Anda di halaman 1dari 58

REGULASI

OBAT
KELOMPOK 2
KELAS B

Mega Hijriawati 260112170022


Alifa Nur Zaini 260112170036
Sistha Anindita 260112170056
Citra Ayu A 260112170082
Henny Aryani 260112170092
Ghaida Putri S 260112170112

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2017
Peraturan Definisi
Lain & Sejarah
cGMP

Perkembangan
CPOB di GMP di Negara
Indonesia Maju

POKOK BAHASAN
I
DEFINISI DAN
SEJARAH
cGMP
Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan pedoman
DEFINIS tentang cara-cara produksi suatu produk yang baik pada
seluruh rantai produksi mulai dari persiapan material sampai

I cGMP konsumen akhir yang menekankan pengawasan higienitas


pada setiap tahap dalam produksi dan menyarankan
pendekatan HACCP (Hazard Analysis on Critical Control
Point) yang bertujuan untuk meningkatkan keamanan
produk.

GMP juga kadang-kadang disebut sebagai "cGMP". The "c"


singkatan dari "saat ini," mengingatkan produsen bahwa
mereka harus menggunakan teknologi dan sistem yang up-
to-date dalam rangka memenuhi peraturan tersebut.

(WHO, 2014)
1940: Winthrop Chemical Company mengalami kesalahan
produksi, yaitu tablet Sulfatiazol tercampurkan dengan
SEJARAH Fenobarbital. Sebanyak kurang lebih 300 orang meningal
dunia.
cGMP 1941: Food and Drug Administration (FDA) menegakkan dan
merevisi manufacturing and quality control requirement.

1962: Tragedi Thalidomide ribuan bayi terlahir cacat akibat


reaksi efek samping dari pil morning sickness yang diminum
oleh para ibu.
1963: FDA memperkuat regulasi eksperimen pada manusia
dan mengusulkan cara baru bagaimana obat dapat disetujui
dan diregulasi. Pedoman Current Good Manufacturing Practice
(cGMP) pertama kali diperkenalkan oleh FDA.

1967: World Health Organization (WHO) pertama kali


merancang teks GMP.
c 1968: Teks direvisi dan dibahas oleh Komite Ahli WHO Spesifikasi Sediaan
Farmasi.
1971: Teks tersebut kemudian diterbitkan (dengan beberapa revisi) dalam

G bentuk tambahan untuk edisi kedua dari The International Pharmacopoeia.

1978: Sejumlah cedera dan kematian di tahun 1960-an dan 1970-an yang

M disebabkan oleh produk yang terkontaminasi menyebabkan GMP direvisi


pada akhir 1970-an. Peraturan ini mencakup persyaratan untuk prosedur
operasi standar, sistem divalidasi, dan dokumentasi yang ekstensif.

P 1976: Pemeriksaan farmasi di laboratorium pengujian hewan menunjukkan


bahwa studi toksikologi untuk menguji aplikasi obat baru tidak dilakukan
dengan benar. Kekurangan ini menyebabkan berlakunya Good Laboratory
Practices yang bertujuan untuk menjamin kualitas data yang diajukan ke
FDA untuk mendukung keamanan produk baru.

2008: cGMP terakhir direvisi.


(Immel, 2001)
PEMBERLAKUAN cGMP

Amerika Serikat oleh FDA (Food and Drug Administration).

Inggris oleh The Medicines and Healthcare Products Regulatory Agency.

Australia oleh TGA (The Therapeutically Goods Administration).

India oleh Central Drugs Standard Control Organization.

Indonesia menerbitkan CPOB oleh BPOM.

Namun, masih banyak negara-negara belum berkembang tidak memiliki GMPs.

GMPs mengharuskan produsen dan pembuat obat-obatan, peralatan medis, makanan, dan darah (produk
biologis) untuk memastikan bahwa produk mereka aman, murni, dan efektif sebelum memasarkannya.

(Immel, 2001)
MENGAPA GMP PENTING?

Obat dengan kualitas yang buruk dapat mengandung
substansi yang toksik yang tanpa sengaja tercampurkan.
Obat yang mengandung terlalu sedikit atau bahkan tidak
mengandung zat aktif yang seharusnya tersedia tidak akan
memberikan efek samping yang diinginkan.
Kebanyakan negara hanya akan menyetujui impor obat yang
diproduksi mengacu pada standar GMP.

