Anda di halaman 1dari 48

GAS GUNUNG API DIENG

BAHAYA & MITIGASI

OLEH :
BIMA SAKTI
NIM 410012113
PENDAHULUAN
No. Lokasi Cara Pencapaian
dari Wonosobo
Komplek Dieng/Pos Pengamatan (Kab.Banjar
gunungapi, Desa Karang tengah Negara),kendaraan roda
1 Kec.Batur empat
Dengan kendaraan roda
2 Telaga Menjer empat
3. G.Bisma Dari Sikunanng
4. G.Seroja Dari kampung sembungan
Dari Karang tengah,
5. Kw.Sikidang (2050 m) kendaraan roda empat
Dari Karang tengah,
6. Merdada kendaraan roda empat
Kawasan dataran tinggi Dieng merupakan kawasan Dari Batur, dengan
hasil pembentukan proses vulkanik yang masih terdapat 7. G.Butak dan Telogo Dringo kendaraan bermotor
aktivitas hingga sekarang. Berdasarkan wilayah Dari desa Sembungan atau
administratif, kawasan Dieng termasuk dalam wilayah 8. G. Kendil Parikesit
Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo
Cara Pencapaian
yang memiliki ketinggian tempat berkisar antara Dataran Tinggi Dieng dapat dicapai dari dua arah,
1500-2000 mdpl, dengan curah hujan rata-rata lebih yaitu dari Kota Banjarnegara dengan waktu
dari 3500 mm/tahun, posisi Geografis : 7o12' LS dan tempuh sekitar dua jam dan dari Wonosobo
dengan waktu tempuh 1 jam. Pencapaian kawah
109 o 54' BT . dan tempat lainnya dapat dilihat dalam tabel
berikut:
. Secara umum geologis kondisi fisik lahan sebagian besar merupakan bentukan dan
pengaruh dari aktivitas gunungapi dengan kemiringan lahan mulai dari datar, curam
hingga sangat curam serta lapisan tanah dari jenis andosol dan regosol yang
memiliki karakteristik mudah tererosi dan longsor. Komplek Gunungapi Dieng
merupakan satu kesatuan gunungapi besar yang mengalami letusan dan kehilangan
kalderanya dengan kerucutnya terdiri dari Bisma, Seroja, Binem, Pangonan
Merdada, Pagerkandang, Telogo Dringo, Pakuwaja, Sikunir, dan Prambanan.
Selama ratusan tahun setelah mengalami letusan, kaldera Gunungapi Dieng
kemudian ditumbuhi oleh beberapa kawah dan gunungapi baru yang sampai saat ini
masih bisa dilihat aktivitas keaktifannya melalui pos vulkanologi yang berada di
sekitar daerah tersebut.Daerah komplek Gunungapi Dieng ditutupi oleh endapan
berumur kuarter yang berupa aliran lava, material piroklastik, endapan freatik,
endapan lahar, endapan permukaan dan hasil erupsi Gunungapi Sindoro. Menurut R
Sukhyar (1986),
endapan tersebut dapat dibagi menjadi 5 endapan berdasarkan sumber erupsinya
dengan urutan muda ke tua terdiri dari :
Endapan Permukaan
Endapan Dieng Muda
Endapan Dieng Dewasa
Endapan Dieng Tua
Hasil Erupsi Gunungapi Sindoro
Melihat kondisi fisik tersebut komplek Gunungapi Dieng termasuk gunungapi aktif. Hal ini
dibuktikan dengan aktivitas beberapa kawah yang ada di komplek Gunungapi Dieng.
Kawah-kawah tersebut masih aktif dan mengeluarkan lumpur maupun asap yang
mengepul bebas di udara. Melihat beberapa ciri fisik yang ada diketahui bahwa
komplek Gunungapi Dieng memiliki aktivitas vulkanik yang masih cukup tinggi hingga
saat ini dan cenderung memiliki potensi berupa panas bumi yang dihasilkan dari
aktivitas vulkanik tersebut
aktivitas kawah-kawah yang ada di komplek Gunungapi Dieng juga memiliki
beberapa ancaman yang serius. Gas ataupun mineral yang dihasilkan dari aktivitas
kawah tersebut dapat mengancam kehidupan penduduk yang ada di sekitar kawah
Kegiatan Post Volcanic yang terus terjadi di kompleks Dieng membentuk kawah yang
aktivitasnya berpotensi menimbulkan bencana.
Tingkat kepadatan penduduk rata-rata di Kawasan Dieng hampir mencapai 100
jiwa/km2 dan berladang di sekitar daerah yang masuk dalam zona bahaya aktivitas
gas tersebut. Pengelolaan bencana gas beracun berupa langkah-langkah mitigasi,
kesiapsiagaan, pengurangan dampak bencana sampai dengan langkah pemulihan
yang berupa rekonstruksi dan rehabilitasi pasca bencana sangat di perlukan
FOTO KAWAH YANG ADA DI KOMPLEKS GUNUNG API DIENG
FISIOGRAFI KOMPLEKS GUNUNGAPI DIENG

