas yang merata di dalam alat antara lain
tipe retort dan pasteurizer, susunan produk yang dalam
retort dan pasteurizer, dan lain-lain. Penentuan
distribusi panas sangat diperlukan untuk mengetahui
titik terdingin dari daerah di dalam retort atau
Pengukuran distribusi panas bertujuan untuk
mengetahui daerah yang terdingin atau daerah yang
paling lambat mencapai suhu proses di dalam retort
atau pasteurizer dapat dilakukan perbaikan pada
prosedur venting maupun proses suplai panas
lainnya agar panas dapat terdistribusi secara merata
dalam waktu yang seragam dan tidak terlalu
panjang.
Melalui uji distribusi suhu ini akan diketahui kondisi
terburuk di dalam alat saat operasi proses termal
berlangsung.
Setelah dilakukan uji distribusi panas, uji penetrasi
panas untuk melihat perambatan panas di dalam
wadah / kaleng juga harus dilakukan pada
wadah/kaleng yang diletakkan pada daerah terdingin
di dalam retort atau pasteurizer tersebut. Dengan
demikian, akan dijamin bahwa apabila daerah
Di dalam pengujian distribusi panas, perlu dibuat
gambar skematik yang memperlihatkan penempatan
seluruh TMD (temperature measuring devices) di
dalam retort. Gambar ini meru-pakan bagian dari
pencatatan yang kritis pada pengujian distribusi
panas. Dengan melihat gambar tersebut, plot suhu
akan menggambarkan profil suhu yang sesuai
dengan lokasi yang diukur suhunya.
Contoh gambar skematik penempatan TMD di dalam
retort dapat dilihat pada Gambar 8.3.
Pada contoh kasus ini, digunakan 15 TMD yang
diletakkan pada posisi yang tersebar pada dinding
retort (T1), MIG (T2), recorder (T3) serta 12 buah
TMD lainnya yang masing-masing diletakkan pada
bagian tengah keranjang retort.
Proses yang akan diuji distribusi panasnya ini adalah
proses sterilisasi dengan retort pada suhu venting
107 0C dan suhu proses 118.3 0C. Setelah melalui
prosedur pengujian distribusi yang benar, akan
diperoleh data hasil pengukuran suhu yang terjadi
pada bagian-bagian retort yang diukur tersebut
selama proses pemanasan. Set data suhu dan waktu
Tidak terdapat pengolahan data yang khusus di
dalam pengujian distribusi panas. Yang perlu
dilakukan adalah melakukan plot data suhu dan
waktu yang dicatat oleh recorder pada setiap
termokopel yang digunakan untuk memantau suhu
di berbagai titik di dalam retort.
Setelah data hasil pengukuran setiap termokopel
terkumpul dan direkapi-tulasi, selanjutnya dibuat
plot data tersebut pada grafik dengan sumbu x
adalah waktu pengamatan suhu, dan sumbu y adalah
suhu yang terukur pada TMD atau termokopel yang
telah dikalibrasi dengan termometer yang
akurasinya telah diketahui. Hasil plotting data
distribusi panas tersebut dapat dilihat pada Gambar
8.4.
Melalui Gambar 8.4 dapat dilihat profil peningkatan
suhu pada setiap bagian retort yang diukur dengan
TMD selama proses pemanasan. Suhu awal proses
rata-rata adalah 32.61 0C, dan setelah uap dialirkan
(steam on), maka setiap bagian retort akan mengalami
peningkatan suhu dengan profil yang ber-beda. Hal ini
menunjukkan bahwa pada bagian awal pemanasan
yaitu pada saat proses venting masih berlangsung,
suhu masih belum merata karena udara masih dalam
proses untuk dikeluarkan dari dalam retort. Ada yang
peningkatan suhunya cepat pada T 6, ada juga yang
sangat lambat seperti pada T10.
Setelah suhu venting tercapai, tampak bahwa suhu
setiap bagian retort telah hampir sama. Setelah vent
ditutup, maka seluruh bagian retort akan men-capai
suhu proses yang telah ditentukan yaitu 118.3 0C.
Waktu tercapinya suhu venting adalah 7 menit, dan
waktu tercapainya suhu proses adalah selama 11
menit. Pada kasus ini, melalui hasil pengujian
distribusi panas di dalam retort uji dapat disimpulkan
bahwa retort telah mengalami proses pemanasan awal
Untuk lebih dalam melihat kondisi distribusi panas di
dalam retort, dilakukan perhitungan suhu maksimum
(Tmax), suhu minimum (Tmin) dan suhu rata-rata
(Trata2) pada data hasil pengujian tersebut. Plot data
suhu minimum dan maksimum tersebut disajikan
pada Gambar 8.5.
