Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

OLEH:
Resmian Puja Kusumawati A.

PEMBIMBING:
dr. Bondan Herwindo, Sp.THT-KL
dr. Selvina M.R. Manurung, Sp.THT-KL
Karsinoma Nasofaring (KNF)
tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi
di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring

kanker kepala dan leher yang paling


banyak diderita di wilayah Asia
Timur dan Asia Tenggara

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA


Karsinoma Nasofaring (KNF)
• China Selatan  20-40 /
100.000
• Malaysia  23,1 / 100.000
• Singapore  15 / 100.000
• Malaysia  9,7 / 100.000
• Vietnam  7,5 / 100.000
• Taiwan  7 / 100.000
• Filipina  6,4 / 100.000

BERDASARKAN RISET KESEHATAN DASAR (RISKESDAS) TAHUN


2007, PREVALENSI TUMOR DI INDONESIA ADALAH 4,3 PER 1000
PENDUDUK

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA


Karsinoma
Nasofaring (KNF)

Kasus kanker kepala dan leher di salah


satu RSUP di Indonesia (448 kasus)
1. Kanker nasofaring (112 kasus)
2. Kanker kelejar getah bening leher (111
kasus)
3. Kanker tiroid 18%,
4. Kanker rongga mulut 13%
5. Kanker kavum nasi & sinus paranasalis 6%
6. Kanker maksila dan mandibula 5%
7. Kanker laring 4%,
8. Kanker parotis 2%
9. Kanker telinga 2%

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA


PENELITIAN DI UNIVERSITAS INDONESIA
 perbandingan jenis kelamin penderita KNF: 70,4% pria dan 29,6% wanita (2,4 : 1)

 umur penderita KNF sangat bervariasi  4 - 91 tahun

 angka insidensi tertinggi pada usia 50-60 tahun di populasi penduduk China

 RSCM : angka insidensi tertinggi pada usia 40-49 tahun

Penanggulangan KNF saat ini


masih merupakan suatu
problem, hal ini dikarenakan
oleh gejala dini yang tidak khas,
serta letak nasofaring yang
tersembunyi, sehingga diagnosis
sering terlambat

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA


Definisi & Epidemiologi KNF

salah satu bentuk keganasan kepala dan leher yang mempunyai


karakteristik yang khas baik secara histologi, epidemiologi dan
biologi

tumor yang berasal dari sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring

pertama kali dilaporkan oleh Regaud dan Schmincke pada tahun 1921

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA


Anatomi dan Fisiologi Faring

Faring merupakan tabung muskular yang berukuran 12,5-14 cm


yang merentang dari bagian dasar tulang tengkorak sampai
esofagus setinggi Vertebra Servikalis VI

Faring terbagi menjadi tiga :


1. Nasofaring
2. Orofaring
3. Laringofaring

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA


Anatomi dan Fisiologi Faring
NASOFARING

 bagian posterior rongga nasal


yang membuka ke arah rongga
nasal melalui dua naris internal
(koana)

 terdapat dua tuba eustacius dan


amandel faring (adenoid)

• STRUKTUR NASOFARING : adenoid, fossa russenmuller, kantong rathke,


torus tubarius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh nervus
glossofaring, nervus vagus dan nervus asesirius spinal saraf kranial dan
vena jugularis interba, bagian petrosus os temporalis dan foramen
laserum dan muara tuba eustachius

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA


Anatomi dan Fisiologi Faring
FUNGSI NASOFARING

saluran udara yang telah dihangatkan dan dilembabkan di dalam cavum nasi
untuk menyalurkannya ke laring dan trakea

menyamakan tekanan udara pada kedua membrane timpani melalui tuba


Eustachii yang berperan penting dalam fungsi pendengaran

peninggian palatum mole hinggaa ke dinding faringeal posterior menjadi


batasan antara nasofaring dengan orofaring, yang mana memiliki fungsi
penting pada kondisi menelan, muntah, dan berbicara

kamar resonansi dalam proses produksi suara

saluran drainase mukus yang disekresikan oleh kelenjar hidung dan


nasofaringeal

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA


Etiologi dan Patogenesis KNF
FAKTOR RISIKO

EKSTERNAL INTERNAL

Bahan kimia virus


Radiasi sistem imun tubuh
genetik
 zat karsinogen

• kebiasaan: merokok
• lingkungan

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA


Etiologi dan Patogenesis KNF

 Agar sebuah kanker bisa terjadi, maka sel-sel yang terkena zat
karsinogen harus mengalami tahap inisiasi dan tahap promosi