Komplek Dieng terletak pada zona Serayu Utara yang berumur Tersier, dibatasi sebelah barat
oleh daerah Karangkobar dan sebelah timur oleh daerah Ungaran. Material vulkanik yang
menutupi sebagian wilayahnya berasal dari gunungapi dan letusan kawah yang masih aktif
sejak kala Holosen sampai sekarang. Daerah Dieng termasuk ke dalam cekungan Serayu Utara
bagian tengah, yang secara umum dapat dibagi menjadi 3 yaitu, cekungan Serayu Utara
bagian barat, tengah dan bagian timur. Cekungan serayu utara bagian tengah memiliki
stratigrafi dari tua ke muda yaitu Lapisan Sigugur, Formasi Merawu, Formasi Pengatan, Lapisan
Batugamping Dasar, Formasi Bodas, Formasi Ligung, Formasi Jembangan, Endapan Aluvial dan
Vulkanik Dieng. Stratigrafi tersebut terbagi menjadi 10 unit litologi yaitu lava andesit Prau,
lava andesit Nagasari, lava andesit Bisma, lava andesit Pagerkandang, lava andesit Merdada-
Pangonan, lava andesit Kendil, lava andesit Pakuwaja, lava andesit Seroja, endapan alluvial-
koluvial, satuan teralterasi.
PETA FISIOGRAFI JAWA TENGAH -TIMUR
Satuan geomorfologi di komplek Dieng terbagi menjadi dua yaitu satuan pegunungan
dan satuan dataran tinggi (plato). Satuan pegunungan berupa barisan Gunung Seroja :
gunung Kunir, gunung Prambanan, gunung Pakuwaja dan barisan Dunung Kendil :
gunung Butak, gunung Petarangan, gunung Prau, gunung Patakbanteng, gunung
Jurangrawah, gunung Blumbang, gunung Bisma (kerucut soliter), gunung Nagasari,
semuanya adalah gunungapi strato vulkanik. Satuan geomorfologi berupa plato
berada diantara barisan gunungapi dan kerucut kerucut soliter yang sebagian besar
ditempati oleh material vulkanik.
Sesar dan kelurusan gunungapi pada umumnya berarah Barat LautTenggara dan
Barat-Timur.Sesar vulkanik terdapat di sekitar erupsi.Sektor graben membuka ke arah
barat dan utara Kawah Sileri.Pada sesarsesar muncul manifestasi solfatar dan air
panas.Sesar radial yang dijumpai di selatan Pangoran, dan pada struktur ini muncul
kegiatan solfatar.
KONDISI PENGGUNAAN LAHAN
Pola penggunaan lahan pada daerah dieng sebagian besar berupa tegalan.Selain itu juga
terdapat penggunaan lahan yang berupa kebun, semak belukar, serta sawah tadah hujan
namun dengan prosentase yang sangat kecil. Pola penggunaan lahan semak belukar lebih
dominan di bagian selatan daerah penelitian, yaitu di Kecamatan Kejajar serta sebagian
berada pada bagian Kecamatan Batur dengan luasan proporsi yang hampir sama.
Sedangkan untuk pemukiman memiliki pola yang menyebar tidak merata.
Persebaran pola pemukiman ini disebabkan karena tidak semua wilayah pada daerah kajian
cocok untuk digunakan sebagai kawasan pemukiman. Hal ini dipengaruhi oleh kemiringan
lereng, ketersediaan, adanya pola patahan dan kelurusan, serta dengan pertimbangan
potensi munculnya gas CO2. Sebagian besar daerah penelitian didominasi oleh tegalan tidak
lepas dari pola pemanfaatan lahan masyarakat sekitar.Sebagian besar lahan dimanfaatkan
untuk bercocok tanam, tanaman kentang, serta sayuran lainnya seperti kobis, cabai, dan
wortel.Faktor iklim dengan curah hujan yang cukup tinggi dan tingkat kelembaban yang
sangat tinggi sangat berpengaruh terhadap pola pemanfaatan lahan oleh
masyarakat.Pemanfaatan lahan tegalan untuk bertanam kentang sudah sejak lama dilakukan
oleh penduduk di Kompleks Gunungapi Dieng. Sumber sumber air tawar sebagai suplai air
untuk tanaman diambil dari danau air tawar yang berada di sekitar tegalan tersebut
KONDISI LERENG
Letak daerah penelitian yang berada di pegunungan secara langsung menunjukkan
bahwa daerah penelitian sebagian besar terletak pada kemiringan lereng kelas 31
70%.Perbedaan kelas kemiringan lereng disebabkan oleh perbedaan batuan
penyusun, serta morfologi dari bentuklahan.Pola persebaran lereng sangat
bervariasi, lereng dengan kelas kemiringan tinggi terletak pada bagian pinggir yang
mempunyai topografi lebih tinggi dan terjal, sedangkan pada bagian tengah yang
berupa depresi dan dataran, lebih didominasi oleh lereng dengan kelas kemiringan
lebih rendah Kompleks Gunungapi Dieng terdiri dari sisa sisa hasil letusan
gunungapi pada masa lampau yang berupa lereng lereng yang terjal dan lembah
lembah yang dalam membentuk konfigurasi bentuklahan dengan topografi
bervariasi.Kemiringan lereng yang curam ini sangat berisiko untuk terjadi
longsoran.Selain itu dipicu juga oleh pemanfaatan penggunaan lahan untuk menanam
kentang.Curah hujan yang tinggi juga memicu terjadinya erosi serta longsor dengan
intensitas yang tinggi
KONDISI GEOLOGI

