Anda di halaman 1dari 27

Efek Tetes Mata Serum Autolog

pada Pasien Mata Kering Terkait Sindrom Sjögren: Evaluasi Klinis


dan Mikroskop Konfokal In Vivo pada Permukaan Mata
Marco R. Aponno

1
Abstrak
• Tujuan: Untuk mengevaluasi perubahan in vivo setelah terapi
menggunakan tetes mata autologous serum (AS) pada mata kering
terkait Sjögren syndrome (SS) dengan mikroskop konfokal.
• Pasien dan metode: Pada studi ini, 24 pasien dengan mata kering
terkait SS [12 dengan terapi tetes mata AS dan 12 dengan terapi AT]
dan 24 relawan sehat direkrut. Ocular Surface Disease Index (OSDI),
ketebalan kornea sentral, tear film, waktu break-up, pewarnaan
kornea dan konjungtiva, tes Schirmer dan mikroskop konfokal kornea
diinvestigasi.

2
Abstrak
• Hasil: Produksi air mata, stabilitas air mata, pewarnaan kornea,
inflamasi, dan ketebalan kornea sentral, sel Langerhans, keratosit
teraktivasi, kepadatan sel epitel intermediet, belitan saraf, jumlah
fomasi seperti manik berbeda-beda diantara pasien dan kontrol
(p<0.0001). Grup AT dan AS memiliki perbedaan pada OSDI, jumlah
cabang, dan jumlah manik-manik (p<0.0001).
• Kesimpulan: tetes mata AS memperbaiki gejala dan temuan pada
mikroskop konfokal pada mata kering terkait SS.

3
Latar Belakang
• Aqueous-deficient dry eye (DE)  Sjögren’s syndrome-associated dry
eye (SSDE) & non-Sjögren’s syndrome-associated dry eye (NSSDE).
• Sindrom Sjögren  penyakit autoimun kronis yang mempengaruhi
kelenjar lakrimal dan saliva.
• Mikroskop konfokal  perubahan morfologi kornea dan konjungtiva
secara in vivo (In vivo confocal microscopy)
• IVCM  bisa terlihat adanya neuropati kornea, penurunan jumlah sel
epitelial, peningkatan sel Langerhans dan keratosit teraktivasi pada
kornea pasien dengan penyakit DE.

4
Latar Belakang
• Serum autolog (AS)  terapi DE • Studi sebelumnya  peningkatan
• AS  mengandung komponen yang signifikan pada tanda dan
penting seperti faktor gejala setelah terapi dengan tetes
pertumbuhan epitelial, TGFβ, mata pada pasien dengan kelainan
vitamin A, trombospondin 2, permukaan mata yang berbeda-
albumin, α-2 makroglobulin, beda
substansi P, insulin-like growth • Objektif utama 
factor 1, IgG, IgA, lisozim, mengindentifikasi mekanisme
• AS  bebas pengawet, dimana tetes mata AS mampu
osmoloalitas dan biokimia mirip air memperbaiki peralihan pada
mata alami epitelium kornea dan pleksus
nervus sub-basal pada pasien
dengan SSDE.
5
Pasien dan Metode
• Studi ini dilakukan dari januari 2013 sampai juli 2014
• 24 empat pasien dengan SSDE, jenis kelamin semua wanita
• Pasien dibagi menjadi dua grup menurut pengobatan yang dilakukan:
• 12 pasien diobati dengan tetes mata AS (grup AS)
• 12 pasien dengan artificial tears (grup AT)
• Pembagian dilakukan dalam urutan acak dengan mengatur 12 pasien
yang diobservasi sebelum Januari 2013 masuk ke grup AT dan 12
pasien dari Januari sampai Juli 2013 masuk ke grup AS.
• Dua puluh empat perempuan dengan usia cocok juga direkrut sebagai
kontrol, jenis kelamin semua wanita
6
Pasien dan Metode
• Informed consent diberikan
• Dilakukan pemeriksaan screening
• Kriteria eksklusi:
• usia <18 tahun,
• ketidakmampuan untuk melengkapi kuesioner atau mengerti prosedur yang akan
dilakukan;
• penggunaan lensa kontak;
• riwayat trauma atau pembedahan mata,
• alergi obat,
• penyekit sistemik atau mata (terkecuali sindrom Sjögren untuk grup AS dan AT);
• penggunanaan obat topikal yang bisa mempengaruhi permukaan kornea dan mata
(terkecuali penggunaan AS atau AT pada masing-masing grup).

