Anda di halaman 1dari 5

Halal Bi Halal

Ajaran Islam dan Kearifan Lokal


H. Muhammad Choirin, Ph.D
Halal bihalal adalah kegiatan silaturahmi dan saling bermaafan. Saling memaafkan
dan shilaturrahim merupakan bagian dari Risalah Islam dan tidak terbatas saat Idul Fitri.
USAI Idul Fitri, biasanya kita mengadakan halal bihalal. Apa makna, arti, atau pengertian halal
bihalal dan bagaimana asal-usulnya?

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan halal bihahal sebagai acara maaf-memaafkan
pada hari Lebaran. Menurut pakar tafsir, Prof Dr Quraish Shihab, halal bihalal merupakan kata
majemuk yang terdiri atas pengulangan kata bahasa Arab halal diapit satu kata
penghubung ba (baca, bi) (Shihab, 1992).

Dikatakan, meski dari bahasa Arab, yakinlah, orang Arab sendiri tidak akan mengerti makna
sebenarnya halal bihalal karena istilah halal bihalal bukan dari Al-Quran, Hadits, ataupun orang
Arab, tetapi ungkapan khas dan kreativitas bangsa Indonesia. Meski tidak jelas asal-usulnya,
hahal bihalal adalah tradisi sangat baik, karena ia mengamalkan ajaran Islam tentang keharusan
saling memaafkan, saling menghalalkan, kehilafan antar-sesama manusia.
Quraish Shihab memberi catatan, tujuan hahal bihalal adalah
menciptakan keharmonisan antara sesama. Kata halal biasanya
dihadapkan dengan kata haram. Haram adalah sesuatu yang
terlarang sehingga pelanggarannya berakibat dosa dan
mengundang siksa. Sementara halal adalah sesuatu yang
diperbolehkan dan tidak mengundang dosa.

Jika demikian, halal bihalal adalah menjadikan sikap kita terhadap


pihak lain yang tadinya haram dan berakibat dosa, menjadi halal
dengan jalan mohon maaf. Bentuknya (halal bihalal) memang khas
Indonesia, namun hakikatnya adalah hakikat ajaran Islam. Halal
Bihalal, yaitu berkumpul untuk saling memaafkan dalam suasana
lebaran, adalah sebuah tradisi khas umat Islam Indonesia.
Sejarah atau asal-mula halal bihalal ada beberapa versi. Menurut sebuah sumber yang dekat
dengan Keraton Surakarta, tradisi halal bihalal mula-mula dirintis oleh KGPAA Mangkunegara I,
yang terkenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa.
Untuk menghemat waktu, tenaga, pikiran, dan biaya, maka setelah salat Idul Fitri diadakan
pertemuan antara Raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana.
Semua punggawa dan prajurit dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri.
Apa yang dilakukan oleh Pangeran Sambernyawa itu kemudian ditiru oleh organisasi-
organisasi Islam, dengan istilah halal bihalal.

Menurut Ensiklopedi Islam, 2000, hingga abad sekarang; baik di negara-negara Arab maupun
di negara Islam lainnya (kecuali di Indonesia) tradisi ini tidak memasyarakat atau tidak
ditemukan. Halal bihalal bukan bahasa Arab. Ensiklopedi Indonesia, 1978, menyebutkan halal bi
halal berasal dari bahasa (lafadz) Arab yang tidak berdasarkan tata bahasa Arab (ilmu
nahwu), sebagai pengganti istilah silaturahmi. Sebuah tradisi yang telah melembaga di
kalangan Muslim Indonesia.
Inti Halal Bihalal adalah silaturahmi dan Saling Memaafkan. Faktanya, halal bihalal merupakan
]
kegiatan silaturahmi atau silaturahim [ dan saling bermaafan. Saling memaafkan
dan menyambung tali silaturrahmi (shilaturrahim) merupakan bagian dari Risalah Islam dan
tidak terbatas saat Idul Fitri.



"Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta
berpalinglah dari orang-orang yang bodoh" (QS. Al-A'raf:199)




"Siapa saja yang ingin diluaskan rizkinya dan dipanjangkan pengaruhnya, maka
sambunglah tali persaudaraan" (HR. Al-Bukhari dan Muslim).




"Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka sambunglah tali
silaturrahmi" (HR. Al-Bukgari)

Anda mungkin juga menyukai