Menurut VSI Kompleks Gunungapi Dieng termasuk dalam tipe gunungapi


strato dengan ketinggian 2.565 mdpal. Pada kawasan gunungapi Dieng
banyak dijumpai Solfatara, fumarola serta banyak kawah. Tipe letusan
kawah kawah yang berada pada daerah ini bersifat freatik pada sebelah
timur , dan pada bagian sebelah barat lebih bersifat magmatik
Kondisi geologi wilayah kajian sebagian Kompleks Gunungapi Dieng didominasi
oleh Batuan Gunungapi Dieng, selain itu juga terdiri dari Batuan Gunungapi
Jembangan, dan batuan Aluvial dan Endapan Danau. Secara genesis, kawasan
Kompleks Gunungapi Dieng dulunya merupakan satu kesatuan. Kompleks
Gunungapi Dieng terdiri dari kelompok gunungapi, diantaranya terdapat Plato
dengan beberapa pusat letusan kecil. Gunungapi Sundoro adalah gunungapi
muda yang terletak disebelah tenggara Dieng dan merupakan peralihan
gunungapi zona tengah. Kompleks gunungapi jembangan sebelah utara Dieng,
terdiri dari gunungapi tua dan depresi volkano tektonik yang dipengaruhi oleh
sesar. Sesar yang terdapat pada Kompleks Gunungapi Dieng terbentang dari
timur sampai ke barat, seperti yang terlihat dalam peta.
SEJARAH GEOLOGI KAWASAN GUNUNGAPI
DIENG Kegiatan gunungapi pada komplek G.Dieng dari
yang tua hingga yang termuda dapat dibagi dalam
tiga episoda yang didasarkan pada umur relatif, sisa
morfologi, tingkat erosi, hubungan stratigrafi dan
tingkat pelapukan.
Formasi pra Kaldera, dindikasikan oleh kegiatan
vulkanik dari Rogo Jembangan, Tlerep, Djimat dan
vulkanik Prau. Produknya tersebar dibagian luar dari
komplek Dieng.
Formasi setelah Kaldera, diperlihatkan oleh aktivitas
vulkanik yang berada didalam kaldera. Diantaranya,
Bisma-Sidede, Seroja, Nagasari, Pangonan, Igir Binem
dan Vulkanik Pager Kandang. Produknya berupa
piroklastik jatuhan yang menyelimuti hampir seluruh
daerah, dikenal juga sebagai endapan piroklastik
daerah Dieng yang tak terpisahkan. Kegiatan saat ini
Peta Kawah-kawah di Kompleks Gunungapi Dieng ditandai oleh lava berkomposisi biotit
andesitberasosiasi dengan jatuhan piroklastik
EPISODA PERTAMA (FORMASI PRA KALDERA)