7
Pasien dan Metode
• Semua pasien dengan SS menerima terapi dengan hidroksiquinolon
(200 mg, sekali sehari).
• Diagnosis SS dilakukan oleh spesialis reumatologi sesuai kriteria yang
ditentukan oleh grup konsensus Amerika-Eropa
• Diagnosis penyakit DE dibuat berdasarkan hasil tes Schirmer 1, diukur
kurang dari 5mm dengan/tanpa tear film break-up time (TBUT)
kurang dari 10 detik disertai keluhan penyakit mata.
• Tidak ada komplain mengenai iritasi permukaan mata pada grup
kontrol, maupun menunjukkan abnormalitas segmen anterior pada
pemeriksaan biomikroskopik.
8
Pasien dan Metode
• Grup AS diobati dengan tetes mata • Pada semua partisipan dilakukan
AS lima kali sehari selama periode pemeriksaan permukaan kedua
follow-up (1 tahun). mata secara lengkap, termasuk
• Grup AT diobati dengan tetes mata • tes Schirmer,
AT lima kali sehari selama periode • TBUT,
follow-up. • pewarnaan kornea dan konjungtiva,
• ketebalan kornea, dan
• Tidak ada pengobatan topikal yang • analisis IVCM sentral kornea.
dilakukan untuk grup kontrol.
• Kuesioner Ocular Surface Disease
Index (OSDI) digunakan untuk
menilai besar gejala DE pada
partisipan.
9
Pasien dan Metode
• 10 gambar epitel dan stroma • Parameter berbeda diukur
diambil, 5 gambar dengan fokus menggunakan mikroskop
terbaik dianalisa. konfokal sebagai berikut: saraf
• 10 gambar pleksus saraf sub- kornea sub-basal.
basal kornea diambil pada • Kepadatan saraf kornea
kornea sentral, dan lima gambar • Jumlah saraf sub-basal
yang menunjukkan serat saraf • Jumlah cabang saraf sub-basal
sub-basal terbanyak dipilih • Jumlah formasi yang berbentuk
untuk analisis kuantitatif. seperti manik
• Saraf yang berbelit

10
Hasil
• Demografi dan data klinis dan • Floresein kornea dan pewarnanaan
perbandingan antara grup SS dan kontrol lisamin dilakukan pada pasien dengan SS
ditunjukan dalam tabel I. Tidak ada dan menunjukkan hasil berat, tapi tidak di
perbedaan signifikan dalam data dapatkan pada grup kontrol (p<0.0001).
demografi antara kedua grup. • Inflamasi sedang dan berat terdapat pada
• Semua pasien dengan SS memiliki gejala seluruh pasien dengan SS dengan
yang lebih signifikan dibandingkan grup perbedaan signifikan antara grup SS dan
kontrol, dalam penilaian dengan OSDI grup kontrol (p=0.001).
(p<0.0001). • Ketebalan sentral kornea rendah secara
• Produksi air mata rendah secara signifikan signifikan pada pasien dengan SS ketika
pada pasien grup AS dan AT daripada dibandingkan dengan grup kontrol
yang ada di dalam kontrol (p<0.0001). (p<0.0001).
• Stabilitas air mata rendah secara
signifikan pada pasien grup AS dan AT
dibandingkan dengan kontrol (p<0.0001).

11
Hasil

Tabel I. Demografi dan hasil uji klinis penyakit DE dan grup kontrol 12
Hasil
• Perbandingan demografi dan • Tidak ada data klinis yang
data klinis antara grup AS dan AT signifikan secara statistik:
ditunjukkan dalam tabel II. • tidak ada perbedaan produksi air
mata (p=0.8),
• Tidak ada perbedaan signifikan
dalam data demografi antara • tear stability (p=0.025),
grup AS dan AT. • floresein kornea dan pewarnaan
lisain (floresein, p=0.05) (lisamin,
• Data OSDI berbeda secara p=0.07),
signifikan, dengan gejala yang • inflamasi konjungtiva (p=0.14),
kurang pada grup AS (p=0027). dan
• ketebalan korena (p=0.076).

13
Hasil

Tabel II. Demografi san hasil uji klinis grup artificial tears (AT) dan autologous serum
14
(AS)
Hasil
• Tabel III menunjukkan hasil data • Dalam hubungan dengan jumlah dan
mikroskop konfokal grup SS dan kepadatan saraf sub-basal, tidak ada
kontrol. perbedaan yang signifikan yang
ditemukan antara pasien dengan
• Perbedaan signifikan ditemukan penyakit DE dan grup kontrol (jumlah,
pada perbandingan antara p=0.2) (kepadatan, p=0.51).
pasien dan kontrol :
• kelengkungan saraf (p<0.0001),
• jumlah cabang saraf sub-basal
(p<0.0001),
• jumlah formasi seperti manik-
manik (p<0.0001)

