Anda di halaman 1dari 40

REGULASI INDUSTRI FARMASI

Intan Putri Insyiroh


Irwan Setiawan
Jufri
Kallista Tritama W
Khairina Fadhilawati

Sejarah cGMP
Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan
salah satu faktor untuk memenuhi persyaratan produk
yang bermutu, aman dikonsumsi agar dihasilkan
produk yang sesuai selera konsumen.
GMP merupakan pedoman tentang cara-cara produksi
suatu produk yang baik pada seluruh rantai produksi
mulai dari persiapan material sampai konsumen akhir
yang menekankan pengawasan higienitas pada setiap
tahap dalam produksi dan menyarankan pendekatan
HACCP (Hazard Analysis on Critical Control Point)
yang bertujuan untuk meningkatkan keamanan produk
(Mortimore, 1994).

GMP juga kadang-kadang disebut sebagai
"cGMP". The "c" singkatan dari "saat ini,"
mengingatkan produsen bahwa mereka harus
menggunakan teknologi dan sistem yang up-to-
date dalam rangka memenuhi peraturan tersebut.
Sistem dan peralatan yang digunakan untuk
mencegah kontaminasi, pencampuran, dan
kesalahan yang mungkin telah sering terjadi 20
tahun yang lalu, mungkin sudah tidak memadai
menurut standar pada saat ini. Oleh karena itu
perkembangan GMP dimulai.




Formalisasi praktek manufaktur yang baik dimulai pada
tahun 1960
Pada tahun 1962 Majelis Kesehatan Dunia
menetapkan resolusi tentang keamanan dan
pemantauan obat
Kemudian tahun 1968 dibuatlah Undang-undang tentang
Obat (Inggris) (Undang-undang Parlemen) yang mengatur
pembuatan dan penyediaan obat-obatan
GMP sekarang berlaku di lebih dari 100 negara
mulai dari Afghanistan ke Zimbabwe. Banyak
negara belum berkembang dalam alat-alatnya
bergantung pada Organisasi Kesehatan Dunia.
GMPs diumumkan oleh pihak yang berwenang
(EMA, FDA, TGA, Jepang) dan memiliki
kekuatan hukum.



Good Manufacturing
Practices diberlakukan
di Amerika Serikat oleh
FDA
Di Inggris oleh the
Medicines and
Healthcare Products
Regulatory Agency
GMPs yang diberlakukan
di Australia oleh TGA
(the Therapeutically
Goods Administration)
Di India oleh Central
Drugs Standard Control
Organization
Di Indonesia
menerbitkan CPOB oleh
BPOM
Beberapa contoh perkembangan CPOB
di Negara-negara maju
Perkembangan GMP di Australia

Australia mengenal istilah Therapeutic Goods
Administration (TGA) yang meregulasi hal-hal yang
berkaitan dengan terapeutik melalui berbagai tindakan
yang komprehensif termasuk memastikan efikasi dan
keamanan obat-obatan yang diperbolehkan dijual di
Australia. Komponen kunci dari keseluruhan regulasi TGA
mengenai obat-obatan dan alat kesehatan adalah inspeksi
dari fasilitas manufaktur untuk memastikan proses produksi
dijalankan sesuai dengan prinsip manufaktur yang
dilegalisasi, termasuk Code of Good Manufacturing Practice
(GMP).

GMP dan inspeksi TGA merupakan elemen kunci dari sistem
regulasi Australia untuk menjamin keamanan, kualitas dan
efektivitas dari sejumlah besar obat-obatan yang beredar di
Australia. Program TGA mengenai inspeksi dan re-inspeksi
GMP Manufacturing merupakan cara terbaik untuk
pemerintah Australia sehingga dapat memastikan bahwa
barang-barang terapi diproduksi dengan standar internasional
tertinggi.