Produk piroklastika Rogojembangan (Djimat) menutupi daerah utara dan


selatan komplek, kemungkinan terbentuk pada Kuarter bawah (Gunawan,
1968). Kawah Tlerep yang terdapat pada batas timur memperlihat terbuka
kearah selatan membentuk struktur dome berkomposisi hornblende andesit.
Krater vulkanik Prau terletak kearah utara dari Tlerep.Setengah dari kawah
bagian barat membentuk struktur kaldera. Prau vulkanik menghasilkan
endapan piroklastik dan lava andesit basaltis.
EPISODA KEDUA
Beberapa aktivitas vulkanik berkembang didalam kaldera, diantaranya:
G. Bisma, yaitu kawah tua yang terpotong membuka kearah barat, dengan produknya berupa lava dan jatuhan
piroklastik.
G. Seroja memperlihatkan umur lebih muda dengan tingkat erosi selope yang kurang kuat dibandingkan G.Bisma.
Produknya berupa lava berkomposisi andesitis dan endapan piroklastika.
G.Nagasari, yaitu gunungapi composite, terdapat diantara Dieng-Batur dan berkembang dari utara ke selatan
G. Palangonan dan Mardada memiliki kawah yang berlokasi kearah timur dari Nagasari, masih memperlihatkan
morfologi muda (bertekstur halus), serta menghasilkan lava dan endapan piroklastika
G. Pager Kandang (Sipandu) memiliki kawah pada bagian utara. Solfatara dan fumarola tersebar sepanjang
bagian dalam dan luar kawah dengan suhu 74oC, serta batuan lava berkomposisi basaltis, yang tersingkap di
dinding kawah.
G. Sileri, merupakan kawah preatik yang memperlihatkan aktivitas hydrothermal berupa airpanas dan fumarola.
Kawah ini telah aktif sejak dua ratus tahun terahir, menghasilkan piroklastika jatuhan
G. Igir Binem, adalah gunungapi strato yang memiliki dua kawah, disebut dengan telaga warna, yang tingkat
aktivitas hidrothermalnya cukup kuat.
Group G. Dringo-Paterangan terletak didalam daerah depresi Batur, terdiri dari kawah komposite, menghasilkan
lava andesitis dan piroklastik jatuahan.
EPISODA KETIGA (FORMASI PASCA KALDERA)

Aktivitas gunungapi pada episoda ini, menghasilkan lava andesit biotit,


jatuhan piroklastik dan aktivitas hydrothermal
SEJARAH LETUSAN DIENG
Tahun Keterangan
No
1 1786 Kw. Dringo, Korban (?) Sejak tahun 1600, kegiatan
2 1825/1826 Kw. Pakuwojo
G.api Dieng tidak
3 1847 Kawah (?), Hujan abu
memperlihatkan adanya
4 1928 Kw. Timbang, 39 korban meninggal
5 1939 Kw. Timbang, 10 korban meninggal
letusan magmatik, tetapi
6 1944 Kw. Sileri, 114 korban meninggal lebih didominasi oleh aktivitas
7 1964 Kw. Sileri, erupsi lumpur letusan freatik atau
8 1979 Kw. Sinila, erupsi freatik dan gas racun, 149 korban meninggal hydrothermal, sebagaimana
9 1984 Kw. Sileri, semburan lumpur
diperlihatkan oleh beberapa
10 1986 Kw. Sileri, semburan lumpur
aktivitas yang telah
11 1991 & 1992 Peningkatan gempa
diperlihatkan dalam sejarah
12 1993 Kw. Padang Sari, Muncul semburan lumpur
13 1996/1997 Kw. Padang Sari, semburan lumpur
letusan.
14 2003 Kw. Sileri, erupsi freatik
15 2006 Kw. Sileri, erupsi freatik
Jan-09 Kw. Sibanteng, erupsi freatik
16
17 Sep-09 Kw. Sileri, erupsi lumpur
18 Mei 2011 Kw. Timbang munculnya aliran gas CO2 Sumber : Pos Pengamatan Gunungapi Dieng
KARAKTERISTIK SEBARAN GAS DI ZONA BARAT DAN TIMUR
SERTA UPAYA MITIGASI PEMANTAUAN GAS DI KAWASAN
GUNUNG API DIENG
KARAKTERISTIK SEBARAN GAS DI ZONA BARAT
KAWASAN GUNUNGAPI DIENG
Erupsi freatik cukup sering terjadi di dataran tinggi Dieng, hal ini diperlihatkan oleh jumlah
kawah yang terbentuk, yaitu 70 buah dibagian timur dan tengah komplek, serta 30 buah
dibagian barat sector Batur. Sedikitnya 10 erupsi freatik telah terjadi dalam kurun waktu 200
tahun terahir.Letusan freatik inilah yang merupakan bentuk bahaya dari kompleks Gunung Dieng.
Menurut VSI erupsi freatik komplek Dieng dapat dibagi dalam dua katagori:
1.Erupsi tanpa adanya tanda-tanda (precursor) dari seismisitas, yaitu hasil dari proses self
sealing dari solfatar aktif (erupsi hydrothermal).
2.Erupsi yang diawali oleh gempabumi lokal atau regional, atau oleh adanya retakan dimana
tidak adanya indikasi panas bumi di permukaan. Erupsi dari tipe ini umum terjadi di daerah
Graben Batur, sebagaimana diperlihatkan oleh erupsi freatik dari vulkanik Dieng pada Februari
1979. Aktivitas erupsi di komplek Dieng termasuk dalam kategori kedua.
Pengukuran di lapangan dilakukan pada titik-titik
yang ditentukan berdasarkan data sekunder aliran gas dari
Kawah Timbang.Pengukuran ini dilakukan oleh petugas
dari Pos Pengamatan Gunungapi Dieng dengan
menggunakan gas detector pada 3 titik di zona
barat.Berikut beberapa dokumentasi saat pengukuran
dengan menggunakan gas detector di lapangan.
Kisaran Pengukuran Gas CO2 dan Dampak Terhadap Manusia
No CO2 (% Volume) Keterangan
1 < 0.5 Aman
2 > 1.5 Segera dilakukan evakuasi
3 1.5 - 7.99 Sesak nafas, berkeringat, pusing, lemas
4 8 - 14.99 Pusing, mual, kehilangan
kesadaran/pingsan
5 15 - 24.99 Kehilangan kesadaran
Kehilangan kesadaran secara cepat
6 > 25
dan berakibat kematian