 Tahap inisiasi dari kanker  terjadi secara cepat, menimbulkan


kerusakan secara langsung dalam bentuk terjadinya mutasi pada
DNA  mekanisme perbaikan DNA akan mencoba melakukan
perbaikan  kalau gagal  kerusakan tersebut terbawa pada sel
anak yang dihasilkan dari proses pembelahan

 Tahap promosi  perkembangbiakan pada sel yang rusak(sel-sel


mutasi terkena zat karsinogenik  melakukan pembelahan secara
cepat  jeda waktu yang cukup panjang diantara kedua tahapan
tersebut

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA


Klasifikasi Histologis KNF

Terminologi WHO Saat Ini Terminologi Terdahulu

Tipe I (25%) Karsinoma sel skuamosa Karsinoma sel skuamosa

Karsinoma non-keratinising Karsinoma sel transisional

Tipe II (12%) - Tanpa stroma limfoid Karsinoma sel intermediet

- Dengan stroma limfoid Karsinoma limfoepitelial

Karsinoma Undifferentiated Karsinoma anaplastic

- Tanpa stroma limfoid Karsinoma clear cell


Tipe III (63%)
- Dengan stroma limfoid Karsinoma limfoepitelial

Karsinoma sel spindle

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA


Klasifikasi Histologis KNF

Berdasarkan WHO :
- WHO tipe 1 : KSS berkeratin
- WHO tpe 2 : KSS tak
berkeratin
- WHO tipe 3 : KSS tak
berdiferensiasi /
undifferentiated ca

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA


Penegakkan Diagnosis KNF
Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik

Nasal

Otologi

Oftalmoneurologi

Nodus servikal

Metas jauh

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA


Penegakkan Diagnosis KNF
Nasal

 obstruksi nasal
 sekret nasal
 rhinolalia clausa
 epistaksis
Penegakkan Diagnosis KNF
Otologi

 gejala tuli konduktif


 otitis media serosa dan
supuratif
Penegakkan Diagnosis KNF
Oftalmoneurologi  Strabismus dan diplopia (N. VI)
 Oftalmoplegia (N. II, IV, dan VI)
 Nyeri wajah dan penurunan refleks kornea (N.
V)
 Eksoftalmus dan kebutaan (N. II)
 Sindroma foramen jugular (N. IX, X, XI)
 Trias Trotter  tuli konduktif (obstruksi tuba
Eustachii), neuralgia tempoparietal ipsilateral
(nervus V), dan paralisis palatal (nervus X)
Penegakkan Diagnosis KNF
Nodus servikal

Gejala leher :
- Pembesaran kelenjar
limfe leher
Penegakkan Diagnosis KNF
Metastase jauh

- Tulang
- Paru
- Hepar
- Lokasi lainnya
Penegakkan Diagnosis KNF
Gejala dan tanda

 Limfadenopati servikal (sebagian besar, 60-90%)


 Penurunan ketajaman pendengaran
 Obstruksi nasal
 Epistaksis
 Palsy nervus kraniales, kelemahan nervus VI yang
paling banyak ditemui
 Nyeri kepala
 Nyeri telinga
 Nyeri leher
 Penurunan berat badan
Gejala dan tanda

DESKRIPTIF FREKUENSI (%)

