Anda di halaman 1dari 29

PENATALAKSANAAN KOMPLIKASI

REGIONAL ANESTESI
Pembimbing : dr. Eva Susana, Sp. An

Fuchsia Firdausyi Zein


Miranda Audina Irawan
Siti Sahara Andiyanti
ANESTESI REGIONAL

Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh


sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari
satu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi
motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya

Blok sentral Blok perifer


(blok neuroaksial) (blok saraf),
Efek Samping Fisiologis dan Komplikasi
Regional Anestesi
Komplikasi Mayor Regional Anestesi
Komplikasi Lokal
Pada tempat suntikan, apabila saat penyuntikan tertusuk pembuluh darah yang cukup besar, atau apabila
penderita mendapat terapi anti koagulan atau ada gangguan pembuluh darah, maka dapat timbul
hematom. Hematom ini bila terinfeksi akan membentuk abses. Apabila tidak infeksi mungkin saja terbentuk
infiltrat dan akan diabsorbsi tanpa meninggalkan bekas

Tindakan yang perlu adalah konsevatif dengan kompres hangat, atau insisi apabila telah terjadi abses
disertai pemberian antibiotika yang sesuai. Apabila suatu organ end artery dilakukan anestesi lokal dengan
campuran adrenalin, dapat saja terjadi nekrosis yang memerlukan tindakan nekrotomi, disertai dengan
antibiotika yang sesuai
Komplikasi Sistemik
• Penyulit ini terjadi akibat masuknya anestetik lokal ke dalam sirkulasi
sistemik
Overdosis
Penyuntikan yang berulang-ulang tanpa memperhatikan volume dan konsentrasi yang dipakai merupakan salah satu penyebab tersering
terjadinya overdosis. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menjalani operasi yang cukup luas, dimana penderita kurang kooperatif.
Operator sering tanpa menyadari berapa banyak obat anestesi lokal yang telah disuntikkan. Asisten operator berkewajiban mengingatkan
volume yang sudah disuntikkan

Hiperabsorbsi
Penyuntikan anestesi lokal di daerah yang kaya pembuluh darah menyebabkan anestetik lokal cepat diabsorbsi dan beredar ke sirkulasi
sistemik.Daerah muka, leher, axilla, inguinal, perineum memerlukan perhatian karena banyaknya pembuluh darah. Dengan demikian
penyuntikan pada daerah ini diperlukan pengurangan dosis.

Hipersensitif
Dengan dosis yang masih jauh dari maksimal penderita sudah menunjukkan gejala terjadinya komplikasi karena
penderita memang hipersensitif. Sangat sulit dibedakan antara hipersensitif dengan alergi akibat reaksi imunologi.