Sumber : Rangkuman dari Baxter, 2000; Faivre-Pierret and Le Guern, 1983 dan NIOSH,
1981
Melihat karakteristik kawah di zona barat yang cenderung memiliki erupsi
freatik maka muncul juga karakteristik gas yang keluar dari kawah tersebut
berupa gas H2S. Gas ini merupakan gas berbahaya dan dapat menyebabkan
dampak yang signifikan bagi kehidupan makhluk hidup utamanya manusia atau
penduduk yang tinggal di sekitar wilayah sebaran gas tersebut. Kawah-kawah
yang termasuk ke dalam zona barat diantaranya adalah kawah timbang,
sinila, dan candradimuka.
Berikut disajikan tabel dampak gas H2S terhadap manusia.
No Konsentrasi (PPM) 0 - 2 Menit 2 - 15 Menit 15 - 30 Menit 30 - 60 Menit

Tabel Dampak Gas H2S Terhadap


Dapat dicium Dapat dicium Dapat dicium Dapat dicium
Manusia
1 10 - 50 sebagai telur busuk diijinkan bekerja selama 8 jam
tanpa masker
2 Dapat dicium Dapat dicium Dapat dicium Merangsang syaraf
50 - 100 sebagai telur busuk pernapasan ringan

3 Dapat dicium Batuk-batuk Mata pedih syaraf Merangsang kerongkongan perlu diperhatikan dengan
100 - 150 sebagai telur busuk merangsang pencium lumpuh
mata seksama masingmasing karakteristik
4 Syaraf Merangsang mata Merangsang mata dan gas dan dampaknya. Semakin besar
150 - 250 penciuman dan kerongkongan kerongkongan
lumpuh kadarnya dalam tubuh dan semakin
5 Merangsang mata Mata pedih Merangsang mata Sukar bernapas
syaraf pencium dan kerongkongan
lama terpapar gas maka akan
250 - 350
lumpuh
membuat dampak buruk bagi
6 Merangsang mata Merangsang Sukar bernafas Kepala pusing
350 - 450 syaraf pencium mata dan manusia bahkan dapat mengalami
lumpuh kerongkongan
kematian.
7 Batuk-batuk Tidak Sukar bernafas Kerja jantung Kekuatan tubuh melemah
450 - 600 sadar collapse terganggu meninggal

8 Tidak sadar collapse Meninggal


600 - 1000 meninggal

Sumber : Pos Pengamatan Gunungapi Dieng


KARAKTERISTIK SEBARAN GAS DI ZONA TIMUR
KAWASAN GUNUNGAPI DIENG
Karakteristik sebaran gas di zona timur kawasan gunungapi Dieng juga
memiliki karakteristik yang sama dengan zona barat. Namun, pada zona
timur ini sebaran gas yang ada meliputi gas-gas berbahaya berupa H2S dan
SO2. Gas H2S muncul lagi pada zona timur ini disebabkan oleh adanya air
pada kawah zona timur. Kemudian adanya SO2 kemungkinan disebabkan
aktivitas magmatic yang masih bergejolak di bawah kawah. Gas H2S dan
SO2 ini sangat berbahaya bagi manusia jika kadarnya terlalu banyak.
No Macam Gas PPM Keterangan
Karbon Di Udara
Tabel Karakteristik Gas Beracun
1 Monoksida (CO) 50 Tidak Berbau
Tidak Berwarna (Putih Asap)
Karbon Di Udara
2 Dioksida 5000 Tidak Berwarna (Putih Asap)
(CO2) Tidak Berbau
Hydrogen Sulfida Di Udara
(H2S) 20 Tidak Berwarna/Asap
3
Berbau
Amoniak Di Udara
(NH3) 100 Berbau
4
Tidak Berwarna
5 HCN 10 -
H3As 0.05 -
6
Flour Di Udara
0.1
(F2) Berwarna Kuning Muda
7
Asam Di Udara
3
Flourida (HF) Tidak Berwarna/Putih
8

