Anda di halaman 1dari 19

Bendungan ASI

Bendungan Air Susu adalah terjadinya


pembengkakan pada payudara karena
peningkatan aliran vena dan limfe sehingga
menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri
disertai kenaikan suhu badan.
• Bendungan ASI dapat terjadi karena adanya
penyempitan duktus laktiferus pada payudara ibu
dan dapat terjadi pula bila ibu memiliki kelainan
putting susu ( misalnya putting susu datar,
terbenam dan cekung).
• Sesudah bayi dan plasenta lahir, kadar estrogen
dan progestron turun dalam 2-3 hari. Dengan ini
faktor dari hipotalamus yang menghalangi
keluarnya prolaktin waktu hamil, dan sangat
dipengaruhi oleh estrogen, tidak dikeluarkan lagi,
dan terjadi sekresi prolaktin oleh hypopisis.
Faktor-faktor penyebab Bendungan
ASI
1) Pengosongan mamae yang tidak sempurna (dalam masa laktasi,
terjadi peningkatan produksi ASI pada ibu yang produksi ASI-nya
berlebihan, apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu, dan
payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI didalam
payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan
bendungan ASI).

2) Faktor hisap bayi yang tidak aktif (pada masa laktasi, bila ibu
tidak menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif
menghisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI).

3) Faktor menyusui bayi yang tidak benar( teknik yang salah dalam
menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan
menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu. Akibatnya ibu tidak
mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI).
4) Puting susu terbenam ( putting susu terbenam akan
menyulitkan bayi dalam menyusu). Karena bayi tidak
dapat menghisap putting dan areola, bayi tidak mau
menyusu dan akibatnya terjadi bendungan ASI).

5) Putting susu terlalu panjang (putting susu yang


panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu
karena bayi tidak dapat menghisap areola dan meransang
sinus laktiferus untuk megeluarkan ASI. Akibatnya ASI
tertahan dan menimbulkan bendungan ASI). (Rukiyah dan
Yulianti, 2010)
Tanda dan gejala bendungan ASI

Tanda dan gejala bendungan ASI antara lain


dengan ditandainya dengan pembengkakan
payudara bilateral dan secara palpasi secara
keras, kadang terasa nyeri serta seringkali
disertai peningkatan suhu badan ibu, tetapi
tidak terdapat tanda- tanda kemerahan dan
demam (Prawiroharjo, 2010).
Gejala yang biasa terjadi pada bendungan ASI
antara lain payudara penuh terasa panas, berat dan
keras, terlihat mengkilat meski tidak kemerahan.ASI
biasanya mengalir tidak lancar, namun ada pula
payudara yang terbendung membesar,
membengkak dan sangat nyeri, puting susu
teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan
mudah dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap
ASI. Ibu kadang-kadang menjadi demam, tapi
biasanya akan hilang dalam 24 jam. (Adriani, 2009)
Penanganan bendungan ASI
1. Dengan mencegah terjadinya payudara bengkak,
susukan bayi segera setelah lahir, susukan bayi tanpa
jadwal, keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar
paudara lebih lembek, keluarkan ASI dengan tangan
atau pompa bila produksi melebihi kebutuhan ASI
2. Laksanakan perawatan payudara
3. Bagi ibu tidak menyusui, berikan bebet atau kutang
ketat, kompres dingin pada dada untuk mengurangi
bengkak dan nyeri, hindari pijat dan kompres hangat,
berikan paresetamol 500 mg per oral, evaluasi 3 hari.
(Rukiyah dan Yulianti, 2010)
Dampak bendungan ASI

Statis pada pembuluh limfe akan mengakibatkan


tekanan intraduktal yang akan mempengaruhi
berbagai segmen pada payudara, sehingga tekanan
seluruh payudara meningkat, akibatnya payudara
sering terasa penuh, tegang, dan nyeri (WHO),
walaupun tidak disertai dengan demam. Terlihat
kalang payudara lebih lebar sehingga sukar dihisap
oleh bayi. Bendungan ASI yang tidak disusukan
secara adekuat akhinya bisa terjadi mastitis.
(Rosiati, 2011)
Peritonitis
inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa
rongga abdomen dan meliputi visera merupakan
penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam
bentuk akut maupun kronis atau kumpulan
tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan
nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan
tanda-tanda umum inflamasi.
Berdasarkan patogenesis peritonitis
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

A. Peritonitis Bakterial Primer


1. Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara
hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi
dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E.
Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer
dibagi menjadi dua, yaitu:
Spesifik : misalnya Tuberculosis.

2. Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.


Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya
malnutrisi, keganasan intra abdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal
ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan
asites.
B. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder
(Supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme
tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari
multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri
anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar
pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.

Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat
memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
• Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke
dalam cavum peritoneal.
• Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang
disebabkan oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar
dari usus.
• Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal,
misalnya appendisitis.
• Peritonitis tersier, misalnya:
Peritonitis yang disebabkan oleh jamur. Peritonitis yang
sumber kumannya tidak dapat ditemukan. Merupakan
peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, seperti
misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan
urine.

• Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:


a. Aseptik/steril peritonitis
b. Granulomatous peritonitis
c. Hiperlipidemik peritonitis
d. Talkum peritonitis
• Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu
demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia,
tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang
hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu
sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena
mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena
iritasi peritoneum.
• Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk
membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease.
Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada
penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat,
penggunaan steroid, pasca transplantasi, atau HIV), penderita
dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial,
ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic),
penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.
• KOMPLIKASI
1. Eviserasi Luka (penonjolan keluar organ yang ada
dalam rongga abdomen)
2. Pembentukan abses
PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan


dikontraindikasikan karena syok dan kegagalan sirkulasi,
maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena
untuk mengganti elektrolit dan kehilangan protein.
Biasanya selang usus dimasukkan melalui hidung ke
dalam usus untuk mengurangi tekanan dalam usus.

2. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik,


drainase bedah dan perbaikan dapat diupayakan.

3. Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah


peritonitis, seperti apendiktomi. Bila perforasi tidak
dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan
drainase terhadap abses.
• Prinsip umum terapi pada peritonitis adalah :
1. Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang
yang dilakukan secara intravena.
2. Terapi antibiotika memegang peranan yang
sangat penting dalam pengobatan infeksi
nifas.
3. Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi
nyeri.

Anda mungkin juga menyukai