Pada tanggal 29 juli 2009, Therapeutic Goods
(Manufacturing Principle) Determination No. 1 of
2009 mengadopsi panduan PIC/S untuk GMP.
Pada tanggal 15 januari 2009 PE-009-8 menjadi
Code of GMP, kecuali Annexes 4, 5 dan 14 yang
tidak diadopsi oleh Australia.

Kode ini diperbarui untuk menggantikan
Australian Code of Good Manufacturing Practice
untuk produk obat (16 Agustus 2002) dan untuk
produk tabir surya (1994).

Perkembangan GMP di Kanada

Prinsip dari GMP Kanada adalah pemegang lisensi harus
memastikan bahwa fabrikasi, kemasan, label, distribusi,
pengujian, dan penjualan obat harus mematuhi persyaratan dan
prinsip pemasaran dan tidak menempatkan konsumen pada
resiko akibat tidak memadainya keamanan dan kualitas.

Regulasi GMP dikembangkan oleh Health Canada yang
digunakan sebagai pedoman GMP yang berlaku untuk farmasi,
radiofarmaka, obat biologi, dan kedokteran hewan

Perkembangan GMP di Amerika Serikat (USA)

GMP di Amerika dilatarbelakangi oleh banyaknya
kasus yang berhubungan dengan produk obat,
misalnya keracunan obat, pemalsuan obat, dsb.
Awalnya, GMP didasarkan pada praktek industri
terbaik. Tetapi, seiring dengan perkembangan
jaman, teknologi dan praktek terus mengalami
peningkatan, begitu juga halnya GMP. GMP alat
kesehatan diberi nama baru; FDA sekarang
menyebutnya Quality System Regulation (QSR).


Perkembangan GMP di Negara Eropa (Uni Eropa)

Perkembangan:
1971 Orange Guide Inggris (guide to good pharmaceutical
manufacturing practice).
1977 & 1983 Edisi lanjutan Orange Guide (Rules and
Guidance for Pharmaceutical Manufactures).
1990 Peran Uni Eropa dalam produksi kefarmasian.
1990an EU Directive 91/356/EEC (Penyamaan GMP Uni
Eropa).
2000an Penerbitan kembali Orange Guide yang berisi
aturan GMP negara-negara Eropa.



CPOB
(Cara Pembuatan Obat yang Baik)
Apa itu
CPOB ?

CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar
mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan
penggunannya; bila perlu dapat dilakukan penyesuaian pedoman
dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap
dicapai.
CPOB (Cara Pembuatan Obat yang
Baik)
Tujuan dan Prinsip
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat dibuat
secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan
tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu
Pelaksanaan CPOB
Penegakan pelaksanaan CPOB dilakukan oleh Badan POM yang mendapat
kewenangan dari Kemenkes. Badan POM memberikan panduan, memastikan
serta mengawasi pelaksanaan CPOB di industri farmasi.
CPOB (Cara Pembuatan Obat yang
Baik) 2012

Manajemen
Mutu
Personalia
Pengawasan
Mutu
Produksi
Bangunan
dan Fasilitas
Peralatan
Sanitasi dan
Higiene
Inspeksi diri dan audit mutu &
persetujuan pemasok
Penanganan keluhan terhadap
produk dan penarikan kembali
produk
Aspek dan Ruang Lingkup
Inspeksi diri dan audit mutu &
persetujuan pemasok
Penanganan keluhan terhadap
produk dan penarikan kembali
produk
Pembuatan dan analisis
berdasarkan kontrak
Kualifikasi dan Validasi
Dokumentasi
BAB 1. MANAJEMEN MUTU
PRINSIP

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar
sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang
tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak
menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak
aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab
untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu Kebijakan Mutu, yang
memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di
dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk
mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan,
diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh
dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan
Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko
Mutu.


BAB 2. PERSONALIA
PRINSIP

Sumber daya manusia sangat penting dalam
pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang
memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu
industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan
personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk
melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah
memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat.
Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta
memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan,
termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan
pekerjaannya.