(CFR, 2011)
II
BADAN YANG MENGATUR GMP DI BERBAGAI NEGARA ANTARA LAIN


Good Manufacturing
Practices diberlakukan
di Amerika Serikat
oleh FDA

Di Inggris, Rules and Guidance for


Pharmaceutical Manufacturers
Di Indonesia and distributors diinspeksi
menerbitkan CPOB secara langsung oleh Medicines
oleh BPOM and Healthcare products
Regulatory Agency (MHRA).

Di India oleh Central GMPs yang diberlakukan


Drugs Standard di Australia ialah TGA (the
Control Therapeutically Goods
Organization Administration)
BEBERAPA CONTOH PERKEMBANGAN CPOB DI


NEGARA-NEGARA MAJU

Perkembangan GMP di Amerika Serikat


(USA)

Perkembangan GMP di Australia

Perkembangan GMP di Kanada

Perkembangan GMP di UNI EROPA


cGMP di
Amerika
cGMPs di Amerika Serikat dijalankan oleh
Serikat FDA. cGMPs menjamin proses produksi dan fasilitas.
FDA memeriksa fasilitas manufaktur farmasi dengan
cara menggunakan individu yang telah terlatih yang
bertugas untuk mengevaluasi apakah perusahaan
mengikuti peraturan cGMP atau tidak.
PERKEMBANGAN GMP DI AMERIKA

Awal abad 20

Tidak ada peraturan untuk melindungi masyarakat dari
produk produk yang berbahaya. Pengawet kimia dan
warna beracun yang tidak terkendali. Obat-obatan
dijual tanpa batas.
Adanya regulasi untuk produk biologis (pembelian,
1902 serta pengujian produk yang meliputi pemurnian dan
kekuatan

1906 Food and Drug Administration (FDA) dibentuk

Amandemen Obat Tahun 1962 diresmikan menjadi


1962 Good Manufacturing Practices (GMP).

Mengeluarkan seri dokumen panduan yang


1983 memberikan efek besar pada interpretasi cGMP
Perkembangan Therapeutic Goods Administration (TGA)
meregulasi hal-hal yang berkaitan dengan
GMP di terapeutik melalui berbagai tindakan yang
komprehensif termasuk memastikan efikasi dan
Australia keamanan obat-obatan yang diperbolehkan dijual
di Australia.

Pada tanggal 29 juli 2009, Therapeutic Goods


(Manufacturing Principle) Determination No. 1 of
2009 mengadopsi panduan PIC/S untuk GMP.
Pada tanggal 15 januari 2009 PE-009-8 menjadi
Code of GMP.

Kode ini diperbarui untuk menggantikan


Australian Code of Good Manufacturing Practice
untuk produk obat (16 Agustus 2002) dan untuk
produk tabir surya (1994).
Perkembangan
GMP di The 2009 Code terdiri dari dua
Australia bagian dan lima belas lampiran

Bagian I berlaku untuk pembuatan


produk obat jadi

Bagian II berlaku untuk pembuatan


Active Pharmaceutical Ingredients
(APIs)
Perkembangan Prinsip
GMP di Pemegang lisensi harus memastikan bahwa
Kanada GMP fabrikasi, kemasan, label, distribusi, pengujian,
dan penjualan obat harus mematuhi persyaratan
dan prinsip pemasaran dan tidak menempatkan
konsumen pada resiko akibat tidak memadainya
keamanan dan kualitas.

Regulasi GMP dikembangkan oleh Health Canada


yang digunakan sebagai pedoman GMP yang
berlaku untuk farmasi, radiofarmaka, obat
biologi, dan kedokteran hewan
UNI GMP edisi pertama diterbitkan th 1989
Edisi kedua th 1992 berisi pedoman GMP u/ produk obat-
EROPA obatan yg digunakan manusia dan produk hewan.
Th 2004 GMP diperbaharui dan disesuaikan dg kebutuhan
European Commission, beberapa lampiran ditambahkan
Panduan ini disajikan dalam tiga bagian dan dilengkapi
dengan serangkaian lampiran.
Bagian I mencakup Prinsip-prinsip GMP untuk
pembuatan produk obat-obatan.
Bagian II meliputi GMP untuk zat aktif yang digunakan
sebagai bahan awal.
Bagian III berisi GMP terkait dokumen, yang
menjelaskan peraturan.
UNI Th 2005 re-strukturisasi panduan GMP, yang terdiri dr
EROPA bagian I tentang produk obat yg digunakan manusia dan
hewan, bagian II tentang zat aktif yg digunakan sebagai
bahan awal
Th 2010 pembaharuan dari teks dan pengenalan bagian III
Industri farmasi Uni Eropa mempertahankan standar yang
tinggi mengenai manajemen mutu dalam pengembangan,
pembuatan dan pengawasan produk obat.
Semua negara anggota dan industri sepakat bahwa
persyaratan GMP yang berlaku untuk pembuatan produk
obat hewan adalah sama seperti yang berlaku untuk
memproduksi produk obat untuk digunakan manusia.
III
CPOB
DI INDONESIA
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
DEFINI DEFINI
Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.33.12.12.8195
Tahun 2012 menyatakan bahwa Cara Pembuatan Obat yang
SI CPOB SI CPOB
Baik, yang selanjutnya disingkat CPOB, adalah cara pembuatan
obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang
dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan.