Intravasasi
Komplikasi terjadi akibat anestetik lokal langsung masuk ke dalam pembuluh darah saat penyuntikan dilakukan. Hal ini
dapat dihindari dengan cara melakukan aspirasi setiap akan menyuntikkan obat
Gejala Komplikasi Sistemik
1. Susunan Saraf Pusat
• Korteks serebri
Pada tingkat korteks serebri manifestasinya dapat berupa stimulasi maupun
depresi.
- Stimulasi dapat berupa gelisah, agitasi, dan bahkan sampai kejang.
Tindakannya adalah dengan menjaga jalan nafas, memberikan oksigen 100%
serta memberikan suntikan anti konvulsi yang tersedia, misal thiopental atau
diazepam. Thiopental dapat diberikan 1-2 mg/kgBB atau 50 mg pada
dewasa. Diazepam dapat diberikan sebesar 5-1 mg. Keduanya diberikan
secara intravena.
- Depresi dari korteks serebri manifestasinya dapat sebagai kantuk, lemas,
kesadaran yang menurun. Berikan oksigen 100% dan segeralah berikan infus
larutan NaCl, Ringer Laktat, atau 2A.
• Medulla
Pada tingkat medulla efek sistemik dari anestetik lokal dapat berupa stimulasi
maupun depresi tergantung tinggi rendahnya kadar anestetik lokal dalam plasma.
- Stimulasi pada pusat kardiovaskular akan manifestasi sebagai hipertensi dan
takikardi. Apabila hal ini terjadi tindakannya adalah dengan memberikan oksigen
serta obat penghambat beta misalnya propanolol. Sedangkan apabila pusat ini
mengalami depresi akan tampak gejala hipotensi dan bradikardi.
- Penderita hendaknya pada posisi trendelenburg, diberikan infus cairan kristaloid,
oksigen serta kalau perlu diberikan vasopresor.
- Stimulasi pada pusat respirasi akan tampak berupa hiperventilasi yang apabila
berlebihan memerlukan pemberian obat seperti pethidin atau morfin. Akan tetapi
apabila pusat respirasi mengalami depresi berupa hipoventilasi, maka tindakan
yang tepat adalah pemberian bantuan nafas serta oksigen.
- Stimulasi pusat muntah akan menimbulkan muntah
2. Efek perifer
• Jantung: bradikardi terjadi akibat depresi langsung pada miokard
• Pembuluh darah: terjadi vasodilatasi pembuluh akibat efek samping
dari obat anestesi lokal pada otot polos pembuluh darah.
Terapi sama dengan bradikardi-hipotensi pada depresi sentral
3. Reaksi alergi
Reaksi ini manifestasinya bermacam-macam, bisa hanya berupa
kemerahan pada kulit, urtikaria, namun dapat pula manifestasinya
berupa reaksi syok anafilaktik. Adrenalin 0,3-0,5 mg i.m merupakan
obat pilihan pertama selain tindakan lainnya seperti buka jalan nafas,
berikan O2, posisi syok, dan infus cairan. Aminofilin adalah obat nomor
satu yang lain. Kortikosteroid dan antihistamin adalah obat penyerta
berikutnya
4. Lain-lain
• Komplikasi lain yang kadang terjadi adalah menggigil dan disarthri
yang penanganannya juga bersifat konservatif berupa pemberian
oksigen dan penenang seperti diazepam
Komplikasi dini
1. Hipotensi
2. Blok spinal tinggi / total
3. Mual dan muntah
4. Penurunan panas tubuh
Komplikasi lanjut
1. Post dural Puncture Headache (PDPH)
2. Nyeri punggung (Backache)
3. Sindrom Cauda Equina
4. Retensi urin
5. Meningitis
6. Spinal hematom
7. Kehilangan penglihatan pasca operasi
Mekanisme Komplikasi Dini Spinal Anestesi

1. Hipotensi. Blok saraf simpatis menyebabkan terjadinya vasodilatasi, sehingga venous return
meningkat, preload menurun, cardiac output ikut menurun, terjadilah hipotensi.