BAB 3. BANGUNAN DAN FASILITAS
PRINSIP

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus
memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta
disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk
memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan
desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk
memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan
kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan
perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran
silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang
dapat menurunkan mutu obat.


BAB 4. PERALATAN
PRINSIP
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah
memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran
yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi
dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai
desain serta seragam dari bets-ke-bets dan untuk
memudahkan pembersihan serta perawatan agar
dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan
debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya
berdampak buruk pada mutu produk.


BAB 5. SANITASI DAN HIGIENE
PRINSIP

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah
diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang
lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan,
peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta
wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala
sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran
produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah
dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene
yang menyeluruh dan terpadu.


BAB 6. PRODUKSI
PRINSIP

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan
mengikuti prosedur yang telah ditetapkan; dan
memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin
senantiasa menghasilkan produk yang
memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar.


BAB 7. PENGAWASAN MUTU
PRINSIP
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara
Pembuatan Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk
secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua
tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal
pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi.
Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi,
pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan
yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan
bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual,
sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan.
Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi
juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.
Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang
fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan
memuaskan. (Lihat juga Bab 1 Manajemen Mutu)



BAB 8. INSPEKSI DIRI, AUDIT MUTU DAN
AUDIT & PERSETUJUAN PEMASOK

PRINSIP
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.
Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan
dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang
diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci
oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi
penerapan CPOB secara obyektif.

Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu,
pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi
atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan
supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah
didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.



BAB 9. PENANGANAN KELUHAN
TERHADAP PRODUK DAN PENARIKAN


PRINSIP
Semua keluhan dan informasi lain yang
berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan
obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan
prosedur tertulis.
Untuk menangani semua kasus yang
mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila
perlu mencakup penarikan kembali produk yang
diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara
cepat dan efektif.


BAB 10. DOKUMENTASI
PRINSIP

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi
manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian
yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas
adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil
menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci
sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan
yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi
lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula
Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan
catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara
tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting.


BAB 11. PEMBUATAN DAN ANALISIS
BERDASARKAN KONTRAK
PRINSIP

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus
dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk
menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan
produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak
harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab
dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus
menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk
untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala
bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).


BAB 12. KUALIFIKASI DAN VALIDASI
PRINSIP

Bab ini menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi
yang dilakukan di industri farmasi. CPOB mensyaratkan
industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang
perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap
aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan
signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang
dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi.
Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan
untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.



Perbedaan CPOB 2006 dan 2012
Aspek dan ruang lingkup CPOB 2006 ada 12 bab,
yaitu :
1. Manajemen mutu
2. Personalia
3. Bangunan dan fasilitas
4. Peralatan
5. Sanitasi dan higiene
6. Produksi
7. Pengawasan mutu
8. Inspeksi diri dan audit mutu
9. Penanganan keluhan terhadap produk, pena-
rikan kembali produk, dan produk kembalian
10. Dokumentasi
11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan kontrak
12. Kualifikasi dan validasi


CPOB 2006
Adapun Aspek dan ruang lingkup CPOB 2012 tetap 12 bab
juga tetapi ada beberapa penambahan :
1. Manajemen mutu
2. Personalia
3. Bangunan dan fasilitas
4. Peralatan
5. Sanitasi dan higiene
6. Produksi
7. Pengawasan mutu
8. Inspeksi diri dan audit mutu & persetujuan
pemasok
9. Penanganan keluhan terhadap produk dan
penarikan kembali produk
10. Dokumentasi
11. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak
12. Kualifikasi dan Validasi

CPOB 2012
Perbedaan CPOB 2006 dan 2012 (2)
Adapun perbedaan Aneks (tambahan/ gabungan/
penjelasan lanjutan) Aneks CPOB 2006 :
Aneks 1 : Pembuatan produk steril
Aneks 2 : Produksi produk biologi
Aneks 3 : Pembuatan gas medisinal
Aneks 4 : Pembuatan inhalasi dosis terukur
bertekanan (Aerosol)
Aneks 5 : Pembuatan produk darah
Aneks 6 : Pembuatan obat investigasi untuk uji klinis
Aneks 7 : Sistem komputerisasi

