Anda di halaman 1dari 28

ABOUT :

APOTEK RAKYAT, Go-Med, ‘No Pharmacist No Service

Meri Eka Feby A(152210101039)


Kiki Nur A (162210101005)
Sri Yessika Saragih (162210101006)
Annisa Shalihah
(162210101065)
Widiya Wahyu W (162210101074)
Sabda Kartika R(162210101076)
Apotek Rakyat
• Apotek Rakyat :
Apotek Rakyat adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya pelayanan kefarmasian
dimana dilakukan penyerahan obat dan perbekalan kesehatan, dan tidak melakukan
peracikan
• Dasar hukum apotek rakyat :
Permenkes Nomor 284 Tahun 2007 yang diterbitkan oleh Menteri Kesehatan saat itu Siti
Fadilah Supari pada tanggal 8 Maret 2007.

Izin yang mereka kantongi telah dilarang oleh pemerintah setelah terbitnya Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 53 Tahun 2016 yang sudah berlaku sejak 17 November 2016.
TUJUAN APOTEK
RAKYAT

-Memberikan pedoman bagi


toko obat yang ingin
KELEBIHAN APOTEK RAKYAT
meningkatkan pelayanan dan
status usahanya menjadi
Apotek Rakyat.
- Pedoman bagi perorangan
atau usaha kecil yang ingin
mendirikan Apotek Rakyat.
- Melindungi masyarakat
KEKURANGAN APOTEK RAKYAT untuk dapat memperoleh
pelayanan kefarmasian yang
baik dan benar.
pasal 2
pasal I
disebutkan pengaturan apotek rakyat bertujuan untuk:
dijelaskan apotek rakyat adalah 1. Memberikan pedoman bagi toko obat yang ingin
saranakesehatan tempat dilaksanakannya meningkatkan pelayanan dan status usahanya
pelayanan kefarmasian di mana dilakukan menjadi apotek rakyat,
penyerahan obat dan perbekalan kesehatan, 2. Pedoman bagi perorangan atau usaha kecil yang
dan tidak melakukan peracikan. ingin mendirikan apotek rakyat,
3. Melindungi masyarakat untuk dapat memperoleh
pelayanan kefarmasian yang baik dan benar.
pasal 4
pasal 3
disebutkan pedagang eceran obat dapat merubah
disebutkan setiap orang atau badan usaha dapat
mendirikan apotek rakyat. Apotek Rakyat statusnya menjadi apotek rakyat sepanjang memenuhi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan ini.
memiliki izin yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Pedagang Eceran Obat sebagaimana dimaksud pada
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Untuk ayat (1) dapat merupakan 1 (satu) atau gabungan dari
memperoleh izin Apotek Rakyat tidak dipungut paling banyak 4 (empat) Pedagang Eceran Obat
biaya.

Apabila perubahan status dari pedagang eceran obat menjadi apotek


rakyat merupakan gabungan dari beberapa pedagang eceran obat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus :

1. Mempunyai ikatan kerja sama dalam bentuk badan usaha atau


bentuk lainnya
2. Letak lokasi Pedagang Eceran Obat berdampingan, yang
memungkinkan dibawah satu pengelolaan.
pasal 5
pasal 6
disebutkan Apotek Rakyat dalam pelayanan
disebutkan setiap apotek rakyat harus memiliki 1
kefarmasian harus mengutamakan obat generik.
(satu) orang apoteker sebagai penanggung jawab,
Apotek rakyat juga dilarang menyediakan
dan dapat dibantu oleh asisten apoteker.
Narkotika dan Psikotropika, meracik obat dan
menyerahkan obat dalam jumlah besar.
Berdasarkan PP 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan
kefarmasian, pada pasal 5 menyebutkan bahwa pekerjaan
kefarmasian meliputi :

• Pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan sediaan farmasi


• Pekerjaan kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi
• Pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran
sediaan farmasi
• Pekerjaan kefarmasian dalam pelayanan sediaan farmasi
Permenkes No 9 Tahun 2017 tentang Apotek, dalam pasal 3 :
disebutkan bahwa apoteker dapat mendirikan apotek, dan
harus memenuhi persyaratan yang ada, salah satunya adalah
mengenai bangunan apotek.

Dalam peraturan mengenai bangunan apotek, pada pasal 7 :

apotek harus memiliki sarana ruang yang berfungsi sebagai tempat untuk pelayanan resep dan peracikan.

Namun, pada peraturan di Apotek Rakyat, peracikan tidak diperbolehkan untuk dilakukan. Padahal peracikan adalah
salah satu bentuk kinerja dari kefarmasian.
Go-Med
• Dari sudut pandang akses layanan :

Go-Med berpotensi memperluas


keterjangkauan. Pasien dengan hambatan
akses dapat menebus resep kapan saja,
tanpa perlu beranjak dari rumah.

• Meminimalkan ketidaknyamanan yang


dirasakan pasien ketika harus menebus
obat-obatan “sensitif”, seperti obat Viagra.
Dari Sudut Pandang Praktik Kefarmasian
• Obat dengan bebas dibeli sesuka hati.

• Sukar bagi seorang Apoteker untuk memastikan keaslian resep hanya


berbekal foto yang diunggah. Betapa pun vitalnya, resep hanyalah
secarik kertas yang mudah dipalsukan.

• Konsumen akan melakukan penebusan resep berulang sesuka hati.

• Standar pelayanan kefarmasian tidak terpenuhi. Keputusan Menteri


Kesehatan RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang standar pelayanan
kefarmasian.

• Minim pelayanan konseling dengan pasien/keluarga dan karakteristik


pasien.
Slogan “No Pharmacist No Service”
serta
Implementasinya di Lapangan
“No Pharmacist No Service”
Dapat dikaitkan dengan :
1. Kode etik apoteker Indonesia Pasal 3 : “Setiap Apoteker harus senantiasa
menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu
mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam
melaksanakan kewajibannya”
2. Kode etik apoteker Indonesia pasal 9 : “Seorang Apoteker dalam melakukan
pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan
menghormati hak asazi penderita dan melindungi makhluk hidup insani”,
3. Sesuai kode etik apoteker Indonesia pasal 7 : “Menjadi sumber informasi sesuai
dengan profesinya”.
4. kode etik apoteker Indonesia pasal 5 : “Di dalam menjalankan tugasnya setiap
Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang
bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian”.
UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan

• UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


– Pasal 108
– (1) Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat serta pengembangan obat, bahan obat dan oba
tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
PP 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian

• Pasal 21
(2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan
resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker.
Tujuan dari
“No Pharmacist No Service”
1. Meningkatkan eksistensi profesi farmasi
2. Untuk mengurangi celah adanya penyalahgunaan
obat dan oknum yang tidak bertanggung jawab
3. Strategi untuk mengoptimalkan pelayanan ke pasien.
Pelayanannya kefarmasian meliputi:
1. Pelayanan resep atau dispensing of prescriptions
2. Pemberian saran dan obat untuk mengurangi gejala
yang dikeluhkan pasien atau klien (responding to
symptoms);
3. Interaksi dengan penulis resep dan mampu memahami
kinerja alat uji atau alat bantu untuk menegakkan
diagnosis;
4. Melakukan pelatihan untuk mahasiswa farmasi
(Azzopardi,2000).
Di luar negeri, terutama di negara-negara maju, apoteker
sebagai salah satu profesi kesehatan telah memiliki citra yang
sangat tinggi di mata masyarakatnya.
Apoteker memiliki andil yang sangat besar dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Apoteker bersama dengan dokter, perawat dan tenaga
kesehatan lainnya merupakan mitra sejajar yang saling bekerja
sama dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat.
Bagaimana dengan di Indonesia?
Kondisi Objektif Pelaksanaan Tugas
Farmasis
• Di Indonesia, diperkirakan banyak kematian pasien di RS akibat
‘medication error’, namun kecenderungan bangsa Indonesia yg
sangat ‘permisif’ & menganggap kematian “lebih sebagai takdir”
ketimbang melihatnya sbg sesuatu yg hrs diselidiki utk perbaikan
kedepan,menyebabkan banyak ‘medication error’ tidak terdata.

• Di Indonesia, banyak terjadi kesalahan pembacaan R/ (mungkin


akibat sulitnya tulisan dokter & kurangnya kehadiran farmasis di
apotek) yg diselesaikan di “bawah tangan” atau berdamai di tempat.
Implementasi di Lapangan

Hak masyarakat yang belum dipenuhi oleh Farmasis


yaitu “advocacy” Dari perspektif konsumen, Apotek
sebagai sarana kesehatan, belum berfungsi secara
optimal, karena hanya sebagai tempat pembelian obat
tanpa adanya komunikasi dan pemberian informasi
obat oleh Farmasis.
(Kadarwati,1991; Puspitasari,2001).
Implementasi di Lapangan

Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa alasan


ketidak hadiran Farmasis di Apotek disebabkan oleh
beberapa hal yaitu: adanya hambatan dari Pemilik
Sarana Apotek (PSA), kurangnya pengetahuan
tentang problem terkait obat, dan tidak adanya sanksi
dari instansi berwenang
(Athijah,2002).
Pharmacy Trends
Transition Pharmacy Role:

from to

Prescription Healthcare
Provider Solution
Pharmacy Trends
Fokus profesi apoteker pada era kini telah beralih
dari “drug oriented” (pelayanan obat) menjadi
“pharmaceutical care” (pelayanan pasien).
Namun, pada prinsip pharmaceutical care,
apoteker bukan hanya terfokus kepada obat, namun lebih
terarah yakni pemberian pelayanan, informasi, dan
kepedulian terhadap pasien.

Dengan sistem seperti ini diharapkan masyarakat dapat


lebih mengenal peran apoteker dalam meningkatkan
kesehatan masyarakat. Namun, pada kenyataan di
lapangan, apoteker masih banyak yang belum
Pada prinsip drug oriented, apoteker menjalankan sistem ini dengan sepenuhnya. Hal ini
cenderung kerja di balik layar, yakni membuat citra apoteker di masyarakat masih kurang
dikenal.
meracik dan menyuplai sediaan farmasi.
Strategi? (ISFI)

1. Sosialisasi No Pharmacist-No Service


- CDOB
- SK Menkes 1027
- Standar Kompetensi
- Pharmaceutical Care

2. Pelatihan: Tata Laksana Pharmaceutical Care


4. Monitoring-Evaluasi pelaksanaan No Pharmacist-No
Service : oleh Dinas Kes, POM dan ISFI

5. Maping : profil Farmasis di Jawa Timur

6. Merubah sistem kefarmasian : konsep jasa profesi,


apoteker pendamping, perijinan

7. UJI KOMPETENSI
What can we do?

• Marilah kita bersama-sama memperbaiki citra profesi


kefarmasian/apoteker dengan mengabdi dan melayani
masyarakat dengan sepenuh hati.
ANY QUESTION ?

Anda mungkin juga menyukai