FISIKA RADIODIAGNOSTIK
KELOMPOK 3/ KELAS 2B:
Untuk menghasilkan gambaran MRI dengan kualitas yang optimal sebagai alat diagnostik, maka harus
memperhitungkan hal-hal yang berkaitan dengan teknik penggambaran MRI, antara lain :
a. Persiapan pasien serta teknik pemeriksaan pasien yang baik,
b. Kontras yang sesuai dengan tujuan pemeriksaanya,
c. Artefak pada gambar, dan cara mengatasinya,
d. Tindakan penyelamatan terhadap keadaan darurat.
MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI)
MRI merupakan sebuah modalitas teknik
radiologi yang menggunakan
• magnetisasi,
• radiofrekuensi,
• dan computer
untuk menghasilkan gambaran struktur tubuh.
untuk menghasilkan gambar irisan-irisan
penampang tubuh manusia.
KOMPONEN PESAWAT MRI
1. Magnet utama, dipakai untuk membangkitkan medan magnet
berkekuatan besar yang mampu menginduksi jaringan tubuh sehingga
menimbulkan magnetisasi. Beberapa jenis magnet utama, antara lain :
a. Magnet permanen, terbuat dari beberapa lapis batang keramik ferromagnetik dan
memiliki kuat medan magnet maksimal 0,3 Tesla. Magnet ini di rancang dalam
bentuk tertutup maupun terbuka (C shape) dengan arah garis magnetnya adalah
antero-posterior.
b. Magnet resistif, medan magnet dari jenis resistif dibangkitkan dengan memberikan
arus listrik pada kumparan. Kuat medan magnet yang mampu dihasilkan mencapai
0,3 Tesla.
c. Magnet Super Conductor, magnet ini mampu menghasilkan medan magnet hingga
berkekuatan 0,5 Tesla-3.0 Tesla, dan sekarang banyak dipakai untuk kepentingan
klinik. Helium cair digunakan untuk mempertahankan kondisi superkonduktor agar
selalu berada pada temperatur yang diperlukan.
LANJUTAN KOMPONEN PESAWAT MRI
Untuk menghasilkan gambaran MRI dengan kualitas yang optimal sebagai alat diagnostik, maka harus
memperhitungkan hal-hal yang berkaitan dengan teknik penggambaran MRI, antara lain :
a. Persiapan pasien serta teknik pemeriksaan pasien yang baik,
b. Kontras yang sesuai dengan tujuan pemeriksaanya,
c. Artefak pada gambar, dan cara mengatasinya,
d. Tindakan penyelamatan terhadap keadaan darurat.
5. SINGLE PHOTON EMMISION COMPUTED
TOMOGRAPHY (SPECT)
SINGLE PHOTON EMMISION COMPUTED
TOMOGRAPHY (SPECT)
SPECT pencitraan dilakukan dengan menggunakan kamera gamma untuk mendapatkan beberapa
gambar 2-D (juga disebut proyeksi ), dari berbagai sudut. Sebuah komputer kemudian digunakan untuk
menerapkan rekonstruksi tomografi algoritma ke beberapa proyeksi, menghasilkan kumpulan data 3-D.
Kumpulan data ini kemudian dapat dimanipulasi untuk menunjukkan irisan tipis sepanjang sumbu yang
dipilih dari tubuh, mirip dengan yang diperoleh dari teknik tomografi lain, seperti magnetic resonance
imaging (MRI), X-ray computed tomography (X-ray CT), dan tomografi emisi positron (PET).
SPECT mirip dengan PET dalam penggunaan bahan tracer radioaktif dan deteksi sinar gamma. Berbeda
dengan PET, bagaimanapun, pelacak yang digunakan dalam SPECT memancarkan radiasi gamma yang diukur
secara langsung, sedangkan PET pelacak memancarkan positron yang memusnahkan dengan elektron
hingga beberapa milimeter, menyebabkan dua foton gamma akan dipancarkan dalam arah yang berlawanan.
Sebuah scanner PET mendeteksi ini emisi "bertepatan" dalam waktu, yang menyediakan lebih informasi
acara radiasi lokalisasi dan, dengan demikian, gambar resolusi spasial lebih tinggi dari SPECT (yang memiliki
sekitar 1 resolusi cm). scan SPECT, bagaimanapun, secara signifikan lebih murah daripada scan PET, sebagian
karena mereka mampu menggunakan radioisotop lagi-berumur lebih mudah diperoleh dari PET.