Secara garis besar perbedaan aspek dan ruang
lingkup tidak begitu banyak selain kata/kalimat yang
berbeda, namun esensinya tidak jauh berubah.
Sedangkan berdasarkan Aneksnya, perbedaan
antara CPOB 2006 dan CPOB 2012 cukup signifikan.
CPOB 2012 mempunyai aneks yang lebih lengkap
dibandingkan CPOB 2006, yaitu dengan
penambahan 7 butir aneks (Aneks 8-Aneks 14
CPOB 2012
CPOB 2006
Aneks 1 : Pembuatan produk steril
Aneks 2 : Pembuatan obat produk biologi
Aneks 3 : Pembuatan gas medisinal
Aneks 4 : Pembuatan inhalasi dosis terukur
bertekanan (aerosol)
Aneks 5 : Pembuatan produk dari darah atau plasma
manusia
Aneks 6 : Pembuatan obat investigasi untuk uji klinis
Aneks 7 : Sistem komputerisasi
Aneks 8 : Cara pembuatan bahan baku aktif obat
yang baik
Aneks 9 : Pembuatan radiofarmaka
Aneks 10 : Penggunaan radiasi pengion dalam
pembuatan obat
Aneks 11 : Sampel pembanding dan sampel
pertinggal
Aneks 12 : Cara penyimpanan dan pengiriman obat
yang baik
Aneks 13 : Pelulusan parametris
Aneks 14 : Manajemen risiko mutu

CPOTB (Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik)

Definisi CPOTB

CPOTB adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan
obat tradisional yang bertujuan untuk menjamin
agar produk yang dihasilkan senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan
sesuai dengan tujuan penggunaannya


Tujuan CPOTB
Melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang
merugikan dari penggunaan obat tradisional
yang tidak memenuhi persyaratan mutu.
Meningkatkan nilai tambah dan daya saing
produk obat tradisional Indonesia dalam era
pasar bebas.
CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang
Baik)
Definisi CPKB
CPKB meliputi seluruh aspek yang menyangkut
produksi dan pengendalian mutu untuk
menjamin produk jadi kosmetika yang
diproduksi senantiasa memenuhi persyaratan
mutu yang ditetapkan, aman dan bermanfaat
bagi pemakainya.


Tujuan CPKB
Menghasilkan produk
kosmetik yang memenuhi
standar mutu dan keamanan
dan dapat bersaing dalam
era globalisasi
Menghasilkan produk
kosmetik yang memenuhi
standar mutu dan keamanan
dan dapat bersaing dalam
era globalisasi

Peraturan dan perundangan lain yang
terkait dengan Regulasi di farmasi industri
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 43lMenkes/SK/III 1988 Tahun 1988 tentang
Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.
3.02147 tahun 2001 tentang Pembentukan Tim Revisi
Pedoman Cara Tahun Pembuatan Obat Yang Baik
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor HK.00.05.3.02152 tentang
Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang
Baik tahun 2002


Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun
2OOI tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan
Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05 .2I.4231 Tahun 2OO4
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor HK.00.05.3.OO27 Tahun 2006
tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan
Obat Yang Baik Tahun 2006


Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor HK.00.06. 1.34.0387 Tahun 2OO9
tentang Pembentukan Tim Nasional Cara Pembuatan Obat
Yang Baik (CPOB)
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.04.1.33.12.11.09937 Tahun 2011 tentang Tata Cara Sertifikasi
Cara Pembuatan Obat yang Baik
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman
Cara Pembuatan Obat yang Baik
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor HK.04.1.33.02.12.0883 Tahun 2012
tentang Dokumen Induk Industri Farmasi dan Industri Obat
Tradisional Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)



Sekian
dan
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai