Anda di halaman 1dari 12

ASPEK PSIKOSOSIAL

PADA KLIEN DM
Yuyun Christyanni
Poltekkes Palangka Raya
2018
PENDAHULUAN

■ Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang dianggap
besar karena merupakan penyakit yang bisa menyebabkan terjadinya penyakit lain
yang lebih banyak

■ Anggraeni & Cahyanti (2012) menyatakan bahwa penderita DM mengalami


tantangan-tantangan hidup untuk menghadapi masalah yang terkait dengan
sakitnya, karena seseorang yang menderita DM memerlukan banyak sekali
penyesuaian di dalam hidupnya, sehingga penyakit DM ini tidak hanya berpengaruh
secara fisik, namun juga berpengaruh secara psikologis pada penderita (Sholichah,
2009).
Perubahan Perilaku Klien DM

■ Setiap individu memiliki keinginan untuk tetap sehat dan dapat melakukan kegiatan
sesuai yang dikehendaki
■ Seseorang yang hidup sehat tanpa mengidap penyakit akan lebih bahagia dan
positif dalam menjalani hidup. Tetapi bagaimana dengan orang yang harus hidup
berdampingan dengan penyakit selama hidupnya?
■ Penyakit diabetes mellitus menjadi salah satu perhatian, karena selain tidak dapat
disembuhkan penyakit ini juga merupakan penyakit menurun dan menyebabkan
komplikasi.
■ DM tidak hanya mengganggu sistem fisiologis manusia, kenyataan yang ditemukan di lapangan
adalah penderita DM juga mengalami gangguan pada kondisi psikisnya.
■ Hal ini ditandai dengan perubahan perilaku para penderita yang mudah menjadi emosi dan kurang
dapat mengendalikan diri dengan baik, terutama dalam menjaga pola makan untuk mengurangi
gejala DM.
■ Pasien diabetes merasa bahwa penyakit ini mengganggu aktivitas keseharian penderita sehingga
kelancaran aktivitas itu sendiri berjalan kurang baik. Hal inilah yang menjadi fokus perhatian karena
pengaruh diabetes yang juga mempengaruhi psikis sehingga terjadi perubahan yang cukup mencolok
pada perilaku pasien penderitan diabetes.
■ Perubahan kondisi psikis ini diperlihatkan antara lain pada aspek emosional penderita, misalnya
muncul emosi yang labil dan sangat tergantung pada mood penderita.
■ Perubahan kondisi ini terutama ditemui pada penderita diabetes tipe II yang memiliki kondisi berbeda
dengan penderita diabetes tipe I.
■ Pada pasien penderita diabetes tipe I telah mendapat suntikan insulin dan perawatan fisik sejak
masih muda bahkan sejak balita sehingga pasien dengan diabetes tipe I dapat melakukan
penyesuaian fisik dan psikologis untuk dapat menghadapi dan melakukan perawatan terhadap
penyakitnya daripada pada pasien penderita diabetes tipe II.
■ Pada penderita usia remaja dapat terjadi penurunan aktualisasi diri karena mereka harus
menjalankan aturan ketat mengikuti berbagai prosedur pengobatan. Di sisi lain perkembangan sosial
pada kelompok umur ini (menurut Erikson dalam Papalia, 2007) adalah krisis identitas, pengaruh peer
grup yang kuat dan mulai tertarik dengan lawan jenis, yang mana dapat mengalami hambatan akibat
ketergantungan dengan regimen pengobatan.
■ Kondisi ini pantas untuk ditanggapi secara serius karena pengaruh yang ditimbulkan oleh perubahan
perilaku ini tidaklah hanya dialami oleh pasien tetapi juga dialami oleh anggota keluarga dan kerabat
dekat.
■ Studi kualitatif  Penyakit diabetes yang dideritanya sejak tahun 2003 membuat kehidupannya
berubah drastis. Penderita harus menjaga pola makannya seperti tidak boleh mengkonsumsi gula
maupun makanan manis, menjalani diet, banyak berolahraga minimal berjalan kaki, banyak minum
air putih dan buah-buahan, serta melakukan pengecekan gula darah minimal satu bulan sekali. Hari-
hari yang membuat beliau sulit adalah ketika menghadiri pesta. Penderita harus lebih selektif memilih
makanan yang dimakannya karena salah memilih makanan akan membuat gula darahnya naik.
Sepertinya aktivitas-aktivitas tersebut mudah untuk dijalani tetapi terkadang beliau mengalami
kejenuhan, seperti ingin bebas mengkonsumsi jenis makanan dan minuman. Perasaan seperti ini
membuat penderita mengalami frustasi dan stress yang juga mempengaruhi keadaan emosinya.
■ Gangguan psikologis pada pasien berdampak negatif terhadap kualitas hidup dan
kemampuan untuk menangani aspek manajemen pengobatan. Hal ini
menyebabkan kontrol glikemik yang buruk dan selanjutnya memperburuk kualitas
hidup penderita.
■ Diabetes mellitus tipe 2 (DM-2) berpotensi memunculkan depresi pada diri
penderita. Selain itu, penyakit tersebut juga dapat meningkatkan risiko keparahan
penyakit berupa komplikasi DM-2. Depresi ini akan meningkatkan angka kematian
hingga 30 persen
Gejala dan Indikasi rujuk
pada Klien DM dengan Masalah Psikososial
■ Tidak lagi menemukan kesenangan dalam kegiatan yang disukai
■ Mengalami insomnia atau justru terlalu banyak tidur
■ Kehilangan nafsu makan atau makan berlebihan
■ Merasa cemas atau gugup sepanjang waktu
■ Isolasi diri
■ Merasa sedih berkepanjangan
■ Perasaan tidak berguna
■ Memiliki pikiran untuk bunuh diri
■ Menyiksa diri sendiri  tidak kooperatif dalam perawatan DM  komplikasi DM seperti KAD, nefropati,
neuropati, retinopati,cardiomyopati atau DM tipe 1 atau 2 dengan insulin dependent atau Diabetes Gestasional.
DM tipe 2 tanpa komplikasi dapat dirujuk apabila setelah pemberian 2 obat dan diet sehat pasien tidak
mengalami perbaikan selama 2-3 bulan.
Tindakan Rujukan
Pada Klien DM dengan Masalah Psikososial
■ Setelah kriteria terpenuhi maka petugas kesehatan di fasilitas primer harus mengisi formulir
administrasi rujukan sebanyak 2 rangkap yang berisi :