9 Chlour Di Udara
1
(Cl2) Berwarna Kuning Muda
Asam Di Udara
10 5
Khlorida (HCl) Tidak Berwarna/Putih
Asam Cairan Tidak Berwarna
1
11 Sulfat (H2SO4) 1 MG M EXP. 3
Belerang Di Udara

12 Dioksida 5 Tidak Berwarna/Putih


(SO2) Berbau Sumber : Pos Pengamatan Gunungapi Dieng
13 NO2 5 -
Pengukuran Gas di Telaga Warna

Pengukuran di kawah sikidang


Berdasarkan pengukuran di lapangan yang dilakukan di Telaga Warna dan
Kawah Sikidang didapatkan hasil bahwa di kedua tempat tersebut didominasi
oleh gas H2S dan SO2. Gas tersebut berada di dalam tanah dan keluar dari
kawah. Pada lokasi Telaga Warna ditemukan kandungan gas H2S dalam tanah
melebihi ambang batas dan sangat berbahaya bagi manusia.
Kemudian pada lokasi Kawah Sikidang juga ditemukan gas yang didominasi
oleh gas SO2 dengan kadar yang cukup banyak. Apabila terpapar dalam
waktu yang cukup lama maka akan mengakibatkan kondisi yang berbahaya.
Pada kedua lokasi wisata tersebut direkomendasikan untuk memberikan papan
peringatan agar jangan terlalu dekat dengan bibir kawah dan jangan terlalu
lama berada di objek tersebut.
KARAKTERISTIK SEBARAN GAS DI KAWASAN GUNUNGAPI DIENG

Sebaran gas yang ada di kawasan


Gunungapi Dieng tidak selalu
keluar melalui kawah-kawah yang
ada di daerah tersebut. Akan
tetapi juga akan keluar melalui
retakan-retakan tanah di daerah
sekitarnya. Salah satu faktor yang
membuat retakan tanah dapat
terbentuk adalah gempa bumi
yang berada di patahan-patahan
sekitar daerah tersebut
Sesar-sesar mengepung daerah barat dari kawasan Gunungapi Dieng dan ini
mengindikasikan bahwa daerah ini sangat rentan akan keluarnya gas dari
retakanretakan tanah. Apabila aktivitas kawah meningkat maka dapat
dipastikan permukiman yang ada di sekitar kawah maupun sesar tersebut
akan terkena dampak dari aktivitas kawah yaitu dapat berupa gas yang
keluar dari retakan tanah. Kemudian juga daerah-daerah tersebut juga akan
mendapatkan bahaya berupa kerusakan yang cukup parah jika ada gempa
MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI DIENG
Pemantauan kegiatan G. Dieng, dilakukan secara menerus dengan secara visual dan kegempaan
dari Pos Pengamatan Gunungapi Dieng, terletak di desa Karang Tengah (2032 m dpl).
Visual
Pengamatan visual dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kawah-kawahnya, berupa hembusan
asap, bualan lumpur, konsentrasi H2S, perubahan kegiatan solfatara dan fumarola serta suhu
kawah aktif. Pengamatan tersebut dilakukan secara berkala oleh petugas pengamat gunungapi.
Seismik
Pengamatan seismik dilakukan untuk memantau kegiatan gempa vulkanik dan tektonik dengan
menggunakan rekorder PS-2. Lokasi sensor, seismometer L4C, vertikal, ditempatkan di kawah
timbang (07o 11' 54,42" LS dan 109o 50' 26,53" BT ketinggian 1783 m dpl). Sinyal gempa
ditransmisikan ke pos pengamatan dengan radio telemetri
KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI

Kawasan Rawan Bencana III


Kawasan Rawan Bencana III adalah kawasan yang berpotensi keluarnya gas racun terkena endapan base
surge, hujan lumpur dan aliran lumpur. Penyebaran kawasan ini meliputi daerah di sekitar Kawah Timbang,
Telaga Nila dan Sumur Jalatunda. Di sekitar Kawah Timbang banyak dijumpai pemunculan gas racun di
sepanjang rekahan yang berarah relatif utara-selatan, yaitu di sekitar Kawah Timbang, Kali Tempurung dan
Kali Putih. Luas daerah ini sekitar 4,06 km2. Kawasan ini tidak lagi dihuni oleh penduduk setelah kejadian
letusan Kawah Sinila pada tahun 1979. Jalan beraspal yang menghubungkan Desa Pekasiran dan Desa
Serang sudah tidak dipergunakan lagi. Sebagai alternatif telah dibuka jalan yang melewati Dusun Kaliputih
- Desa Sumber dan Dusun Serang yang terletak di sebelah selatan jalan lama. Daerah ini oleh Pemda
melalui surat Gubernur Jawa Tengah tidak boleh dihuni kembali.
Kawasan Rawan Bencana II
Kawasan Rawan Bencana II adalah kawasan yang berpotensi terkena lontaran batu, base surge, hujan lumpur
dan aliran lahar. Kawasan ini meliputi lereng baratdaya Kawah Timbang, di selatan berupa lembah yang cukup
lebar yang wilayahnya melintasi sebagian jalan yang menghubungkan Dusun Kaliputih-Desa Sumber sampai
cabang Kali Putih, di sebelah utara Sinila serta di sebelah timur Sumur Jalatunda. Daerah yang termasuk
kawasan ini adalah Dusun Kali Putih yang termasuk Desa Sumberrejo. Jumlah penduduk Suberrejo sebanyak
5243 jiwa. Di Kecamatan Kejajar terdapat tiga desa yang berada dalam kawasan ini, yaitu Desa Parikesit,
Desa Jojogan dan Desa Sembungan masing berpenduduk 1958, 1274 dan 1116 jiwa.