Pada gambar tersebut terlihat adanya perbedaan
suhu yang cukup ekstrim pada bagian-bagian retort
pada saat venting dilakukan. Sementara di satu titik
telah tercapai suhu 100 0C, di titik lain suhunya baru
mencapai 37 0C. Walaupun pada kasus ini, suhu
venting telah tercapai pada waktu yang relatif
singkat sekitar 7 menit, bila memungkinkan dapat
dilakukan upaya untuk mempercepat keseragaman
suhu di dalam retort. Upaya perbaikan
pendistribusian panas secara lebih merata dapat
dilakukan baik melalui perbaikan instalasi peralatan
retort, maupun suplai uap yang sebarkan ke dalam
PENGUKURAN PENETRASI PANAS

Penetapan kecukupan proses termal didasarkan atas


dua faktor, yaitu (a) kinetika pemusnahan mikroba
oleh panas, dan (b) kecepatan panas berpenetrasi ke
dalam produk pangan yang dikemas selama proses
termal.
Kinetika pemusnahan mikroba mencakup data nilai
D, nilai Z, nilai letal rate, dan nilai letalitas. Dengan
kata lain, berapa nilai sterilisasi (Fo) yang diinginkan
dengan memperhatikan berapa siklus logaritma atau
S yang ingin diterapkan.
Karakteristik penetrasi panas menggambarkan laju
penentrasi panas ke dalam kemasan dan bahan di
dalamnya selama proses pemanasan dan
pendinginan. Laju penetrasi panas terhadap produk
harus ditentukan dengan percobaan, yaitu dengan
menentukan profil hubungan suhu dan waktu selama
Dalam perhitungan nilai F, proses termal dilakukan
pada suhu konstan. Namun pada kenyataanya,
proses termal di industri, terutama yang
menerapkan sistem batch, proses termal tidak
berlangsung pada suhu konstan, tetapi terjadi
perubahan suhu selama proses pemanasan
(mengikuti pola pindah panas tak tunak atau
unstady state).
Oleh karena itu, nilai Fo tidak didasarkan pada
perhitungan nilai Fo pada suhu konstan, tetapi harus
dihitung berdasarkan total panas yang diterima oleh
mikroba selama proses pemanasan / pendinginan.
Pada prinsipnya, proses pemanasan pada suhu
tertentu memiliki efek pembunuhan mikroba (lethal
effect), yang biasanya dinyatakan dengan nilai
letalitas (lethal value atau L).
Untuk menghitung nilai sterilitas selama proses,
maka perlu diketahui profil pindah panas dari
medium pemanas ke dalam bahan, yaitu dengan
Profil pindah panas akan dipengaruhi oleh faktor-
faktor seperti karakteristik produk (bersifat konveksi
atau konduksi), jenis dan ukuran kemasan, dan jenis
medium pemanas. Pengukuran profil pindah panas
ini dilakukan pada titik terdingin dari kemasan pada
lokasi terdingin di dalam retort. Lokasi terdingin di
dalam retort diperoleh dari hasil pengukuran
distribusi panas
Selama operasi retort, maka akan terjadi 3 fase,
yaitu (a) fase venting dan come-up-time (CUT); (b)
fase pemasakan atau proses pemanasan; dan (c)
fase pendinginan. Dalam mengevaluasi proses panas
yang diterapkan dalam proses pengalengan pangan,
maka perlu dipertimbangkan kontribusi panas
selama fase-fase tersebut. Oleh karena itu, perlu
diukur laju penetrasi panas ke dalam kemasan
selama fase-fase tersebut.
Data penetrasi panas digunakan untuk menentukan
kurva hubungan antara suhu bahan terhadap waktu
selama proses termal, mulai dari tahap pemanasan,
holding hingga pendinginan.
Pengukuran data penetrasi panas dilakukan dengan
menggunakan termokopel yang dipasang pada titik
terdingin dari kemasan dan dihubungkan dengan
rekorder yang akan mencatat data perubahan suhu
terha-dap waktu.
Titik terdingin atau the coldest point (CP) dari
kemasan adalah titik dari bagian kemasan yang
paling lambat menerima panas selama proses
termal.
Pengukuran penetrasi panas dilakukan pada bagian
retort yang paling lambat menerima panas, yaitu
ditentukan dengan cara mengukur distribusi panas
seba-gaimana telah dibahas terdahulu.
Dengan mengetahui data penetrasi panas, maka
akan dapat diketahui profil perubahan suhu
terhadap waktu dari bahan di dalam retort selama
proses termal, mulai dari tahap pemanasan, holding
pada suhu proses hingga pendinginan.
Data penetrasi panas ini spesifik untuk setiap retort
dan jenis produk tertentu, sehingga data ini perlu
diperoleh untuk digunakan dalam perhitungan
kecukupan proses termal.
Pengujian penetrasi panas ini harus didisain untuk
dapat menguji dengan tepat seluruh faktor kritis
yang berhubungan dengan produk, pengemas dan
proses yang mempengaruhi laju pemanasan.
Dengan diketahuinya data penetrasi panas ini dapat
ditentukan kombinasi perlakuan waktu dan suhu
yang diberikan selama proses pasteurisasi /
sterilisasi yang secara meyakinkan dapat
memberikan efek sterilitas yang cukup (sehingga
produk menjadi awet dan aman untuk dikonsumsi),
tetapi juga tidak berlebihan sehingga tidak
Titik terdingin menjadi perhatian penting dalam
proses termal, karena apabila titik terdingin telah
mendapat pemanasan yang mencukupi, maka titik-
titik lain dalam kemasan dianggap sudah mendapat
panas yang mencukupi pula.