• Pemberian cairan RL 500-1000 ml secara intravena sebelum anestesi spinal dapat menurunkan
insidensi hipotensi atau preloading dengan 1-5 L cairan.
• Autotransfusi dengan posisi head down dapat menambah kecepatan pemberian preload.
• Jika hipotensi tetap terjadi setelah pemberian cairan, maka vasopressr langsung atau tidak langsung
dapat diberikan, seperti efedrin dengan dosis 5-10 mg bolus iv
2. Blok spinal tinggi / total.
Total spinal: blokade medulla spinalis sampai ke servikal oleh suatu obat lokal anestesi.
Faktor pencetus: pasien mengejan, dosis obat lokal anestesi yang digunakan, posisi pasien
terutama bila menggunakan obat hiperbarik. Sesak nafas merupakan gejala utama dari
blok spinal tinggi. Sering disertai mual, muntah, precordial discomfort, dan gelisah. Apabila
blok semakin tinggi, penderita menjadi apneu, kesadaran menurun, disertai hipotensi berat
dan jika tidak ditolong akan terjadi henti jantung.
Terapi:
• Usahakan jalan nafas tetap bebas, kadang diperlukan bantuan nafas lewat face mask.
• Jika depresi pernafasan makin berat perlu segera dilakukan intubasi endotrakeal dan
kontrol ventilasi untuk menjamin oksigenasi yang adekuat. Bantuan sirkulasi dengan
dekompresi jantung luar diperlukan bila terjadi henti jantung.
• Pemberian cairan kristaloid 10-20 ml/kgBB diperlukan untuk mencegah hipotensi.
• Jika hipotensi tetap terjadi atau jika pemberian cairan yang agresif harus dihindari maka
pemberian vasopresor merupakan pilihan seperti adrenalin dan sulfas atropin.
3. Mual, muntah. Terjadi karena hipotensi, adanya aktifitas
parasimpatis yang menyebabkan peningkatan peristaltik usus, tarikan
nervus dan pleksus khususnya nervus vagus, adanya empedu dalam
lambung oleh karena relaksasi pilorus dan sfingter duktus bilaris, faktor
psikologis, maupun hipoksia
Terapi:
• Untuk menangani hipotensi: loading cairan 10-20 ml/kgBB kristaloid
atau pemberian bolus efedrin 5-10 mg iv.
• Oksigenasi yang adekuat untuk mengatasi hipoksia.
• Pemberian anti emetik.
4. Penurunan Panas Tubuh
Terjadi karena sekresi katekolamin ditekan sehingga produksi panas
oleh metabolisme berkurang, maupun adanya vasodilatasi pada
anggota tubuh bawah.
• Terapi:
Pemberian suhu panas dari luar dengan alat pemanas.
Mekanisme Komplikasi
Lanjut Spinal Anestesi
1. PDPH
Disebabkan adanya kebocoran LCS akibat tindakan penusukan spinal yang menyebabkan
penurunan tekanan LCS. Akibatnya terjadi ketidakseimbangan pada volume LCS dimana
penurunan volume LCS melebihi kecepatan produksi. LCS diproduksi oleh pleksus
koroideus yang terdapat dalam sistem ventrikel sebanyak 20 ml/jam. Kondisi ini akan
menyebabkan tarikan pada struktur intrakranial yang sangat peka terhadap nyeri, yaitu
pembuluh darah, saraf, falk serebri, dan meningen, dimana nyeri akan timbul setelah
kehilangan LCS sekitar 20 ml. Nyeri akan meningkat pada posisi tegak dan akan berkurang
bila berbaring. Hal ini disebabkan pada saat berdiri LCS dari otak mengalir ke bawah dan
saat berbaring LCS mengalir kembali ke rongga tengkorak dan akan melindungi otak
sehingga nyeri berkurang.
PDPH ditandai dengan nyeri kepala yang hebat, pandangan kabur dan diplopia,
mual dan muntah, penurunan tekanan darah. Onset terjadinya adalah 12-48 jam
setelah prosedur spinal anestesi.6
Pencegahan dan penanganan:
• Hidrasi dengan cairan yang kuat.
• Gunakan jarum sekecil mungkin (dianjurkan <24) dan menggunakan jarum non
cutting pencil point.
• Hindari penusukan jarum berulang-ulang.
• Tusukan jarum dengan bevel sejajar serabut longitudinal duramater.
• Mobilisasi seawal mungkin.
• Gunakan pendekatan paramedian.
• Jika nyeri kepala tidak berat dan tidak mengganggu aktivitas maka hanya
diperlukan terapi konservatif yaitu bedrest dengan posisi supine, pemberian
cairan intravena maupun oral, oksigenasi adekuat.
• Pemberian sedasi atau analgesi yang meliputi pemberian kafein 300 mg peroral
atau kafein benzoate 500 mg iv atau im, asetaminofen atau NSAID.
• Hidrasi dan pemberian kafein membantu menstimulasi pembentukan LCS.
• Jika nyeri kepala menghebat dilakukan prosedur khusus Epidural Blood Patch
2. Nyeri punggung
Tusukan jarum yang mengenai kulit, otot, dan ligamentum dapat menyebabkan nyeri punggung. Nyeri ini
tidak berbeda dengan nyeri yang menyertai anestesi umum, biasanya bersifat ringan sehingga analgetik
post operatif biasanya bisa menutup anestesi ini. Relaksasi otot yang berlebih pada posisi litotomi dapat
menyebabkan ketegangan ligamentum lumbal selama spinal anestesi. Rasa sakit punggung setelah spinal
anestesi sering terjadi tiba-tiba dan sembuh dengan sendirinya setelah 48 jam atau dengan terapi
konservatif.