Kawasan Rawan Bencana I

Kawasan Rawan Bencana I adalah kawasan yang diperkirakan sebagai perluasan dari Kawasan Rawan
Bencana II. Apabila terjadi letusan yang semakin besar. Kawasan ini berpotensi terlanda base surge, hujan
lumpur dan aliran sungai yang melewati Desa Batur, di lembah sungai yang melintasi Desa Sumberrejo dan
lembah sepanjang Kali Puith yang terletak di sektor baratdaya dan selatan Kawah Timbang. Sedangkan di
bagian Timur Kawah Timbang meliputi daerah sepanjang aliran sungai yang ada di sebelah barat Pasurenan.
Daerah yang berada dalam kawasan ini adalah Dusun Kali Putih, Dusun Serang, dusun Simbar, Dea Sumberrejo
dan Kota Kecamatan Batur. Penduduk di kawasan ini berjumlah 14,427 jiwa.
SUMBER:VSIesdm
ANALISIS KERAWANAN BENCANA GAS
Salah satu upaya untuk mengurangi risiko bencana adalah membuat sebuah peta kerawanan.
Pengurangan risiko bencana akan maksimal apabila masyarakat dapat langsung berperan serta.
Elemen risiko dari sebuah bencana tentunya berbeda beda, salah satunya adalah masyarakat
atau penduduk yang tinggal di daerah rawan bencana. Peran serta masyarakat sangat
diperlukan dalam upaya pengurangan risiko, karena warga masyarakat secara langsung dapat
terlibat dalam upaya pengurangan risiko tersebut.
Penanganan bencana erupsi gunungapi berbeda dengan penanganan bencana munculnya gas
beracun.Penanganan bencana gas beracun tidak cukup dengan hanya sebatas tindakan responsif
atau sesaat setelah terjadi bencana. Namun diperlukan pemantauan terus menerus, terhadapa
titik titik munculnya gas beracun tersebut. Gas merupakan sebuah obyek yang mematikan namun
kasat mata, dan tingkat persebarannya tidak dapat diketahui secara pasti.
Peta kerawanan yang dihasilkan dari kombinasi
antara beberapa parameter seperti kejadian
gempa, letak sesar dan kelurusan, arah angin
umum, serta jarak dengan pemukiman serta
data pengukuran lapangan merupakan salah
satu output yang dapat dijadikan sebagai
upaya pengurangan becana.