PRINSIP KERJA PESAWAT SPECT
1. Gamma Camera dengan desain khusus.
a. Mempunyai 1, 2 atau 3 detector head.
b. Makin banyak detector head, akuisisi data makin cepat.
2. Rotating Gamma Camera berputar 180°- 360° mengelilingi pasien.
a. Akuisisi data oleh detector. Didapatkan 1 seri gambar matrix dinamic planar. Terdiri dari 64
gambar pada matrix (128 x 128).
b. Untuk mengurangi keterbatasan SPECT (kolimator dan waktu pengambilan data). Maka
dilengkapi dengan dua atau tiga kamera sintilasi yang dapat bergerak mengelilingi pasien.
c. Dengan multi kepala kamera dimungkinkan untuk menggunakan kolimator resolusi relatif
tinggi pada suatu batas kuantum mottle dalam pencitraan dibanding dengan kepala kamera
tunggal (gamma camera).
3. Rekonstruksi data oleh komputer
a. Filtered back Projection
b. Dalam beberapa format : transaxial, sagital, coronal, planar dan 3 dimensi.
6. POSITRON EMISSION TOMOGRAPHY (PET)
POSITRON EMISSION TOMOGRAPHY (PET)
Positron Emission Tomography (PET) Scan merupakan salah satu modalitas kedokteran nuklir, yang
untuk pertama kali dikenalkan oleh Brownell dan Sweet pada tahun 1953. Prototipenya telah dibuat pada
sekitar tahun 1952, sedangkan alatnya pertama kali dikembangkan di Massachusetts General Hospital,
Boston pada tahun 1970. Positron yang merupakan inti kinerja PET pertama kali diperkenalkan oleh PAM
Dirac pada akhir tahun 1920-an. PET adalah metode visualisasi metabolisme tubuh menggunakan
radioisotop pemancar positron. Oleh karena itu, citra (image) yang diperoleh adalah citra yang
menggambarkan fungsi organ tubuh. Fungsi utama PET adalah mengetahui kejadian di tingkat sel yang
tidak didapatkan dengan alat pencitraan konvensional lainnya. Kelainan fungsi atau metabolisme di dalam
tubuh dapat diketahui dengan metode pencitraan (imaging) ini. Hal ini berbeda dengan metode visualisasi
tubuh yang lain seperti foto rontgen, computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI) dan
single photon emission computerized tomography (SPECT).
KOMPONEN PESAWAT PET
1. Detektor
2. Coincidence Processing Unit
3. Sinogram/Listmode Data
4. Image Reconstruction
Sel-sel kanker memiliki tingkat metabolisme yang lebih tinggi dari sel-sel lain. Salah satu karakteristik
adalah bahwa sel-sel kanker memerlukan tingkat yang lebih tinggi glukosa untuk energi. Ini adalah langkah-
langkah proses biologis PET. Positron emisi tomografi (PET) membangun sistem pencitraan medis gambar
3D dengan mendeteksi gamma sinar radioaktif yang dikeluarkan saat glukosa (bahan radioaktif) tertentu
disuntikkan ke pasien. Setelah dicerna, gula tersebut diolah diserap oleh jaringan dengan tingkat aktivitas
yang lebih tinggi / metabolisme (misalnya, tumor aktif) daripada bagian tubuh.
PRINSIP KERJA PESAWAT PET
Sinar Gamma yang dihasilkan ketika sebuah positron dipancarkan dari bahan radioaktif
bertabrakan dengan elektron dalam jaringan. Tubrukan yang dihasilkan menghasilkan sepasang foton
sinar gamma yang berasal dari situs tabrakan di arah yang berlawanan dan terdeteksi oleh detektor
sinar gamma diatur di sekitar pasien.
Detektor PET terdiri dari sebuah array dari ribuan kilau kristal dan ratusan tabung
photomultiplier (PMTS) diatur dalam pola melingkar di sekitar pasien. Kilau kristal mengkonversi
radiasi gamma ke dalam cahaya yang dideteksi dan diperkuat oleh PMTS
lanjutan Prinsip Kerja Pesawat PET
Sinyal-sinyal dari beberapa PMTS harus dijumlahkan, oleh karena itu gabungan sinyal masukan berupa
ultra-high-speed. Sebuah DAC menghasilkan tegangan referensi komparator untuk mengkompensasi offset
DC. Akurasi yang sangat tinggi diperlukan untuk menghasilkan sinyal output komparator dengan waktu
yang berkecepatan tinggi. Sinyal output dari DAC kemudian masuk ke bagian processing unit untuk dikirim
ke image processing.