Tujuan Sanksi Administratif


Menjamin obat dibuat secara Peringatan
konsisten, memenuhi persyaratan Peringatan keras
yang ditetapkan dan sesuai
Penghentian sementara kegiatan
dengan tujuan penggunaannya
yang mencakup seluruh aspek Pembekuan sertifikat CPOB
produksi dan pengendalian mutu Pencabutan sertifikat CPOB
Rekomendasi pencabutan izin
industri farmasi
Pada tahun 2013 : POPP CPOB Jilid 1 Pada tahun 2014 : POPP CPOB Jilid 2
SK MENKES RI NO 950/ Ph/ 65/ b 1965 KEPMENKES RI No: 90/Kab/B.VII/1971 ttg
ttg pemeriksaan dan pengwasan Produksi Obat, Kelengkapan dan
produksi dan distribusi obat Perlengkapan Pabrik Farmasi.

KEPMENKES RI No: 4234/A/SK/1971 ttg Dasar-dasar dari Pengawasan


atas mutu Obat-obat dan Cara-cara yang baik dalam Pengawasan
Produksi dan Mutu Obat-obat

KEPMENKES RI No1195/A/SK/IV/1984 ttg KEPMENKES RI No 2787/SK/IX/1986 ttg


Pembentukan Panitia Penyusunan Pembentukan PanitiaPenyusunan
Pedoman CPOB Panduan Operasional CPOB

KEPUTUSAN DIRJEN POM No


KEPMENKES RI No 43/MENKES/SK/II/1988
05411/A/SK/XII/1989 ttg penerapan
sering disebut sebagai CPOB 1988
CPOB 1

Keputusan Kepala BPOM HK Keputusan Kepala BPOM RI no HK


00.05.3.02152 thn 2002 ttg penerapan 00.05.3.0027 thn 2006 ttg Penerapan
Revisi CPOB 2001 CPOB 2006

Peraturan Kepala BPOM RI no


HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 ttg
Penerapan CPOB 2011
PERBEDAAN CPOB 2001, 2006 dan 2012
CPOB 2001 (10 Bab) CPOB 2006 (12 Bab) CPOB 2012 (12 Bab)
1. Ketentuan Umum 1. Menejemen Mutu 1. Menejemen Mutu
2. Personalia 2. Personalia 2. Personalia
3. Bangunan dan 3. Bangunan dan Fasilitas 3. Bangunan dan Fasilitas
Fasilitas 4. Peralatan 4. Peralatan
4. Peralatan 5. Sanitasi dan Higiene 5. Sanitasi dan Higiene
5. Sanitasi dan Higiene 6. Produksi 6. Produksi
6. Produksi 7. Pengawasan Mutu 7. Pengawasan Mutu
7. Pengawasan Mutu 8. Inspeksi Diri dan Audit 8. Inspeksi Diri, Audit Mutu
8. Inspeksi Diri Mutu dan Audit & Persetujuan
9. Penanganan 9. Penanganan Keluhan Pemasok
Keluhan Terhadap Terhadap Produk, 9. Penanganan Keluhan
Obat, Penarikan Penarikan Kembali Produk Terhadap Produk,
Kembali Obat dan dan Produk Kembalian Penarikan Kembali Produk
Obat Kembalian 10. Dokumetasi dan Produk Kembalian
10. Dokumetasi 11. Pembuatan dan Analisis 10. Dokumetasi
Berdasarkan Kontrak 11. Pembuatan dan Analisis
12. Kualifikasi dan Validasi Berdasarkan Kontrak
12. Kualifikasi dan Validasi
PERBEDAAN CPOB 2001, 2006 dan 2012
CPOB 2001 (4 Aneks) CPOB 2006 (7 Aneks) CPOB 2012 (14 Aneks)