 Identitas jelas pasien beserta jaminan kesehatan yang digunakan serta tanggal rujukan
 Mencantumkan Nama Rumah Sakit tujuan dan menuliskan poliklinik jiwa rawat bersama
poliklinik penyakit dalam.
 Hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan psikis dan penunjang yang sudah
dilakukan
 Mencantumkan tindakan serta terapi sementara yang telah diberikan
 Mencantumkan tanda tangan dokter yang merujuk
■ Pada kasus diabetes, rujukan tidak harus didampingi oleh tenaga medis, kecuali bila terjadi
kegawatan seperti KAD, atau koma hipoglikemi, pasien harus didampingi oleh tenaga medis dan
dikirim dengan ambulan transport yang memadai, setelah sebelumnya dokter menghubungi pihak
rumah sakit tujuan, untuk dipastikan pasien tersebut mendapatkan kamar.

■ Apabila rumah sakit tujuan penuh dan tidak memiliki ruang, maka dokter harus mencarikan rumah
sakit alternatif lain yang dirasa mampu menangani kasus tersebut, tanpa memandang jaminan
kesehatan yang digunakan.
■ Apabila setelah diusahakan dan tetap tidak mendapatkan ruang di 10 rumah sakit tujuan, maka dokter
harus menjelaskan kepada seluruh keluarga yang datang untuk menandatangani surat pernyataan
untuk dititipkan sementara di faskes primer tersebut meskipun fasilitas dan tenaga untuk melakukan
pengawasan terbatas, sehingga saat terjadi kegawatan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Setelah
ditandatangani, Dokter dapat melanjutkan penanganan pada pasien lain yang mungkin sudah
menunggu sembari sesekali mengecek kondisi pasien. Penting untuk diketahui adalah tidak boleh
merujuk tanpa adanya konfirmasi ke rumah sakit tujuan.
Bermain Peran

■ Tugas Mahasiswa :
Bermain peran dalam merujuk dan
menerima rujukan klien DM dengan
masalah psikososial.

Anda mungkin juga menyukai