15
Hasil

• Tabel III. Hasil pemeriksaan in vivo mikroskop konfokal pada penyakit dry eye (DE) dan grup kontrol
16
Hasil
• Ketebalan sel epitel intermediet • Hasil dan perbandingan antara
rendah secara signifikan pada grup AS dan AT ditunjukkan pada
pasien dengan penyakit DE tabel IV.
daripada grup kontrol (p<0.0001). • Tidak ada pebedaan signifikan
• Kepadatan sel basal epitel antara data konfokal grup AT dan
menunjukkan perbedaan yag tidak AS, dengan pengecualian jumlah
secara statistik signifikan anatara cabang (p<0.0001) dan jumlah
kedua grup (p=0.17). manik (p<0.0001), dimana rendah
• Sel Langerhans dan keratosit pada grup AS.
teraktivasi ditemukan dalam
frekuensi rendah pada pasien
dengan penyakit DE daripada grup
kontrol (Lengerhans, p<0.0001;
keratosit, p<0.0001).
17
Hasil

Tabel IV. Hasil pemeriksaan in vivo mikroskop konfokal pada grup artificial tears (AT) dan grup autologous serum 18
(AS)
Hasil
• Korelasi signifikan ditemukan • Data konfokal berkorelasi
diantara gejala pasien dan uji dengan data klinis: gejala pasien
mata kering standar seperti dalam tes OSDI berkorelasi
TBUT, tes Schirmer. dengan
• Hasil uji mata kering juga berkorelasi • jumlah cabang,
satu sama lain (Tabel V dan VI): • jumlah manik,
• TBUT vs. tes Shirmer, • belitan saraf,
• TBUT vs. lisamin, • kepadatan sel epiel intermediet,
• floresein vs. pewarnaan, dan
• pewarnaan lisamin • jumlah keratosit teraktivasi.

19
Hasil
• TBUT berkorelasi dengan • Hasil tes Schirmer berkorelasi
• jumlah manik-manik, dengan
• belitan saraf, • jumlah manik manik,
• densitas sel epitel intermediet, • belitan saraf,
• jumlah keratosit teraktivasi. • kepadatan sel epitel intermediet,
• jumlah keratosit teraktivasi,
• jumlah sel Langerhans teraktivasi.

20
Hasil
• Pewarnaan Lisamin berkorelasi • Data konfokal juga berkorelasi
dengan satu sama lain
• densitas sel epitel intermediet • Jumlah manik-manik berkorelasi
• jumlah keratosit teraktivasi. dengan jumlah cabang dan belitan
saraf.
• Jumlah keratosit teraktivasi
berkorelasi dengan jumlah sel
Langerhans teraktivasi.

21
Diskusi

Tabel V. Korelasi klinis 22


Diskusi

Tabel VI. Korelasi penemuan mikroskop konfokal in vivo dengan uji klinis23
Diskusi
• Pada studi sebelumnya,  • Metode diagnosis klinis
pasien penyakit DE dengan tradisional tidak memuaskan
etiologi yang berbeda dan terbatas dalam evaluasi
menunjukkan tanda dan gejala penyakit DE
klinis yang meningkat setelah • Penggunaan IVCM
terapi dengan tetes mata AS • pendekatan baru pada studi
• Pada studi ini  untuk morfologi kornea,
menunjukkan perubahaan yang • resolusi yang bisa dibandingkan
terjadi pada permukaan mata dengan pemeriksaan histologi,
setelah penggunaan tetes mata • non-invasif,
AS. • aman
• bisa dipakai kembali
24
Diskusi
• Data yang paling relevan dari • Pada pasien yang diobati dengan
studi ini yaitu perubahan tetes mata AS, perbedaan gejala
permukaan mata setelah terapi terjadi tanpa disertai perubahan
AS, data diambil dengan IVCM. gejala klinis, tetapi ada
• Meskipun dengan tanda klinis perubahan yang terlihat pada
yang sama berat (tes Schirmer, data struktural kornea pada
TBUT, hasil pewarnaan dan IVCM, seperti jumlah formasi
ketebalan kornea), gejala-gejala seperti manik dan jumlah
lebih baik secara signifikan pada cabang saraf sub-basal.
pasien yang diobati dengan tetes
mata AS daripada pasien yang
diobati dengan AT
25
Diskusi
• Keterbatasan studi ini yaitu tidak • Matsumoto et al. & Lopez-Garcia
mengambil data beratnya et al  terapi dengan tetes mata
penyakit DE sebelum terapi AS, bisa menolong dalam
dimulai. penyembuhan keratopati
• Kesimpulan  pasien yang neurotropik dengan membantu
diterapi dengan tetes mata AS, penyembuhan saraf dan
dengan hasil yang sama untuk epitelisasi.
tes Schirmer, TBUT, pewarnaan • Penggunaan tetes mata AS
dan ketebalan kornea, memiliki secara persisten bisa
OSDI yang lebih rendah daripada meningkatkan morfologi kornea
pasien dengan terapi AT secara progresif serta tanda
klinis
26
Terima kasih

27

Anda mungkin juga menyukai