1. Pembuatan Produk 1. Pembuatan Produk Steril 1. Pembuatan Produk Steril


Biologi 2. Pembuatan Produk Biologi 2. Pembuatan Obat Produk Biologi
2. Pembuatan Gas 3. Pembuatan Gas Medisinal 3. Pembuatan Gas Medisinal
Medisinal 4. Pembuatan Inhalasi Dosis 4. Pembuatan Inhalasi Dosis Terukur
3. Pembuatan Inhalasi Terukur Bertekanan Bertekanan (Aerosol)
Dosis Terukur (Aerosol) 5. Pembuatan Produk dari Darah atau
Bertekanan (Aerosol) 5. Pembuatan Produk Darah Plasma Manusia
4. Pembuatan Produk 6. Pembuatan Obat Investigasi 6. Pembuatan Obat Investigasi Untuk Uji
Darah Untuk Uji Klinis Klinis
7. Sistem Komputerisasi 7. Sistem Komputerisasi
8. Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat
yang Baik
9. Pembuatan Radiofarmaka
10.Penggunaan Radiasi Pengion dalam
Pembuatan Obat
11.Sampel Pembanding dan Sampel
Pertinggal
12.Cara Penyimpanan dan Pengiriman
Obat yang Baik
13.Pelulusan Parametris
14.Manajemen Risiko Mutu
ASPEK-
1. Manajemen 3. Bangunan dan
ASPEK Mutu
2. Personalia
Fasilisitas
4. Peralatan

CPOB
8. Inspeksi Diri,
Audit Mutu, dan
5. Sanitasi dan 7. Pengawasan
6. Produksi Audit &
Higiene Mutu
Persetujuan
Pemasok

9. Penanganan 11. Pembuatan dan


Keluhan terhadap Analisis 12. Kualifikasi dan
Produk, Penarikan 10. Dokumentasi
Kembali Produk, dan Berdasarkan Validasi
Produk Kembalian Kontrak
1

MANAJEMEN Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat


MUTU diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang
didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar.

Unsur dasar manajemen mutu :


-Sistem mutu
-Pemastian mutu
2

Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi


PERSONALIA dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap
personil hendaklah tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan
untuk menghindarkan risiko terhadap mutu obat. Industri farmasi
harus memiliki struktur organisasi.

Personil Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian


Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu) (CPOB, 2012). Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 51
tahun 2009, industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang apoteker
sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian
mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap produksi Sediaan
Farmasi.
Contoh salah satu struktur organisasi di CPOB

President Director

HRD Manager Plant Manager Marketing Manager Finance Manager

Production QC/Lab PPIC Manager QA Manager


Technical R&D Manager
Manager
Manager Manager

Int. Auditor
Production
Product dev. Lab. Supervisor
Supervisor

Validation Off.
Packaging dev. Microbiology
Packaging
Supervisor
Registration Off. IPC Spv. Product Stability
PERSYARATAN PERSONEL KUNCI

Harus seorang apoteker terdaftar ( Registered Pharmacist)


KEPALA Pengalaman praktis Min. 5 tahun bekerja di bagian Produksi Obat.
BAGIAN Menguasai CPOB
Memiliki pengalaman dan pengetahuan mengenai peralatan yang digunakan
PRODUKSI dalam pembuatan obat

Diutamakan Apoteker
KEPALA Memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam CPOB, In Process Control (IPC),
BAGIAN dan pengujian stabilitas.
Pengalaman praktis Min. 5 tahun bekerja dalam laboratorium analisis kimiawi,
PENGAWASAN pengujian mikrobiologi dan bahan pengemas
MUTU Memiliki pengalaman dalam menyiapkan peralatan laboratorium dan
menggunakan metode termutakhir

Harus seorang apoteker terdaftar ( Registered Pharmacist)


KEPALA Pengalaman praktis Min. 5 tahun bekerja di bagian Produksi Obat.
BAGIAN Memiliki pengetahuan mengenai CPOB baik nasional maupun internasional
PEMASTIAN Memiliki pengetahuan mengenai peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat
dan laboratorium terkini.
MUTU Ketrampilan kepemimpinan (tersertifikasi)
TUGAS UTAMA PERSONEL KUNCI