Dari hasil pendeteksian, dilakukan image reconstruction untuk mendapatkan gambaran sebaran
glukosa di dalam tubuh. Perangkat kamera PET biasanya telah dilengkapi dengan program untuk keperluan
ini, sehingga hasil image reconstruction dapat diperoleh dengan mudah.
LANJUTAN PRINSIP KERJA PESAWAT PET
Kamera PET memiliki kejernihan citra yang lebih baik dibandingkan kamera gamma yang secara umum
digunakan pada kedokteran nuklir. Hal ini dikarenakan pendeteksiannya didasarkan pada coincidence
detection.
Ketika positron dilepaskan dari fluor-18, partikel ini akan segera bergabung dengan elektron dan
terjadilah anihilasi. Dari anihilasi ini dihasilkan radiasi gelombang elektromagnetik dengan energi sebesar
511 V dengan arah berlawanan (180o). Adanya dua buah proton yang dilepaskan secara bersamaan ini
memungkinkannya dilakukan coincidence detection. Pada coincidence detection ini, sinyal yang ditangkap
oleh detektor akan diolah jika dua buah sinyal diperoleh secara bersamaan. Jika hanya satu buah
sinyal yang ditangkap, maka sinyal tersebut dianggap sebagai pengotor.
KESIMPULAN
KESIMPULAN
• Body Section Radiography atau Radiografi Irisan Tubuh merupakan teknik
pemeriksaan radiografi yang memotong tubuh dalam bidang axial, coronal dan
transversal.
• Modalitas dalam body section radiography bermacam-macam, yaitu:
• Tomografi
• Panoramic
• Computed Tomography Scan (CT Scan)
• Magnetic Resonance Imaging (MRI)
• Single Photon Emisson Tomography (SPECT)
• Positron Emission Tomography (PET)
KESIMPULAN
• Cara kerja dari masing-masing modalitas masih mengandalkan radiasi
pengion kecuali modalitas MRI. Adapun prinsip kerja dari masing-masing
modalitas ialah:
• Pada tomografi, panoramic dan CT Scan menggunakan radiasi pengion eksternal berupa sinar-X dan
image receptor/detector yang berputar bersamaan.
• Pada MRI menggunakan medan magnet yang dibangkitkan dari kumparan magnet dan magnet-magnet
ini akan menggetarkan electron dalam tubuh dan energy getaran tersebut akan ditangkan oleh detector.
• Pada SPECT dan PET menggunakan radiasi pengion internal, yang mana radionuklida yang telah dicampur
senyawa pembawa ke masing-masing organ yang selanjutnya disebut radiofarmaka dimasukkan ke dalam
tubuh pasien. Namun pada SPECT radiofarmaka yang dimasukkan memancarkan radiasi gamma
sedangkan pada PET radiofarmaka yang dimasukkan memancarkan radiasi positron. Pada SPECT sinar
gamma akan langsung ditangkap oleh detector yang mengelilingi tubuh. Sedangkan pada PET radiasi
positron akan bertabrakan dengan electron tubuh sehingga terjadi anihilasi dan terbentuk radiasi gamma
yang akan direkam oleh detector.
REFRENSI
• Carlyle, Stewart . 2012. Radiologic Science for Technologists, Ebook Number 1447, Eleventh Edition. US :
Elseiver
• Carter, P.H. and Blackwell, Wiley. 2016. X-ray equipment for student radiographer Fourth edition. Netherlands
: Stenley
• Clark, K.C. 2015. Positioning in Radiography, 13th Edition. London :CRC Press .
• Curry, Thomas S, dll. 1990. Christensen’s Introduction to the Physics of Diagnostic Radiology, 4thedition.
Philadelphia : Lea & Febiger.
• Meredith, W.J. dan J.B. Massey. 2013. Fundamental Physics of Radiology, Third Edition. Butterworth :
Heineman.
• Plaats, G.J. Van Der. 2011. Medical X-Ray Technique, Fourth Revised and Enlarged Edition. Netherlands :
Centrex Publishing Company
• R. Carlton, Richard and McKenna A., Arlene. 2013. Principles of Radiographic Imaging An Art and Science 5th
edition. U.K : Stamford Company