Sumber : divisi kebencanaan kkl fakultas Geografi UGM & BNPB


Kelas kerawanan III merupakan kelas yang paling tinggi.Kelas kerawanan III
merupakan daerah yang terletak di sekitar lembah yang menjadi jalur gas CO2
dari kawah timbang. Konsentrasi gas CO2 yang terdapat pada wilayah
kerawanan III sangat tinggi dan melebihi ambang batas normal kadar CO2 di
udara. Hasil pengukuran gas CO2 di lapangan pada KRB III menunjukkan bahwa
kadar CO2 dalam tanah melebihi ambang batas, yaitu lebih dari 5%.
Kadar gas CO2 dalam tanah pada KRB III sangat tinggi disebabkan pada
wilayah tersebut banyak gas CO2 yang terjebak ddidalam tanah akibat dari
meletusnya Kawah Timbang.Daerah ini terletak pada lembah yang menjadi jalur
gas CO2 dari Kawah Timbang.Wilayah ini juga terdapat sesar yang mempunyai
potensi untuk keluarnya gas CO2 dari dalam tanah dengan intensitas yang sangat
tinggi apabila terjadi gempa lokal ataupun gempa volkanik.
Wilayah KRB II mempunyai tingkat kerawanan kandungan gas dalam tanah tinggi
dan mempunyai potensi keluarnya gas dari sesar apabila terjadi gempa.Wilayah
KRB II ini lebih luas jika dibandingkan dengan wilayah KRB III.Luas masing masing
KRB ini sesuai dengan peta KRB dari BNPB, selanjutnya dilakukan modifikasi dengan
memperhatikan letak sesar dan sebaran konsentrasi gas CO2.KRB II bukan jalur gas
CO2 namun memiliki potensi terkena gas CO2 yang dihasilkan dari sesar yang
banyak terdapat di dalamnya. Wilayah blok pemukiman yang berpotensi terkena
becana di KRB II ini antara lain Desa Gempol dan Desa Sumberejo.
Wilayah KRB I merupakan wilayah dengan kadungan gas CO2 dalam tanah diluar
ambang batas.Meskipun masuk dalam wilayah KRB I, wilayah ini jauh dari sumber
gas beracun CO2.Wilayah KRB ini mempunyai topografi yang lebih tinggi
dibandingkan wilayah KRB III dan KRB II.Sehingga potensi untuk terkena dampak gas
beracun lebih kecil.Topografi yang tinggi dengan morfologi berbukit menyebabkan
kemungkinan terkena dampak dari gas CO2 semakin kecil. Letak sesar yang berada
di utara menjadi salah satu ancaman dapat mengancam keberadaan pemukiman di
sekitar wilayah KRB I, seperti Desa Pekasiran, Desa Pasurenan, dan Desa Batur.
Sumber: divisi kebencanaan kkl fakultas Geografi UGM & BNPB
EARLY WARNING SYSTEM
Masyarakat dieng dan sekitarnya yang memiliki fenomena alam gas
beracun mampu living harmony with disaster yaitu hidup berdampingan
dengan bencana sehingga ketika bencana gas beracun muncul masyarakat
tidak mengalami kepanikan. Masyarakat mampu membentengi diri dengan
beberapa kearifan lokal sebagai pertanda akan datangya bencana gas
beracun
Salah satunya adalah ketika cuaca mendung dan cukup banyak kabut,
masyarakat mulai membakar ban di sekitar kawah timbang dengan radius
beberapa ratus meter sebagai pertanda keluarnya gas beracun, hingga
saat ini gas beracun banyak dikeluarkan dari kawah Timbang. Saat
pembakaran ban, api tidak akan mati meskipun hujan deras atau angin
namun api akan mati ketika ada gas CO2 sehingga masyarakat
menggunakan cara demikian sebagai pertanda adanya gas CO2 yang
keluar dan telah mencapai jarak tertentu. oleh karena itu masyarakat
segera menyelamatkan diri dengan membawa kain basah sebagai salah
satu alat evakuasi.

SUMBER:VSIesdm
HAL-HAL YANG DAPAT DILAKUKAN PADA SAAT KELUARNYA GAS BERACUN :

Menutup hidung dengan kain basah


Menjahui pusat-pusat keluarnya gas beracun
Segara mencari daerah yang terbuka
Mengikuti jalur evakuasi (jika ada)
Diagram Pengetahuan Lokasi Tempat Tinggal Rawan Bencana

Berdasarkan hasil wawancara terhadap 25 masyarakat di 3 desa


yang rawan gas beracun diantaranya desa kaliputih, desa
sumberejo, dan desa simbar serang didapatkan beberapa data
tentang persepsi masyarakat dalam menghadapi bencana gas
beracun. Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebagian besar
warga yaitu hampir 95% mengetahui bahwa daerah mereka
rawan terhadap bencana gas beracun dan hampir 30%
masyarakat mengetahui asal dari munculnya gas beracun yaitu
dari adanya intensitas maupun besarnya gempa vulkanik atau
rekahan lereng yang terbentuk.

Sumber: KKL III DIVISI KEBENCANAAN UGM


Diagram alasan masyarakat tetap tinggal di dieng

Fenomena gas beracun cukup menganggu kehidupan


masyarakat bahkan terdapat masyarakat yang beranggapan
bahwa gas beracun merupakan sebuah bencana meskipun
demikian masyarakat untuk pindah lokasi rumah namun
menolak. Sebanyak 52% masyarakat yang diwawancara
memberikan alasan tidak akan pindah karena berkaitan
dengan tempat mencari nafkah, 28% masyarakat beralasan
tidak memiliki tanah di lain tempat dan 20% masyarakat
beralasan adanya warisan dari orang tua. Kondisi
permukiman yang sangat dengan kawah maupun tebing
sangat beresiko terkena dampak gas beracun. Oleh
karenanya sosialisasi serta pemantauan kondisi lingkungan
harus senantiasa diperhatikan agar tidak menimbulkan
korban jiwa.
Sumber: KKL III DIVISI KEBENCANAAN UGM
KEINDAHAN ALAM DAN BAHAYA YANG SALING BERDAMPINGAN
DONT BE PANIC

KEEP CALM
AND
RUN DUDE

Anda mungkin juga menyukai