Bertanggung-jawab atas pelaksanaan pembuatan obat agar obat yang


KEPALA BAGIAN dibuat memenuhi spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan dan dibuat
PRODUKSI sesuai dengan peraturan CPOB dalam batas dan biaya yang telah
ditetapkan

KEPALA BAGIAN
Meluluskan atau menolak bahan awal, bahan pengemas dan produk
PENGAWASAN ruahan menurut spesifikasi yang telah ditetapkan
MUTU

Memantau kinerja sistem mutu dan prosedur serta menilai efektifitasnya


KEPALA BAGIAN dan mendorong perbaikan
Melakukan penilaian terhadap keluhan teknik farmasi dan mengambil
PEMASTIAN keputusan serta tindakan atas hasil penilaian, bila perlu bekerja sama
dengan pihak lain.
MUTU Memastikan penyelenggaraan Program Validasi
Melakukan Pelulusan atau Penolakan akhir/obat jadi
3

BANGUNAN
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus
DAN memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai,
FASILITAS serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik
untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar.
Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian
rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan,
pencemaran silang dan kesalahan lain, serta
memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan
yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang,
penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang
dapat menurunkan mutu obat (CPOB, 2012).
TINGKAT KEBERSIHAN UNTUK PRODUKSI

Nonoperasional Operasional

Kelas Jumlah Maksimum partikel/m3 yang diperbolehkan


5m
0,5m 0,5m 5m

A 3.520 20 3.520 20

B 3.520 29 352.000 29

C 352.000 2.900 3.520.000 29.000

Tidak Tidak
D 3.520.000 29.000
ditetapkan ditetapkan
Tidak Tidak
E 3.520.000 29.000
ditetapkan ditetapkan
PERSYARATAN BANGUNAN
Mempunyai Rencana Induk Pembangunan/Perbaikan (R.I.P) yg sudah disetujui oleh
Badan POM
Adanya pemisahan secara fisik Bangunan/fasilitas untuk sediaan beta laktam
(penisilin) dengan non beta laktam
Untuk pengolahan bahan beracun, sefalosporin, hormon, sitotoksik dan immunosupresif
harus mempunyai fasilitas tersendiri untuk masing-masing produk
Ukuran dan rancang bangun memadai, sesuai dengan aktifitas/ kegiatan industri
Pengaturan tata udara sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan
Dinding, lantai, langit-langit dan pintu harus kedap air, tdk terdapat sambungan dan
mudah untuk dibersihkan (berbentuk lengkung) serta tahan terhadap metode
pembersihan, bahan pembersih (desinfectan) yg digunakan secara berulang
Untuk daerah pengolahan dan pengemasan dihindari pemakaian bahan dari KAYU (atau
diberi cat epoxy/enamel)
Lampu rata dengan langit-langit dan diberi lapisan untuk mencegah kebocoran
Pipa saluran udara dipasang diatas langit-langit atau dikoridor untuk menghindari
penumpukan debu
5
SANITASI
DAN Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah
HIGIENITAS memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran
yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi
dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain
serta seragam dari bets-ke-bets dan untuk
memudahkan pembersihan serta perawatan agar
dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan
debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya
berdampak buruk pada mutu produk
Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi :
PERALATAN
personil,
bangunan,
peralatan dan perlengkapan,
bahan produksi serta wadahnya,
bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang
dapat merupakan sumber pencemaran produk.
Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui
suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan
terpadu (CPOB, 2012). Sanitasi dan higienis yang diatur dalam
pedoman CPOB terbaru adalah terhadap personalia, bangunan,
dan peralatan.
6

PRODUKSI
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan
mengikuti prosedur yang telah ditetapkan yang
dapat menjamin senantiasa menghasilkan obat
jadi yang memenuhi spesifikasi yang telah
ditentukan.
Aspek-aspek Produksi yang Perlu Diperhatikan
Bahan awal In-Process Control (Pengawasan
Validasi Proses Selama Proses)
Pencegahan dan Pencemaran Silang Bahan dan Produk yang Ditolak,
Sistem Penomoran Batch/Lot Dipulihkan, dan Dikembalikan
Penimbangan dan Penyerahan Karantina dan Penyerahan Produk
Jadi
Pengembalian
Catatan Pengendalian Pengiriman
Operasi pengolahan-produk antara Obat
dan produk ruahan
Penyimpanan Bahan Awal, Bahan
Bahan dan Produk Kering Pengemas, Produk Antara, Produk
Produk Cair, Krim, dan Salep Ruahan dan Produk Jadi
(nonsteril)
Bahan Pengemas
Kegiatan Pengemasan
7
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara
PENGAWASAN Pembuatan Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa
produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan
MUTU tujuan pemakaiannya

Pengawasan Mutu mencakup :


pengambilan sampel,
spesifikasi,
pengujian serta termasuk pengaturan,
dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan
bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan,
dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk
diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan
memenuhi persyaratan (CPOB, 2012).
Kegiatan Bagian Pengawasan Mutu yang Dipersyaratkan
dalam CPOB
1. Penanganan baku pembanding
2. Penyusunan spesifikasi dan prosedur pengujian
3. Penanganan contoh pertinggal
4. Validasi
5. Pengawasan terhadap bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi meliputi
spesifikasi, pengambilan contoh, pengujian untuk bahanbahan tersebut, serta in process control
6. Pengujian ulang bahan yang diluluskan
7. Pengujian stabilitas
8. Penilaian terhadap supplier
9. Penanganan terhadap keluhan produk dan produk kembalian
8
Inspeksi Diri,
Audit Mutu, dan Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah
Audit dan semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi
memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah
Persetujuan dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan
Pemasok CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang
diperlukan.
Penyelengara audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi
diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua
atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan
spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya
dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau
suatu tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen
perusahaan.
9
Penanganan PRINSIP
Keluhan terhadap Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan
kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai
Produk dan dengan prosedur tertulis.
Penarikan Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun
suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang
diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif.

Berdasarkan evaluasi obat kembalian digolongkan sebagai


berikut :
Obat kembalian yang memenuhi spesifikasi sehingga dapat
dikembalikan ke persediaan
Obat kembalian yang masih dapat diolah ulang
Obat kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak boleh
diolah ulang.
10

DOKUMENTASI Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi


manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan
bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk
memastikan bahwa tiap personil menerima uraian
tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan
kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya
mengandalkan komunikasi lisan.
11
Pembuatan dan
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus
Analisis dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk
Berdasarkan menghindarkan kesalahpahaman yang dapat
Kontrak menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu
yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara
Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat
secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan
kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus
menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets
produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab
penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu).
12

KUALIFIKASI PRINSIP
DAN
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi
VALIDASI validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian
terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan.
Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses
yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi.
Pada umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk
dipasarkan (validasi prospektif). Dalam keadaan tertentu, jika
hal di atas tidak memungkinkan, validasi dapat juga dilakukan
selama proses produksi rutin dilakukan (validasi konkuren).
Proses yang sudah berjalan hendaklah juga divalidasi (validasi
retrospektif).
Komponen /proses yang memerlukan kualifikasi dan validasi mencakup antara lain:
Konstruksi dan desain bangunan dan fasilitas Prosedur pengolahan induk dan prosedur
Perlatan dan sarana penunjang kritis pengemasan induk
Metode analisis Prosedur pembersihan
Kalibrasi instrumen Sistem komputerisasi
Bahan awal dan prosuk pengemas Personil
Transfer proses produksi dan metode analisis
Peningkatan skala bets

Karakteristik validasi yang umumnya perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :


Akurasi Batas deteksi
Presisi Batas kuantitasi
Ripitabilitas Linearitas
Intermediate precision Rentang
Spesivitas
IV
PERATURAN
LAIN

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799
MENKES/PER/XII/2010 tentang industri farmasi

Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan un melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.

Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang
meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan,
pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan.
Fungsi industri farmasi yaitu pembuatan obat dan/atau bahan obat,
pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan.
Setiap pendirian Industri Farmasi
wajib memperoleh izin industri
Izin Industri Farmasi farmasi dari Direktur Jendral
Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia
Industri farmasi yang membuat obat
Nomor 1799 dan/atau bahan obat yang termasuk dalam
MENKES/PER/XII/2010 golongan narkotika wajib memperoleh izin
khusus untuk memproduksi narkotika
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
Permohonan persetujuan prinsip

dilakukan oleh industri Penanaman Modal


Asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN)

pemohon harus memperoleh Surat Persetujuan


Penanaman Modal dari instansi yang
menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai
Permohonan persetujuan prinsip telah ketentuan peraturan perundang-undangan.
diberikan, pemohon dapat langsung melakukan Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal
persiapan, pembangunan, pengadaan, setelah pemohon memperoleh persetujuan Rencana
pemasangan, dan instalasi peralatan, termasuk Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan
produksi percobaan dengan memperhatikan
ketentuan peraturan perundang-
undangan. Persetujuan prinsip berlaku selama 3
(tiga) tahun.
PERSYARATAN IZIN INDUSTRI
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010