penanganan

Dapat diberikan penanganan dengan istirahat, psikologis, kompres panas pada daerah nyeri dan
analgetik antiinflamasi yang diberikan dengan benzodiazepine
3. Sindrom Cauda Equina
Terjadi ketika cauda equina terbuka atau tertekan. Penyebab adalah trauma dan toksisitas. Ketika terjadi
injeksi yang traumatik intraneural, diasumsikan bahwa obat yang diinjeksikan telah memasuki LCS, bahan
obat ini bisa menjadi kontaminan seperti antiseptik atau bahan pengawet yang berlebihan

penanganan

penggunaan obat anestesi lokal yang tidak neurotoksik terhadap cauda equina merupakan salah satu
pencegahan terhadap sindroma tersebut selain menghindari trauma pada cauda equina waktu
melakukan penusukan jarum spinal
4. Retensi Urin
Blokade sentral menyebabkan atonia vesika urinaria sehingga volume urin di vesika urinaria jadi banyak.
Blokade simpati eferen (T5-L1) menyebabkan kenaikan tonus sfingter yang menghasilkan retensi urin.
Spinal anestesi menurunkan 5-10% filtrasi glomerulus, perubahan ini sangat tampak pada pasien
hipovolemia

penanganan

Pasang kateter urin


5. Meningitis

Meningitis aseptik mungkin berhubungan dengan injeksi iritan kimiawi, tetapi jarang terjadi dengan
peralatan sekali pakai dan jumlah larutan anestesi murni lokal yang memadai

penanganan

• Dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat dan obat-obatan yang benar-benar steril.
• Menggunakan jarum spinal sekali pakai.
• Pengobatan dengan pemberian antibiotika yang spesifik.
6. Hematom Spinal
Terjadi akibat trauma jarum spinal pada pembuluh darah di medulla spinalis. Hematom
yang berkembang di kanalis spinalis dapat menyebabkan penekanan medulla spinalis yang
menyebabkan iskemik neurologis dan paraplegi

• Apabila ada kecurigaan maka pemeriksaan MRI, myelografi harus segera


dilakukan dan dikonsultasikan ke ahli saraf.
• Banyak perbaikan neurologis pada pasien spinal hematom yang segera
mendapatkan dekompresi pembedahan (laminektomi) dalam waktu 8-12 jam
7. Kehilangan penglihatan pasca operasi
• Neuropathy optic ischemic anterior (NOIA).
• Penyebabnya karena proses infark pada watershed zone diantara
daerah yang mendapat distribusi darah dari cabang arteri siliaris
posterior brevis dalam koroik kapiler.
• Neuropathy optic ischemic posterior (NOIP).
• Penyebabnya gangguan suplai oksigen pada posterior dari n.optikus
diantara foramen optikum pada apeks orbita dan pada tempat
masuknya arteri retina sentralis dimana n.optikus sangat rentan
terhadap iskemi.
Pencegahan
• Mencegah penekanan pada bola mata selama intraoperatif.
• Meminimalkan terjadinya mikro dan makro emboli selama
cardiopulmonary bypass.
• Mempertahankan nilai hematokrit pada batas normal.
• Menjaga tekanan darah agar stabil.
Daftar Pustaka
• Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Local Anesthetics. In: Clinical Anesthesiology. 4th ed. New York: Mc Graw
Hill Lange Medical Books; 2006, 151-52.
• Soenarjo, Jatmiko HD. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UNDIP. Semarang; 2010.
309.
• Latief SA, Suryadi K. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI. Jakarta;
2002. 107-20.
• Anaesthesia UK. Complications of Regional Anesthesia. Available at:
http://www.frca.co.uk/article.aspx?articleid=100508. Diakses tanggal 22 Februari 2012.
• El-Kassabany N. Complications of Regional Anesthesia. Available at:
http://www.slideshare.net/scribeofegypt/complications-of-regional-anesthesia-7765645. Diakses tanggal 23
Februari 2012.
• MedicaNie. Komplikasi Spinal Anestesi. Available at: http://medicanie.blogspot.com/2010/08/komplikasi-
spinal-anestesi.html. Diakses tanggal 23 Februari 2012.
• Local and Regional Anesthesia. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1831870-print. Diakses
tanggal 24 Februari 2012.
• Regional Anesthesia for Postoperative Pain Control. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1268467-overview#showall. Diakses tanggal 24 Februari 2012.

Anda mungkin juga menyukai