Penentuan titik terdingin produk dapat diperkirakan
dari sifat perambatan panas yang terjadi (konveksi
atau konduksi), bentuk kemasan dan ukuran
headspace.
Gambar 9.1 memperlihatkan titik terdingin dari
perambatan panas secara konduksi dan konveksi di
dalam kaleng silinder.
Titik terdingin kemasan ditentukan oleh
karakteristik pindah panas yang terjadi di dalam
bahan pangan, yaitu apakah bersifat konveksi atau
konduksi.
Pindah panas secara konveksi di dalam kemasan
terjadi karena dua macam, yaitu akibat perubahan
densitas dari cairan yang disebabkan oleh
perubahan suhu pada dinding kaleng (disebut
Proses pindah panas secara konveksi dimulai dari
pindah panas secara konduksi saat menembus
dinding kaleng dan mengenai cairan di bagian
dinding kaleng. Hal ini menyebabkan suhu cairan
pada dinding kaleng meningkat dan densitasnya
menurun sehingga cairan akan bergerak ke atas.
Pada saat cairan ini menyentuh cairan di bagian
headspace, cairan ini akan bergerak ke bagian pusat
kaleng. Sementara itu cairan yang lebih dingin akan
bergerak menggantikan daerah di bagian dinding
kaleng.
Selama proses pindah panas ini, suhu cairan akan
semakin seragam dan menyebabkan driving force
akan semakin kecil, sehingga kecepatan pergerakan
fluida akan semakin menurun.
Dalam proses pindah panas secara konduksi, panas
akan merambat dari dinding kaleng ke pusat kaleng
dari segala arah. Dengan demikian, titik
terdinginnya akan berada di pusat kemasan.
Untuk kasus kemasan berbentuk silinder (misalnya
kaleng), titik terdingin untuk produk pangan
berbentuk cair yang mengalami pindah panas secara
konveksi akan berada di titik tengah di 1/3
ketinggian kaleng bagian bawah kemasan.
Sedangkan untuk produk pangan berbentuk padat
yang mengalami pindah panas secara konduksi, titik
terdingin akan berada di titik tengah pusat kaleng
(lihat Gambar 9.1). Oleh karena itu, ujung
termokopel dipasangkan dipasangkan pada bagian-
bagian tersebut.
Untuk produk yang dikemas dengan pengemas yang
mempunyai bentuk dan bahan lain (seperti pangan
semi-solid), maka posisi titik terdinginnya harus
dicari dengan cara mengukur kecepatan panas pada
seluruh daerah dalam kemasan.
Caranya dengan memasang 2-3 termokopel pada
titik-titik di dalam kemasan yang diduga lambat
menerima panas. Dari pencatatan data profil suhu ini
akan dapat diketahui titik mana yang merupakan
Selama proses pasteurisasi atau sterilisasi berlangsung,
akan terjadi tiga fase perubahan suhu terhadap waktu,
yaitu (a) fase pemanasan (heating), (b) fase holding;
dan (c) fase pendinginan
Terdapat perbedaan profil suhu antara suhu retort dan
suhu bahan seperti dapat dilihat pada Gambar 9.2.
Selama proses fase pemanasan, suhu retort akan
meningkat suhunya sehingga mencapai suhu proses
yang diinginkan. Pada fase ini terdapat tahap venting
Dalam proses sterilisasi, proses venting umumnya
tercapai hingga suhu sekitar 100 0C. Adanya proses
venting ini, kurva pemanasan tidak berbentuk garis
lurus, tetapi membentuk patahan pada suhu 100 0C.
Setelah tahap ini suhu retort meningkat hingga suhu
proses. Keseluruan proses sejak uap dialirkan, venting
hingga suhu retort mencapai suhu yang diinginkan
disebut dengan istilah Come Up Time (CUT).
Fase holding, yaitu mempertahankan suhu retort pada
suhu proses yang diinginkan
Fase pendi-nginan (cooling), yaitu menurunkan suhu
Pada kenyataannya, suhu bahan pangan di dalam
retort akan mencapai suhu yang lebih rendah
dibandingkan suhu retortnya (TR), karena panas
harus berpenetrasi ke wadah dan mencapai titik
terdinginnya.
Gambar 9.2 menunjukkan profil suhu retort (T R) dan
suhu kaleng (TC). Suhu retort berangsur meningkat
hingga mencapai suhu yang diinginkan, yaitu 250 0F.
Setelah mencapai suhu tersebut, suhu retort
dipertahankan selama beberapa waktu (holding),
kemudian didinginkan (cooling). Suhu kaleng pun
meningkat selama proses pemanasan, tetapi selalu
lebih rendah dibanding suhu retortnya.

Anda mungkin juga menyukai