Berbadan usaha berupa perseroan terbatas

Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak

Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat

Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker WNI masing-masing
sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu; dan
Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam
pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian
Pencabutan Surat Izin
Industri Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 13 tahun 1995

Melakukan perluasan tanpa memiliki izin

Melakukan pemindahan lokasi tanpa izin tertulis dari Menteri

Melakukan kerusakan dan pencemaran lingkungan

Melakukan kegiatan industri yang tidak sesuai ketentuan

Perusahaan industri yang tidak menyampaikan informasi industri atau


dengan sengaja menyampaikan informasi industri yang tidak benar.
PELAPORAN INDUSTRI FARMASI
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010

Sekali dalam 1 (satu)


tahun Laporan Industri Laporan Industri
Industri Farmasi wajib Farmasi disampaikan Farmasi sebagaimana
menyampaikan laporan kepada Direktur dimaksud pada huruf
industri secara berkala Jenderal dengan (Point 2) disampaikan
mengenai kegiatan tembusan kepada paling lambat tanggal
usahanya: Sekali dalam Kepala Badan. Laporan 15 Januari. Laporan
6 (enam) bulan, Industri Farmasi dapat dilaporkan secara
meliputi jumlah dan sebagaimana dimaksud elektronik. Direktur
nilai produksi setiap pada (Point 1) Jenderal dapat
obat atau bahan obat disampaikan paling mengubah bentuk dan
yang dihasilkan lambat tanggal 15 isi formulir laporan
Januari dan tanggal 15 sesuai kebutuhan.
Juli
PENGAWASAN DAN PEMBINAAN INDUSTRI
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010
Memasuki setiap tempat yang diduga
digunakan dalam kegiatan pembuatan,
penyimpanan, pengangkutan, dan
Melakukan perdagangan obat dan bahan obat
pemeriksaan untuk memeriksa, meneliti, dan
mengambil contoh segala sesuatu yang
digunakan dalam kegiatan pembuatan,
penyimpanan, pengangkutan, dan
Pengawasan perdagangan obat dan bahan obat
dilakukan oleh
Kepala Badan
Membuka dan
meneliti kemasan
obat dan bahan obat

Memeriksa dokumen atau catatan


lain yang diduga memuat keterangan
Mengambil gambar
mengenai semua kegiatan industri
seluruh fasilitas di
industri tsb
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam
Peraturan ini dapat dikenakan sanksi
administratif berupa:

a. Peringatan secara tertulis Penghentian sementara kegiatan


b. Larangan mengedarkan untuk sementara sebagaimana dimaksud bagian (4) dapat
waktu dan/atau perintah untuk penarikan dikenakan untuk seluruh kegiatan atau
kembali obat atau bahan obat dari sebagian kegiatan. Sanksi administratif
peredaran bagi obat atau bahan obat yang sebagaimana dimaksud pada bagian (1)
tidak memenuhi standar dan persyaratan sampai dengan (4) diberikan oleh Kepala
keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau Badan. Sanksi administratif sebagaimana
mutu. dimaksud pada bagian (5) dan huruf (6)
c. Perintah pemusnahan obat atau bahan diberikan oleh Direktur Jenderal atas
obat, jika terbukti tidak memenuhi rekomendasi Kepala Badan.
persyaratankeamanan,khasiat/kemanfaat
an, atau mutu
d. Penghentian sementara kegiatan
e. Pembekuan izin industri farmasi
f. Pencabutan izin industri farmasi.
DAFTA
CFR. 2011. Current Good Manufacturing Practice For
R Finished Pharmaceuticals; Part 211. United States: US
PUSTA Government Information.
Immel, B.K. 2001. A Brief History of the GMPs for
KA Pharmaceuticals. As published in BioPharm 13 (8), 26
36, 61.
WHO, 2014, WHO Good Manufacturing Practices for
Pharmaceutical Products: Main Principles. Annex 2.
WHO Technical Report Series 986.
Thanks!

Any questions?

Anda mungkin juga menyukai