Gejala
 Masa pada leher (post nasal drip, discharge, perdarahan, obstruksi) 42
 Hidung (post nasal drip, discharge, perdarahan, obstruksi) 46
 Telinga (tinnitus, discharge, nyeri telinga, kurang pendengaran) 42
 Nyeri kepala 16
 Mata (diplopia, strabismus, kebutaan) 6
 Facial numbness 5
 Gangguan menelan/berbicara 2
 Penurunan berat badan 4
Tanda fisik
 Pembengkakan limfe leher 72
 Pembengkakan limfe bilateral 35
 Pembengkakan limfe hingga ke fossa supraklavikula 12
 Cranial nerve plasy 10
 Kurang pendengaran 3
 Dermatomiositis 1
Penegakkan Diagnosis KNF
Pemeriksaan Penunjang

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
 Hematologik : darah perifer lengkap, LED, hitung jenis
 Alkali fosfatase, LDH
 SGPT – SGOT
Penegakkan Diagnosis KNF
Pemeriksaan Penunjang

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
- CT Scan
- MRI
Melihat metastasis  Foto Thoraks, Bone Scan, USG
Abdomen

PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI


- Biospsi Nasofaring
- Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Penegakkan Diagnosis KNF
Pemeriksaan Penunjang

 Eksplorasi nasofaring dengan anestesi umum


dilakukan jika:

 Dari biopsi dengan anestesi lokal tidak


didapatkan hasil yang positif sedangkan gejala
dan tanda yang ditemukan menunjukkan ciri
karsinoma nasofaring
 Unknown Primary Cancer
Penegakkan Diagnosis KNF
Pemeriksaan Penunjang

PROSEDUR INI DAPAT LANGSUNG


DIKERJAKAN PADA:
 Penderita anak
 Penderita dengan keadaan umum kurang baik
 Keadaan trismus sehingga nasofaring tidak
dapat diperiksa
 Penderita yang tidak kooperatif
 Penderita yang laringnya terlampau sensitif

Dari CT Scan paska kemoradiasi/ CT ditemukan


kecurigaan residu / rekuren, dengan
Nasoendoskopi Nasofaring menonjol
Stadium
 Stadium I
 Stadium II
 Stadium III
 Stadium IV

TNM
Ukuran Tumor
 T0 : tidak tampak tumor di nasofaring
 Tx : tumor tidak dapat dievaluasi
 T1 : tumor terbatas pada satu lokasi nasofaring
 T2 : tumor terdapat pada 2 lokasi atau lebih tetapi masih di
nasofaring
T2a  tanpa perluasan ke ruang parafaring
T2b  dengan perluasan ke parafaring
 T3 : tumor telah keluar dari rongga nasofaring
 T4 : tumor telah keluar dari nasofaring dan mengenai saraf
intrakranial
Kelenjar limfe
 No : tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe leher
 N1 : terdapat pembesaran ipsilateral, masih dapat
digerakkan
 N2 : terdapat pembesaran bilateral masih dapat
digerakkan
 N3 : terdapat pembesaran ipsilateral maupun bilateral,
melekat ke jaringan sekitar
Metastasis jauh

 M0 : tidak terdapat metastasis jauh


 M1 : terdapat metastasis jauh
Stadium T N M

0 Tis N0 M0

I T1 N0 M0

T1 N1 M0

II T2 N0 M0

T2 N1 M0

T1 N2 M0

STADIUM T2 N2 M0

III T3 N0 M0

T3 N1 M0

T3 N2 M0

T4 N0 M0

IVa T4 N1 M0

T4 N2 M0
TERAPI

 Radioterapi
 Radioterapi Kuratif Definitif
 Radioterapi Paliatif
• Kemoterapi (Terapi sitemik kombinasi /
tunggal)  cisplastin, methotrexate
• Dukungan nutrisi
KEMOTERAPI
Jenis kemoterapi :
- Alkylating agents
- Antimetabolit
- Antibiotik
- Vinca Alkaloid
- Taxane
- Topoisomerasi inhibitor
Cara pemberian :
- IV
- Oral
- Intraarterial
- Topikal
- Intrakaviter
SEKIAN

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai